BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tingginya tuntutan berbagai pihak terhadap wujud peningkatan kinerja,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian intern. Berdasarkan KPMG Fraud Survey 2012 yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) mendapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB V PENUTUP. pada bab ini dapat ditarik kesimpulan mengenai penerapan dan tingkat maturitas

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. memberikan informasi yang jelas tentang aktivitas suatu entitas ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam mengelola keungan dengan sebaik-baiknya guna mencapai

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

2017, No Berencana Nasional tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berenc

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

Suplemen Rencana Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN. kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan terjadi perilaku korupsi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

IMPLEMENTASI SPIP BALITBANG KEMENTERIAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

KAJIAN HASIL PEMERIKSAAN BPK OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP) TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PEMDA. Oleh Yuswar Effendy (Widyaiswara Madya)

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berupa Laporan Keuangan. Akuntansi

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu perbaikan kinerja yang berkelanjutan (continous performance

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan prinsip good governance. Serangkaian regulasi tersebut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang menjadi isu nasional di lingkungan Pemerintah antara lain: (1) Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat oleh BPK. Opini ini dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara. (2) Penyerapan anggaran yang relatif rendah serta lambat oleh pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menghambat laju pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil, sehingga menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan kesempatan kerja dan menekan tingkat kemiskinan. (3) Isu lainnya adalah berkaitan dengan korupsi. Banyaknya pejabat publik, dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang terlibat dalam kasus-kasus korupsi sangat mempengaruhi efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan; dan (4) rendahnya kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh satuan kerja instansi pemerintah. Banyak pihak berpendapat, salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern. Di lingkungan pemerintah, opini WDP disebabkan tidak memadainya kompetensi sumber daya manusia pengelola keuangan negara khususnya di bidang akuntansi. Tingginya tingkat korupsi, terutama disebabkan oleh rendahnya integritas penyelenggara negara dan teknik pemberantasan korupsi yang masih bertumpu pada penindakan daripada pencegahan. Tindakan pencegahan korupsi dapat dilakukan melalui pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian. Untuk menurunkan berbagai kasus tersebut, dituntut adanya sebuah pengelolaan keuangan negara yang transparan, akuntabel dan terukur. Untuk mewujudkannya diperlukan suatu Sistem Pengendalian Intern yang dapat memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan instansi secara efektif dan efesien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang baik akan memberikan jaminan terhadap kualitas dan kinerja pemerintahan secara keseluruhan, sehingga

2 penyelenggaraan pemerintahan dapat memenuhi prinsip-prinsip good governance dan terhindar dari tuntutan hukum administrasi, perdata, dan pidana. Permasalahan ini telah diakomodir oleh pemerintah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 58 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Untuk itu, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai bagi tercapainya efektivitas dan efesiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pengelolaan negara yang efektif, efesien, transparan dan akuntabel dapat tercapai. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) harus diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, penyelenggaraan SPIP yang dilakukan di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (K/L/Pemda) mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pertanggungjawaban. Penyelenggaraan SPIP juga harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan kegiatan operasional K/L/Pemda dan diharapkan berperan dalam tiga hal, yakni sebagai landasan pembinaan penyelenggaraan SPIP, landasan penyelenggaraan pengawasan intern dan standar penyelenggaraan SPIP. Percepatan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah juga tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pemerintah Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019, yang menyebutkan bahwa persentase jumlah Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menerapkan

