BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Keaktifan Aktif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 12) berarti giat (bekerja atau berusaha),

BAB II KAJIAN TEORITIS

Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) Keterangan 14 61% Tuntas 9 39% Tidak Tuntas Jumlah % Nilai Rata-rata 64 Nilai Tertinggi 86 Nilai Terendah 52

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB II KAJIAN TEORI. dalam konteks pembelajaran di kelas menyatakan bahwa Partisipasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan baik dari materi. pembelajaran maupun jenjang pendidikannya.

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel

BAB II PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN AL-QUR AN HADITS. kurang tepat, karena belajar adalah perubahan yang terjadi di dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

Di dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata mampu. yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya,

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan wadah mencerdaskan kehidupan bangsa sebab

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa SD khususnya. bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUALSISWA KELAS IV SDI RAI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. suatu wadah yang disebut sebagai lenbaga pendidikan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya (Permana dan Utari Sumarmo, 2007: 117). Koneksi matematika harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. yang dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kemampuan Menulis. menghasilkan sebuah tulisan. memberdayakan pengetahuan dan perasaan.

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. menopang dan mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan. mengalami perubahan sejalan dengan tuntutan kebutuhan.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. siswa yang menganggap bahwa matematika itu sangat sulit dan membosankan. Padahal tidak semua anggapan mereka itu benar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:

BAB II LANDASAN TEORI

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya (Karso: 1998, 1.6). hal ini membuat para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system matematika. Dari dunia matematika yang merupakan sebuah sistem yang deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistem ini. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Bergambar (2008, 524) para penulis menerjemahkan matematika sebagai ilmu tentang bilangan, dan hubungan antar bilangan. Matematika merupakan ilmu yang mengolah bilangan-bilangan dan keterkaitan bilangan-bilangan tersebut. Matematika mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan disiplin ilmu lain. Menurut Ali (1987:1), matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur, hubungan-hubunganya yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sedangkan menurut Bruner (Gatot Muhtesyo, 2007) menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola dan keterkaitan. Belajar matematika adalah suatu usaha atau aktifitas mental untuk memahami arti hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan berkembang mengenai kemampuan membaca (matematika), menggali informasi, menggunakan informasi, menyimpulkan informasi yang lebih mendalam, melakukan eksplorasi eksperiman, berfikir logis, berfikir ketat dan yang terpenting adalah melakukan pemecahan masalah. Pembelajaran matematika harus merupakan proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan 7

8 yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. 2.1.2 Pendekatan Kontekstual Salah satu kecenderungan pemikiran yang berkembang dewasa ini berkaitan dengan proses belajar anak adalah bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Menurut kecenderungan pemikiran ini, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan mengetahuianya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual (Contextual Teacing and Learning / CTL), menurut Nurhadi (dalam Mapposoro: 2006, III-I) merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran akan berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Depdiknas (2003) merumuskan pengertian Contekstual Learning Teacing sebagai berikut: Pembelajaran pendekatan kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan / konteks ke permasalahan / konteks lainnya

9 Sanjaya (2006: 270) mengemukakan beberapa pengertian CTL (pendekatan kontekstual) yaitu sebagai berikut: (1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. (2) CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. (3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji dat hasil temuan mereka di lapangan. (4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, maka akan membantu mengatasi masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Masalahmasalah dalam dunia pendidikan tersebut antara lain: a. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep mata pelajaran, sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut? b. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh? c. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari? d. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka pintu kesempatan dalam kehidupan? Kesemua permasalahan itu dapat terjawab dengan pendekatan kontekstual apabila tersebut dapat diterapkan dengan baik. Karakteristik pendekatan kontekstual (Mappasoro, 2008: III-2) yaitu a. Kerjasama b. Saling menunjang c. Menyenangkan (tidak membosankan)

10 d. Belajar dengan bergairah e. Pembelajaran terintegrasi f. Menggunakan berbagai sumber g. Siswa aktif dan sharing dengan teman. Keefektifan suatu pembelajaran pendekatan kontekstual dapat dilihat dari 7 tujuh komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual. Ketujuh komponen itu adalah: a. Kontruktivisme (contructivisme) Membangun pemahaman siswa dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. b. Menemukan (inquiry) Siswa harus mampu meramu setiap materi dan terampil dalam setiap kegiatan. c. Bertanya (questioning) Kegiatan pembelajaran untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir pebelajar. d. Masyarakat belajar Para siswa terikat dalam kegiatan belajar. Mereka bekerja sama dengan orang lain, saling tukar pengalaman, dan berbagi ide. e. Pemodelan (modeling) Proses penampilan suatu contoh agar siswa dapat mengikuti model tersebut. f. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) Kemajuan belajar yang dinilai baik itu menggunakan penilaian produk (kinerja) maupun proses. g. Refleksi (reflection) Mengukur pengetahuan dan keterampilan pembelajar. Melihat kembali hasil yang diperoleh untuk dijadikan bahan acuan untuk langkah selanjutnya. (Mappasoro, 2008: III-3). Untuk dapat menjalankan (menerapkan) pembelajaran kontekstual dengan baik, seorang guru dapat menggunakan 5 strategi dalam mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Harera (dalam Sanjaya, 2006) bahwa 5 strategi dalam mengajar yaitu:

