Analisa Performansi Pengkondisian Udara Tipe Window dengan Penambahan Alat Penukar Kalor

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

PENGARUH ALAT EKSPANSI TERHADAP TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

Pengaruh Aplikasi Refrigeran Hidrokarbon Terhadap Performansi Mobile Air Conditioning

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, No. 3, Oktober

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Termodinamika II FST USD Jogja. TERMODINAMIKA II Semester Genap TA 2007/2008

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERFORMANSI MESIN PENDINGIN 1-PK DENGAN PENAMBAHAN SUBCOOL MENGGUNAKAN REFRIGERANT R-22

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

Pengaruh Variasi Putaran Poros Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigrasi

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

PENGARUH BEBAN PENDINGIN TERHADAP TEMPERATUR SISTEM PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP DENGAN PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN THERMOSTATIC EXPANTION VALVE PADA REFRIGERASI AC SPLIT. Harianto 1 dan Eka Yawara 2

EFEK UDARA DI DALAM SISTEM REFRIGERASI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Pengaruh Penggunaan Suction Liquid Heat Exchanger dan Tube in Tube Heat Exchanger Pada Refrigerator Terhadap Daya Kompresor dan Waktu Pendinginan

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

Analisa Performansi Sistem Air Conditioning Mobil tipe ET 450 dengan Variasi Tekanan Kerja Kompresor

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

KAJI EKSPERIMENTAL APLIKASI KATUP EPR TERHADAP TEMPERATUR MESIN REFRIGERASI MULTI EVAPORATOR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

BAB II STUDI PUSTAKA

Pemanfaatan Energi Panas pada Mesin Pengkondisian Udara 2 PK Sebagai Media Pemanas Air Mandi

Simposium Nasional RAPI XVI 2017 FT UMS ISSN

Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUHPENGGUNAAN EJEKTOR SEBAGAI PENGGANTI KATUP EKSPANSI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA SIKLUS REFRIGERASI PADA MESIN AC

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

BAB V HASIL DAN ANALISIS

Studi Eksperimen Pengaruh Panjang Pipa Kapiler dan Variasi Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA REFRIGERASI (REF) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Maret Yang

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

ANALISIS ENERGI PENINGKATAN KINERJA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN LIQUID-SUCTION SUBCOOLER DENGAN VARIASI TEMPERATUR LINGKUNGAN

Kaji Eksperimental Pemanfaatan Panas Kondenser pada Sistem Vacuum Drying untuk Produk Kentang

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu,

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN ANALISA PERFORMANSI REFRIGERATOR DOUBLE SYSTEM

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

SURAT KETERANGAN No : 339B /UN /TU.00.00/2015

ANALISA VARIASI BEBAN PENDINGIN UDARA KAPASITAS 1 PK PADA RUANG INSTALASI UJI DENGAN PEMBEBANAN LAMPU. Mustaqim, Rusnoto, Slamet Subedjo ABSTRACT

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

Bab III. Metodelogi Penelitian

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

Heroe Poernomo 1) Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Indonesia

PERANCANGAN SISTEM PENDINGIN UNTUK PEMBEKUAN IKAN PADA KONTAINER KAPASITAS 8 TON

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

ROTASI Volume 7 Nomor 4 Oktober

BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

LAJU PENDINGINAN AIR DENGAN ICE ON COIL PADA MESIN PENDINGIN TYPE CHILLER UNTUK COLD STORAGE

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

PENGARUH PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY (TIPE HELICAL COIL, TROMBONE COIL DAN MULTI HELICAL COIL) TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN DAN TEMPERATUR AIR PANAS

