BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan pada tingkat pendidikan dasar, menengah, sampai jenjang perguruan tinggi. Standar Kompetensi (SK) pembelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mencakup empat kompetensi berbahasa, yaitu kemampuan bahasa reseptif meliputi menyimak dan membaca serta kemampuan bahasa produktif meliputi berbicara dan menulis. Salah satu tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa, tidak hanya terdapat kompetensi berbahasa saja tetapi juga kompetensi bersastra. Salah satu materi kompetensi bersastra yang terdapat dalam Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu mengidentifikasikan alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan. Cerpen adalah karya fiksi pendek yang selesai dibaca sekali duduk. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis atau satu efek untuk pembacaannya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal secara tajam (Sumardjo, 2001: 184). Cerpen memiliki unsur-unsur pembangun. Secara garis besar, unsurunsur pembangun tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pemahaman unsur intrisik cerpen dapat diambil dari hasil pembelajaran menyimak cerpen. Menyimak merupakan tingkatan mendengarkan yang paling tinggi karena tidak hanya mendengarkan saja tetapi terdapat juga unsur pemahamannya. Pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen bertujuan agar siswa mampu mengapresiasi sastra. Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sampai menimbulkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran, kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (Suryaman, 2010: 15). Tujuan berapresiasi sastra adalah tumbuhnya 1
2 penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra pada diri siswa (Suryaman, 2010: 15). Hal tersebut dapat tercapai dengan maksimal apabila terdapat kesadaran keaktifan yang tinggi dari para siswa. Keaktifan ini dapat mendorong siswa untuk lebih mendalami materi yang diajarkan. Guru harus lebih kreatif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa juga akan aktif ketika proses pembelajaran. Keaktifan inilah yang menjadi tolok ukur keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas pembelajaran (proses belajar mengajar) yang dilaksanakan guru di kelas. Apabila terjadi penurunan mutu pendidikan yang pertama kali harus dikaji adalah kualitas pembelajaran (proses belajar mengajar) tersebut (Soedijarto, 1993: 102). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 pasal 1 nomor 1 tahun 2007 tentang standar proses pembelajaran bahwa standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Pembelajaran sastra di kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar belum dikatakan baik. Proses pembelajaran dikatakan baik apabila sikap siswa termasuk dalam kriteria baik dengan batas ketuntasan minimal 75%. Kenyataan yang terjadi, dari 40 siswa yang memenuhi batas ketuntasan hanya 37,5%. Hal ini membuktikan bahwa ketuntasan proses belajar siswa di kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dikatakan belum ideal. Berdasarkan hasil observasi, menunjukkan proses pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen mengalai beberapa permasalahan dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen. Permasalahan tersebut yaitu siswa terlihat pasif saat mengikuti pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan memuat putusan sebagai berikut; Pasal 1 (1) Standar Kompetensi Lulusan
3 untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. (2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Hal tersebut jelas bahwa siswa dan guru dituntut untuk dapat mencapai standar kompetensi minimal kelompok mata pelajaran agar proses belajar mengajar dapat dikatakan belum sepenuhnya tercapai. Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0 100 %, dengan batas kriteria ideal minimum 75 %. Sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) per mata pelajaran dengan mempertimbangkan: kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, dan sumber daya pendukung. Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal, tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Berkiblat pada peraturan tersebut, di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XI IPA 3 menetapkan KKM sebesar 75. Kenyataan yang terjadi, dari 40 siswa dengan 14 siswa laki-laki dan 26 siswa siswa perempuan yang mencapai nilai di atas KKM hanya 9 siswa dengan persentase 22,5%. Hal ini membuktikan bahwa ketuntasan belajar siswa di kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dikatakan belum ideal. Masalah yang ada berdasarkan analisis peneliti, metode yang digunakan guru tidak mengubah perilaku siswa saat pembelajaran, karena metode yang digunakan berupa metode ceramah dan penugasan kepada siswa. Dalam metode ini, guru menerangkan secara lisan dan siswa mendengarkan. Setelah kegiatan tersebut, siswa diberi tugas menyimak cerpen yang dibacakan oleh siswa lalu menganalisis unsur intrinsiknya. Selain itu, guru masih melaksanakan pembelajaran secara teoritis. Guru masih melihat pengalaman dan pemahaman konsep yang diberikan oleh guru melalui metode ceramah. Selain penggunaan metode yang kurang tepat, materi yang digunakan guru kurang menarik. Guru kurang mengaplikasi materi dan hanya terpaku pada buku LKS saja. Guru dapat menambahkan materi yang menarik dari buku paket,
