BAB I PENDAHULUAN I.1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 3 LIDAR DAN PENDETEKSIAN POHON

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Prinsip Penggunaan dan Pengolahan TLS 4.2 Analisis Penggunaan TLS Untuk Pemantauan Longsoran

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRESENTASI TUGAS AKHIR

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB 3. Akuisisi dan Pengolahan Data

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

Gambar 8. Lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

2 TINJAUAN PUSTAKA. Unmanned Surface Vehicle (USV) atau Autonomous Surface Vehicle (ASV)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancang Bangun Prototipe Alat Pemetaan Topografi Tanah Menggunakan Sensor IMU 10 DOF

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 ANALISIS DAN DISKUSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data spasial sangat dibutuhkan untuk menyediakan informasi tentang kebumian. Untuk memenuhi data spasial yang baik dan teliti, maka diperlukan suatu metode yang efektif dan efisien yang memiliki keakuratan tinggi, cepat, dan dapat menjangkau daerah yang relatif luas. Salah satu teknologi alternatif pengumpulan data spasial adalah sistem LiDAR. LiDAR (Light Detecting and Ranging) adalah teknologi baru dalam dunia survei dan pemetaan, dengan cara pengambilan data yaitu menembakkan sinar laser yang dipasang pada wahana pesawat udara atau helikopter. Prinsip LiDAR merupakan sistem yang menggunakan teknologi penginderaan jauh sensor aktif yang sumber energinya berasal dari sensor yang terpasang pada platform. Obyek akan menerima pancaran energi dan dipantulkan kembali menuju platform yang terdapat di wahana. Keunggulan LiDAR lainnya dibandingkan dengan alat konvensional adalah, LiDAR memiliki kerapatan yang tinggi, akurasi yang lebih tinggi, efisien dalam segi waktu untuk pengumpulan dan pengolahan data, hampir semua sistem bekerja secara otomatis, memerlukan titik kontrol tanah yang minimum, dan tersedia format digital sejak dari awal (Joko, 2007). Pengambilan data LiDAR dapat dilakukan di siang hari atau di malam hari, asalkan pesawat dapat terbang sesuai keadaan cuaca yang memungkinkan untuk terbang. Karakteristik dari LiDAR yaitu pulsa LiDAR mampu menembus celah pohon diantara kanopi hutan, sehingga dapat merekam titik yang terletak dibawah kanopi pohon. LiDAR memiliki kelebihan yaitu dapat memancarkan laser untuk akuisisi data mencapai 200 khz yang dapat mengukur 200000 pulsa per detik, dengan memutar scanner yang bergerak memutar pada interval 0.004 derajad. Data LiDAR terdiri dari point cloud yang menampilkan titiktitik hasil penyiaman, DEM (Digital Elevation Model), DTM (Digital Terrain Model), dan DSM (Digital Surface Model). Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas data LiDAR, diantaranya adalah kuat lemahnya signal pancaran, daerah topografi yang diamati, kecepatan terbang pesawat, dan jarak antara sensor dengan obyek (Harding, 2009). Semua faktor 1

tersebut dapat di minimalisir dengan cara menentukan terlebih dahulu hal-hal yang harus dilakukan sebelum pengambilan data. Misalnya dengan penentuan kecepatan pesawat, lebar sudut sapuan, dan tinggi terbang pesawat. Jarak antara sensor (tinggi terbang) dan permukaan tanah yang bergunung-gunung, berbukit, landai, dan daratan datar akan menghasilkan ketelitian vertikal yang berbeda. Pada dasarnya, semakin rendah posisi sensor terhadap obyek, maka ketelitian yang dihasilkan akan semakin baik. Dari pernyataan tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan analisis sejauh mana perbedaan elevasi tinggi terbang berpengaruh terhadap ketelitian data. Dari tingkat ketelitian elevasi yang diperoleh dapat dikaji kemampuan teknologi LiDAR dalam menyajikan DTM (Digital Terrain Model). I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang dapat dipaparkan adalah seberapa jauh perbedaan tinggi terbang mempengaruhi ketelitian data LiDAR yang dihasilkan I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat ketelitian elevasi hasil akuisisi LiDAR berdasarkan perbedaan tinggi terbang. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah, dapat mengetahui seberapa efektifkah data LiDAR apabila dengan ketinggian terbang yang berbeda. Semakin rendah posisi sensor terhadap obyek, maka semakin baik ketelitian yang dihasilkan, tetapi daerah cakupan semakin kecil. Semakin tinggi posisi sensor terhadap obyek, ketelitian yang dihasilkan akan berkurang, tetapi daerah cakupan semakin luas. 2

