VOTING IN LOCAL GOVERNMENT AUTHORITY BEA ACQUISITION OF LAND AND BUILDING (BPHTB) CASE STUDY IN CIREBON Ismayana, SH., MH Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Unswagati Cirebon Jl. Terusan Pemuda No. 1 A Kota Cirebon, 45132 email:ismadiesl@yahoo.co.id Abstract Autonomy areas should be based on decentralization, so that the authority provide reinforcement to the efforts of the Regency / City. In connection with the delegation of authority to the District / City to collect and manage the Tax on Acquisition of Land and Building (BPHTB) which has been governed by Law No. 28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies Tax. In fact, Customs Acquisition Rights to Land and Building (BPHTB) had outstanding as of the date made and the signing of the deed as stipulated in article 9 Cirebon Regional Regulation No. 9 of 2010. Of the different regulations that caused a delay in a transfer of rights because of the late payment of Customs Acquisition of Land and Building (BPHTB ). The purpose of this study to analyze the authority of the Government of Cirebon in BPHTB regulate the collection and know the regulations implementing Regulation Cirebon City Government BPHTB collection. This study uses qualitative research in the form of descriptive analysis of a study that produced the data prescriptive form of data written or spoken of people and behaviors that can be observed. The result of this research is the rise of local regulations in terms of picking up BPHTB namely the Regional Regulation No. 9 of 2010 Concerning Tax on Acquisition of Land and Building (BPHTB) and Rule Mayor Cirebon Number 69 Year 2012 regarding Implementation Guidelines for Tax on Acquisition of Land and Building (BPHTB) and the determination of the calculation of the imposition BPHTB in Cirebon sent a circular number 973/001 / DPPKD dated January 2, 2015 and a mayoral decree No. 973 / kep.516-dppkad / 2015 dated December 23, 2015, in which both rules stipulate Purchase Value of Tax Object (NPOP) as the basis for calculation BPHTB taxable value (NJOP) of land plus 50% for 2015 and the calculation of taxable value of the land plus 75% for 2016. Keywords: Authority, Autonomous Regions and Local Tax A. PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukkan peran serta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam pembiayaan pengeluaran negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1 Peningkatan pendapatan Negara terutama dalam sektor pajak memberikan sumbangan positif dalam keuangan Negara. 2 Adanya perkembangan masyarakat yang akhirnya membentuk suatu Negara dan dengan dilandasi unsur keadilan dalam pemungutan pajak maka dibuatlah suatu ketentuan berupa Undang-Undang yang mengatur mengenai perpajakan. 3 1 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.vii. 2 Budi Rahardjo dan Djaka Saranta S. Edhy, Dasar-dasar Perpajakan Bagi Bendaharawan sebagai Pedoman Pelaksanaan Pemungutan/Pemotongan dan Penyetoran/Pelaporan, (Jakarta: CV. Eko Jaya, 2003), hlm.1. 3 Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, Edisi Pertama, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hlm.1. 343
Landasan konstitusional pemungutan pajak terdapat pada pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dinyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undangundang. Dalam pasal 5 pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, untuk membentuk Peraturan Perundangundangan itu sendiri harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik, yaitu meliputi: a. Kejelasan tujuan; b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan. Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yang terdiri atas: 4 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam sistem perpajakan Indonesia, terdapat 2 (dua) kelompok pajak terkait dengan lembaga yang berwenang melakukan pemungutan pajak, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui undang-undang, dimana wewenang untuk melakukan pemungutan berada pada Pemerintah Pusat, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Pusat dan pembangunan. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam proses peralihan hak atas tanah dan bangunan di Indonesia, karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai sektor Pemimpin (leading sector) yang diwajibkan untuk terlebih dahulu menerima bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari wajib pajak, sebelum menandatangani akta pemindahan/peralihan hak sebagaimana tercantum dalam pasal 19 Peraturan Daerah Kota Cirebon nomor 9 tahun 2010 dan pasal 10 Peraturan Walikota Cirebon nomor 69 tahun 2012. 