BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

Jurnal Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis pasal 1 ayat 3 adalah

Jurnal Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. DBD (Nurjanah, 2013). DBD banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis karena

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sistem..., Levina Ardiati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD)

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Rampengan, 2008)

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia. Selama 1 dekade angka kejadian atau incidence rate (IR)

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. 269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh Virus Dengue. (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN juta orang saat ini diseluruh dunia. Serta diperkirakan sekitar

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 56

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknik dinas

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

Sistem Informasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Hospital Association dalam Rustiyanto (2010),

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

Bagian Program dan Informasi DITJEN BUK KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB II DESKRIPSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANTUL. 1. Sejarah Perkembangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. 24 jam, dimana dibutuhkan sistem kerja yang bergantian(shift) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis. profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen

BAB 1 PENDAHULUAN. Perancangan sistem..., Septiawati, FKM UI, Univerasitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengimbangi situasi tersebut. Salah satu kiat tersebut adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. medis. Sistem pelayanan rekam medis adalah suatu sistem yang. pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis.

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. Medis, pengertian sarana pelayanan kesehatan adalah tempat. untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB I PENDAHULUAN. Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. (droplet infection) dan masih banyak dijumpai di kalangan anak-anak pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Djojosoegito dalam Hatta (2008) rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS. Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, klaim

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

Pedoman Instrumen Penilaian Kinerja Puskesmas Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat

KOMPONEN SISTEM SURVEILANS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DINAS KESEHATAN KOTA KEDIRI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sehingga di rumah sakit diharapkan mampu untuk. puas dan nyaman, sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 52, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/ atau psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan wabah penyakit dikenal dengan istilah Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan pasal 1 ayat 2, kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/ atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Tenaga kesehatan wajib melaporkan kejadian tersebut apabila terdapat pasien yang termasuk pada jenis penyakit menular tertentu, agar segera mendapatkan tindak lanjut dari Dinkes. Sumber data yang menjadi alat pantau terhadap terjadinya KLB dapat berupa laporan W1, laporan W2, dan laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit atau yang disingkat dengan KDRS. Laporan W1 harus dikirim dalam waktu 24 jam setelah ditemukannya kasus yang memenuhi kirteria KLB. Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) setiap ada kasus, merupakan indeks kasus yang perlu dilakukan penulusuran lapangan. Laporan KDRS DBD adalah laporan segera (1 24 jam setelah penegakan diagnosis) tentang adanya penderita DD, DBD, DSS agar segera dilakukan tindakan seperlunya. Selain itu, sistem pelaporan surveilans epidemiologi DBD yang digunakan di rumah sakit untuk kewaspadaan dini penyakit DBD adalah Laporan Mingguan Wabah 1

(W2) DBD. Laporan W2 DBD dilaporkan setiap minggu dari RS ke Dinas Kesehatan untuk memantau penyakit DBD yang sering menimbulkan wabah/ KLB, sehingga peningkatan kasus penyakit dalam satu wilayah akan dapat terdeteksi secara cepat (Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat Deputi Bidang SDM Dan Kebudayaan BAPPENAS, 2006). Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) salah satunya adalah laporan KDRS DBD. Laporan KDRS harus lengkap, akurat dan dikirimkan tepat waktu. KDRS dibuat oleh petugas rekam medis atau petugas surveilans rumah sakit. Kualitas informasi yang baik salah satunya adalah akurat jumlah datanya. Jumlah data yang tidak akurat dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan akan mempengaruhi tersedianya data maupun informasi. Data yang tidak akurat dapat menghambat proses penanganan selanjutnya. Menurut Kemenkes RI pada tahun 2015 jumlah penderita DBD di Indonesia yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,83%). Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Jawa Tengah menduduki angka kematian tertinggi ke dua yaitu 255 kematian, angka kematian paling tinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 283 kematian. Menurut Dinkes Jawa Tengah angka kesakitan/ Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebesar 47,9 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 2014 yaitu 36,2 per 100.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa angka kesakitan DBD di Jawa Tengah lebih rendah dari target nasional (<51/100.000) penduduk, tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan target RPJMD (<20/100.000) penduduk. Angka kesakitan menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 1. Angka kematian/ Case Fatality Rate (CFR) DBD di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 1,6 persen, sedikit menurun bila dibandingkan CFR tahun 2014 yaitu 1,7 persen. Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan target nasional maupun RPJMD (<1%). 2

