ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA JAMBI DI LIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB 1 LATARBELAKANG. adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

DESENTRALISASI. aris subagiyo

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BUPATI BANGLI, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daya daerah, dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi. keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif, transparan, dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

Panduan diskusi kelompok

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila sila ke

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

Sumarma, SH R

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH MELALUI ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD DALAM ERA OTONOMI DAERAH

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : RATNA EVAYANTI B. 200 050 344 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terdapat perbedaan dalam sistem pemerintahan lama dengan yang baru, letak perbedaan tersebut diantaranya ada pada sistem pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah. Sistem yang baru mengacu pada akuntabilitas publik, yaitu pelaporan pertanggungjawaban pemerintah daerah ditujukan kepada pemerintah pusat dan masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam sistem pemerintahan yang lama, pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah hanya kepada pemerintah pusat saja. Pada saat ini bangsa Indonesia sedang memasuki masa transisi pemerintahan dari sistem pemerintah yang bersifat sentralistik menuju sistem pemerintah yang bersifat desentralistik sebagai perwujudan dari prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Pada masa Orde Baru, pemerintahan yang amat sentralistik mengakibatkan adanya ketimpangan pendapatan dan pengelolaan keuangan antara daerah dan pusat. Sumber daya yang cukup potensial yang dimiliki oleh daerah sebagian besar dikirim ke pusat, sehingga daerah mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi kepada pusat. Untuk mengurangi ketimpangan tersebut, pemerintah memberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Derah (UU-PD) dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU- PKPD) sejak 1 Januari 2001. 1

Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi tahun 1999 adalah di satu pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama, pemerintah pusat diharapkan lebih berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yangbersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan pemerintahan ke daerah, daerah akan mengalami proses pemberdayaan, kemampuan, prakarsa dan kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kemampuan mengatasi berbagai masalah ekonomi daerah akan semakin kuat (Ryaas Rasyid, 2002). Terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada di dalamnya, lahirnya UU No. 22 dan UU No. 25 antara lain merupakan perwujudan dari pergeseran sistem pemerintahan tersebut, yakni sistem sentralisasi menuju sistem desentralisasi. Kedua UU tersebut mengandung beberapa misi yang tersurat. Pertama, menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah. Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Sukiadi, 2001). Untuk mewujudkan misi tersebut, diperlukan perubahan sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Perubahan tersebut diimplementasikan dengan memberikan otonomi kepada daerah yang berdasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Otonomi tersebut bersifat luas karena kewenangan justru berada pada daerah (seperti pada negara federal), disebut nyata karena kewenangan yang

diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan disebut bertanggungjawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah (Surbakti, 2001). Hal ini tidak lain, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesejahteraan masyarakat agar semakin baik, kehidupan yang demokratis, adil, rata, dan hubungan yang serasi dalam Bingkaian Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pristwanto, 2001). Kedua UU tersebut juga memberikan makna otonomi atau desentralisasi yang tegas dan sesuai dengan makna asli yang terkandung di dalamnya, yaitu kebebasan, self independence, dan dispersion of power daripada UU No. 5 tahun 1974 sehingga dalam kerangka formulasi dan implementasi otonomi, yang dituntut oleh daerah-daerah sebenarnya adalah adanya keadilan, baik keadilan yang menyangkut permasalahan pembagian dan penggunaan kewenangan maupun yang berkenaan dengan keuangan dan pendapatan daerah. Karena selama ini, dalam hal kewenangan dan keuangan selalu terletak di tangan pemerintah pusat, sehingga daerah hanyalah sebagai pelaksana saja (Affandi, 2001). Dalam era reformasi seperti sekarang ini mewujudkan pemerintahan yang baik (good govermance) menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya dan mutlak terpenuhi. Menurut Triyono (2007), prinsip-prinsip pemerintahan yang baik meliputi: (1) akuntabilitas (accountability) yang diartikan sebagai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya; (2) keterbukaan dan transparansi (openness and transparency) dalam arti masyarakat tidak hanya dapat mengakses suatu kebijakan tetapi juga ikut berperan dalam proses perumusannya; (3) ketaatan pada hukum, dalam arti seluruh kegiatan didasarkan

pada aturan hukum yang berlaku dan aturan hukum tersebut dilaksanakan secara adil dan konsisten; dan (4) partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan. Transparansi atau keterbukaan yang sangat diperlukan oleh publik adalah akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang harus didukung oleh sistem akuntansi pemerintah yang mampu menyediakan informasi untuk tujuan pertanggungjawaban (stewardship and accountability), mengontrol dan pengawasan/pengendalian manajemen pemerintah daerah (Nurkholis, 2000). Transparansi berarti keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakankebijakan keuangan, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR/DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah dengan masyarakatnya, sehingga tercipta pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Sedangkan pengendalian berarti penerimaan dan pengeluaran harus sering dimonitor, dengan cara membandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai (Affandi, 2001). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini ditentukan judul: Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dilihat dari Perspektif Akuntabilitas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan: 1. Bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sragen dilihat dari perspektif akuntabilitas tahun anggaran 2004 sampai dengan 2007?

2. Apakah anggaran keuangan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen sudah berjalan secara efektif dan efisien?. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Sragen dilihat dari perspektif akuntabilitas tahun anggaran 2004 sampai dengan 2007. 2. Untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi anggaran keuangan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk menyusun dan menerapkan segala kebijakan kaitannya dengan keuangan dan pelaporan keuangan daerah. 2. Bagi penelitian yang akan datang, dapat digunakan referensi untuk mengadakan penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan kinerja keuangan dalam rangka otonomi daerah. E. Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi yang penulis susun terdiri dari lima bab, adapun garis besar pembahasan masing-masing bab adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini pertama diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang teori-teori sebagai dasar berpijak dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada. Dalam bab ini akan diuraikan tentang teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian dan penelitian-penelitian terdahulu. BAB III : METODE PENELITIAN Penelitian ini memberikan penjelasan yang berhubungan dengan penelitian yang akan peneliti teliti, dalam bab ini akan dijelaskan tentang cara-cara yang dipilih untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan yaitu meliputi populasi dan sampel, variable penelitian, jenis dan sumber data, instrumen penelitian dan metode analisis data. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisis dan pembahasan menguraikan tentang gambaran umum tentang data-data yang telah dikumpulkan yang meliputi analisis dan pembahasan data. BAB V : PENUTUP Terdiri dari bagian akhir dari laporan penelitian, yang berisi kesimpulan dan rangkaian pembahasan skripsi, keterbatasan atau kendala-kendala dalam penelitian serta saran-saran bagi peneliti selanjutnya.