11 a. Relating: belajar yang dikaitkan dengan konteks keadaan sebenarnya. b. Experiencing: belajar yang ditekankan pada pangalaman materi, dan penemuan. c. Appliying: belajar jika pengetahuan yang diperoleh dipersentasikan dalam bidangnya sendiri. d. Cooperating: belajar dalam konteks komunikasi dengan sesama anggota kelompok dan menggunakannya secara bersama-sama. e. Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam konteks baru. Suatu kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya. Dalam kegiatan pembelajaran pun kita juga memerlukan hal tersebut kemudian kita melakukan pengukuran dan penilaian. Hasil belajar merupakan suatu perubahan yang tidak hanya mengarah pada satu tujuan tetapi mengarah ke beberapa aspek yang mendukung perubahan tingkah laku, motivasi, pemahaman, dan kemampuan. 1.1.3 Hasil belajar a. Pengertian Hasil belajar Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada setiap aspek (pengetahuan, pengertian, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap). (dalam Hamalik, 2001: 30). Apabila seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Menurut Johnson dan Myklebust (abdurrahman, 2003: 252) Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Menurut De Cecco dan Crowford (dalam Ali, 1987 : 14) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diidentifikasi melalui penampilan. Namun, individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar meskipun pada dirinya hanya ada

12 perubahan dalam kecenderungan perilaku. Hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Itulah yang membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Slameto (2003: 28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu: (1) Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; (2) Repetisi Dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa. Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkatan penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan atau memperoleh pengalaman belajar dalam kurun waktu tertantu. Hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya. b. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2008: 54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut: a) Faktor-faktor intern Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. 1) Faktor jasmaniah Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar

13 akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu. 2) Faktor psikologis Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik. b) Faktor kelelahan Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus

14 karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya. Menurut Slameto (2008: 60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli. c) Faktor-faktor ekstern Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup. 2) Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.

15 3) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebihlebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok, keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ. Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. 2.1.4 Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual Ada 7 komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya (Sanjaya, 2006: 262). Dalam kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajaran. Untuk melaksanakan pendekatan kontekstual dapat diterapkan

16 dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk matematika dan kelas yang bagaimanapun keadaanya. Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa sehubungan dengan topik yang akan dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran yang bersifat kondisional tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswa. Mappasoro (2008: III-4) menyusun rambu utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut: a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajaran yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara: Standar Kompetensi, Kompotensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian Hasil Belajar. b. Nyatakan tujuan umum pembelajaran. c. Rincian media untuk mendukung kegiatan. d. Buat skenario kegiatan siswa tahap demi tahap. e. Nyatakan authentic assesmentnya. Trianto (2010: 25) mengemukakan garis besar langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas yaitu sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar. 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagi cara. 1.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suparmin (2012) dengan Judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo tentang menentukan jaring-jaring balok dan kubus dengan Menggunakan Pendekatan Contexstual Teaching And Learning Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Matematika siswa. Terbukti dengan hasil belajar matematika pada pra siklus, siklus I dan siklus II terjadi peningkatan. Pra siklus siswa yang tuntas KKM ada 14 siswa (61%) dan yang belum tuntas ada 9 siswa (39%). Pada perbaikan pembelajaran siklus I siswa yang tuntas KKM ada 18 siswa (78%) dan yang belum tuntas ada 5 siswa (22%). Sedangkan pada perbaikan pembelajaran siklus II siswa yang tuntas KKM ada 23 siswa (100%). Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Wibowo (2013) yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Penerapan Pendekatan Kontekstual (Contexstual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri Siswa Kelas 4 SD Negeri Jatiharjo 2 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan, juga menunjukkan bahwa dengen menggunakan pendekatan kontekstual hasil belajar Matematika dapat meningkat. Hal ini nampak pada perbandingan nilai rata-rata yakni pada kondisi pra siklus sebesar 64 pada siklus 1 naik menjadi 73 dan pada siklus II naik lagi menjadi 81. Adapun peningkatan persentasi hasil belajar klasikal pada kondisi pra siklus 35%; siklus I naik menjadi 78% dan pada siklus II naik menjadi 100%. 2.3 Kerangka pikir Agar proses belajar mengajar di kelas efektif dan efisien, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Pendekatan kontekstual membuat pembelajaran lebih konkrit dan lebih bermakna kerena materi yang dipelajari dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mendorong siswa melakukan percobaan mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan penerapan pengetahuan tersebut dengan kehidupan sehari hari siswa. Di samping itu, siswa akan lebih mudah mengingat pelajaran sehingga hasil belajar dapat meningkat

18 serta siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang maupun nanti. Hal itu karena mereka sendiri yang mencari tahu dan mengumpulkan informasi tentang materi tersebut. Proses belajar mengajar matematika KD : Menentukan jaring-jaring balok dan kubus Pembelajaran konvensional Metode : Ceramah Hasil belajar matematika rendah Gurunya aktif siswanya pasif Pendekatan CTL 1. Kontruktivisme 2. Inkuiri (Menemukan) 3. Bertanya 4. Masyarakat belajar 5. Pemodelan 6. Refleksi 7. Penilaiansebenarnya Hasil belajar matematika meningkat Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 2.3Hipotesis Penelitian

19 Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini yaitu melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.