ANALISIS PENGARUH DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP COEFFISIENT OF PERFORMANCE PADA REFRIGERATOR

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM Vol. 3 No.2, Oktober 2009 ( 157-163 ) Analisa Performansi Pengkondisian Udara Tipe Window dengan Penambahan Alat Penukar Kalor I Ketut Gede Wirawan Jurusan Teknik Mesin, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran Badung e-mail: wirawan_ikg@me.unud.ac.id Abstrak Salah satu cara yang dipakai untuk meningkatkan efek refrigerasi adalah dengan mengalirkan panas refrigerant yang keluar dari kondensor, kemudian disinggungkan dengan refrigerant yang keluar dari evaporator pada sebuah alat penukar kalor tipe aliran melintang.pengujian dilakukan dengan pengambilan data-data tekanan pada sisi masuk (p 1 ) dan sisi keluar (p 2 ) kompresor serta temperatur di dalam box (T r1, T r2, T r3, T r4 ). Dengan diketahuinya p 1 maka entalpi masuk kompresor diketahui. Kemudian dengan asumsi isentopik (kompresor), tekanan konstan (kondensor dan evaporator), isentalpi (katup ekspansi) maka entalpi masuk kondensor, katup ekspansi dan evaporator dapat diketahui.dalam waktu 60 menit, kerja kompresi dari sistem pengkondisian udara yang dimodifikasi adalah sebesar 31,588 kj/kg, dan tanpa dimodifikasi adalah sebesar 33,796 kj/kg. Rata-rata besarnya efek refrigerasi dari sistem pengkondisian udara modifikasi adalah sebesar 155,55 kj/kg sedangkan pada sistem tanpa dimodifikasi didapatkan efek refrigerasi sebesar 153,40 kj/kg sehingga koefisien performansi dari sistem pengkondisian udara dengan modifikasi lebih besar dari pada sistem yang tanpa dimodifikasi. Sistem pengkondisian udara modifikasi mempunyai laju pendinginan awal sebesar 67,193 J/s dan di menit akhir sebesar 0,043 J/s sedangkan pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi mempunyai laju pendinginan awal sebesar 66,538 J/s dan di menit akhir sebesar 0,935 J/s. Kata kunci : Kerja kompresi, Efek refrigerasi, Koefisien performansi, Laju pendinginan Abstract Performance Analysis of Window Type Air Conditioning with Addition of Heat Exchanger Equipment One manner to be used to increase refregration effect is by flowing hot refrigerant out from condensor, it is then touched with the refrigerant out from evaporator on a heat exchanger of counterflow type. Experiment was done by taking samples of pressure at suction (p 1 ) and discharge (p 2 ) of compressor and box temperature (T r1, T r2, T r3, T r4 ). By knowing of pressure at suction (p 1 ), the enthalpy into compressor is known. By assuming the process is isentropic (compressor), isobar (condenser and evaporator), and isenthalpy (expansion valve), the enthalpy into condensor, expansion valve and evaporator were known. In 60 minutes, compression work of air conditioning with heat exchanger is 31,588 kj/kg, and without heat exchanger is 33,796 kj/kg. Effect refrigeration average with modification is 155,55 kj/kg and without modification was 153,40 kj/kg so that coefficient of performance with modification more than without modification. Air conditioning with modification had initial refrigration rate was 67,193 J/s and 0,043 J/s at the end minute, meanwhile, refrigeration without modification had cooling rate at start 66,538 J/s and 0,935 J/s at the end. Keyword: Compression work, Refrigeration effect, Coefficient of performance, Cooling rate 1. Pendahuluan Refrigerasi merupakan suatu proses penyerapan panas dari suatu benda atau ruang sehingga temperatur benda atau ruang tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Salah satu yang termasuk dari proses refrigerasi adalah pengkondisian udara (Air Conditioning) yakni suatu proses dimana mengkondisikan udara suatu ruangan sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuaidengan yang dipersyaratkan terhadap kondisi udara dari suatu ruangan tertentu. Prinsip dari pengkondisian udara adalah proses penyerapan panas dan proses pembuangan panas dengan cara memberikan kerja terhadap sistem. Banyak usaha dilakukan untuk meningkatkan performansi dari sistem pengkondisian udara dimana tujuannya adalah untuk mendapatkan efek refrigerasi yang besar tetapi kerja yang diberikan ke system sedikit. Salah satunya adalah dengan penambahan alat penukar kalor yang di pasang pada pipa discharge dari kondensor diintegrasikan dengan pipa discharge yang keluar dari evaporator. Sistem penukar kalor ini akan menyerap sisa panas dari kondensor kemudian panas tersebut digunakan untuk memanaskan kembali refrigeran yang keluar dari evaporator sebelum masuk ke kompresor. Alasan

