IKA PURNAMA FITRIA HASANAH J

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

IKA PURNAMA FITRIA HASANAH J

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3. Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

DAFTAR PUSTAKA. Almatsier, S Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN VITAMIN A, DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUMAHSAKIT Dr.

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun oleh : WIDYA REZA KUSUMASTUTI J

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

Gambaran hasil produk kalsium dan fosfor pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V di Ruang Hemodialisis RSUP Prof. Dr. R. D.

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

Yoni Wibowo 1 dan Ririn Yuliati 2. Alumni Prodi Gizi FIK UMS. Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM FOLAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS


BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DAN KEBIASAAN MAKAN TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI ASRAMA SMA MTA SURAKARTA

KORELASI ANTARA PENURUNAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS DENGAN BERATNYA ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI RSUD DR. SAYYIDIMAN MAGETAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

Journal of Nutrition College, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Ilmu Gizi. Disusun Oleh : INNA FATMAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

Kata kunci : Pola konsumsi ikan, oily fish, non oily fish, kadar kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

PENGARUH KADAR HEMOGLOBIN DENGAN KEBUGARAN FISIK PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KRAPYAK YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

Hubungan Asupan Lemak dan Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN.

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK


BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK POST HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Disusun Oleh : IKA PURNAMA FITRIA HASANAH J 310 110 073 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK POST HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Ika Purnama Fitria hasanah (J 310 110 073) Pembimbing : Ahmad Farudin, SKM. M.Si Elida Soviana, S.Gz. M. Gizi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102 Email : ikapurnama888@gmail.com ABSTRACT IKA PURNAMA FITRIA HASANAH. J 310 110 073 CORRELATIONS BETWEEN PROTEIN AND IRON INTAKES AND HEMOGLOBIN LEVEL IN POST HEMODIALYSIS CHRONIC RENAL FAILURE (CRF) PATIENTS AT GENERAL HOSPITAL OF SUKOHARJO Background. CRF is a clinical condition of progressive kidney damage and irreversible with diverse etiology. Hemodialysis is cataboloc process. In the hemodialysis process occurs excretion of amino acids through the dialysate and a decrease in protein synthesis. Severe anemia is also a complication that occurs in patients with CRF. Nutrient intakes play role in the formation of red blood cells. Disruption of the formation of red blood cells can be caused by low consumption of important nutrients like protein and other nutrients. Objective. This study purposed to determine the relationship between the intakes of protein and iron and hemoglobin level in post hemodialysis chronic renal failure patients at General Hospital of Sukaharjo. Research method. The type of research was observational with cross sectional design.object retrieval technique used consecutive sampling. The number of research subjects were 31 subjects. Intakes of protein and iron data were obtained using semiquantitative food frequency quistionaire, while the hemoglobin level data were obtained trough cyanmethglobin semi-quantitative method test. Correlation test used spearman rank and the person product moment tests. Result. Most respondents had high protein intake (51,6%). Most responden had low intake of iron (41,9%) and high intake of iron (38,7%). There was 74,2% of respondents who had abnormal level of hemoglobin. The relationship between protein intake and hemoglobin level showed p: 0,292 while the corelation between iron intake and hemoglobin level showed p: 0,272. Conclusion. There was no relationship between intakes of protein and iron levels and hemoglobin level in post hemodialysis CRFpatients at general hospital of sukoharjo.

ABSTRAK Pendahuluan. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Hemodialisis merupakan proses katabolik, di dalam proses hemodialisis terjadi pengeluaran asam amino melalui dialisat dan penurunan sintesis protein. Anemia berat juga merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada penderita GGK. Asupan zat gizi berperan dalam pembentukan sel darah merah.terganggunya pembentukan sel darah merah bias disebabkan makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi penting seperti protein dan zat besi serta zat gizilainnya. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik post hemodialisis di unit hemodialisi RSUD Kabupaten Sukoharjo. MetodePenelitian. Jenis penelitian yang digunakan observasion alanalitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan subyek menggunakan consecutive sampling dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 31 pasien. Asupan protein dan zat besi diperoleh dengan menggunakan metode food frequency questionnaire semi kuantitatif, sedangkan kadar hemoglobin diperoleh dengan metode cyanmethglobin. Uji korelasi yang digunakan adalah uji Rank Spearman dan pearson product moment. Hasil. Asupan protein responden sebagian besar termasuk dalam kategori lebih (51,6%). Sebagian besar responden memiliki asupan zat besi rendah (41,9%) dan lebih (38,7%). kadar hemoglobin responden (74,2%) tidak normal. Tidak ada hubungan asupan protein dengan kadar hemoglobin (p: 0,292). Tidak ada hubungan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin (p: 0,272). Kesimpulan.Tidak ada hubungan asupan protein dan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik post hemodialisis di unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo.

PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal terutama berkaitan dengan fungsi eksresi sisa metabolisme zat gizi dari tubuh (Price dan Wilson, 2006). Semakin banyak zat sisa metabolisme yang tidak terbuang, maka akan semakin berat kerja ginjal. Gagal ginjal kronik tahap 5 merupakan gagal ginjal tahap akhir, yang mengharuskan pasien memerlukan tindakan hemodialisis atau transplantasi ginjal (Penefri, 2009). dalam pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur pasien GGK (Kallenbach, dkk., 2003). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 0,2 % penduduk Indonesia dengan umur lebih dari 15 tahun menderita penyakit GGK. Di Jawa Tengah pasien yang didiagnosis dokter menderita GGK yaitu sebesar 0,3%. Angka kejadian GGK di Jawa Tengah termasuk dalam kategori tinggi karena melebihi prosentase kejadian GGK di Indonesia. Hemodialisis merupakan Hemodialisis merupakan suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin dan air yang berada proses katabolik (pemecahan senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana), di dalam proses hemodialisis terjadi 2

pengeluaran asam amino melalui dialisat dan penurunan sintesis (pembentukan) protein. Selama proses hemodilaisis otot akan melepaskan asam-asam amino. Asupan harian protein seharusnya juga ditingkatkan sebagai kompensasi kehilangan protein, yaitu 1,2 mg/kg BB ideal/hari. Protein yang dikonsumsi hendaknya 50% mengandung nilai biologi tinggi (Almatsier, 2006). Terapi hemodialisis pada penderita GGK merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan zat-zat sisa hasil metabolisme dalam darah (Budiyanto, 2002). Anemia berat juga merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam keterbatasan kemampuan fungsional dan rehabilitasi pada pasien dialisis. Faktor utama penyebab terjadinya anemia yaitu pembentukan eritrosit yang berkurang pada GGK akibat defisiensi sintesis hormon eritropoietin. Eritropoietin merupakan hormon endogen yang dihasilkan oleh fibroblas peritubular yang terdapat di korteks ginjal. Sekitar 90% hormon ini dihasilkan oleh ginjal, sedangkan sisanya oleh hepatosit. Secara normal eritropoietin disintesis jika terjadi kehilangan darah akibat perdarahan dan hipoksia jaringan, hal ini dapat menyebabkan produksi eritropoietin meningkat sekitar 1000 kali lipat (Taliercio, 2010;White 2005). Pasien GGK akan mengalami kelainan dalam konsentrasi asam amino plasma. Hal ini terjadi karena penurunan asam amino esensial. terhadap asam amino non esensial seperti pola pada keadaan malnutrisi. Gangguan metabolisme asam amino akan berpengaruh terhadap penuruanan asupan pasien GGK. Pada GGK 3

terjadi kadar plasma asam amino rantai panjang (BCAA = branch chained amino acid) seperti valin, leucin dan iso leusin menurun. Penurunan terjadi akibat oksidasi sehingga akan terjadi defisiensi besi (Almatsier, 2009). Asupan zat besi, simpanan zat besi dan kehilangan zat besi merupakan beberapa faktor yang BCAA pada otot sebagai berpengaruh terhadap konsekuensi dari asidosis metabolik. Gangguan metabolisme asam amino pada GGK merupakan salah satu penyebab malnutrisi protein untuk menghasilkan sintesa yang optimal, sehingga dibutuhkan asam amino baik esensial maupun non esensial dengan kadar yang mencukupi (Roesli, 2005). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat keseimbangan zat besi. Asupan zat besi yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap peningkatan absorbsi besi dari makanan, memobilisasi simpanan zat besi dalam tubuh dan mengurangi transport besi ke sumsum tulang, serta akan menurunkan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan terjadinya anemia karena defisiensi zat besi. Anemia defisiensi zat besi yang tergolong berat menyebabkan penurunan hemoglobin yang nyata akan mengurangi kapasitas membawa oksigen sehingga terjadi hipoksia jaringan yang kronis (Gibney, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ma sumah 4

