BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA

BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

DISERTASI EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT PARIAMAN MINANGKABAU SUMATERA BARAT MAIHASNI

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran dalam Perkawinan Bajapuik

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pariaman ditemukan oleh Tomec Pires ( ), seorang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI DI MINANGKABAU SKRIPSI DISUSUN OLEH HENI MELIA SAFITRI

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. masih dipertahankan sampai saat ini. Bersama dangan adat yang lain, harta buang

HASIL WAWANCARA. 4. Hari/Tanggal : Selasa/ 11 September Politik sedang mengadakan riset mengenai tugas dan fungsi Wali Nagari

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB VII P E N U T U P. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: pertama, apakah struktur

Keluarga inti merupakan kelompok primer yang dapat dikatakan sebagai institusi dasar berkembangnya institusi sosial yang lain.

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. beli dan dilanjutkan dengan menggunakan alat tukar seperti uang.

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

TRADISI UANG JAPUIK DAN UANG ILANG DALAM SISTEM PERKAWINAN DI NAGARI TANDIKEK KECAMATAN PATAMUAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

Renja ( Rencana kerja ) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pasaman Barat Tahun Indikator Kegiatan

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia Pelayanan Lansia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1982: 128).

TRADISI MANGAKU INDUAK DAN MANIMBANG SALAH DALAM PERKAWINAN DI NAGARI TARATAK BARU KECAMATAN TANJUNG GADANG KABUPATEN SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai suatu kelompok kecil yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah,

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

BAB I PENDAHULUAN. tata krama yaitu jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sosial politik di Indonesia mulai mengalami perubahan dari

PERUBAHAN UANG PARAGIAH JALANG DALAM ADAT PERKAWINAN PARIAMAN DI NAGARI SUNGAI SARIAK KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkawinan pada dasarnya merupakan manifestasi keinginan manusia untuk hidup berkelompok. Keinginan itu tercermin dari ketidakmampuan untuk hidup sendiri. Tidak seperti binatang, umat manusia memang tidak dibekali oleh alat yang membuatnya hidup dalam kemandirian, karena itu manusia perlu hidup bersekutu. Perkawinan adalah suatu pola yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga (Horton, 1987). Dengan demikian perkawinan tidak hanya mencakup hak untuk melahirkan dan membesarkan anak, tetapi juga persekutuan yang secara budaya mempunyai sanksi, memperjelas hak hak dasar seks laki-laki dan perempuan dalam memenuhi fungsi sosial. Perkawinan juga merupakan masa seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan kelompok keluarga dan mulai membentuk kelompok kecil miliknya sendiri yang secara rohaniah tidak terlepas dari pengaruh kelompok hidupnya semula. Di Indonesia perkawinan selain diatur oleh negara 1 dan agama, juga diatur menurut ketentuan daerah setempat atau yang disebut dengan adat. Dalam prakteknya tidak jarang pula ditemukan aturan adat ini mempunyai peran yang sangat menentukan bagi keberlangsungan suatu perkawinan. Tepatnya, kehidupan sosial akan mengalami hambatan dan tidak berlangsung seperti yang dikehendaki apabila tidak mentaati aturan setempat (Moore dalam Warsani, 1989). Adanya aturan adat itu maka dikenal berbagai macam bentuk perkawinan yang di antaranya; perkawinan Minangkabau, Jawa, Batak dan sekaligus menjadi identitas daerah setempat. Khusus di daerah Minangkabau, identitas yang melekat pada bentuk perkawinannya adalah mendatangkan sumando, artinya laki-laki yang diterima sebagai menantu datangnya karena dipinang oleh pihak keluarga perempuan, dengan sejumlah pesyaratan adat yang harus di bawa. Menurut Koentjaraningrat, (1990), dalam tata aturan umum adat disebutkan perkawinan di Minangkabau 1 Yakni Undang-undang no 1 tahun 1974