praktis penggunaan alat penukar kalor pada sistem pendingin adalah untuk menjaga agar refrigeran dalam fase uap-cair tidak masuk ke dalam kompresor (tidak terjadi kompresi basah) serta pendinginan lanjut (subcooling) cairan dari kondensor untuk mencegah terbentuknya gelembung uap yang melewati katup ekspansi. Sehingga diharapkan dengan penambahan alat penukar kalor ini dapat meningkatkan efek refrigerasi serta meningkatkan Coefficient Of Performansi (COP) sistem pendingin. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abraham (2006) menggunakan modifikasi penambahan alat penukar kalor dengan pipa dari evaporator yang dililitkan di dalam pipa yang berasal dari kondensor didapatkan kenaikan laju pendinginan ruangan sebesar 5% dari yang tanpa dimodifikasi dengan alat penukar kalor tetapi kerja kompresor lebih besar dari yang tanpa dimodifikasi. Hal ini disebabkan karena adanya losses tekanan yang terlalu besar akibat dari aliran refrigeran yang keluar dari evaporator melalui belokan/lilitan pipa dari kondensor sehingga tekanan awal (P 1 ) masuk kompresor menjadi relatif kecil sehingga kerja kompresor menjadi lebih berat. Berdasarkan uraian di atas maka timbul permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu seberapa besar performansi (COP) dari sistem pengkondisian udara bila dimodifikasi dengan penambahan alat penukar kalor terhadap kerja sistem refrigerasi tanpa modifikasi, serta seberapa besar laju pendinginan ruangan (box) dari sistem pengkondisian udara bila dimodifikasi dengan penambahan alat penukar kalor terhadap sistem refrigerasi tanpa modifikasi. Melihat luasnya ruang lingkup permasalahan yang ada, maka penulis membatasi penelitian agar dapat mempermudah proses perhitungan tanpa mengurangi keakuratan hasil penelitian, oleh karena itu penulis membatasi masalah sebagai berikut: a. Sistem diuji pada udara ruangan (box). b. Box pengujian terisolasi secara sempurna. c. Proses di dalam kompresor terjadi pada entropi konstan. d. Alat penukar kalor diasumsikan terisolasi secara sempurna. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Dapat membandingkan besarnya COP yang dihasilkan pada sistem pengkondisian udara modifikasi dan membandingkan dengan sistem refrigerasi yang tanpa dimodifikasi. b. Untuk menganalisis besarnya laju pendinginan ruangan (box) yang dihasilkan oleh sistem pengkondisian udara modifikasi dan membandingkan dengan sistem refrigerasi yang tanpa dimodifikasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Dapat memberikan masukan atau informasi yang dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat luas tentang penerapan sistem modifikasi sistem pengkondisian udara yang dapat mengoptimalkan energi yang dipakai. b. Dapat memperdalam pengetahuan di bidang mesin refrigerasi bagi penulis pada khususnya. c. Dapat memberikan referensi tambahan untuk penelitian selanjutnya sehingga dapat menghasilkan penelitian yang baru untuk sistem refrigerasi. 2. Landasan Teori 2.1 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan jenis mesin pendingin yang paling sering digunakan saat ini. Mesin pendingin ini terdiri dari empat komponen utama yaitu kompresor, kondensor, katup ekspansi dan evaporator. Gambar 1. Diagram Blok Siklus Kompresi Uap Standar Gambar 2. T-s Diagram Siklus Kompresi Uap Standar Dalam siklus ini uap refrigeran bertekanan rendah akan ditekan oleh kompresor sehingga menjadi uap refrigeran bertekanan tinggi, dan kemudian uap refrigeran bertekanan tinggi diembunkan menjadi cairan refrigeran pada tekanan konstan dalam kondensor. Kemudian cairan refrigeran tekanan tinggi tersebut tekanannya diturunkan oleh katup ekspansi agar cairan refrigeran 158