5 Padahal sesungguhnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) baru terutang sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta sebagaimana diatur di dalam pasal 9 Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 tahun 2010. Dari adanya peraturan yang berbeda tersebut mengakibatkan tertundanya suatu peralihan hak karena terlambatnya pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang berkaitan dengan jam operasional bank penerima yang ditunjuk oleh Walikota Cirebon, sistem dan cara pembayaran BPHTB tersebut sangat mempengaruhi keabsahan akta peralihan hak. Karena 4 Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundangundangan. 5 Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. vii 344
pembayaran BPHTB harus dibayar terlebih dahulu, baru PPAT bisa menandatangani akta peralihan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan regulasi pemungutan BPHTB dan bagaimana implementasi regulasi peraturan walikota dalam pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan di Kota Cirebon. B. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dalam bentuk deskriftif analisis. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data preskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 6 Penelitian preskriptif adalah penelitian yang merumuskan tindakan pemecahan masalah kawasan yang sudah teridentifikasi. 2. Metode Pendekatan Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan. 3. Bahan Hukum Sumber-sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder serta bahan-bahan hukum tersier. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau bahan non hukum. a. Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari : Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 2010 tentang BPHTB Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Peraturan Walikota Cirebon Nomor 69 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Surat Edaran Walikota Cirebon Nomor 973/001/DPPKD/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang Pemberitahuan Pajak PBB dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2015. Surat Keputusan Walikota Nomor 973/kep.516-dppkad/2015 tanggal 23 Desember 2015 Tentang Penetapan Znt Sektor Perkotaan Dikota Cirebon Tahun 2016. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan-bahan hukum primer, yaitu : 1) Buku-buku yang ditulis para ahli hukum. 2) Doktrin / pendapat / ajaran dari para ahli hukum. 3) Jurnal-jurnal hukum dan lain-lain 6 Lexy. J. Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda, hlm. 4. 345
D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Regulasi Pemungutan BPHTB Pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tujuan pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah adalah: 1. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), 3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah, 4. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan 5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengalihan pengelolaan BPHTB dilaksanakan mulai 1 Januari 2010 dan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota dimulai paling lambat 1 Januari 2014. Kemudian, agar terciptanya kelancaran dalam pengelolaan PBB-P2, pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah 2. Kebijakan tarif PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat 3. Menjaga kualitas pelayanan kepada wajib pajak, dan 4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan dalam upaya menata kembali sistem perpajakan nasional yang dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, maka BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak kabupaten/kota yang telah diatur di Kota Cirebon yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang BPHTB. Pembentukan peraturan daerah tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hal ini sesuai dan sejalan dengan tata urutan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Guna mengefisiensikan pengelolaan BPHTB Pemerintah Daerah Kota Cirebon menyerahkannya kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Cirebon, dimana ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Walikota Cirebon Nomor 69 Tahun 2012 berisi tentang Petunjuk Pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yakni pada Pasal 1 ayat (4) mengenai teknis dalam pemungutan BPHTB di Kota Cirebon diserahkan kepada Dinas Pendapatan Daerah Kota Cirebon. Namun Dispenda belum mensosialisasikan peraturan tersebut, seperti pendapat wajib pajak berikut ini: Menurut Hamidi peraturan daerah tentang pembayaran BPHTB belum diinformasikan dengan baik. 7 Pendapat wajib pajak tersebut, dimungkinkan karena tidak pernah membaca peraturan daerah, hal ini bisa dimaklumi karena internet masih termasuk barang mahal, sehingga tidak setiap daerah dapat jaringan internet yang bagus. Di dalam peraturan daerah itu sendiri tidak ada keharusan dalam mempublikasikan seperti yang disebutkan dalam Pasal 31 Perda Nomor 9 7 Hasil wawancara dengan Hamidi pada tanggal 02 Februari 2016 di Kantor Notaris Hery Herdadi Basuki, SAB. SH., M.Kn 346