I.5. Batasan Masalah Dalam penelitian ini akan ditetapkan pembatasan masalah seperti butir-butir di bawah ini : 1. Data diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh PT. Airbone Informatics yang dilakukan di daerah Tajem, Maguwoharjo. 2. Data tinggi terbang merupakan ketinggian 500 m dan 1000 m di atas permukaan tanah. 3. Titik uji hasil pengukuran Total Station (TS) merupakan data yang dianggap benar bila dibandingkan dengan data LiDAR. Kedua data tersebut mempunyai sistem koordinat yang sama. 4. Dalam pelaksanaan penyiaman tidak digunakan target marking untuk uji ketelitian. I.6. Tinjauan Pustaka Joko (2007) dalam yaitu membandingkan akuisisi ALS dengan pengukuran topografi menggunakan TS pada area tambang batubara pada lima kategori tutupan lahan, yaitu : daerah tebangan (clear cut), daerah vegetasi (uncut vegetation), jalan tanah (soil road), daerah tambang (open pit area), dan tanah terbuka (barren ground). Pengambilan data tersebut dilakukan pada bulan Desember 2010. Akuisisi data dilakukan pada salah satu daerah tambang batubara di Muara Buno provinsi Jambi mengunakan LiDAR LITE-MAPPER 5600 Airbone LiDAR sistem dengan laser scanner RIEGL LMS Q560. Hasil dari penelitian tersebut adalah, pada kategori daerah tebangan RMSE = 16,63 cm, ketelitian = 32,588 cm. Daerah vegetasi RMSE =20,99 cm, ketelitian = 41,151 cm. Daerah soil roadrmse = 15,36 cm, ketelitian = 30,095 cm. Daerah tambang terbuka RMSE = 17,45 cm, ketelitian = 34,201 cm. Tanah Terbuka RMSE = 16,05 cm, ketelitian = 31,456 cm. ZhaoLijian (2008) dalam penelitiannya melakukan studi survei topografi LIDAR pada dataran pasang surut dan zona pantai. Lokasi berupa daerah berlumpur yang sulit diakses manusia. Ketelitian data LIDAR dianalisis menggunakan 49 titik uji hasil pengukuran GPS. Dari analisis tersebut diperoleh RMSE sebesar ± 1,327 m untuk titik uji yang terdistribusi pada daerah dengan topografi bergelombang dan 3