tekanan rendah tersebut dapat menguap kembali dalam evaporator menjadi uap refrigeran tekana rendah. Susunan keempat komponen tersebut secara skematik dapat ditunjukkan pada gambar 1, dan sketsa proses siklus kompresi uap standar dalam diagram T-s ditunjukkan pada gambar 2, sedangkan dalam diagram P-h ditunjukkan pada gambar 3. Pada kenyataanya siklus kompresi uap mengalami penyimpangan dari kompresi uap ideal, seperti ditunjukkan pada gambar 4. Perbedaan penting siklus kompresi uap aktual dan ideal adalah: a. Terjadi penurunan tekanan di sepanjang pipa kondensor dan evaporator. b. Adanya proses dibawah dingin (sub cooling) cairan yang meninggalkan kondensor sebelum memasuki katup ekspansi. c. Pendinginan lanjut uap yang meninggalkan evaporator sebelum memasuki kompresor. d. Terjadi kenaikan entropi pada saat proses kompresi (kompresi tak isentropik). e. Proses ekspansi berlangsung non-adiabatik. Walaupun siklus aktual tidak sama dengan siklus ideal, tetapi proses ideal dalam siklus standar kompresi uap sangat bermanfaat dan diperlukan untuk mempermudah analisis secara teoritik. Gambar 3. P-h Diagram Siklus Kompresi Uap Standar 3. Metode Penelitian 3.1. Bahan dan alat a. Satu unit AC Window 9000 Btu/h = 2637 J/s = 2,6 kw b. Manifold/ Preasure Gauge c. Termometer Digital 4 buah d. Box ukuran 1m x 1m x 1m e. Stop watch f. Referigeran R.22 g. Vacum pump h. Pipa tembaga 1 rol i. Flaring tool 1 set j. Cuter pipe 1 unit k. Tool Set l. Alat las satu set m. Insolasi glasswool n. Alat Penukar Kalor. Gambar 4. P-h Diagram Siklus Kompresi Uap Aktual dan Siklus Standar 2.3. Siklus Kompresi Uap Aktual Gambar 5. Rangkaian Alat Uji Sistem Pengkondisian Udara Tanpa Modifikasi 159

Gambar 6. Rangkaian Alat Uji Sistem Pengkondisian Udara dengan Modifikasi Gambar 7. Gambar Alat Penukar Kalor 3.2. Langkah Langkah Penelitian Adapun prosedur/tahapan dilakukan dalam 2 tahap pengujian sebagai berikut: A. Pengujian sistem refrigerasi tanpa modifikasi Tahap persiapan: a. Persiapkan peralatan seperti pada gambar 3.1. b. Sistem divakum dengan pompa vakum. c. Lakukan tes kebocoran sampai sistem benarbenar tidak bocor. d. Melakukan pengisian refrigeran dengan R 22 sampai tekanan 30 psig. e. Hidupkan sistem secara bersamaan dilanjutkan dengan pengisian refrigeran sampai tekanan rendah (Low Pressure) menunjukkan 60 Psig. f. Matikan sistem. 3.3. Langkah Langkah Penelitian Adapun prosedur/tahapan dilakukan dalam 2 tahap pengujian sebagai berikut: A. Pengujian sistem refrigerasi tanpa modifikasi Tahap persiapan: a. Persiapkan peralatan seperti pada gambar 3.1. b. Sistem divakum dengan pompa vakum. c. Lakukan tes kebocoran sampai sistem benar-benar tidak bocor. d. Melakukan pengisian refrigeran dengan R 22 sampai tekanan 30 psig. e. Hidupkan sistem secara bersamaan dilanjutkan dengan pengisian refrigeran sampai tekanan rendah (Low Pressure) menunjukkan 60 Psig. f. Matikan sistem. Tahap pengujian: a. Catat tekanan di P 1, P 2 dan T T, T dant untuk selang waktu setiap r, 1 r 2 r3, r 4 5 menit selama 60 menit b. Matikan sistem. c. Lakukan langkah a dan b dalam 3 kali pengulangan. B. Pengujian sistem refrigerasi dengan modifikasi alat penukar kalor: Tahap persiapan: a. Persiapkan peralatan seperti pada gambar 3.2 dengan pemasangan alat penukar kalor (Heat Exchange). b. Sistem divakum dengan pompa vakum. c. Lakukan tes kebocoran sampai sistem benarbenar tidak bocor. d. Melakukan pengisian refrigeran dengan R 22 sampai tekanan 30 psig e. Hidupkan sistem secara bersamaan dilanjutkan dengan pengisian refrigeran sampai tekanan rendah (Low Pressure) menunjukkan 60 Psig. f. Matikan sistem 160

