1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) merupakan salah satu spesies mangrove yang banyak ditemukan di pantai utara pulau Jawa. Bogem dikenal memiliki berbagai manfaat dalam pengobatan tradisional. Masyarakat pesisir pantai seringkali menggunakan batang bogem untuk menyembuhkan luka. Organ bunga dari tumbuhan ini, dapat digunakan sebagai obat penyakit cacar, sedangkan daunnya digunakan sebagai obat penurun demam dan menghentikan pendarahan (Bandrayanake, 2002). Bogem memiliki fungsi ekologis yang penting karena dapat mengurangi laju gelombang air laut sehingga melindungi ekosistem tepi pantai dari badai dan angin taifun (Mazda et al., 2005). Namun, lahan bogem sering terabaikan dan banyak dialihfungsikan menjadi tambak, pemukiman, dan industri (Sukardjo, 1985). Oleh karena itu, sebagai strategi konservasi, pemanfaatan bogem untuk kesejahteraan masyarakat sekitar perlu ditingkatkan, sehingga pada akhirnya masyarakat yang berperan aktif untuk melestarikan. Bogem merupakan spesies mangrove yang potensial untuk dimanfaatkan. Menurut Pursetyo et al. (2013), terdapat hubungan positif antara pemanfaatan Sonneratia sp. dengan peningkatan ekonomi masyarakat pesisir pantai timur Surabaya. Salah satu usaha pemerintah setempat untuk memanfaatkan bogem adalah dengan menggerakkan masyarakat sekitar untuk membuat sirup buah bogem. Selain organ buah, daun bogem juga berpotensi untuk dimanfaatkan karena kandungan metabolit sekundernya (Howlader et al., 2012). 1
2 Pemanfaatan organ daun ini diharapkan lebih meningkatkan nilai guna bogem karena produktivitas daun lebih banyak, serta sesuai dengan prinsip bioetika yang mendahulukan pemanfaatan organ vegetatif daripada generatif. Bogem menempati habitat yang cukup ekstrim, yaitu di antara zona pasang dan surut, dengan suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya matahari tinggi (Sukardjo, 1985). Bogem memiliki adaptasi fisiologis khusus untuk bertahan hidup di lingkunganyang panas, salah satunya adalah dengan sintesis senyawa fenolik di jaringan daun (Bandranayake, 2002). Senyawa fenolik inilah yang berperan melindungi daun bogem dari radiasi sinar ultraviolet (UV) intensitas tinggi (Kathiresan& Bingham, 2001). Penelitian oleh Sadhu et al. (2006) telah berhasil mengisolasi dua senyawa flavonoid dari ekstrak daun bogem, yaitu luteolin dan luteolin 7-O-βglukosida. Fischer et al. (2011) menyatakan bahwa luteolin mampu melindungi kulit dari radiasi sinar UVA, UVB, dan UVC. Walaupun potensi fotoprotektif bogem belum banyak diteliti, dengan adanya kandungan luteolin yang dimilikinya, dimungkinkan bogem memiliki kemampuan proteksi terhadap radiasi sinar UV. Daun bogem juga mengandung senyawa-senyawa fenolik lain, seperti fenol sederhana dan asam fenolat (Howlader et al, 2012). Golongan senyawa tersebut terbukti memiliki kemampuan fotoprotektif (Stevanato et al., 2014). Mekanisme fotoprotektif dari golongan senyawa fenolik meliputi dua hal, yaitu pengabsorbsian sinar UV dan penghambatan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) (Solovchenko & Merzlyak, 2007; Wolfle et al., 2011).