diperoleh RMSE ± 0,403 m untuk titik uji yang terdistribusi pada daerah datar. Berdasarkan standar ketelitian GBIT13990-92 (1:5000, 1:10000 topographic map aerial photographic surveying industry standard), ketelitian data LIDAR tersebut mencukupi kebutuhan pemetaan topografi hingga skala 1:5000. Penelitian ketelitian data LIDAR pada daerah perkotaan telah dilakukan di China oleh Wenquan (2008). Lokasi studi berada di Nanjing Provinsi Jiangsu China dengan luas 10 Km 2. Akuisisi data dilakukan pada bulan Maret 2006 menggunakan ALTM3 100 Optech System. Spesifikasi parameter akuisisi data LIDAR yang digunakan yaitu tinggi terbang 800 m, kecepatan pesawat 160 km/jam, arah terbang dari dari barat ke timur dan dari timur ke barat, jumlah jalur terbang 12, Pulse Repetition Frequency (PRF) 100 khz, sudut scan 20 0, overlap swath 44%, footprint distance 0,51 m, jarak GPS base station ke area studi 130 km. Untuk menentukan ketelitian data LIDAR digunakan 19 titik uji yang diukur menggunakan GPS. Setelah dilakukan analisis diperoleh rata rata beda elevasi sebesar 0,008 m, beda elevasi maksimum +0,151 m, beda elevasi minimum -0,383 m, RMSE sebesar 0,119 m dan simpangan baku sebesar 0,122 m. Kartika (2010) yaitu membandingkan ketelitan elevasi hasil penyiaman LiDAR dengan tinggi terbang 1100 m dengan ketelitian elevasi hasil penyiaman dengan tinggi terbang 700 m pada daerah beraspal. Ketelitian hasil elevasi penyiaman LiDAR dengan ketinggian 1100 m mencapai 15,9 cm. Ketinggian 700 m menghasilkan ketelitian mencapai 14,1 cm. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah uji ketelitian DTM dari data LiDAR berdasarkan perbedaan tinggi terbang. Penelitian ini dilakukan di Tajem, Yogyakarta dengan area terbuka meliputi jalan beraspal, persawahan, dan daerah yang lain yang berada pada area pengukuran. Alat yang digunakan adalah RIEGL LMS 5600 yang mampu merekam obyek ground ataupun nonground. I.7. Landasan Teori I.7.1. LiDAR (Light detecting and ranging) LiDAR adalah teknologi baru dalam dunia survei dan pemetaan dengan menembakkan sinar laser dengan memanfaatkan emisi gelombang cahaya untuk 4

memperoleh posisi geometri tiap titik laser. Point cloud merupakan titik-titik yang memiliki koordinat tiga dimensi yang berasal dari multy return signal LiDAR pada suatu obyek yang kemudian dapat dimodelkan secara tiga dimensi. Rentang atau jarak antara scanner ke target dan informasi posisi dan orientasi yang diperoleh dari GPS dan IMU dapat menentukan lokasi target dengan akurasi tinggi dalam ruang tiga dimensi. Teknologi LiDAR menggunakan sistem penginderaan jauh sensor aktif untuk menentukan jarak dan menembakkan sinar laser yang dipasang pada wahana pesawat udara atau helikopter. Laser tersebut didapatkan dengan melewatkan sinar dengan frekuensi tertentu ke sebuah prisma. Berikut adalah Gambar I.1 tentang teknologi LiDAR. Gambar I.1. Prinsip kerja LiDAR (Habib, 2007) Untuk mendapatkan data range setiap pantulan sinar yang dikembalikan ke data recordermaka dilakukan waveform signal processing. Waveform signal processing merupakan prosedur pengolahan data LiDAR dengan menggunakan algoritma signal processing, yaitu metode pulse range secara Gauss. Pada metode ini setiap bagian signal laser yang mengenai objek akan membentuk echo pulse berupa tampilan grafik Gauss (Kartika, 2010). Ditampilkan pada Gambar I.2. berikut ini. 5

Gambar I.2. Pembentukan echo pulse (RIEGL, 2009) Gambar I.2 di atas mengilustrasikan pembentukkan echo pulse saat penyiaman LiDAR. Pulsa berwarna merah merupakan signal laser yang dipancarkan ke target, sedangkan warna biru adalah echo pulse yang terbentuk dari bagian signal laser yang mengenai obyek. Setiap bagian signal laser yang mengenai obyek akan membentuk echo pulse berupa tampilan grafik Gauss dengan bentuk unik. Prinsip dasar digitasi full waveform adalah lebar echo pulse menunjukkan kekasaran permukaan, volumetrik dan kemiringan permukaan obyek, amplitudo dari echo pulse menunjukkan reflektivitas obyek, jarak antar echo pulse menunjukkan tinggi target sedangkan posisi echo pulse menunjukkan jarak absolut target. Dalam pengolahannya, informasi echo signal diolah dalam bentuk kurva Gaussian yang digunakan untuk mengestimasi lokasi masing-masing echo dan bentuk scattering-nya, seperti ditunjukkan pada gambar I.3. 6