Tahap pengujian: a. Hidupkan sistem, kemudian catat tekanan di P 1, P 2 dan ukur T r, T, 1 r T 2 r3, dantr 4, untuk selang waktu setiap 5 menit selama 60 menit b. Matikan sistem. c. Lakukan langkah a dan b dalam 3 kali pengulangan. 4. Pembahasan Hasil Penelitian 4.1. Hubungan Waktu Terhadap Kerja Kompresi Dari gambar 8 terlihat bahwa hubungan antara kerja kompresi terhadap waktu adalah relatif konstan dimana kerja kompresi dari sistem yang dimodifikasi lebih ringan daripada sistem yang tanpa dimodifikasi. Dalam waktu 60 menit, kerja kompresi rata-rata yang dicapai pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi alat penukar kalor adalah sebesar 33,796 kj/kg, sedangkan kerja kompresi dari sistem pengkondisian udara yang dimodifikasi dengan penambahan alat penukar kalor (Heat Exchanger) adalah sebesar 31,588 kj/kg. Hal ini disebabkan karena refrigeran yang keluar dari evaporator dipanaskan kembali oleh refrigerant yang berasal dari kondensor sehingga tekanan awal (isap) kompresor (P 1 ) pada sistem yang dimodifikasi menjadi lebih tinggi daripada tekanan awal kompresor tanpa modifikasi sehingga kerja kompresor menjadi lebih ringan. refrigerasi sistem pengkondisian udara yang dimodifikasi dengan alat penukar kalor (Heat Exchanger) lebih besar daripada yang tanpa dimodifikasi. Hal ini disebabkan karena adanya proses pendinginan lanjut (subcooling) cairan refrigerant dari kondensor yang menyebabkan cairan refrigeransebelum masuk katup ekspansi menjadi lebih murni cairan dengan tekanan tinggi sehingga setelah diekspansi daerah h 1 -h 4 pada P-h diagram menjadi lebih panjang. Dari grafik terlihat rata-rata besarnya efek refrigerasi dari sistem pengkondisian udara modifikasi selama 60 menit adalah sebesar 155,55 kj/kg sedangkan pada sistem tanpa dimodifikasi didapatkan efek refrigerasi sebesar 153,40 kj/kg Gambar 9. Grafik Hubungan Waktu Terhadap Dampak Refrigerasi 4.3. Hubungan Waktu dengan COP Gambar 8. Grafik Hubungan Waktu Terhadap Kerja Kompresi 4.2. Hubungan Waktu Dengan Dampak Refrigerasi Pada gambar 9 memperlihatkan hubungan efek refrigerasi dengan waktu dimana terlihat efek Gambar 10. Grafik Hubungan Waktu terhadap COP Dari Gambar 10 terlihat hubungan COP dengan waktu dimana besarnya COP dari sistem 161

