BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesepakatan untuk pemegang saham dengan pihak manajemen (Agent) dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Lemahnya good corporate governance (GCG) yang ada di negara-negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. dengan para stakeholdersnya. Kinerja keuangan, tanggungjawab manajer kepada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pengguna dalam pembuatan keputusan ekonomi (IAI, 2012). mengambil keputusan secara tepat adalah andal dan relevan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara pihak agent dengan pihak principal. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akan timbul permasalahan agensi, karena masing-masing dari kedua pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Good Corporate Governance. Corporate Governance, antara lain oleh Forum for Corporate

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. antara pihak pemilik perusahaan dengan pihak manajemen. Menurut Jensen dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. agency theory (teori keagenan) sebagai kontrak kerja antara principal dan agent,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

BAB I PENDAHULUAN. harus terus meningkatkan eksistensinya agar dapat bertahan. Perusahaan dituntut

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Landasan teori merupakan penjelasan mengenai definisi teori

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB I PENDAHULUAN. Good corporate governance (selanjutnya disingkat GCG), dalam Bahasa

BAB II. Rerangka Teori dan Hipotesis. Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perusahaan tersebut menimbulkan biaya utang bagi perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan laporan keuangan untuk pihak pihak yang berkepentingan seperti

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan alat komunikasi. tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemegang saham

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keagenan muncul ketika pemilik perusahaan (principal) tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dan menjamin akuntanbilitas manajemen terhadap stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menyesatkan stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. corporate governance terhadap kinerja keuangan yang diambil dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. merupakan sebuah kontrak, dimana pemilik perusahaan (principal) tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemegang saham.good Corporate Governance (GCG) membantu menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan didalam teori agensi bahwa

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya dunia ekonomi ditandai dengan banyaknya alternatif perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui kebijakan dividen tunai yang matang (Ronosulistyo, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan good corporate governance dengan memberikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami isu corporate governanace dan earnings management. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Manajer selaku agent mengetahui informasi internal lebih banyak mengenai

PENDAHULUAN. perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori agensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era perdagangan bebas telah dimulai. Berlakunya ACFTA (Asean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dengan pemilik perusahaan. Teori ini berkata bahwa terdapat pemisahan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. laporan laba rugi, menurut Financial Accounting Standard Board atau FASB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena berkaitan erat dengan corporate governance, sehingga sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen (agent) di bahas dalam Teori Agensi. Teori agensi

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan antara manajer atau agen dan pemilik atau prinsipal (agency theory), UKDW

BAB II LANDASAN TEORI. Teori pensinyalan (signaling theory) mengasumsikan bahwa terdapat asimetri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perusahaan. Untuk masuk dan berinvestasi di pasar modal, investor

BAB 1 PENDAHULUAN. Adanya pemisahaan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori keagenan dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihak-pihak dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Signaling Theory (Teori Sinyal) Signaling theory (teori sinyal) menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi tertentu (Yasa, 2010). Sinyal yang diberikan perusahaan kepada stakeholder dapat berupa pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan (Susilowati dan Turyanto, 2011). Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan memberikan laporan keuangan kepada pihak eksternal karena adanya asimetri informasi tersebut. Teori sinyal mengasumsikan, bahwa manajemen memiliki informasi yang akurat mengenai nilai perusahaan. Ketika manajemen menyampaikan informasi ke pasar, maka pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal yang mempengaruhi nilai perusahaan yang akan tercermin melalui harga saham (Purwanto, 2004). Namun, asimetri informasi menyebabkan manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang dapat memengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan akan melakukan berbagai cara untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan, salah satunya melalui manajemen laba. Ketika melakukan manajemen laba, maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan terlihat lebih tinggi. Pasar akan merespon informasi tersebut sebagai suatu sinyal, bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang baik, sehingga akan mempengaruhi harga 7

saham perusahaan. Harga saham yang meningkat akan meningkatkan pula nilai perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka teori sinyal dapat digunakan dalam menjelaskan hubungan antara manajemen laba riil dan nilai perusahaan. 2.1.2 Agency Theory (Teori Keagenan) Teori keagenan mengungkapkan bahwa perusahaan merupakan tempat bertemunya kontrak antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen (agent) yang memiliki potensi terjadinya suatu konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini disebabkan oleh adanya perbedaan posisi, fungsi, situasi, tujuan, dan latar belakang antara agent dan principal (Zeptian dan Rohman, 2013). Jensen dan Meckling (1976) serta Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa konflik antar berbagai pihak yang berkepentingan dapat diminimalkan dengan adanya angka-angka akuntansi yang tercermin dalam laporan keuangan. Hal ini berarti, manajer memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan melalui laporan keuangan (Aryani, 2011). Pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam usaha meningkatkan keuntungan perusahaan (Luhgiatno, 2008). Namun, pemisahan ini akan memicu keadaan yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan ketidakseimbangan informasi yang diperoleh antara manajemen selaku penyedia informasi dengan stakeholder yang akan menggunakan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan (Rahmawati, dkk., 2006). Asimetri informasi mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal (Widyaningdyah, 8