dkk.,(2014) ada hubungan positif antara asupan protein dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK dengan hemodialisa rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang semakin terpenuhi kebutuhan protein maka semakin tinggi kadar hemoglobin pasien GGK. Pembentukan hemoglobin dalam darah dapat dipengaruhi oleh zat besi. Zat besi dalam bahan makanan berbentuk besi heme dan non heme yaitu senyawa besi yang berikatan dan tidak menderita anemia sebanyak 81,8%. Sampel yang memiliki tingkat asupan zat besi cukup yang menderita anemia yaitu 1,9% dan yang tidak anemia sebesar 98,1%. Berdasarkan hasil survey pendahuluan pada bulan April 2015 catatan pelaporan data rekam medik pada tahun 2013 terdapat 8519 kali tindakan hemodialis di RSUD Kabupaten Sukoharjo dan tahun 2014 terdapat 12.155 kali sehingga dengan protein. Besi heme dapat menyebabkan terjadinya diperoleh dari bahan makanan protein hewani dan besi non heme dari bahan makanan nabati. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tadete dkk., (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia. Sampel yang memiliki tingkat asupan zat besi kurang yang menderita anemia sebanyak 18,2% peningkatan sebesar 42,68% (Rekam medik RSUD Kabupaten Sukoharjo 2013 dan 2014). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi observasi cross sectional. Penelitian dilaksanakan di RSUD Kabupaten Sukoharjo waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai bulan November 2015. 5

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik post hemodialisis yang berobat di RSUD Kabupaten Sukoharjo dengan keriteria : Pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis, dapat berkomunikasi dengan baik, pasien yang sudah menerima konseling gizi, pasien wanita yang sudah mengalami menopause. Teknik pengambilan subyek dengan menggunakan consecutive sampling dengan jumlah subyek 31 subyek. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah asupan protein dan zat besi sedangkan variabel terikatnya adalah kadar hemoglobin. Asupan protein dan zat besi diperoleh dengan menggunakan foam foam food frequency quistionnaire semi kuantitatif, sedangkan kadar hemoglobin diperoleh dengan metode cyanmethemoglobin. Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini menggmbarkan karakteristik setiap variabel. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Uji hubungan yang digunakan adalah uji Rank spearman dan Pearson product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang digunakan untuk melakukan proses cuci darah bagi penderita disfungsi ginjal. Unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo melayani pasien umum, Jamsoskes, Jamkesmas dan BPJS. Fasilitas pelayanan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) di unit hemodialisis 6

RSUD Kabupaten Sukoharjo meliputi : a. Unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo memiliki 22 unit mesin hemodialisis yang dioprasikan untuk dua shift yaitu pagi (07.00-12.00 WIB) dan siang (12.00-17.00 WIB). Proses hemodialisis berlangsung selama 4-5 jam. b. Unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo dilengkapi dengan ruang tunggu pasien, 2 TV LCD dan 2 pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan pasien selama menjalani hemodialisis c. Unit hemodialisis RSUD Kabupaten Sukoharjo di kepalai oleh dr. Ardyasih, Sp PD dan di bantu oleh 12 perawat. d. Tidak ada ahli gizi yang bertugas di unit hemodialisi RSUD Kabupaten Sukoharjo dan pasien yang menjalani hemodialisis tidak mendapatkan konseling gizi. B. Karakteristik Subyek Penelitian 1.Usia dan Jenis Kelamin Jumlah subyek penelitian adalah 31 pasien, karakteristik subyek berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel. 1 Distribusi Usia dan Jenis Kelamin Karakteristik Kategori N Usia 12-24 2 6,5 % 25-49 11 35,5 % >50 18 58,1 % Jenis Laki-laki 19 61,3 % Kelamin Perempuan 12 38,7 % Hasil penelitian menunjukan jumlah subyek dengan usia remaja sebanyak 6,5%, usia dewasa sebanyak 35,5%, sedangkan subyek berusia lansia berjumlah 58,1 %. Berdasarkan kategori jenis kelamin presentasi laki-laki lebih tinggi yaitu 61,3 % dan perempuan sebesar 38,7%. Hasil penelitian menunjukan bahwa separuh lebih subyek yang menderita GGK berusia lansia. % 7