Gambar 1. Angka Kesakitan DBD Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 Gambar 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Pati masuk dalam urutan ke sembilan tertinggi di Jawa Tengah yaitu dengan angka kesakitan sebesar 66,27 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian sebesar 1,71 %. Hal ini berarti bahwa angka kesakitan DBD di Kabupaten Pati lebih tinggi dari target nasional (<51/100.000) penduduk dan target RPJMD (<20/100.000) penduduk. Angka kematian juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan target nasional maupun RPJMD (<1%). Kabupaten Pati memiliki sebuah rumah sakit milik Pemda yaitu RSUD RAA Soewondo sebagai salah satu rumah sakit yang melayani pasien DBD. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati pada tanggal 7 November 2016 dan 11 Desember 2016, melalui wawancara dengan petugas pelaporan, diketahui bahwa pada tahun 2016 Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati telah dilaksanakan pelaporan kasus DBD. Petugas pelaporan menjelaskan adanya ketidaksesuaian jumlah pasien DBD pada pelaporan dari bangsal dan pada SIMRS, padahal pelaporan KDRS kasus harus segera dilaporkan kepada petugas surveilans 3

dalam waktu kurang dari 1 24 jam, agar segera ditindaklanjuti oleh puskesmas di masyarakat. Peneliti memilih RSUD RAA Soewondo Pati sebagai tempat penelitian karena di RSUD RAA Soewondo Pati terdapat masalah yang berkaitan dengan pelaporan kasus DBD, padahal angka kejadian DBD dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berikut adalah angka kejadian DBD mulai dari tahun 2013 sampai 2016: Grafik1. Jumlah Kasus DBD di RSUD RAA Soewondo Pati Tahun 2013-2016 Jumlah Kasus DBD 2000 1500 1000 500 0 1470 799 1034 229 2013 2014 2015 2016 Tahun Jumlah Kasus Sumber: Sistem Informasi Manajemen RSUD RAA Soewondo Pati Data kunjungan pasien pada SIMRS RSUD RAA Soewondo Pati pada bulan November 2016 menunjukkan jumlah kasus DBD adalah 69 pasien, kemudian peneliti menghitung kasus DBD di buku register kasus DBD yang bersumber dari bangsal hanya berjumlah 30 pasien. Latar belakang diatas membuat peneliti tertarik untuk mengangkat topik tugas akhir dengan judul Analisis Pelaporan Kasus Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati Tahun 2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, permasalahan di RSUD RAA Soewondo Pati, yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana proses pelaporan yang menyebabkan perbedaan data kasus DBD antara data laporan dari bangsal dan data kunjungan pasien pada SIMRS di RSUD RAA Soewondo Pati? 4

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pelaporan kasus DBD di RSUD RAA Soewondo Pati. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan ketidaksesuaian data kasus DBD antara laporan dari bangsal dengan data kunjungan pada SIMRS. b. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian data kasus DBD antara data laporan dari bangsal dengan data kunjungan pada SIMRS. c. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh rumah sakit untuk mengatasi ketidaksesuaian data kasus DBD antara data laporan dari bangsal dengan data kunjungan pada SIMRS. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti 1) Mempunyai gambaran langsung dan fungsi tentang unit pelayanan yang berkaitan dengan Unit Rekam Medis. 2) Mempraktikkan secara langsung disiplin ilmu yang didapatkan di bangku kuliah selama melaksanakan peneletian di Unit Rekam Medis. 3) Mengetahui cara menganalisis, mengidentifikasi, dan kemudian mencari solusi suatu masalah sehingga akan berguna apabila nanti sudah memasuki dunia kerja. b. Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Memberikan masukan mengenai pelaporan kasus DBD bagi RSUD RAA Soewondo Pati. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Bagi Institusi sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan 5