Gambar I.3. Waveform Signal Processing (RIEGL, 2009) Dari Gambar I.3, dijelaskan bahwa ketika signal menyentuh reflektivitas permukaan bumi, maka signal tersebut akan membentuk echo pulse yang merupakan signal analog. Dalam interval waktu tertentu, signal analog akan disampel dan di konversi ke signal digital yang menghasilkan digital data stream. Data stream disimpan dalam RIEGL data recorder berdasarkan waktu pengukuran perjaanan signal untuk off-line post processing selanjutnya. Pada tahap ini signal dapat disempurnakan sehingga dapat dianalisis secara detil untuk menghasilkan informasi jarak, tipe, dan parameter obyek (Kartika, 2010). 1.7.1.1. Prinsip kerja LiDAR secara umum. Prinsip kerja LiDAR secara umum yaitu memancarkan laser yang berasal dari transmitter pada pesawat, yang kemudian ditangkap oleh obyek di permukaan bumi dan dipantulkan kembali. Pantulan tersebut memiliki beda waktu dan direkam oleh receiver sebagai data jarak. Pengukuran jarak dapat dijelaskan dengan prinsip beda waktu. Jika waktu (t L ) diukur maka jarak antara sensor dengan obyek dapat diukur dengan persamaan berikut ini (Wehr, 2009). R = c/ 2. t L (I.1) Keterangan : R = jarak antara sensor dengan titik target yang diukur (m) c = konstanta kecepatan cahaya (3.10 8 m/s) t L = Travelling Time (ns) 7

Jarak yang harus dilewati laser sebanyak 2 kali, yaitu jarak sensor menuju target dan dikembalikan lagi ke sensor sehingga jarak sensor ke titik target harus dibagi dua. 1.7.1.2.Komponen sistem LiDAR. LiDAR memiliki sistem yang saling terhubung dengan komponen-komponen lainnya. Komponen utama yang digunakan diantaranya ialah : aerial platform, sensor laser, IMU, GPS, dan perangkat lunak dan perangkat keras untuk pengolahan LiDAR. 1. Aerial Platform. Sistem LiDAR dipasang pada wahana pesawat terbang atau helikopter sebagai platform saat akuisisi data pada kegiatan survei. Pusat koordinat dan orientasi terletak pada IMU. 2. Laser Scanner Unit. Sensor menembakkan sinar laser ke obyek kemudian dipantulkan kembali oleh obyek tersebut, sehingga diperoleh data jarak. Tipe laser yang dipancarkan dapat dibedakan menjadi pulse system dan continuous wave (CE-system). Gelombang yang digunakan adalah near infrared. Terkait dengan kemampuan gelombang near infrared maka survei LiDAR tidak bisa dilakukan saat cuaca buruk seperti hujan, mendung dan berkabut. Bagian dari laser scanner yang memancarkan sinar adalah transmitter (Wehr, 2009 dalam Kartika, 2010). 3. Inertial Navigation System. Komponen ini merupakan suatu sistem inersial untuk menentukan dan menghitung orientasi 3D posisi tiap titik terhadap kesalahan roll, pitch, dan yaw (heading) pada tiap posisi LiDAR. INS (Inertial Navigation System) dengan peralatan berupa IMU melakukan pengukuran terhadap pergerakan dan rotasi pesawat terhadap sumbu X (roll), sumbu Y (pitch), dan sumbu Z (yaw) berdasarkan grafitasi lokal dan utara sebenarnya. Sistem referensi INS menggunakan kaedah tangan kanan. Dimana sumbu X searah dengan pergerakan pesawat dan sumbu Y searah dengan sayap kanan pesawat (Joko, 2007). 4. Global Positioning System. GPS merupakan sistem penentuan posisi tiga dimensi secara teliti. Terdapat dua jenis GPS yang digunakan dalam pengukuran LiDAR, yaitu GPS yang dipasang di tanah sebagai base station, dan GPS yang ditempatkan di badan pesawat sebagai rover. GPS 8