2001). Asimetri informasi akan memberikan peluang kepada manajemen untuk melakukan manajemen laba guna menyesatkan stakeholder. Hal ini sesuai dengan temuan Richardson (2008), bahwa ada hubungan positif antara manajemen laba dan asimetri informasi. Asimetri informasi juga menyebabkan agent menerapkan kebijakan tanpa sepengetahuan principal (Ferdawati, 2010). 2.1.3 Manajemen Laba Manajemen laba adalah tindakan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Heally dan Wahlen, 1999). Manajemen laba dapat dipandang melalui dua perspektif, yaitu perspektif opportunistic behavior dan efficient contracting (Wolk et al., 2006:46). Opportunistic behavior terjadi ketika manajer memaksimumkan kesejahteraannya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Efficient contracting terjadi ketika manajer mencoba meminimumkan kesejahteraannya dengan meminimalkan biaya keagenan dari pengawasan dan kontrak. Perspektif oportunis dipandang sejalan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan mendorong setiap pihak untuk memaksimalkan kesejahteraannya masing-masing (Sulistyanto, 2008:22). Scott (2009) mengemukakan beberapa motivasi yang mendorong terjadinya praktik manajemen laba, yaitu: 9

1) Bonus purpose Kesenjangan informasi yang dimiliki pemilik dan manajer mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba agar dapat memaksimalkan bonus mereka berdasarkan rencana kompensasi perusahaan. 2) Political motivation Beberapa motivasi politis yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba, meliputi: (a) untuk mengurangi pengawasan dan biaya politis dari pemerintah, (b) untuk memperoleh fasilitas dan kemudahan dari pemerintah, dan (c) untuk meminimalkan tuntutan dari serikat buruh. 3) Taxation motivation Motivasi untuk penghematan pajak merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan mengurangi laba bersih yang dilaporkan. 4) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiunan akan melakukan berbagai strategi untuk meningkatkan nilai laba perusahaan guna meningkatkan bonus. Begitupun, CEO yang memiliki kinerja kurang baik akan meningkatkan nilai laba perusahaan guna mencegah ataupun membatalkan pemecatan mereka. 5) Initial public offering Informasi seperti laba dapat digunakan untuk memberi sinyal kepada investor mengenai nilai perusahaan. Hal ini yang mendorong pihak manajemen perusahaan melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 10

6) Debt covenant Debt covenant atau kontrak utang jangka panjang merupakan kontrak untuk melindungi kepentingan pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer. Kontrak ini didasari oleh teori akuntansi positif yang menyatakan bahwa semakin dekat perusahaan ke suatu pelanggaran kontrak utang, maka manajer akan memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba tahun mendatang ke tahun berjalan. 2.1.4 Manajemen Laba Riil Roychowdhury (2006) mendefinisikan manajemen laba riil sebagai tindakan manajemen perusahaan yang menyimpang dari kegiatan bisnis normal yang dilakukan agar target laba tercapai. Manajemen laba riil merupakan pengelolaan yang dilakukan melalui aktivitas sehari-hari perusahaan yang dilakukan sepanjang periode berjalan. Manajemen laba riil dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode berjalan guna memenuhi tujuan spesifik, seperti menghindari kerugian dan memenuhi target laba yang ditetapkan. Selain waktu pelaksanaannya, motivasi lain untuk melakukan manajemen laba riil adalah karena sulit dideteksi oleh auditor. Penelitian yang telah dilakukan Gunny (2005), Graham et al. (2005), Roychowdhury (2006), Zang (2006), Cohen et al. (2008), serta Cohen dan Zarowin (2008) menemukan, bahwa kini manajer telah bergeser dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil. Graham et al. (2005) mengemukakan faktorfaktor yang menyebabkan pergeseran manajemen laba akrual ke manajemen laba 11