3 Secara alami, mekanisme fotoprotektif berlangsung in vivo pada jaringan tumbuhan dan berfungsi melindungi jaringan tumbuhan itu sendiri dari radiasi sinar UV. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa pengaplikasian senyawa fenolik pada jaringan kulit manusia ternyata juga memberikan mekanisme fotoprotektif. Artinya, senyawa fenolik berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (sunscreen) yang memiliki keunggulan dibandingkan bahan tabir surya lain karena mampu menyerap sinar UV sekaligus menghambat oxidative stress pada sel kulit yang terpapar oleh sinar UV. Kemampuan fotoprotektif suatu bahan biasanya ditentukan dengan nilai Sun Protection Factor (SPF). Berdasarkan Hutzler et al. (1998), diketahui bahwa senyawa yang memiliki potensi fotoprotektif, yaitu fenol, flavonoid, dan tanin, banyak ditemukan pada jaringan epidermis daun. Selain itu, pada beberapa spesies lain, senyawa flavonoid turunan quercetin dan kaempferol diglikosilasi dan disimpan dalam vakuola epidermis. Berbeda dengan penelitian Hutzler et al. (1998), Agati et al. (2009) menyatakan bahwa senyawa fenolik justru diakumulasi pada jaringan mesofil dan konsentrasinya bergantung pada intensitas radiasi UV. Perbedaan akumulasi senyawa fenolik tersebut, kemungkinan besar bergantung pada spesies dan habitat tumbuhan. Bogem memiliki anatomi daun yang bifasial, dimana lapisan abaksial dan adaksialnya tersusun atas jaringan yang serupa. Daun bogem tersusun atas jaringan epidermis atas, mesofil (palisade atas, sponsa, berkas pembuluh, palisade bawah), dan epidermis bawah (Niken et al., 2013). Senyawa-
4 senyawa potensial fotoprotektif diduga banyak diakumulasi pada jaringan epidermis, sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Pemisahan epidermis dari jaringan di bawahnya, perlu dilakukan untuk menganalisis kandungan metabolit sekunder dari masing-masing jaringan secara terpisah. Teknik Carborundum Abration (CA) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memisahkan jaringan epidermis dari jaringan di bawahnya (Nuringtyas et al., 2012; Murata dan De Luca, 2005). Prinsip dasar CA adalah dengan mengabrasi lapisan epidermis dengan menggunakan serbuk carborundum (silikon karbida), sehingga epidermis dan mesofil dapat diekstrasi secara terpisah. Hasil ekstraksi dari masing-masing jaringan selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis lokasi manakah yang kemungkinan besar menjadi tempat akumulasi senyawa-senyawa potensial fotoprotektif. Pola akumulasi senyawa potensial fotoprotektif pada jaringan daun bogem sampai saat ini belum banyak dikaji. Sedangkan, pengetahuan tentang pola akumulasi dari senyawa-senyawa tersebut dapat menjadi referensi untuk menganalisis lebih lanjut lokasi biosintesis suatu senyawa, beserta enzim yang terlibat di dalamnya, sehingga pemanfaatanya efektif. Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk optimasi pemanfaatan senyawa potensial fotoprotektif pada daun bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler), maka perlu dilakukan penelitian tentang kajian lokasi golongan senyawa potensial fotoprotektif, yang meliputi fenol, flavonoid, dan tanin.
5 B. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah hasil ekstraksi jaringan epidermis dan mesofil daun bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) dengan menggunakan teknik CA (Carborundum Abration)? 2. Bagaimanakah perbedaan nilai SPF (Sun Protection Factor) ekstrak Engler)? 3. Bagaimanakah perbedaan kadar fenol, flavonoid, dan tanin total ekstrak Engler)? C. Tujuan Tujuan-tujuan penelitian berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan adalah untuk: 1. menganalisis hasil ekstraksi jaringan epidermis, mesofil, dan daun utuh bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) dengan menggunakan teknik CA (Carborundum Abration). 2. menganalisis perbedaan nilai SPF (Sun Protection Factor) dari ekstrak Engler).
6 3. menganalisis perbedaan kadar fenol, flavonoid, dan tanin total ekstrak Engler). D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah memberikan data ilmiah tentang nilai SPF (Sun Protection Factor), kadar fenol, flavonoid, dan tanin total ekstrak epidermis, mesofil, dan daun utuh bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler), serta pola akumulasi golongan senyawa tersebut. 2. Manfaat aplikatif adalah dapat menjadi informasi awal untuk mengetahui potensi ekstrak daun bogem (Sonneratia caseolaris (L.) Engler) sebagai bahan tabir surya, sehingga kedepannya dapat dipertimbangkan sebagai bahan pembuatan krim sunscreen. 3. Manfaat ekologis adalah menggali potensi lain bogem ( Sonneratia caseolaris (L.) Engler), sehingga kedepannya diharapkan mampu melibatkan masyarakat dalam upaya konservasi lahan mangrove.