yang berada di tanah harus diaktifkan saat pesawat mulai lepas landas hingga pesawat mendarat agar dapat merekam secara utuh posisi lintasan pesawat dalam pengambilan data selama penerbangan. GPS sebagai alat pengukur posisi yang memiliki tingkat kestabilan yang baik untuk pengamatan dalam jangka waktu yang cukup lama. Airbone GPS dapat menghasilkan ketelitian horisontal 5 cm dan vertikal 10 cm, sedangkan IMU dapat menghasilkan attitude dengan akurasi dalam beberapa centimeter (Liu, 2008). Gambar I.4 berikut adalah ilustrasi hubungan antara komponen-komponen tersebut : Gambar I.4. Sistem koordinat LiDAR (Habib, 2008) Hubungan antara unit IMU/INS, GPS dan laser scanner serta sistem koordinat tanah diwujudkan dalam persamaan (I.4) berikut ini. = + R yaw, pitch, roll + R yaw, pitch, roll R ω, φ, κ R αβ (I.3) 9

Keterangan: : posisi titik objek R yaw, pitch, roll R ω, φ, κ R αβ : vektor antara origin di tanah dengan sistem koordinat IMU : bore-sighting offset : jarak dari laser scanner ketitik obyek : matrik rotasi hubungan sistem koordint tanah dan IMU : matrik (angular bore-sighting) : matrik rotasi hubungan laser unit dan sistem koordinat laser beam dengan α dan β merupakan mirror scan angle Untuk mendapatkan data range setiap pantulan sinar yang dikembalikan ke data recorder maka dilakukan waveform signal processing. Waveform signal processing merupakan prosedur pengolahan data LiDAR dengan menggunakan algoritma signal processing, yaitu metode pulse range secara Gauss. I.7.2. Sumber kesalahan LiDAR LiDAR merupakan teknologi yang modern dan canggih, namun bukan berarti alat tersebut tidak memiliki kesalahan. Kesalahan tersebut ada pada masing-masing komponen yang saling terhubung. Adapun kesalahan ALS akan disebutkan dibawah ini. 1. Kesalahan acak (random errors) Kesalahan acak menyebabkan ketidaktepatan koordinat yang diperoleh yang dipengaruhi oleh kesalahan komponen persamaan LiDAR. Menurut Habib (2008), terdapat beberapa efek noise (position noise, orientation noise, dan range noise) pada sistem pengukuran LiDAR dalam menghasilkan point cloud. a. Position noise. Pengaruh dari noise ini adalah independen terhadap tinggi terbang dan metode penyiaman. 10