riil. Pertama, auditor dan regulator kemungkinan besar akan lebih tertarik dengan manajemen laba akrual dibandingkan dengan keputusan-keputusan riil. Kedua, risiko yang diperoleh akan lebih besar jika hanya mengandalkan pada manajemen laba akrual saja, karena jika realisasi akhir tahun tidak tercapai, maka laba yang dilaporkan akan turun dari target dan manajer dianggap tidak memiliki kinerja yang baik. Zang (2006) menyatakan bahwa manajer kini lebih menyukai manajemen laba riil dibandingkan manajemen laba akrual, namun manajer tetap menggunakan kedua teknik tersebut guna mencapai target laba yang diinginkan. Zang (2006) yang melakukan penelitian mengenai saling melengkapi manajemen laba akrual dan manajemen laba riil menemukan bahwa keputusan untuk mengendalikan laba melalui pengelolaan aktivitas riil mendahului keputusan manajemen laba secara akrual. Hal ini menunjukkan bahwa manajer memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk melakukan manajemen laba melalui pengelolaan aktivitas riil guna mencapai target laba. Roychowdhury (2006) menggunakan model Dechow et al. (1998) dalam mendeteksi manajemen laba riil. Model tersebut berfokus pada tiga teknik manajemen laba sebagai berikut: 1) Pengelolaan penjualan Pengelolaan penjualan merupakan usaha manajemen perusahaan untuk meningkatkan jumlah penjualan secara temporer agar target laba tercapai. Hal ini akan dicapai manajer dengan melakukan penambahan penjualan atau membawa penjualan di periode mendatang ke periode berjalan melalui 12

pemberian potongan harga dan memperpanjang jangka waktu kredit. Pemberian potongan harga pada periode berjalan akan meningkatkan laba tahun sekarang, namun pemberian potongan harga ini akan memberikan dampak negatif terhadap aliran kas masa depan, karena pelanggan berharap akan memperoleh potongan harga yang sama di masa mendatang. 2) Produksi secara berlebihan Produksi secara berlebihan merupakan usaha untuk memproduksi barang dalam jumlah lebih besar daripada yang dibutuhkan agar mencapai permintaan yang diharapkan sehingga target laba dapat tercapai. Melakukan produksi dalam volume besar akan mengakibatkan biaya overhead tetap dibagi dengan jumlah barang yang lebih besar sehingga rata-rata biaya per unit dan harga pokok penjualan barang menurun. Penurunan harga pokok penjualan akan berdampak pada peningkatan margin operasi, sehingga laba akan meningkat. Namun, produksi secara berlebihan ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap aliran kas masa depan, karena perusahaan menanggung biaya penyimpanan yang besar untuk persediaannya. 3) Pengurangan pengeluaran diskresioner Menghindari laba negatif atau menaikkan laba dapat dilakukan dengan cara mengurangi biaya diskresioner yang meliputi biaya iklan, biaya penjualan, biaya penelitian dan pengembangan serta biaya umum dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan. Dechow dan Sloan (1991) dalam Aprilia (2010) menemukan bukti, bahwa pada akhir tahun fiskal CEO akan mengurangi pengeluaran atas biaya-biaya riset dan pengembangan. 13

Pengurangan biaya-biaya ini dilakukan agar nilai laba meningkat dan target laba yang ditetapkan bisa tercapai (Marita dan Daruliwanti, 2011). Namun, apabila pengurangan biaya-biaya tersebut dilakukan tanpa memerhatikan dengan cermat kondisi ekonomi, maka akan memberikan dampak negatif. Dampak negatif itu berupa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan laba yang lebih baik di masa depan, karena kemampuan perusahaan akan berkurang dalam menghadapi persaingan. 2.1.5 Nilai Perusahaan Kesejahteraan pemilik perusahaan digambarkan oleh peningkatan nilai perusahaan, hal ini menyebabkan pemilik perusahaan akan mendorong manajer agar bekerja keras guna meningkatkan nilai perusahaan (Pradita, 2010). Nilai pasar perusahaan merupakan harga saham perusahaan yang terbentuk dari transakasi antara penjual dan pembeli, karena harga pasar saham dianggap sebagai gambaran dari nilai aset perusahaan. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan maka akan semakin tinggi nilai perusahaan dan semakin tinggi pula kemakmuran pemegang saham. Tobin s Q merupakan salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai perusahaan yang dikembangkan oleh Profesor James Tobin. Tobin s Q merupakan harga pengganti dari biaya yang dibutuhkan guna memperoleh aset yang sama persis dengan aset yang dimiliki perusahaan. James Tobin (1967) dalam (Pradita, 2010) mengungkapkan bahwa rasio ini hampir sama dengan market-to-book-value ratio, namun ada beberapa karakteristik berbeda yang dimiliki Tobin s Q. 14

Pertama, Tobin s Q yang menggunakan replacement cost sebagai denominator bukan book value of total equity, sehingga berbagai faktor akan dimasukkan untuk menentukan Tobin s Q dan nilai yang digunakan akan mencerminkan nilai pasar aset yang sebenarnya. Namun, proses perhitungan dalam menentukan replacement cost merupakan proses yang rumit, sehingga beberapa peneliti seperti Black et al. (2006) menggunakan book value of total asset sebagai pendekatan dalam menentukan replacement cost. Kedua, Tobin s Q menggunakan market value of total asset, karena perusahaan tidak hanya menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun perusahaan juga menggunakan sumber-sember lain seperti hutang jangka pendek maupun jangka panjang. 2.1.6 Good Corporate Governance Good corporate governance (GCG) adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (FCGI, 2001). Tujuan dari GCG adalah memaksimumkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan transparansi, kepercayaan, dan pertanggungjawaban, serta menetapkan sistem pengelolaan yang mendorong kreativitas (Putri, 2011). Organization for Economic Cooperation and Development (2004) menjabarkan lima prinsip GCG sebagai berikut: 15