3 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sudah 100%, maka kewajiban pemerintah menyediakan suatu mekanisme untuk mengatur keberhasilan program tersebut. Disamping itu, sasaran utama pembangunan bidang aparatur negara dalam RPJMN tahun 2015-2019 adalah meningkatnya kualitas tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya, dengan parameter terwujudnya birokrasi yang bersih dan akuntabel. Dengan ditandai peningkatan integrasi ASN, meningkatnya kapasitas dan indepedensi pengawasan, meningkatnya akuntabilitas keuangan dan kinerja pemerintah dan meningkatnya transparansi proses pengadaan barang/jasa. Adapun indikator kinerja untuk mengukur capaian pembangunan bidang aparatur negara diantaranya adalah tingkat kematangan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada tahun 2019 pada level 3 (tingkat terdefinisi). Pengukuran Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP dapat memberikan gambaran tentang kematangan/kesempurnaan penyelenggaraan SPIP dalam mencapai tujuan pengendalian intern sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Penilaian Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan wujud dari proses governance secara menyeluruh, mulai dari pengenalan konsep dan pedoman penyelenggaraan SPIP, hingga pengukuran keberhasilan penyelenggaraan SPIP dengan metodologi yang dapat mengukur peran SPIP dalam mendukung penyelenggaraan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah. Sebagaimana diketahui, kelemahan Sistem Pengendalian Intern masih menjadi salah satu point penting yang harus dibenahi pemerintah. Setiap hasil pemeriksaan BPK memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Dan setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih permasalahan, yaitu berupa kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan/ atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketidakpatuhan ini dapat mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian negara, kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, atau ketidakefektifan (IHPS II BPK Tahun 2015). Adapun Hasil Pemeriksaan BPK telah menyimpulkan temuan selama semester II Tahun 2015 sebanyak 6.548 temuan. Temuan tersebut memuat sebanyak 8.733 permasalahan yang meliputi 2.175 (25%) kelemahan Sistem

4 Pengendalian Intern (SPI) dan 6.558 (75%) permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp11,49 Triliun ketidakefektifan (IHPS II BPK Tahun 2015). Adapun pemerintah daerah masih mendominasi permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern. Berikut distribusi kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) berdasarkan entitas: Kelemahan SPI 1800 1600 1400 1.608 1200 1000 800 600 Kelemahan SPI 400 200 0 373 Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah & BUMD 194 BUMN dan Badan Usaha Gambar 1. Kelemahan SPI Keterkaitan SPIP dengan kualitas Laporan Keuangan juga sudah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Sudiarianti (2015) mengemukakan bahwa semakin tinggi penerapan SPIP yang dilaksanakan maka kecenderungan kualitas LKPD yang dihasilkan akan semakin baik. Senada dengan penelitian tersebut, Kartika (2013), Irmawati (2013), Wibawa (2015) dalam Kurniawan (2016) menyatakan bahwa SPIP berpengaruh terhadap kualitas LKPD. Pengaruh yang positif tersebut sejalan dengan salah satu tujuan SPIP yaitu keandalan pelaporan keuangan. Dari kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu, dapat dikemukakan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah belum optimal diterapkan pada berbagai instansi pemerintahan, meskipun ada di antaranya telah diterapkan dengan baik. Laila (2011:17) menemukan bahwa penerapan SPIP di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Pasaman berada pada level sedang. Hasan (2010:50) mengungkapkan bahwa implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Provinsi Sulawesi Selatan berada pada

5 interval memadai. Pratiwi (2012:17) menemukan bahwa penerapan Sistem Pengendalian Intern di Kabupaten Bungo berada pada level "cukup. Pemilda (2013) menemukan bahwa secara umum penerapan SPI Pemerintah Kota Solok berada pada level baik. Rahmi (2014:100) menemukan bahwa efektivitas penerapan SPIP di Kopertis Wilayah X berada pada level kurang dan adanya ketidaksesuaian dengan PP 60 tahun 2008. Adapun literatur-literatur sebelumnya juga telah membahas beberapa faktor yang mempengaruhi SPIP, Lonto (2011) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan SPIP di Pemerintah Kota Bitung meliputi 1) komitmen pimpinan, 2) faktor manusia 3) struktur organisasi 4) dukungan teknologi informasi 5) pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Senada dengan penelitian lain, Amin (2009) mengemukakan efektivitas SPIP sangat ditentukan oleh lingkungan pengendalian yang merupakan manivestasi kepemimpinan. Tresnawati (2012:139) mengemukakan bahwa Pengendalian internal yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sudah baik dan capaian kinerjapun terkategori tinggi dan adanya hubungan yang cukup kuat antara variabel pengendalian internal dengan kinerja. Suhilmayeni (2016:102) mengemukakan bahwa maturitas/kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Pemerintah (SPIP) Politeknik Negeri Padang tahun 2015 berada pada level Intuitif/Berkembang atau Level 2 terhadap 25 fokus penilaian maturitas menghasilkan nilai sebesar 2,56. Hal ini menujukkan bahwa Politeknik Negeri Padang telah melaksanakan praktik pengendalian intern, namun tidak terdokumentasi dengan baik dan pelaksanaannya sangat tergantung pada individu dan belum melibatkan semua unsur sivitas akademika. Efektivitas pengendalian belum dievaluasi sehingga banyak terjadi kelemahan yang belum ditangani secara memadai. Setelah dilakukan kajian terhadap penelitian terdahulu yang relevan diketahui bahwa masih sedikit penelitian tentang penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah baik ditingkat Kementerian maupun di tingkat Lembaga sedangkan penelitian terdahulu lebih banyak dilakukan pada pemerintah daerah baik Kota maupun Kabupaten.