Bersamaan bertambahnya usia fungsi ginjal juga akan menurun. 2. Asupan protein, Zat Besi dan Kadar Hemoglobin Tabel. 2 Distribusi Asupan Protein, Zat Besi dan Kadar Hemoglobin Variabel Kategori N % Asupan protein Asupan zat besi Kurang Baik Lebih Kurang Baik Lebih 11 4 16 13 6 12 35,5 12,9 51,6 41,9 19,4 38,7 Kadar Normal 8 25,8 hemoglobin Tidak 23 74,2 normal Berdasarkan data dari 31 subyek sebagian besar memiliki asupan protein lebih (51,6%) Menurut Mahan (2004) mejelaskan bahwa pemenuhan protein pada penderita GGK dengan hemodialisis sangat penting untuk mengganti protein yang hilang, dianjurkan 50% protein yang mempunyai nilai biologi tinggi atau High biologic value (HBV) yang mengandung asam-asam amino essensial lengkap dan sisanya berupa protein nabati yang mengandung asam-asam amino essensial yang kurang lengkap. Asupan zat besi kurang (41,9%) Asupan zat besi merupakan banyaknya zat besi dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari sehingga dapat menjaga kesehatan tubuh, jika asupan zat besi kurang dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan anemia (Almatsier, 2006). Kadar hemoglobin subyek sebagian besar tidak normal (74,2%). Menurut O Callaghan (2007) menjelaskan bahwa rendahnya kadar hemoglobin pada pasien GGK disebabkan oleh produksi eritopoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. 3. Deskripsi Subyek Penelitian menurut Persentase Asupan 8

Protein, Zat Besi dan Kadar Hemoglobin. Tabel. 3 Deskripsi presentase asupan protein, zat besi dan kadar hemohlobin Variabel Minimal Maksimal Rata-rata Standar deviasi Asupan protein % 33,1 173,3 103,44 44.11 Asupan zat besi % 27,0 190,9 90,11 41.26 Kadar HB 6,0 11,4 8,92 1,43 Pada hasil penelitian ini asupan protein paling rendah masuk dalam kategori kurang dan asupan tertinggi masuk dalam kategori lebih sedangkan rata-rata asupan protein pada pasien GGK masuk dalam kategori lebih. Asupan zat besi paling rendah termasuk dalam kategori kurang dan asupan tertinggi masuk dalam kategori dikatakan lebih dan rata-rata asupan zat besi Kadar hemoglobin tertinggi adalah 11,4 gr/dl dan terendah 6,0 gr/dl dan rata-rata kadar hemoglobin subyek yaitu 8,923 gr/dl. Kadar hemoglobin yang rendah sering disebut anemia. Menurut Penefri (2001) kadar hemoglobin normal untuk pasien GGK baik laki-laki atau perempuan adalah 10 mg/dl. C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Hemoglobin Asupan protein merupakan rata-rata jumlah (gram) protein yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan protein diperoleh dari hasil food frequency quistionnaire semi kuantitatif. Uji korelasi asupan protein dengan kadar hemoglobin dapat di lihat pada Tabel 4. termasuk dalam kategori baik. Menurut Saraswati dan Dieny (2012) menjelaskan asupan baik apabila dalam rentang 80-100%. 9

Asupan Protein Tabel.4 Distribusi Silang Kadar Hemoglobin Berdasarkan Asupan Protein Kadar Hemoglobin Normal Tidak Normal Total N % N % N % Kurang 2 18,19 9 81,81 11 100 Baik 1 25 3 75 4 100 Lebih 5 31,25 11 68,75 16 100 P 0,292 Bedasarkan penelitian yang dilakukan kepada 31 pasien gagal ginjal kronik post hemodialisis bahwa pada subyek dengan kadar hemoglobin normal terlihat bahwa asupan lebih mempunyai prosentasi lebih tinggi 31,25% dibanding dengan asupan baik dan kurang. Hasil uji hubungan asupan protein dengan kadar hemoglobin menggunakan uji Rank Sepearman diperoleh p-value= 0,292 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pasien GGK post hemodialisis di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Menurut Linder (2006), menjelaskan bahwa tingkat konsumsi protein perlu diperhatikan karena semakin rendah tingkat konsumsi protein maka semakin cenderung untuk menderita anemia. Protein berfungsi dalam pembentukan ikatan esensial tubuh. Hemoglobin merupakan pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Protein juga berperan dalam proses pengangkutan zat-zat gizi termasuk besi dan saluran cerna dalam darah, dari darah ke jaringanjaringan dan melalui membrane sel ke dalam sel-sel sehingga apabila kekurangan protein akan menyebabkan gangguan pada absorbsi dan transportasi. Terapi pengganti yang paling banyak dilakukan di Indonesia 10