1) Transparency (Transparansi) Transparansi adalah keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan serta pengungkapan informasi material dan relevan suatu perusahaan. 2) Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, pertanggungjawaban, dan sistem dalam organ perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3) Responsibilities (Responsibilitas) Responsibilitas merupakan kepatuhan dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat, peraturan perundang-undanganan yang berlaku dan pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial. 4) Independency (Independensi) Independensi merupakan pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan prinsip korporasi yang sehat dan peraturan perundang-undangan. 5) Fairness (Kesetaraan atau Kewajaran) Fairness adalah perlakuan yang setara dan adil dalam memenuhi hak-hak stakeholder dalam perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fairness meliputi kejelasan dari hak-hak pemodal serta penegakan peraturan guna melindungi hak-hak pemegang saham dari segala bentuk kecurangan. 16

2.1.7 Corporate Governance Perception Index The Indonesian Institute of Corporate governance (IICG) adalah sebuah lembaga independen yang melakukan diseminasi dan pengembangan corporate governance di Indonesia (Nuswandari, 2009). Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan program riset dan pemeringkatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perusahaan publik di Indonesia yang diselenggarakan oleh IICG. Program CGPI dilandasi pemikiran akan pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan publik di Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip GCG, dimana program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2001. CGPI memiliki tujuan untuk merangsang perusahaan publik di Indonesia agar menerapkan GCG, salah satunya melalui pemberian penghargaan. Indeks CGPI didapat melalui tiga pendekatan, yaitu: (a) analisis informasi publik yang mencakup laporan keuangan, berita media massa dan situs korporat, (b) wawancara dengan wakil perseroan, dan (c) kepemilikan saham minoritas. Riset pemeringkatan CGPI dilakukan dengan menggunakan metode survei melalui kuesioner yang diisi secara self assessment oleh emiten (Nuswandari, 2009). Kuesioner disusun berdasarkan prinsip-prinsip GCG yang diterapkan OECD dan KNKG, meliputi transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Item-item pertanyaan yang dirumuskan dikelompokkan ke dalam kriteria pelaksanaan GCG,meliputi tata kelola dewan komisaris, komitmen terhadap tata kelola perusahaan, dewan direksi, komitekomite fungsional, perlakuan terhadap pemegang saham dan stakeholder lain, serta transparansi, integritas dan independensi. 17

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian Laba merupakan salah satu tolok ukur kinerja perusahaan yang mendapat perhatian dari investor dan kreditor, yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. Manajer wajib memberikan sinyal tentang kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan. Sinyal yang diberikan manajer merupakan cerminan dari nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi akuntansi dalam laporan keuangan. Asimetri informasi antara manajer dan pemilik memberikan peluang kepada manajer untuk melakukan manajemen laba guna meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu, sehingga informasi tersebut akan menyesatkan stakeholder mengenai nilai perusahaan yang sebenarnya (Ferdawati, 2009). Manajemen laba riil merupakan pengelolaan nilai laba yang dilakukan melalui pengelolaan aktivitas riil perusahaan selama periode akuntansi. Kinerja jangka pendek perusahaan akan terlihat baik apabila perusahaan melakukan manajemen laba riil, namun berpotensi menyebabkan penurunan nilai perusahaan di masa mendatang dan mempengaruhi aliran kas perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Gunny (2005) dan Roychowdhury (2006) bahwa tindakan yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan laba pada periode sekarang akan mempunyai dampak negatif pada laba dan kinerja perusahaan di masa depan. Laba yang turun pada periode berikutnya akan menyebabkan turunnya harga saham perusahaan sehingga nilai perusahaan juga akan turun. Dye (1998) dan Chtourou et al. (2001) mengungkapkan bahwa penerapan prinsip good corporate governance yang konsisten akan meminimalisir tindakan oportunis manajer dan menjadi penghambat aktivitas pengelolaan laba yang 18

mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai perusahaan yang sebenarnya. Selain itu, Klapper dan Love (2002), Silveira dan Barros (2006) serta Black et al. (2006) juga membuktikan adanya hubungan positif antara corporate governance dan nilai perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa tindakan manajemen laba riil yang menyebabkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai perusahaan dapat diminimalisir dengan menerapkan GCG. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H a : Semakin rendah manajemen laba riil, menyebabkan semakin tinggi nilai perusahaan, terutama bagi perusahaan yang menerapkan praktik good corporate governance yang tinggi. 19