6 Hasil pengukuran tingkat maturitas (maturity level) atau tingkat kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah baik di Pemerintah Daerah maupun di Pemerintah Pusat belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan metode pengukuran terhadap maturitas penyelenggaraan SPIP baru muncul di akhir tahun 2014 dengan diterbitkannya Peraturan Kepala BPKP Nomor: S- 354/SATGAS PP SPIP/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Pedoman Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Instansi Pemerintah dan telah diubah sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tanggal 18 Maret 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas SPIP. Sebagaimana uraian diatas, peneliti menangkap fenomena ketidak konsistenan opini Hasil Pemeriksaan BPK-RI pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Pariaman tahun 2006 s.d 2016. Atas kondisi tersebut, peneliti berkeinginan untuk melakukan pengukuran tingkat maturitas SPIP pada Pemerintah Kota Pariaman. Berikut opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Pariaman dari tahun 2006 s.d 2016: Tabel 1. Opini LKPD Pemerintah Kota Pariman Opini Tahun Anggaran WDP 2006, 2007, 2009, 2010, 2011, 2013, 2014 WTP 2008, 2012, 2015, 2016 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dapat diidentifikasi dan dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat maturitas/kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pemerintah Kota Pariaman? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kelemahan dalam penerapan maturitas/kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah? 3. Bagaimana upaya dan strategi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pariaman dalam meningkatkan Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah?

7 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan tingkat maturitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pada Pemerintah Kota Pariaman; 2. Menggambarkan dan menjelaskan tingkat maturitas/kematangan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pemerintah Kota Pariaman; 3. Memberikan saran peningkatan maturitas penyelenggaraan SPIP. 4. Merumuskan strategi peningkatan maturitas penyelenggaraan SPIP dalam periode waktu tertentu oleh Pemerintah Kota Pariaman dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan SPIP; 5. Meningkatkan kesadaran Pemerintah daerah tentang pentingnya peningkatan efektivitas pengendalian intern dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efesien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Kota Pariaman sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam merumuskan strategi peningkatan maturitas penyelenggaraan SPIP dalam periode waktu tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan SPIP. 2. Bagi pembaca hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan maturitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. 3. Bagi penulis sendiri penelitian ini diharapkan akan menambah ilmu dan wawasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, serta memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada program magister akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

8 E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan tentang tesis yang berjudul Analisis Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Studi Kasus pada Pemerintah Kota Pariaman, terdiri atas 5 BAB dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II Merupakan bab landasan teoritis yang menguraikan teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah meliputi: Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Perkembangan Sistem Pengendalian Intern di Indonesia, Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, fungsi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dan Pengukuran tingkat kematangan/ maturitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kemudian bab ini juga menguraikan tentang tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. BAB III Merupakan bab yang menguraikan metode penelitian mulai dari jenis penelitian, objek penelitian, jenis dan sumber data, operasionalisasi variabel, skala pengukuran dan metode analisis data. BAB IV Merupakan bab yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, mulai dari penjelasan profil Kota Pariaman, tingkat maturitas/kematangan SPIP di Kota Pariaman, analisis tingkat maturitas SPIP persub-sub unsur dan pembahasan hasil penelitian. BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran atas analisis data hasil penelitian.