b. Orientation noise. Noise ini akan lebih mempengaruhi koordinat horisontal daripada koordinat vertikal. Pengaruhnya dependen terhadap tinggi terbang dan sudut penyiaman. c. Range Noise. Range Noise akan lebih mempengaruhi komponen vertikal. Pengaruhnya independen terhadap tinggi terbang, tetapi dependen tehadap sudut penyiaman. 2. Kesalahan sistematik. Kesalahan sistematik dapat dipengaruhi kesalahan bias dalam sistem pengukuran LiDAR dan kalibrasi untuk menentukan point cloud. Dalam BMGS (2006) dijelaskan bahwa pengaruh dari kesalahan sistematik dalam pengukuran sistem dan parameter kalibrasi dalam menghasilkan point cloud sebagai berikut. a. Bore sighting offset error (spatial offset antara sinar laser yang ditembakkan ke titik dan unit GPS/INS) akan mengakibatkan pergeseran secara konstan. b. Sudut bias (IMU atau mirror angles) akan mempengaruhi koordinat horisontal lebih kuat daripada koordinat vertikal. c. Range bias terutama akan mempengaruhi ketinggian daripada koordinat horisontal. I.7.3. Ketelitian elevasi hasil penyiaman LiDAR Ketelitian elevasi ditentukan dari beberapa faktor, diantaranya yaitu kecepatan pesawat, sudut sapuan, dan jarak sensor ke obyek. Akurasi vertikal ditentukan dengan membandingkan koordinat Z dari data LiDAR dengan data elevasi permukaan bumi yang umumnya memiliki permukaan datar. Pada penelitian ini, ketelitian diperoleh dengan membandingkan data pengukuran LiDAR dengan data TS yang dianggap benar dan dianggap memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan data LiDAR. Ketelitian hasil penyiaman LiDAR ditentukan berdasarkan nilai RMSE yang diperoleh. Di dalam NSSDA dijelaskan, untuk menguji nilai akurasi vertikal dibutuhkan minimal 20 titik uji. Kerapatan titik dari 11

raw data LiDAR mengacu pada penentuan PRR (Pulse Repetition Rate) dari sensor, sudut penyiaman, dan tinggi terbang pesawat. 1.7.3.1. Titik uji. Penentuan titik uji diusahakan dipilih pada daerah yang relatif datar, akan tetapi kondisi tersebut tidak selalu bisa memungkinkan mengingat kondisi medan dan permukaan yang selalu dinamis. Kemiringan terain tidak boleh lebih curam dari 20% karena kesalahan horisontal akan mempengaruhi perhintungan RMSE (root mean square error) vertikal. Pemilihan titik uji yang melebihi batas 20% dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan interpolasi linier. Kesalahan ini akan mempengaruhi ketelitian elevasi titik uji, dan pemilihan titik uji perlu menyebar secara merata pada lokasi survei (Flood, 2004). 1.7.3.2. Ketelitian elevasi. Ketelitian LiDAR salah satunya ditentukan oleh besarnya RMSE dari elevasi. Tingkat ketelitiannya secara absolut ditunjukkan dengan besarnya nilai RMSE elevasi. RMSE elevasi didapat dari hitungan kuadrat akar rata-rata perbedaan nilai elevasi yang didapat dari penyiaman LiDAR dengan data hasil ukuran independen yang mempunyai ketelitian lebih tinggi. Dengan rumus matematis sebagai berikut (ASPRS, 2007). RMSE ( Z lidar Z n survei ) 2... (I.2) Keterangan: Z LiDAR Z survei = elevasi data hasil penyiaman LiDAR = elevasi hasil survei independen yang mempunyai ketelitian lebih tinggi n = jumlah titik uji Koordinat setiap titik objek diperoleh dari pengukuran jarak oleh laser scanner yang merupakan fungsi dari persamaan jarak (I.2), pengukuran GPS, pengukuran IMU, dan parameter kalibrasi yang terdiri dari bore-sighting offset yaitu offset antara laser unit dan sistem koordinat IMU serta angular bore-sighting yaitu rotasi hubungan antara IMU dengan sistem koordinat laser unit. 12