4 internet, mauoun sumber belajar yang lain. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran sehingga banyak siswa yang tidak serius memperhatikan materi yang diterangkan guru, tidak berkonsentrasi saat pembelajaran berlangsung, merasa jenuh saat menyimak cerpen, berbicara dengan teman di sebelahnya, dan mengantuk. Guru juga tidak menggunakan media pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan, di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar sarana pendukung proses belajar masih sangat kurang sehingga siswa merasa jenuh saat proses belajar mengajar. Kejenuhan tersebut mengakibatkan siswa menjadi gaduh dikelas atau bahkan tidak memperhatikan penjelasan dari guru sehingga materi tidak tersampaikan kepada siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya solusi yang tepat untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran di kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiah 1 Karanganyar. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan perlunya meningkatan mutu proses pembelajaran pada aspek kualitas dalam hal perubahan tindakan proses belajar mengajar. Berdasarkan alasan tersebut, maka dilakukan Penelitian Tindak Kelas (PTK) untuk memperbaiki proses pembelajaran dan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil kesepakatan antara guru bahasa Indonesia dan peneliti, salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dengan menerapkan salah satu metode pembelajaran kooperatif Cooperative Learning (CL). Salah satu metode tersebut adalah metode pembelajaran TGT (Team Games Tournament). Menurut A la (2012: 105) TGT (Team Games Tournament) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur-unsur permainan dan reinforcement didalamnya. Kelebihan dari metode TGT (Team Games Tournament)dibandingkan dengan metode yang lain adalah aktivitas dirancang dengan permainan memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
5 Media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran namun salah satu media yang cocok untuk pembelajaran menyimak cerpen adalah media audio. Media audio adalah media yang penyampaian pesannya hanya dapat diterima oleh indera pendengaran. Pesan atau informasi yang akan disampikan dituangkan dalam lambing-lambang auditif berupa kata-kata, musik, dan efek suara (sound effect)(asyhar, 2012: 73). Kelebihan dari media audio dibandingkan dengan media yang lain adalah meningkatkan ketertarikan dan pemahaman siswa terhadap cerpen yang disimak. Hal tersebut dikarenakan, dalam media ini akan diputarkan materi simakan cerpen dengan jeda, intonasi, dan pelafalan yang baik dan benar. Metode pembelajaran TGT (Team Games Tournament)dengan media audio cocok digunakan karena siswa akan merasa tertarik dan termotivasi terhadap pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen. Dengan menumbuhkan rasa ketertarikan siswa, siswa akan aktif untuk memahami unsur intrinsik cerpen. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan penerapan metode TGT (Teams Game Tournament) dengan media audio dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen. Implikasi dari uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah perlu diterapkannya metode TGT (Teams Game Tournament)dengan media audio sebagai upaya untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. Penelitaian yang digunakan adalah bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Apakah penerapan metode TGT (Team Games Tournament) dengan media audio dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar?
6 2. Apakah penerapan metode TGT (Team Games Tournament) dengan media audio dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen menggunakan metode TGT (Team Games Tournament) dengan media audio pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. 2. Untuk meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen menggunakan metode TGT (Team Games Tournament) dengan media audio pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat lebih mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan variabel-variabel dalam penelitian ini, yakni metode TGT (Team Games Tournament)media audio, dan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi. a. Siswa Untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran mengidentifikasikan unsur intrinsik dari cerpen yang telah dibacakan.
7 b. Guru Sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen bagi siswa dan mengembangkan cara mengajar yang lebih baik dan lebih menarik siswa dengan adanya penggunaan media dan metode pembelajaran yang baru dan menarik. c. Peneliti lain Untuk memberikan alternatif dan dorongan kepada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis secara lebih luas dan mendalam.