2 tidak mengenal adanya mas kawin 2 (bridewelth) yang menjadi kewajiban bagi pengantin laki-laki menyerahkan pemberian kepada pengantin perempuan sebagai suatu hal yang diwajibkan oleh agama Islam. Tetapi yang penting dalam perkawinan itu adalah pertukaran benda yang berupa cincin atau keris sebagai lambang antara kedua keluarga yang bersangkutan telah terikat dan mempunyai kewajiban satu sama lainnya. Kondisi ini berbeda dengan daerah Pariaman, selain aturan di atas terdapat pula syarat lain yang harus dipenuhi oleh keluarga pihak perempuan kepada keluarga pihak laki-laki sebelum terjadi pernikahan. Persyaratan itu adalah keluarga pihak perempuan memberikan sejumlah uang atau barang kepada keluarga pihak laki-laki sebagai alat untuk menjemput supaya dapat mengawini seorang perempuan. Inilah yang disebut dengan uang japuik dalam tradisi bajapuik. Pada dekade terakhir ini, permintaan uang japuik laki-laki dalam tradisi bajapuik menunjukan peningkatan seiring dengan status sosial yang dimiliki oleh calon mempelai laki-laki. Dengan demikian status sosial yang tinggi mengindikasikan uang japuik yang semakin tinggi pula. Azwar (2001), laki-laki yang mempunyai pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan uang hilangnya puluhan juta rupiah. Selain itu uang japuik (uang hilang) menjadi penentu dalam keberlanjutan suatu perkawinan (Utama, 2002). Implikasi dari uang japuik yang cenderung mengalami peningkatan menimbulkan kegelisahan pada sebagian masyarakat. Seperti yang dilaporkan oleh (Azwar, 2001), terdapat pihak keluarga perempuan menggadaikan dan menjual sawah ladang mereka. Kemudian ada kecenderungan perempuan di daerah ini untuk mencari pasangan dari luar 4 3 dari pihak keluarga Kabupaten Padang Pariaman. Dengan pendidikan yang semakin meningkat maka, kemungkinan berinteraksi dengan orang luar juga semakin luas dan sekaligus menimbulkan peluang untuk memperoleh pasangan dari luar tanpa adanya keterikatan dengan sistem perkawinan yang ada (Utama, 2002). Selain itu semakin meningkat jumlah 2 Mas kawin diartikan sebagai pemberian dan tidak sama halnya dengan mas kawin yang disyaratkan dalam agama Islam atau yang disebut dengan mahar. 3 Sebutan uang japuik dalam sebagian masyarakat disebut juga uang jemputan atau uang hilang. 4 Berasal dari daerah lain yang tidak mempunyai adat tradisi bajapuik

3 perempuan di daerah ini yang tidak mendapat pasangan (Chatra, 2005) 5. Walaupun banyak faktor yang menentukan, namun dalam hal ini dapat diasumsikan uang japuik (uang hilang) sebagai salah satu penyebabnya. Mencermati fenomena yang terjadi di atas, jauh hari telah dirasakan oleh masyarakat. Implikasi dari kegelisahan itu, pada tahun 1981 (Rencana Peraturan Daerah) mengenai uang hilang yang dipelopori oleh IMAPAR (Ikatan Mahasiswa Pariaman) dengan mengikut sertakan Tigo Tungku Sajarangan ( cerdik pandai, ninik-mamak, dan alim ulama), Bundo Kandung, dan Generasi Muda. Pada akhirnya Raperda itu membuahkan hasil pro dan kontra dikalangan masyarakat. Meskipun demikian dalam kenyataan, tradisi bajapuik dengan uang japuik tetap ada (eksis) dan menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan perkawinan di Pariaman hingga saat ini. Ini merupakan suatu persoalan yang dilematis. Di satu sisi ada segolongan masyarakat yang tidak/kurang menginginkan tradisi bajapuik, namun disisi lain masyarakat masih melaksanakan tradisi bajapuik. Mengapa ini terjadi dan nilai apa yang terkandung dalam tradisi bajapuik, nampaknya inilah yang perlu ditelusuri lebih lanjut dalam penelitian ini. Dalam perspektif pertukaran sosial, diyakini interaksi sosial mirip dengan transaksi ekonomi. Akan tetapi diakui pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial pertukaran juga mencakup nyata (materi) dan tidak nyata (non materi) (Turner, 1998; Poloma, 2000; Ritzer & Goodman, 2004). Dalam teori pertukaran modern Homans lebih tegas mengatakan, dimana semua perilaku sosial tidak hanya perilaku ekonomis hasil dari suatu pertukaran. Artinya perilaku sosial tidak hanya menyediakan ganjaran ekstrinsik, tetapi juga menyediakan ganjaran intrinsik, seperti persahabatan, kepuasan dan mempertinggi harga diri. Dengan cara yang demikian adalah untuk memperkecil biaya (hukuman) dan memperbesar keuntungan (Turner, 1998; Poloma, 2000). Selanjutnya Homans juga menjelaskan pertukaran sosial yang terjadi juga terkait dengan status dan peranan, dan sekaligus menyediakan mata rantai antara 6 diadakan Raperda 5 Lihat Chatra, 2005 hal:187 6 Masa Bapak Anas Malik memangku jabatan sebagai Bupati kabupaten Padang Pariaman.