pengkondisian udara yang dimodifikasi dengan alat penukar kalor (Heat Exchanger) lebih besar daripada sistem yang tanpa dimodifikasi. Hal ini disebabkan karena kerja kompresi yang dilakukan pada sistem pengkondisian udara modifikasi lebih kecil sedangkan efek refrigerasi yang dihasilkan besar, sebaliknya kerja kompresor yang besar dan efek refrigerasi yang kecil dihasilkan pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi sehingga COP menjadi lebih kecil. 4.4. Hubungan Waktu Dengan Laju Pendinginan Ruangan Gambar 11 menjelaskan hubungan laju pendinginan ruangan yang dihasilkan dalam selang waktu 60 menit. Dari grafik terlihat bahwa laju pendinginan ruangan adalah berbanding terbalik dengan waktu dimana semakin lama waktu pengoperasian, maka laju pendinginan ruangan akan semakin menurun karena terjadi penurunan energi dari udara yang dikondisikan. Laju pendinginan adalah penurunan energi udara ruangan persatuan waktu. Dari grafik diatas terlihat bahwa besarnya laju pendinginan ruangan yang dihasilkan dari sistem pengkondisian udara modifikasi lebih besar dibandingkan dengan sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi. Hal ini terjadi karena efek refrigerasi yang dihasilkan pada sisitem pengkondisian udara modifikasi lebih tinggi daripada yang tanpa modifikasi sehingga terjadi perpindahan energi lebih besar. Sistem pengkondisian udara modifikasi mempunyai laju pendinginan awal sebesar 67,193 J/s dan di menit akhir sebesar 0,043 J/s sedangkan pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi mempunyai laju pendinginan ruangan awal sebesar 66,538 J/s dan di menit akhir sebesar 0,935 J/s. Namun pada menit ke 40-60 selang waktu pengujian pada sistem pengkondisian udara modifikasi terjadi kenaikan temperatur ruangan akibat terjadinya lapisan es yang terbentuk di evaporator pada suhu -2,89 o C pada menit ke 20-30 sehingga mempengaruhi proses perpindahan panas dan aliran udara di dalam ruangan. Sedangkan pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi kenaikan temperatur terjadi mulai pada menit ke 30 kemudian penurunan temperatur di menit ke 40 sampai mencapai suhu -3,23 o C dan selanjutnya terjadi kenaikan temperatur kembali pada menit ke 50-60 akibat dari lapisan es yang terjadi di evaporator. Kenaikan laju pendinginan ruangan yang kecildiakibatkan karena pada sistem pendingin ini menggunakan katup ekspansi tipe kapiler sehingga tidak bisa mengatur variasi banyaknya refrigerant yang masuk ke dalam evaporator. Selain itu adanya pressure drop akibat penambahan alat penukar kalor sehingga ketika diekspansikan, refrigerant tidak sepenuhnya menjadi kabut (kualitas kabut rendah) yang mempengaruhi penguapan yang terjadi di dalam evaporator. Akibat penguapan yang kurang baik maka proses penyerapan panas dari lingkungan menjadi kecil. Gambar 11. Grafik Hubungan Waktu Terhadap Laju Pendinginan 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil pengujian, pengolahan data, analisa grafik dan pembahasan dapat disimpulkan, sebagai berikut : a. Performansi sistem pengkondisian udara dengan modifikasi penambahan alat penukar kalor lebih tinggi daripada sistem pengkondisian udara yang tanpa dimodifikasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan kerja kompresi, dampak refrigerasi, dan COP masing-masing sistem. b. Rata-rata laju pendinginan ruangan yang dihasilkan dari sistem pengkondisian udara modifikasi lebih besar yaitu sebesar 11,79 J/s sedangkan pada sistem pengkondisian udara tanpa modifikasi didapatkan rata-rata laju pendinginan ruangan sebesar 11,60 J/s (kenaikan sebesar 1,63%). Saran Dari hasil pembahasan dan simpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat diberikan antara lain : a. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan adanya pembahasan terhadap sistem pemipaan karena sangat Mempengaruhi arah aliran refrigerant serta COP b. Adanya perubahan letak alat penukar kalor sehingga dapat diketahui sejauh mana perubahan performansi yang terjadi pada sistem dan dapat membandingkan hasil yang di dapat. c. Disini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan performansi jika menggunakan jenis refrigeran yang lain. d. Dimensi ruangan (box) agar lebih diperbesar lagi 162

Daftar Pustaka [1] ---------, AC & Refrigeration : Questions and Answers, 1993 [2] ---------, 2002, Tech Up Date, AC & Refrigeration Institute, USA. [3] Faye C. McQuiston, Jerald D.I. Parker, 1994, Heating, Ventilating And Air Conditioning Analysis And Design, 4th Edition, John Wiley & Sons, USA. [4] Goran Wall, 1991, On The Optimization Of Refrigeration Machinery, International Journal Of Refrigeration, pp. 336-340. [5] Goran Wall, 1985, Thermoeconomic Optimization Of A Heat Pump System, Physical Resource Theory Group, Chalmers University Of Technology, Sweden. [6] Handoko dkk, 1007, Teknik Room Air Conditioner. [7] Harijono Djoyodihardjo, 1985, Dasar-Dasar Termodinamika Teknik, Penerbit PT Gramedia, Jakarta. [8] K.Iynkaran, David J. Tandy, 1993, Basic Thermodynamics Applications And Pollution Control, Prentice Hall, Singapore. [9] Michael J. Moran, Howard N. Shapiro, 1993, Fundamentals of Engineering Thermodynamics, 2 nd Edition, John Wiley & Sons, Inc., USA. [10] Wilbert F. Stoecker, Jerold W. Jones, 1992, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, alih bahasa Supratman Hara, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta. [11] Wilbert F. Stoecker, Jerold W. Jones, 1989, Design Of Therma l Systems, McGraw Hill, 3rd edition, New York. 163