Tahun 2010 yang berbunyi Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Kota Cirebon. Oleh karena itu pemerintah daerah tidak mempunyai kewajiban untuk mempublikasikan peraturan daerah ini kepada masyarakat, karena dianggap publikasi sudah dilakukan ketika peraturan ini dimuat dalam lembaran daerah Kota Cirebon. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apalagi dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak pernah bersentuhan dengan internet. Kondisi ini menyulitkan untuk memberi pemahaman akan kesadaran kewajiban membayar pajak. Menurut Priyadi, proses penetapan NPOP sebagai dasar perhitungan BPHTB yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) belum sesuai dengan peraturan daerah. 8 Pelaksanaan Perda Nomor 9 Tahun 2010 yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang telah berlaku sejak 2010 mengalami kendala dalam hal penetapan NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB, karena undang-undang dan Perda tersebut menginginkan dasar pengenaan sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 5 Perda Nomor 9 Tahun 2010 sedangkan masyarakat wajib pajak tetap menginginkan patokan NPOP nya pada NJOP PBB, yang menurut Pemda NJOP PBB sekarang jauh dibawah rasio pasar, maka pemerintah akan kehilangan potensi penerimaan BPHTB yang besar. Akan tetapi wajib pajak tersebut berpendapat demikian karena walikota mengeluarkan aturan teknis dalam menetapkan NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB. Aturan tersebut tidak dikenal sebagai teori dari pemungutan pajak yang dikenal dengan teori asas yuridis dari pemungutan pajak yang dipelopori oleh Adam Smith. Menurut teori ini segala sesuatu yang berkenaan dengan pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, hal ini untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam pemungutan pajak dan agar tidak terjadi penyelewengan dan penyalagunaan dana pajak. 2. Implementasi Regulasi Peraturan Daerah dalam Pemungutan BPHTB di Kota Cirebon. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tanggal 9 November Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, adalah landasan hukum yang dipakai oleh Pemerintah Kota Cirebon untuk memungut BPHTB. Bagaimana melaksanakan peraturan tersebut kepada masyarakat sebagai wajib pajak, agar wajib pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak BPHTB sesuai dengan yang telah diatur di dalam Perda. Karena sejak diberlakukan pada tahun 2010 banyak kendala dan permasalahan yang timbul dalam implementasi pemungutannya, misalnya mengenai penetapan nilai transaksi, nilai NJOP, dan penetapan NPOP yang dijadikan dasar pengenaan BPHTB, juga diberlakukannya verifikasi lapangan dan validasi SSPD-BPHTB dalam memperoleh harga transaksi yang sebenarnya, waktu dan tempat pembayaran yang dibatasi, juga didalam pendaftaran peralihan hak di kantor pertanahan, semua proses-proses tersebut merupakan kendala yang dihadapi wajib pajak. Untuk menjawab persoalan tersebut, pada Januari tahun 2016 Pemerintah Kota Cirebon telah menerapkan sistem aplikasi pembayaran BPHTB secara online, guna memudahkan wajib pajak dalam menghitung dan menetapkan BPHTB yang harus dibayar. Namun sayang peraturan tersebut tidak disosialisakan kepada masyarakat, sehingga masyarakat banyak yang meminta bantuan PPAT dalam menghitung maupun membayar pajak BPHTB ke Bank Jabar Banten sebagai penerima setoran. Pemberlakuan sistem aplikasi tersebut seharusnya disosialisasi kepada masyarakat baik itu melalui media elektronik dan media cetak atau dengan seminar sehari atau dalam bentuk penyuluhan tentang cara pengisian BPHTB agar wajib pajak memahami dan 8 Hasil wawancara dengan Priyadi pada tanggal 31 Januari 2016 di Kantor Notaris Budi Aripin., S.Sos, SH., M.Kn 347