adalah haemodialisis. Prosedur sehingga ginjal tidak mampu haemodialisis dapat menyebabkan mengeluarkannya dan kehilangan zat gizi seperti protein yang terikat oleh cairan dialisat, sehingga asupan harian protein seharusnya juga ditingkatkan sebagai kompensasi kehilangan protein, yaitu 1,2 g/kg BB ideal/ hari. 50% protein hendaknya bernilai biologi tinggi. Protein seringkali dibatasi sampai 0,6/ kg/ hari bila GFR turun sampai dibawah 50 ml/menit untuk memperlambat progresi menuju gagal ginjal. Pembatasan protein dilakukan karena terjadinya disfungsi ginjal dengan salah satu cirinya adalah terjadinya uremia. Pada keadaan normal ginjal akan mengeluarkan produk sisa metabolisme protein (ureum) yang berlebihan didalam tubuh dalam bentuk urin namun sebaliknya apabila terjadi kerusakan pada ginjal maka akan terjadi penumpukan ureum didalam darah menjadikannya semakin tinggi (Bastiansyah,2008). Anemia muncul ketika kreatinin turun kira- kira 40 ml/ mnt. Anemia akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal memburuk. Pada umumnya anemia pada penderita gagal ginjal kronik disebabkan oleh berkurangnya hemoglobin dalam darah akibat pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium atau darah yang terperangkap atau tertinggal di alat hemodialisa sehingga produksi eritroprotein juga berkurang. Selain itu, asupan pasien makan yang kurang juga dapat menyebabkan anemia menjadi lebih buruk ( Lewis, 2005 ). Tidak ada hubungan asupan protein dengan kadar hemoglobin dalam penelitian ini antaralain disebabkan prodiksi butir-butir sel 11

darah merah dalam sumsum tulang memerlukan peran asam folat, zat besi, vitamin B12 dan vitamin C dalam proses sintesis nukleo protein, meskipun banyak pasien yang memiliki asupan protein lebih namun sebagian besar pasien memiliki asupan zat besi kurang. Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin). Mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh (Hertanto, 2002). 2. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Hadar Hemoglobin Asupan zat besi merupakan rata-rata jumlah (gram) protein yang dikonsumsi dalam sehari. Asupan protein diperoleh dari food frequency quistionnaire semi kuantitatif. Uji korelasi pada variabel zat besi dan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 5 Asupan Zat Besi Tabel.5 Distribusi Silang Kadar Hemoglobin Berdasarkan Asupan Zat Besi Kadar Hemoglobin Normal Tidak Normal Total N % N % N % Kurang 4 30,76 9 69,24 13 100 Baik 2 33,33 4 66,67 6 100 Lebih 2 16,67 10 83,33 12 100 P 0,272 Hasil penelitian menunjukan bahwa pada subyek dengan kadar hemoglobin normal terlihat bahwa asupan baik mempunyai prosentasi lebih tinggi 33,33% dibanding dengan asupan lebih dan kurang. Hasil uji hubungan asupan zat besi dengan kadar hemoglobin menggunakan uji Pearson Product Moment diperoleh nilai p-value= 0,272 sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada pasien GGK post hemodalisis di RSUD Kabupaten Sukoharjo. 12

menurut Suhardjono (2009), menjelaskan bahwa pasien GGK mengalami defisiensi eritropoietin, hal tersebut merupakan penyebab utama terjadinya anemia. Kerusakan ginjal yang berat mengakibatkan produksi eritropoietin di ginjal terganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang. Seiring dengan kerusakan ginjal, perdarahan karena trombopati, defisiensi besi yang disertai penurunan laju filtrasi glomerulus maka derajat anemia akan meningkat. Penyebab lain yang juga ikut berperan dalam timbulnya anemia pada pasien GGK yaitu defisiensi asam folat. D. Keterbatasan Penelitian dikonsumsi pasien dapat membantu proses produksi hemoglobin. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tingkat asupan protein dengan kategori kurang 35,5%(11), baik 12,9%(4) dan lebih 51,6% (16). 2. Tingkat asupan zat besi dengan kategori kurang 41,9% (13), baik 19,4% (6) dan lebih 38,7%(12). 3. Kadar hemoglobin dengan kategori normal 25,8% (8), tidak normal 74,2%(23). 4. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kadar hemoglobin pada pasien GGK post hemodialisis di unit Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan Semiquantitative Food Frequency Questionnaire terhadap hemodialisis Kabupaten =0,292). RSUD Sukoharjo(p asam folat yang dikonsumsi oleh pasien gagal ginjal kronik post hemodialisis karena asam folat yang 5. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada 13

