135 Bab V Penutup V.1 Kesimpulan Setelah dilakukan proses pengolahan data dan analisis terhadap hasil penelitian pada Divisi TI dan beberapa Divisi/Fungsional lain di PT. Pos Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk mengukur kesesuaian strategi TI terhadap strategi bisnis, digunakan beberapa metode, yaitu: a. Model kematangan kesesuaian TI-bisnis yang dikembangkan Luftman digunakan untuk mengukur tingkat kematangan kesesuaian TI terhadap bisnis, sesuai dengan enam kriteria yang telah ditetapkan, yaitu: komunikasi, pengukuran kompetensi/nilai, tata kelola, kemitraan, lingkup dan arsitektur, serta keterampilan. b. Kriteria pengukuran kompetensi/nilai pada model kematangan Luftman, bertujuan untuk menelaah kontribusi nilai-nilai TI terhadap bisnis korporasi. Kontribusi nilai-nilai TI terhadap bisnis diukur dengan memetakan kinerja TI ke dalam empat perspektif IT Balanced Scorecard. c. Metode Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mengukur kinerja TI yang telah dipetakan ke dalam empat perspektif IT Balanced Scorecard, baik untuk kondisi saat ini maupun kondisi yang diharapkan. d. Capability Maturity Model (CMM) digunakan untuk mengukur tingkat kematangan proses internal divisi TI, sebagai bagian tindak lanjut dari perspektif keunggulan operasional IT Balanced Scorecard. e. Sedangkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mencari bobot dari setiap indikator dan perspektif. Hasil
136 analisis dirancang untuk bisa membuat perancangan solusi strategis dalam bentuk usulan-usulan menuju arah perbaikan. 2. Pengukuran kesesuaian TI terhadap bisnis diperoleh hasil sebagai berikut: a. Dengan model kematangan kesesuaian TI - bisnis yang dikembangkan Luftman, memberikan pola kecenderungan mengenai tingkat kematangan antara TI dan bisnis sebagai berikut: Sebagian besar responden, 52% responden, memberikan penilaian kematangan 3 atau proses terfokus ditetapkan (established focused process), untuk kondisi tingkat kematangan saat ini (as is). Sebagian besar responden, 47,4% responden, memberikan penilaian kematangan 4 atau proses diatur (improved/managed process), untuk kondisi tingkat kematangan masa depan (to be). b. Dengan metode IPA, memberikan pola kecenderungan mengenai kinerja TI berdasarkan empat perspektif IT Balanced Scorecard sebagai berikut: Kontribusi manajemen pada Divisi Keuangan PT. Pos Indonesia untuk Divisi TI masih sangat kurang. Begitu pula sebaliknya, pengadaan TI belum memberikan nilai bisnis yang berarti bagi korporasi secara keseluruhan. Ini diperkuat dengan analisis keuangan PT. Pos Indonesia, tahun 2003 sampai 2007, di mana kondisi keuangan perusahaan yang setiap tahun seringkali mengalami kerugian. Kondisi keuangan yang mengalami kerugian ini memberi pengaruh besar pada pengadaan proyek-proyek TI yang setiap tahunnya diusulkan oleh Divisi TI. Tentunya, karena anggaran yang disediakan sebagai investasi TI kecil, maka pengembangan Teknologi Informasi belum maksimal. Kinerja TI berdasarkan perspetkif orientasi end-user adalah rendah. Di mana pemenuhan pelanggan sebagai end-user di
137 PT. Pos, baik secara langsung atau tidak dalam menggunakan TI, belum terpenuhi. Ini berdampak pada kepuasan, ketahanan, dan pertumbuhan dari end-user. Kinerja TI berdasarkan perspektif keunggulan operasional untuk kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan sangat tinggi. Perspektif ini perlu dipertahankan untuk kondisi saat ini dan kondisi yang akan datang. Ini berarti, secara keseluruhan proses-proses TI sudah berjalan maksimal, sesuai dengan standarisasi pengembangan TI. Begitu pula, TI telah mendukung proses bisnis yang berjalan pada masing-masing unit bisnis di PT. Pos Indonesia. Kinerja TI berdasarkan perspektif kesiapan masa depan untuk kondisi saat ini masih rendah, namun untuk kondisi yang diharapkan cukup tinggi. Ini berarti, kinerja TI berdasarkan perspektif kesiapan masa depan menjadikan prioritas utama. c. Dengan metode CMM, memberikan suatu pola kecenderungan tentang tingkat kematangan proses internal Divisi Teknologi, sebagai berikut: Sebagian besar responden, 67,5% responden, memberikan penilaian kematangan 3 atau terdefinisi (defined), untuk kondisi tingkat kematangan saat ini (as is). Sebagian besar responden, 62,5% responden, memberikan penilaian kematangan 4 atau quantively teratur (managed), untuk kondisi tingkat kematangan masa depan (to be). d. Dengan metode AHP, diperoleh skor pembobotan sebagi berikut: Perspektif kontribusi perusahaan memperoleh nilai sebesar 0,0506, atau 5,06% dengan ranking ke-4. Perspektif orientasi end-user memperoleh nilai sebesar 0,0926, atau 9,26% dengan ranking ke-3.