mengerti dengan penuh kesadaran akan pentingnya membayar BPHTB sesuai aturan yang ada. Dan dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat sebagai wajib pajak agar mengetahui adanya peraturan baru yang berbeda sama sekali dengan yang dulu bertahun tahun telah diberlakukan. Dulu perhitungan BPHTB hanya berpatokan kepada nilai NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB dengan NPOPTKP yang berbeda disetiap daerah namun sekarang diberlakukan Zona Nilai Tanah sebagai patokan NPOP. Melakukan penyuluhan kepada wajib pajak agar berlaku jujur dalam memberikan keterangan harga transaksi kepada PPAT, juga memberikan pelatihan teknis dalam pengisian aplikasi formulir BPHTB, agar tidak terjadi kesalahan dalam menginput data, sehingga terjadi kurang bayar atau lebih bayar. Walaupun pembayaran BPHTB belum diinformasikan secara optimal namun dalam acara yang digelar DPPKAD pada kegiatan penyerahan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Tahun 2016 di Ruang Adipura Balaikota Jl. Siliwangi Nomor: 84 Kota Cirebon, dalam sambutannya Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis., SH menyampaikan apresiasi karena penerimaan BPHTB Kota Cirebon melebihi dari target. Saya mengapresiasi setinggi-tingginya kepada Kepala BPN Kota Cirebon, Kepala KPP Pratama Cirebon, Pimpinan Bank Jabar Cabang Kota Cirebon, Para Camat, Lurah, serta Notaris/PPAT yang telah bekerja sama sehingga penerimaan BPHTB tahun 2016 melebihi target yaitu sebesar Rp. 28.790.308.571 (duapuluh delapan milyar tujuhratus sembilanpuluh juta tigaratus delapan ribu limaratus tujuhpuluh satu rupiah) atau 102,82 % (seratus dua koma delapan dua persen). Pencapaian penerimaan BPHTB yang melebihi target tersebut merupakan prestasi yang luar biasa, mengingat wilayah Kota Cirebon yang kecil, sebagaimana telah digambarkan dalam Bab III, hal ini merupakan kerja keras dari semua instansi yang saling bekerja sama dalam mengamankan pencapaian target BPHTB. PPAT sebagai garda terdepan yang langsung berhadapan dengan wajib pajak, mempunyai tugas yang berat, dari mulai menginformasikan peraturan yang berlaku, kemudian menghitungkan BPHTB yang terutang, lalu menginputkan data yang tertulis di SPPT PBB ke aplikasi e-bphtb, lalu membayarkan ke Bank BPD Jabar Banten, lalu kemudian juga membantu wajib pajak memvalidasi BPHTB yang telah dibayar, kemudian mengambilnya dari Kantor DPPKAD, dan terakhir melampirkannya untuk syarat peralihan hak di kantor pertanahan. Begitu panjangnya rangkaian pembayaran BPHTB, tentu masyarakat sebagai wajib pajak tidak mau tau atas semua proses tersebut, yang mereka inginkan adalah cepat selesai dengan biaya yang semurah murahnya. Prosedur pembayaran BPHTB, dapat juga dilakukan oleh masyarakat sendiri yang dilakukan secara online dengan cara sebagai berikut: 1. Wajib pajak melakukan pengecekan data PBB pada website yang disediakan. 2. Apabila data PBB belum sesuai (luas tanah dan luas bangunan tidak sesuai kondisi di riil) agar mengajukan pembetulan atau keberatan PBB terlebih dahulu. 3. Apabila data PBB belum ada agar mengajukan penetapan PBB terlebih dahulu. 4. Apabila objek yang akan ditransaksikan adalah sebagian dari suatu PBB agar mengajukan pemecahan PBB terlebih dahulu. 5. Apabila masih ada tunggakan agar melunasi PBB terutang terlebih dahulu. 6. Wajib pajak melakukan Perekaman transaksi BPHTB melalui aplikasi BPHTB Online pada website http://bphtb.cirebonkota.go.id/postaxbphtb/ login/login.html. Menu BPHTB Online Submenu Perekaman BPHTB. Dan mencetak/mencatat nomor approval PPAT. 7. PPAT/PPATS/Pejabat Kantor Pertanahan /Pejabat Lelang melakukan pengecekan hasil perekaman, memberikan pengesahan/otorisasi, dan mencetak nomor kode booking berdasarkan pengajuan dari wajib pajak sesuai nomor approval PPAT nya. 348
8. Wajib pajak membayar BPHTB terutang di bank/tempat pembayaran yang ditunjuk Pemerintah Kota Cirebon dengan membawa/menunjukan nomor kode booking. 9. Wajib Pajak atau kuasanya mengambil SSPD-BPHTB yang telah diverifikasi/validasi pada loket pelayanan BPHTB Kota Cirebon dengan membawa dokumen : a. Menyerahkan fotokopi Bukti Pembayaran lunas PBB. b. Menyerahkan fotocopy KTP wajib pajak atau fotocopy NPWP untuk wajib pajak badan. c. Meyerahkan surat pernyataan bermeterai tentang nilai harga transaksi yang ditandatangani penjual, pembeli dan diketahui PPAT, khusus untuk BPHTB transaksi jual beli dilakukan oleh wajib pajak atau kuasanya di loket pelayanan BPHTB Kota Cirebon. d. Petugas loket mencetak SSPD-BPHTB mengajukan tandatangan validasi dan menyerahkan kepada wajib pajak/kuasanya. Penelitian validasi berupa pencocokan data antara yang tertulis di formulir BPHTB dengan database yang ada di DPPKAD antara lain dilakukan terhadap: a. Nomor Objek Pajak (NOP) PBB Petugas peneliti mencocokan NOP yang dicantumkan dalam SSB dengan NOP yang tercantum dalam fotokopi SPPT. b. Besarnya NJOP tanah (bumi) per meter persegi Petugas peneliti mencocokan NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB. c. Besarnya NJOP bangunan per meter persegi d. Penghitungan NJOP PBB. e. Penghitungan BPHTB terutama untuk meneliti kebenaran NPOP, NPOPTKP, pengenaan 50 % karena waris/hibah wasiat/ pemberian hak pengelolaan, BPHTB harus dibayar. Kantor pertanahan kabupaten/kota sebagai garda terdepan dari Badan Pertanahan Nasional, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam memberikan pelayanan di bidang pertanahan secara langsung kepada masyarakat khususnya mengenai pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah agar dengan mudah membuktikannya. Penerimaan PAD dari BPHTB sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung ekonomi yaitu, misalnya suku bunga pinjaman yang diterapkan oleh masing- masing perbankan untuk kredit KPR dan rate yang diterapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia, juga dipengaruhi oleh daya beli kemampuan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu bila pemerintah ingin mendongkrak penerimaan dari sektor BPHTB, maka pemerintah harus melakukan pemutakhiran data yang menjadi obyek BPHTB, dan hasilnya dituangkan dalam revisi Perda. Penetapan ZNT yang digunakan sebagai NPOP dalam perhitungan BPHTB, kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat dan menimbulkan berbagai persoalan dimasyarakat karena: 1. Nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan Zona Nilai Tanah jauh lebih besar dari pada Nilai Jual Objek Pajak dan kadang-kadang lebih besar dari nilai pasar dan harga transaksi; 2. Perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area Zona Nilai Tanah tidak ada meskipun lokasi dan fungsionalnya berbeda cenderung disamakan; 3. Akta peralihan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sering ditolak oleh kantor Dispenda Kota Cirebon karena nilainya dianggap tidak wajar; 4. Validasi dan verifikasi lapangan yang dilakukan oleh petugas DPPKAD Kota Cirebon dianggap sebagai penghambat proses peralihan hak; 5. Pemberlakuan Zona Nilai Tanah pada saat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih digunakan menjadikan ketidakpastian dan kerancuan instrumen yang digunakan sebagai dasar penentu BPHTB bagi Pemerintah Kota Cirebon, apalagi kantor pertanahan juga menetapkan zona nilai 349
tanah sendiri, jadi dalam satu bidang tanah memiliki beberapa harga tanah yang ditentukan menurut PBB, menurut DPPKAD dan menurut kantor pertanahan. Seharusnya Penetapan dasar pengenaan untuk perhitungan BPHTB menurut undangundang dan Perda adalah menggunakan Nilai Perolehan Objek Pajak, yang telah diatur dalam Pasal 5 Peraturan Daerah dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Oleh karena itu jika pemerintah menetapkan atau mematok harga transaksi yang merupakan ranah privat dari wajib pajak, maka hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi apabila pemerintah kesulitan dalam mengetahui harga transaksi yang sebenarnya, maka sebaiknya pemerintah menetapkan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) di dalam peraturan daerah, bukan dengan surat edaran walikota, maupun dengan surat keputusan walikota. Beberapa kendala di atas apabila tidak segera mendapatkan solusi, maka peluang pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan dan BPHTB oleh Pemerintah Daerah Kota Cirebon justru akan memunculkan ketidakpastian hukum, kegelisahan masyarakat dan terhambatnya berbagai proses yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Kota Cirebon harus melakukan beberapa hal, yaitu : 1. Pemetaan Zona Nilai Tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit; 2. Metode penilaian lapangan yang digunakan harus mencerminkan nilai tanah yang sebenarnya; 3. Zona Nilai Tanah perlu segera ditetapkan dan dituangkan dalam SPPT PBB. 4. Penerapan Zona Nilai Tanah perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan kepala daerah dalam penetapan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Validasi dan verifikasi nilai tanah yang tertuang SSPD-BPHTB dan didalam akta tanah yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) oleh petugas DPPKAD tidak perlu dilakukan, mengingat ZNT yang digunakan sebagai acuan perhitungan BPHTB sudah dilakukan dengan kajian oleh badan apresial indepen yang terpercaya. Sesuai dengan penjabaran landasan hukum diatas, maka pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kota Cirebon harus berlandasakan hukum sesuai dengan hirarki perundang-undangan, dengan mengacu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penetapan dasar pengenaan BPHTB telah diatur didalam pasal 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah dan pasal 5 Perda Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Kedua perundang-undangan tersebut sudah mengatur dengan jelas bilamana NPOP tidak diketahui maka dipergunakan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Daerah dan Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, bukan dengan NJOP tanah ditambah 50% (limapuluh persen) yang diatur dalam surat edaran walikota, maupun NJOP tanah ditambah 75% (tujuhpuluh lima persen) yang diatur di dalam surat keputusan walikota. Penerapan kedua peraturan tersebut dalam pemungutan BPHTB bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A yang berbunyi bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Berdasarkan pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa otonomi daerah memiliki implikasi yang luas pada kewenangan daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah. Kewenangan dalam pemungutan BPHTB di kota Cirebon berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang BPHTB, dan sebagai peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 69 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan BPHTB. Akan tetapi dalam teknis pemungutan BPHTB, walikota mengeluarkan Surat Edaran Nomor 973/001/DPPKD tanggal 2 Januari 2015, dengan menetapkan perhitungan BPHTB pada tahun 2015 adalah NJOP tanah ditambah 50% (limapuluh persen) dan Keputusan Walikota Nomor 937/kep.516-dppkad/2015 tanggal 23 Desember yang menetapkan dasar perhitungan BPHTB 350
untuk tahun 2016 adalah NJOP tanah ditambah 75% (tujuhpuluh lima persen). Surat edaran dan surat keputusan walikota tersebut dianggap menyimpang dari peraturan daerah namun walikota menganggap peraturan tersebut sebagai bentuk diskresi dari pejabat pemerintah. D. Kesimpulan 1. Kewenangan Penerintah Daerah Dalam Menetapkan Regulasi Pemungutan BPHTB Kewenangan Pemerintah Daerah dalam memungut BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Peraturan Walikota Cirebon nomor 69 tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pembentukan Perda merupakan amanah dari undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam Perda, dasar pengenaan perhitungan BPHTB diatur dalam pasal 5 sedangkan di dalam undang-undang nomor 28 tahun 2009 diatur didalam pasal 87. 2. Implementasi Regulasi Peraturan Daerah Dalam Pemungutan BPHTB di Kota Cirebon. Implementasi dari peraturan walikota dalam pemungutan BPHTB dalam hal penetapan perhitungan pengenaan BPHTB adalah Surat Edaran nomor 973/001/DPPKD tanggal 2 Januari 2015 dan Keputusan Walikota Nomor: 973/kep.516-dppkad/2015 tanggal 23 Desember 2015, dimana kedua aturan tersebut menetapkan NPOP sebagai dasar perhitungan BPHTB adalah NJOP tanah ditambah 50% untuk perhitungan tahun 2015 dan NJOP tanah ditambah 75% untuk tahun 2016. DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Ilyas Wirawan B. dan Richard Burton, 2001. Hukum Pajak, Edisi Pertama, (Jakarta: Salemba Empat. Moleong, Lexy. J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda. Rahardjo, Budi dan Djaka Saranta S. Edhy, 2003. Dasar-dasar Perpajakan Bagi Bendaharawan sebagai Pedoman Pelaksanaan Pemungutan/Pemotongan dan Penyetoran/Pelaporan, CV. Eko Jaya: Jakarta Siahaan, Marihot Pahala, 2010. Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, Graha Ilmu, Yogyakarta. Perundang-undangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Peraturan-Peraturan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 09 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Surat Edaran Walikota Cirebon Nomor 973/001/DPPKD tanggal 2 Januari 2015, perihal Pemberitahuan Pajak PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2015. 351
Surat Keputusan Walikota Cirebon Nomor 973/kep.516-dppkad/2015 tanggal 23 Desember 2015 tentang Pemberitahuan Pajak PBB dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2015. Surat Menteri Keuangan Nomor S-632/MK.07/2010, tanggal 30 November 2010, tentang Percepatan Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Internet Diunduh dari http://azissyahban2005.blogspot.com/2012/12/paradigma-positivistik-dalampenelitian. html pada tanggal 14 Januari 2016. Diunduh dari http://www.cirebonkota.go.id/index.php/dinas-pendapatan-dan-pengelolaankeuangan-daerah/ pada tanggal 15 April 2016. 352