pasien GGK di unit Perlu dilakukan penelitian hemodialisis Kabupaten (p=0,608). B. Saran RSUD Sukoharjo lebih lanjut dengan memperhatikan semua faktor yang mempengaruh kadar hemoglobin pada pasien 1. Bagi instalasi gizi rumah sakit gagal ginjal kronik yang Instalasi gizi rumah sakit menjalani hemodialisis perlunya adanya program edukasi bagi pasien tentang dengan variable lebih banyak semisal zat gizi lain yang pendidikan gizi yang terstruktur oleh ahli gizi membantu pembentukan dalam hemoglobin RSUD Kabupaten Sukoharjo tentang pola makan terutamai makanan sumber protein dan zat besi 2. Bagi pasien Dianjurkan kepada pasien untuk memperhatikan agar lebih memperhatikan pola makan dan jumlah yang dikonsumsi terutama makanan sumber protein dan zat besi 3. Bagi penelitian lanjut agar penanganan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat dioptimalkan dan dapat dicegah komplikasinya. DAFTAR PUSTAKA Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C. 2006. Patofisiologi Clinical Concepts of Desiase Process (6 ed). Dialihbahasakan oleh Brahm U. ECG. Jakarta Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2009. Naskah lengkap, workshop & simposium nasional peningkatan pelayanan hemodialisis, penyakit ginjal dan aplikasi indonesian renal registry. Joglosemar 20 (12) : 30-35 14

Thomas, N. 2003. Renal nursing (2 ed). Elsevier Science. Philadelphia. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesahatan, Republik Indonesia. Jakarta Kallenbach. 2005. Review Of Hemodialysis For Nurses And Dialysis Personel (7 ed.) Elsevier. USA Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Budiyanto, M. 2002. Gizi dan kesehatan. Bayu Media dan UMM Malang. Malang Taliercio, JJ. 2010. Anemia and Chronic Kidney Disease. JFP White, R.B. 2005. Funtional Ability of Patiens on Dialisis The Critical Role of Anemia. Nephrol Nurs Journal. (32) :79-82 Roesli, R. M.A. 2005. Kenaikan Kadar Hemoglobin setelah Pemberian Epoeitin Alfa selama 12 minggu, pada Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis. Cermin Dunia kedokteran Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gibney., Michael, J., Marggets., BM., Kearney, JM., Arab, Lenore. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Ma shumah, N., Sufiati, B., Erma H. 2014. Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi. Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Tadete, OA., Molanda,NSH., Basuki, A. 2013. Hubungan Antara Asupan Zat Besi, Protein dan Vitamin C dengan kejadian Ane mia pada Anak Sekolah Dasar di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kepulauan Kota Manado. Skripsi. FKM Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado Mahan, K. 2004. Food, Nutrition & Diet Therapy. Elsevier. USA O Callaghan Chris. 2007. At a Galance Sistem Ginjal (2 ed). Erlangga. Jakarta Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2001. Konsensus Manajemen Anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik Saraswati, I dan Dieny, F.F 2012. Perbedaan Karakteristik Usia, Asupan Makan, Aktifitas Fisik, Tingkat Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Wanita Dewasa dengan Kelebihan Berat Badan Antara Di Desa dan Di Kota. Journal of Nutrition Collage. 1. (1).606-627 15

Lewis SM, Heitkemper MM and Dirknes SR. 2000. Medical Surgical Nursing. USA Linder, MC. 2005. Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application. Elsevier. California Hertanto, W. S. 2002. Hubungan antara status vitamin A dan seng ibu hamil dengan keberhasilan suplementasi besi. Skripsi. Universitas Diponegoro Bastiansyah, E. 2008. Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakarta : Penebar Plus. Suhardjono. 2009. Chronic Kidney Disease as a New Global Public Health Challenge Where are We Now. Surabaya. 16

17 17