I.7.4. Kekuatan sinyal laser Ketelitian hasil penyiaman LiDAR antara lain ditentukan oleh kekuatan sinyal laser. Faktor yang mempengaruhi kekuatan sinyal laser antara lain panjang gelombang dan energi dari pulsa yang dipancarkan, tinggi terbang, serta kemampuan reflektivitas obyek. Makin tinggi wahana terbang maka kekuatan sinyal laser makin berkurang. Reflektivitas merupakan kemampuan obyek memantulkan kembali laser yang mengenainya. Reflektivitas permukaan obyek menentukan kekuatan pantulan pulsa LiDAR yang diterima detektor. Kekuatan pantulan LiDAR inilah yang disebut dengan intensitas LiDAR. Kualitas data sangat ditentukan oleh besarnya presentase sinyal yang diterima kembali oleh sensor. Pada tipe area yang mampu mematulkan 100% dari pulsa yang diterima maka akan dihasilkan data elevasi yang sangat akurat. Kualitas data sangat ditentukan oleh besarnya presentase sinyal yang diterima kembali oleh sensor. Besar reflektivitas setiap kategori tutupan permukaan bumi adalah berbeda beda tergantung dari kekasaran permukaannya (Kartika, 2010). Pada Gambar I.5 disajikan grafik reflektivitas untuk berbagai kategori tutupan permukaan bumi. Gambar I.5. Grafik reflektivitas target (RIEGL, 2009) 13

I.7.5. Definisi DEM, DTM, dan DSM Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM) dan Digital Surface Model (DSM) memiliki pengertian yang hampir sama. Pengertian tersebut memiliki perbedaan di berbagai negara. DEM merupakan data elevasi digital terain (topografi dan batimetri) berdasarkan referensi tertentu, tanpa adanya fitur permukaan bumi seperti bangunan dan vegetasi (ASPRS, 2007). DEM merupakan model permukaan bumi yang terbentuk dari titik titik yang memiliki nilai koordinat 3D (X, Y, Z). Titik titik tersebut dapat berupa titik sample permukaan bumi atau titik hasil interpolasi atau ekstrapolasi titik titik sample (Kartika, 2010). Istilah DTM hampir sama dengan DEM yakni representasi relief dari terain serta informasi ketinggian dari permukaan bumi tanpa ada fitur alam maupun buatan manusia, namun DTM mencakup unsur unsur dengan elevasi yang signifikan dari fitur topografi yakni unsur linier berupa breakline, mass point (DEM) dan hidrologic condition sehingga DTM mampu memodelkan relief secara lebih realistik atau sesuai dengan kenyataan (ASPRS, 2007). Gambar I.6. Ilustrasi DTM dan DSM (ASPRS, 2007) DSM adalah representasi permukaan bumi termasuk fitur-fitur alam dan buatan manusia seperti jalan, gedung, dan bangunan yang lain. DSM merupakan model elevasi topografi permukaan bumi yang memberi batas acuan secara geometris. 14

I.7.6. Interpolasi linier Penentuan titik uji LiDAR dapat dilakukan dengan cara interpolasi terhadap point cloud. Titik-titik uji hasil pengukuran TS akan dibandingkan dengan data hasil penyiaman LiDAR. Dari titik-titik itu, hasil pengukuran TS biasanya tidak tepat berada pada titik penyiaman LiDAR, akan tetapi berada di antara titik-titik hasil pengukuran LiDAR, sehingga perlu dilakukannya proses interpolasi linier agar titik uji TS dapat tepat berada pada titik point cloud LiDAR. Proses interpolasi ini mengunakan pemodelan dalam bentuk TIN yang merupakan representasi permukaan bumi dalam bentuk kumpulan titik-titik elevasi yang terdistribusi secara acak. TIN merupakan bentuk jaring segitiga dengan unsurunsur linier seperti breaklines dan mass point. Untuk membentuk jaring segitiga yang teliti diperlukan titik-titik yang terdistribusi rapat dan memiliki ketilitian yang tinggi sehingga model yang diperoleh dapat menggambarkan representatif permukaan bumi secara teliti. Penentuan elevasi titik uji berdasarkan dari titik point cloud LiDAR yang dilakukan berdasar titik uji posisi X dan Y pada hasil pengukuran Total Station. Dengan demikian, nilai elevasi titik uji pada TIN model merupakan interpolasi linear dari ketinggian point cloud di sekitarnya. Untuk membentuk TIN yang mampu merepresentasikan terain dengan kualitas bagus diperlukan data elevasi yang sangat rapat dengan ketelitian tinggi. Jika terdapat serangkaian titik (X,Y) pada bidang datar, maka nilai dari titik-titik tersebut dapat divisualisasikan sebagai ketinggian Z pada bidang tersebut. Titik-titik pembentuk bidang-bidang segitiga pada TIN model merupakan nodal yang memiliki koordinat 3D (X, Y, Z), permukaan-permukaan segitiga-segitiga tersebut menjadi bidang interpolasi titik-titik yang ada didalamnya. Misal titik A1 (X1,Y2), A2 (X2, Y2), dan A3 (X3,Y3) terdapat pada satu bidang dan merupakan nodal-nodal dari sebuah segitiga serta memiliki nilai Z1, Z2, dan Z3, dengan demikian nilai semua titik (Z) pada posisi A (X, Y) dalam sebuah bidang segitiga adalah sebagai berikut. Z = ax + by + c... (I.4) Persamaan (1.4) di atas merupakan persamaan dasar dari interpolasi linier. Untuk menentukan elevasi sebuah titik pada suatu bidang melalui interpolasi linier dengan teknik ini diperlukan minimal tiga buah titik agar koefisien-koefisien (a,b,c) pada persamaan tersebut dapat dipecahkan. Dari ketiga titik tersebut dapat dibentuk 15