informasi bagi staf akademik dan mahasiswa dalam rangka mengembangkan proses belajar mengajar khususnya yang berkaitan dengan sistem pelaporan rumah sakit kasus DBD. b. Bagi Peneliti Lain Memberikan referensi bagi peneliti lain yang berkaitan dengan bahasan pada penelitian ini. E. Keaslian Penelitian Menurut pengamatan peneliti, penelitian dengan judul Analisis Pelaporan Kasus Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati Tahun 2016 belum pernah dilakukan, namun terdapat penelitian yang mempunyai kesamaan. Berikut ini adalah sejumlah penelitian yang pernah dilakukan: 1. Menurut Saputra (2010), penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengimplementasikan teknologi web service pada pencatatan dan pelaporan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analisis dan perancangan sistem, implementasi dan pengujian. Hasil dari penelian Saputra (2010) adalah perancangan sistemdilakukan pengembangan sistem pelaporan DBD terintegrasi berbasis web service. Pertukaran data dilakukan dengan format XML menggunakan teknologi SOAP dan WSDL. Lybrary NuSOAP digunakan untuk menyediakan class soapclient dan soapserver, atau sebagai listener yang akan menerima dan merespon permintaan akses terhadap web service. Sehingga dihasilkan sistem pelaporan berbasis web service yang bersifat dua arah, sistem dapat berfungsi sebagai server maupun client. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas pelaksanaan pelaporan kasus DBD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Saputra (2010) terletak pada tujuan yang akan dicapai dan metode yang digunakan. 2. Menurut Nurhayati (2015), penelitian yang dilakukan bertujuan untuk untuk menganalisis strategi organisasi dalam pencapaian efektivitas laporan 6

Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS) DBD dari aspek pengorganisasian di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kualititatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian Nurhayati (2013) adalah petugas di rawat inap dan rekam medis belum memahami tujuan pelaporan secara luas sebatas hanya untuk mendukung pelayanan terhadap pasien, terdapat wewenang yang terbatas pada petugas rawat inap untuk mencatat adanya pasien DBD, beban kerja yang tinggi pada petugas pelaporan di rekam medis, serta kurangnya koordinasi yang dilakukan antar unit rawat inap dan rekam medis membuat pencatatan dan pelaporan tidak berjalan secara efektif.persamaan penelitian ini dengan Nurhayati (2015) adalah sama-sama membahas pelaksanaan pelaporan KDRS kasus DBD di rumah sakit. Metode penelitian sama yaitu deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaannya adalah terkait tujuan penelitian. 3. Menurut Ginanjar dkk (2016), penelitian yang dilakukan Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model surveilans aktif DBD untuk meningkatkan kualitas pelaporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit di Kota Tasikmalaya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan design eksperimen semu dan rancangan pretest, intervensi dan postest dalam satu kelompok. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan design eksperimen semu dan rancangan pretest, intervensi dan postest dalam satu kelompok. Hasil dari terjadi peningkatan pada seluruh aspek yang diukur. Pengetahuan responden meningkat dari kategori kurang saat pra intervensi menjadi kategori baik saat post intervensi dan aspek sikap dari kategori cukup menjadi baik. Sarana penunjang mengalami peningkatan dari kategori kurang menjadi cukup, dan model yang telah diterapkan mampu meningkatkan kualitas KDRS dari kategori kurang menjadi kategori cukup. Penerapan Model Surveilans Aktif yang dikembangkan dalam penelitian ini telah mampu meningkatkan Kualitas Laporan KDRS sehingga apabila model ini dapat digunakan secara berkesinambungan, diharapkan dapat mendukung upaya penanganan 7

penyakit DBD di masyarakat secara lebih efektif dan efisien. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas pelaksanaan pelaporan KDRS kasus DBD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ginanjar dkk (2016) terletak pada tujuan penelitian dan metode penelitian. 4. Menurut Dani (2016), penelitian yang dilakukan bertujuan untuk merancang sebuah sistem informasi yang bisa membantu mengurangi tingkat keterlambatan pelaporan KDRS dan bisa sesegera mungkin mendapatkan feedback dari hasil surveilans. Metode penelitian ini adalah metode penelitian action research dan pengembangan sistem prototyping method. Hasil dari penelitian Dani (2016) sistem informasi yang dirancang dapat mengatasi masalah keterlambatan pengiriman pelaporan yang biasanya terjadi dan sistem informasi pelaporan online KDRS juga bisa membantu dalam menyampaikan hasil dari kegiatan surveilans sehingga pihak terkait bisa mendapatkan feedback yang diinginkan. Persamaan penelitian ini dengan Dani (2016) adalah sama-sama membahas pelaksanaan pelaporan KDRS kasus DBD. Perbedaannya penelitian ini dengan penelitian Dani (2016) terletak pada tujuan yang dicapai dan metode yang digunakan. 8