4 individu dengan struktur sosial, karena disadari struktur atau lembaga-lembaga demikian itu terdiri dari individu-individu yang terlihat dalam proses pertukaran barang berwujud materi maupun non materi (Anderson, 1995; Malinowski dalam Turner, 1998; Homans dalam Poloma, 2000). Konkritnya, pertukaran yang terjadi dalam perkawinan berkaitan dengan ekonomi, kedudukan sosial atau kekuasaan (Goode, 2007), kecantikan, kepribadian, keahlian, dukungan dan kooporatif ekonomi, intelektual, keperawanan dan sebagainya (Lamanna dan Riedmann, 1991). Jadi pertukaran yang terjadi dalam perkawinan tidak hanya terdiri dari satu unsur yakni pertukaran uang dengan seorang laki-laki, tetapi terdiri dari dua unsur yaitu pertukaran uang yang berkombinasi dengan nilai/norma 1.2. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Tradisi bajapuik sebagai salah satu bentuk jaringan kerja (networking) yang dapat dipertemukan dalam sebuah pasar perkawinan (marriage market). Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aktor dalam melakukan pertukaran di pasar perkawinan. Di sini posisi penelitian dimaksudkan. Analisis juga difokuskan pada tindakan (action) yang dicirikan oleh hasil aktivitas dan pertimbangan aktor (pertimbangan nilai) atau tindakan yang mempengaruhinya (Homans dalam Poloma, 2000). Jadi tradisi bajapuik tidak hanya sebagai sebuah mekanisme pasar perkawinan (marriage market mechanism), tetapi juga sebagai fenomena sosial yang dipengaruhi oleh faktor sosial budaya (Lamanna dan Riedmann, 1991). Selain itu, perlu pula kiranya untuk melihat saling hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara lebih luas, yakni meliputi interaksi saling hubungan antara ekonomi dan budaya (nilai-nilai dan norma) yang lebih luas. Bagaimana ekonomi dan masyarakat berinteraksi lebih luas, seberapa jauh kekuatan ekonomi menentukan pilihan masyarakat dan seberapa jauh kekuatan di luar ekonomi mempengaruhi persoalan tradisi bajapuik. Secara keseluruhan ini dapat ditelusuri melalui analisis dalam institusi perkawinan, yang mencakup kekayaaan yang dimiliki, kedudukan tinggi atau berkuasa (Goode, 2007; Lamanna dan Riedmann, 1991). Selain itu keluarga luas (extended family) merupakan salah satu unsur yang ikut mempengaruhi tradisi bajapuik dan juga sebagai salah satu penerapan

5 bentuk solidaritas yang dilakukan aktor-aktor dalam perkawinan. Artinya keterlibatan anggota keluarga sangat dibutuhkan untuk terlaksananya tradisi bajapuik. Bila itu terjadi jelas akan menguntungkan terutama bagi pihak keluarga perempuan dan sekaligus akan berpengaruh terhadap keberlangsungan tradisi bajapuik. Kemudian dipihak lain sepintas tradisi bajapuik menunjukkan laki-laki seperti benda yang dapat dipertukarkan dalam pelaksanaan perkawinan. Sebagai bentuk perwujudan itu di Pariaman memakai uang japuik. Uang japuik pada awalnya dalam tradisi bajapuik--merupakan suatu bentuk penghargaan kepada status gelar kebangsawanan yang diwariskan dari ayah kepada anak laki-laki dan inilah yang disebut dengan uang jemputan. Akibat pengaruh ekonomi muncul uang hilang dalam tradisi bajapuik, sekaligus merubah penghargaan status gelar kebangsawanan menjadi status sosial ekonomi (prestasi) yang dimiliki oleh calon pengantin laki-laki. Terjadinya perubahan penghargaan dari status sosial gelar kebangsawanan ke status sosial ekonomi (prestasi) jelas merupakan konsekuensi dari berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu bagaimana aturan, norma mengenai tradisi bajapuik? Mengapa individu tetap mendukung eksisnya tradisi bajapuik? Untuk lebih terarahnya penelitian ini maka akan diajukan sejumlah pertanyaan pendukung lainnya sebagai berikut: 1. Apa nilai-nilai, dasar dan bentuk pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya? 2. Siapa saja aktor yang terlibat dan bagaimana prilaku aktor dalam pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik? 3. Mengapa tradisi bajapuik dapat eksis dalam perubahan masyarakat? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bermaksud untuk melihat mengapa dan bagaimana tradisi bajapuik sebagai salah satu institusi dalam masyarakat Pariaman bisa bertahan dalam proses perubahan yang terjadi? Untuk lebih jelasnya tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

6 1. Mengkaji nilai-nilai, dasar dan bentuk pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya. 2. Mengkaji aktor yang terlibat dan prilaku aktor dalam pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik. 3. Menganalisis tradisi bajapuik dapat eksis dalam perubahan masyarakat. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan, secara umum dapat menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan informasi tentang berbagai dinamika kehidupan masyarakat Minangkabau khususnya masyarakat Pariaman. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan disiplin ilmu sosiologi Pedesaan, khususnya pada kajian sosial dan adat-istiadat suatu masyarakat. Secara khusus, keseluruhan hasil studi ini nantinya dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah Nagari, KAN (Kerapatan Adat Nagari), LKAAM (Lembaga Kerapatan Alam Adat Minangkabau) atau pemangku adat dan pihak terkait lainnya dalam rangka keberlanjutan (continuity) tradisi bajapuik sebagai identitas masyarakat Pariaman khususnya dan Minangkabau pada umumnya. Selain itu, pada gilirannya dapat menciptakan pertukaran yang seimbang antara kedua belah pihak dalam tradisi bajapuik.