sisitem persamaan linier sebagai berikut. Z1 = ax1 + by1 + c..... (I.5) Z2 = ax2 + by2 + c....... (I.6) Z3 = ax3 + by3 + c..... (I.7) Persamaan I.5, I.6, I.7 dapat disusun dalam bentuk matriks L = A. X, matriks L sebagai nilai Z, maatriks A menunjukkan nilai X,Y dan matriks X menunjukka koefisien nilai a,b,c. Susunan tersebut dapat membentuk persamaan matrik sebagai berikut. Z1 Z 2 Z3 = X 1 X 2 X 3 Y1 Y 2 Y 3 1 1 1 a b c... ( I.8) Hasil interpolasi akan semakin baik jika bentuk segitiga penyusun TIN model sistematis yakni mendekati segitiga sama kaki dan hasil interpolasi semakin buruk jika perbandingan panjang salah satu sisinya dengan tinggi segitiga semakin besar (Guruh, 2007). I.7.7. Uji global Data yang akan digunakan haruslah data yang terbebas dari blunder. Pada perhitungan selanjutnya harus dilakukan seleksi agar didapatkan data yang baik. Seleksi tersebut dilakukan menggunakan uji global agar data blunder dapat dihilangkan atau dibuang sehingga data yang digunakan untuk proses selanjutnya dapat dipercaya. Uji global dilakukan dengan membuat rentang kepercayaan menggunakan simpangan baku (σ ) pada data sebesar -3σ <x μ<3σ (Sudjana, 2005). Apabila nilai data terletak diantara rentang tersebut maka data dapat digunakan dalam proses selanjutnya. Simpangan baku (σ) dihitung dengan rumus berikut. n 2 ( Zi Z) i1 n 1.. (I.9) 16

Keterangan: σ = simpangan baku Zi = selisih elevasi hasil penyiaman LiDAR dengan hasil survei terestris untuk data ke-i Z = rata rata selisih elevasi hasil penyiaman LiDAR dengan hasil survei n terestris = jumlah data 1.8. Hipotesis Elevasi hasil penyiaman LiDAR pada daerah terbuka dari tinggi terbang 500 m akan memiliki ketelitian lebih tinggi dibanding hasil penyiaman dari tinggi terbang 1000 m, karena semakin rendah tinggi terbang, pancaran sinar laser semakin kuat, point yang didapat semakin rapat, sehingga menghasilkan ketelitian yang semakin baik, begitu pula sebaliknya, semakin tinggi posisi terbang, pancaran sinar laser semakin melemah, point yang didapat semakin renggang, sehingga ketelitian hasil penyiaman yang didapatkan semakin berkurang. 17