KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IV/MPR/2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/2001 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA K.

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

PRESS RELEASE. Consulate General of the Republic of Indonesia Zeppelinallee 23, Frankfurt am Main, tel fax

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

KETETAPAN MPR HASIL ST 2002

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KE IV UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2003 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KETETAPAN

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K E T E T A P A N NOMOR VIII/MPR/2000

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1998 TENTANG

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

KETETAPAN MAJ ELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2OOO

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : VII/MPR/2001 TENTANG VISI INDONESIA MASA DEPAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

Inpres No. 1 Tahun 2002 Tentang Peningkatan Langkah Komprehensif Dalam Rangka Percepatan Penyelesaian Masalah Aceh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG POLA DASAR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA TAHUN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 21 TAHUN 2002 T E N T A N G

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 41 TAHUN 2001 TANGGAL 28 NOVEMBER 2001 TENTANG PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. No.VII/MPR/2001 tanggal 9 November 2001 TENTANG VISI INDONESIA MASA DEPAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVI/MPR/1998 TENTANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 116 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 15 T AHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 55 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LANDAK

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 4 TAHUN 2007

RGS Mitra 1 of 11 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

TENTANG PEMBENTUKAN KOTA LHOKSEUMAWE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

Transkripsi:

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; b. bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama ini belum dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan sehingga banyak mengalami kegagalan dan tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Kegagalan itu menimbulkan ketidakpuasan dan ketersinggungan rasa keadilan yang melahirkan antara lain tuntutan untuk memisahkan diri dan tuntutan keras agar otonomi daerah ditingkatkan pelaksanaannya; c. bahwa kebijakan politik yang telah dibuat oleh Majelis berupa ketetapan maupun produk perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga tinggi negara yang berkaitan dengan otonomi daerah belum dilaksanakan sepenuhnya; 1

d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, dan c, perlu dikeluarkan sebuah ketetapan Majelis tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Mengingat : 1. Pasal 18 dan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004; 5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Memperhatikan : 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000; 2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik 2

Indonesia tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH Pasal 1 Rekomendasi Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah disusun sebagai berikut : I. Latar Belakang; II. Permasalahan; III. Rekomendasi; IV. Penutup. Pasal 2 Muatan Rekomendasi sebagaimana tersebut pada Pasal 1 diuraikan dalam sebuah naskah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketetapan ini. Pasal 3 Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 3

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Agustus 2000 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETUA Prof. Dr. H.M. AMIEN RAIS WAKIL KETUA Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita Ir. Sutjipto H. Matori Abdul Djalil Drs. H.M. Husnie Thamrin Dr. Hari Sabarno, M.B.A., M.M Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd. Drs. H.A. Nazri Adlani 4

REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH I. LATAR BELAKANG Majelis Permusyawaratan Rakyat mencermati bahwa harapan dan tuntutan masyarakat tentang proses pencapaian keadilan dalam penyelenggaraan berkehidupan di bidang ekonomi, politik, dan sosio-kultural, dan penegakan hukum, maupun penghargaan terhadap hak asasi manusia, tidak lagi bisa ditawar-tawar. Harapan dan tuntutan masyarakat agar proses demokratisasi untuk terciptanya masyarakat demokratis yang berkeadilan berjalan lebih cepat, merupakan gambaran sebuah dinamika dari bangsa Indonesia dalam menjawab tantangan perubahan zaman dan memberikan visi dalam upaya menciptakan masa depan yang lebih baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat berpendapat bahwa penyelenggaraan otonomi daerah merupakan salah satu upaya strategis yang memerlukan pemikiran yang matang, mendasar, dan berdimensi jauh ke depan. Pemikiran itu kemudian dirumuskan dalam kebijakan otonomi daerah yang sifatnya menyeluruh dan dilandasi oleh prinsip-prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan disertai oleh kesadaran akan keanekaragaman kehidupan kita bersama sebagai bangsa dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Kebijakan otonomi daerah diarahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut : 1. Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah; 2. Kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar-pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan; 3. Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah; 4. Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah. 5

II. PERMASALAHAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH Permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat; 2. Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintahan di daerah; 3. Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar-daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber daya manusia; 4. Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan mengingat permasalahan-permasalahan mendasar tersebut dan besarnya harapan masyarakat untuk segera ditingkatkannya pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah, Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan rekomendasi. 6

III. REKOMENDASI Rekomendasi ini ditujukan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar ditindaklanjuti sesuai dengan butir-butir rekomendasi di bawah ini : 1. Undang-Undang tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya, sesuai amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, agar dikeluarkan selambat-lambatnya 1 Mei tahun 2001 dengan memperhatikan aspirasi masyarakat daerah yang bersangkutan; 2. Pelaksanaan otonomi daerah bagi daerah-daerah lain sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. keseluruhan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari kedua undang-undang tersebut agar diterbitkan selambat-lambatnya akhir Desember tahun 2000; b. daerah yang sanggup melaksanakan otonomi secara penuh dapat segera memulai pelaksanaannya terhitung 1 Januari 2001 yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. daerah yang belum mempunyai kesanggupan melaksanakan otonomi secara penuh dapat memulai pelaksanaannya secara bertahap sesuai kemampuan yang dimilikinya; d. apabila keseluruhan peraturan pemerintah belum diterbitkan sampai dengan akhir Desember 2000, daerah yang mempunyai kesanggupan penuh untuk menyelenggarakan otonomi diberikan kesempatan untuk menerbitkan peraturan daerah yang mengatur pelaksanaannya. Jika peraturan pemerintah telah diterbitkan, peraturan daerah yang terkait harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah dimaksud. 7

3. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, masing-masing daerah menyusun rencana induk pelaksanaan otonomi daerahnya, dengan mempertimbangkan antara lain tahap-tahap pelaksanaan, keterbatasan kelembagaan, kapasitas dan prasarana, serta sistem manajemen anggaran dan manajemen publik; 4. Bagi daerah yang terbatas sumber daya alamnya, perimbangan keuangan dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan untuk mendapatkan bagian dari keuntungan badan usaha milik negara yang ada di daerah bersangkutan dan bagian dari pajak penghasilan perusahaan yang beroperasi; 5. Bagi daerah yang kaya sumber daya alamnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kewajaran. Terhadap daerah-daerah yang ketersediaan sumber daya manusia terdidiknya terbatas perlu mendapatkan perhatian khusus; 6. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah agar dibentuk tim koordinasi antar-instansi pada masing-masing daerah untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, memfungsikan lembaga pemerintah maupun nonpemerintah guna memperlancar penyelenggaraan otonomi dengan program yang jelas; 7. Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap propinsi, kabupaten/kota, desa/nagari/marga, dan sebagainya. 8

IV. PENUTUP Hasil pelaksanaan Ketetapan Majelis ini dilaporkan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bagian dari laporan pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara pada Sidang Tahunan Majelis berikutnya. 9