138 Perspektif keunggulan operasional memperoleh nilai sebesar 0,6034 atau 60,34%, dengan ranking ke-1. Perspektif kesiapan masa depan memperoleh nilai sebesar 0,2534 atau 25,34%, dengan ranking ke-2. Dengan pembobotan skor tersebut berarti 60,34% responden menganggap perspektif keunggulan operasional memiliki nilai kepentingan yang paling tinggi. Dengan demikian, perspektif keunggulan operasional ini dijadikan prioritas utama untuk dilakukan analisis, penelaahan, dan perbaikan, disusul perspektif kesiapan masa depan, dan perspektif orientasi end-user dan terakhir perspektif kontribusi perusahaan. Pembobotan setiap indikator dan perspektif dengan metode AHP menunjukkan urutan tingkat kepentingan, di mana responden dapat menjustifikasi metrik-metrik mana yang dijadikan prioritas utama untuk diperhatikan, dianalisis lebih lanjut, dan dijadikan awal titik tolak hubungan sebab-akibat pada IT Balanced Scorecard sebagai perancangan solusi strategis. 3. Hasil pada keempat kuesioner tersebut, maka dapat didefinisikan perancangan solusi untuk kesesuaian TI dan bisnis, yaitu dengan melakukan: a. Pendefinisian tindakan perbaikan (improvement), terhadap keseluruhan kriteria kematangan disesuaikan dengan skala prioritas dan strategi pencapaian kematangan. b. Dengan analisis IPA diperoleh tingkat dari setiap perspektif dan metrik-metrik TI setiap perspektif IT Balanced Scorecard. Bagaimana kondisi kinerja divisi TI saat ini (as is) dan yang diharapkan (to be) yang merepresentasikan kinerja TI terhadap bisnis korporasi. Dengan analisis IPA ini setiap perspektif dan
139 setiap metrik-metrik dapat ditentukan kuadran, yang dapat memberikan solusi apa yang harus dilakukan. c. Dengan analisis AHP diperoleh hasil pembobotan nilai kepentingan baik itu di antara perspektif-perspektif IT Balanced Scorecard, maupun indikator kinerja TI. Inilah yang akan dijadikan dasar sebagai implikasi kebijakan hubungan sebab-akibat rancangan IT Balanced Scorecard. V.2 Saran Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, maka disarankan: 1. Sebagai bahan penelitian selanjutnya, untuk mengukur kesesuaian strategi Teknologi Informasi (TI) dengan strategi bisnis dapat digunakan 2 (dua) kerangka kerja sekaligus, yaitu: kerangka kerja Balanced Scorecard dan IT Balanced Scorecard. Melihat bagaimana keterkaitan dari hasil analisis dengan pendekatan kedua kerangka kerja tersebut. Dengan demikian, TI sebagai konteks utama dalam suatu korporasi menjadi relevan. Apakah TI sudah termasuk dalam bagian dari kerangka kerja Balanced Scorecard atau TI yang dikelola oleh Divisi TI mendapatkan prioritas di korporasi, sehingga TI dapat dipetakan ke dalam setiap empat perspektif IT Balanced Scorecard. 2. Sebagai bahan penelitian selanjutnya, usulan perbaikan dengan implementasi IT Balanced Scorecard ini dapat dilakukan dengan melakukan reengineering setiap perspektif yang ada. Sampai saat ini, reengineering hanya dilakukan pada proses bisnis. Ke depan, bisa saja dengan IT Balanced Scorecard ini dilakukan reengineering keuangan, reengineering pelanggan, reengineering proses bisnis, dan reengineering pembelajaran & perkembangan. 3. Melakukan penelitian kesesuaian strategi Teknologi Informasi (TI) terhadap strategi bisnis korporasi, pada organisasi sejenis yang bergerak di bidang layanan pengiriman surat, barang, dan uang.