lnvestigasi ORIENTASI WIRAUSAHA PENGUSAHA BORDIR DAN MAKANAN RINGAN KOTA BUKITTINGGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru merupakan ancaman bagi pengusaha apotek. Meskipun layanan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

ISSN : AGRITEPA, Vol. II, No.2, Januari Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

Pengembangan Alat Ukur Penilaian Pertumbuhan Perusahaan Pada Industri Kecil Menengah (IKM) di Kota Surakarta

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA UMKM BIDANG KULINER DI YOGYAKARTA

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Produk Pada Agroindustri Kopi Di Kota Bukittinggi

BAB V PENUTUP. khas minang di kota Padang dengan menguji hubungan antara entrepreneurial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I. Pendahuluan. yang seara langsung telah mempengaruhi cara pengusaha menciptakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia mengalami tantangan dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH ORIENTASI PASAR, ORIENTASI TEKNOLOGI DAN INOVASI PRODUK TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING USAHA SONGKET SKALA KECIL DI KOTA PALEMBANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL

PENGARUH ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP TERHADAP PRODUCT INNOVATION PADA INDUSTRI MAKANAN DI YOGYAKARTA

Analisis Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dengan dan Tanpa Pinjaman Di Kabupaten Jember

BAB II KERANGKA TEORI

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan lokal (Soelistianingsih, 2013). Fakta yang terjadi di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Tidak

ABSTRAK. 1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember. 2 Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jember

BAB V PENUTUP. analisis data yang dilakukan, implikasi penelitian, keterbatasan penenlitian dan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Sektor UMKM adalah salah satu jalan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INVESTIGASI TINGKAT INOVASI USAHA PARA PENGUSAHA KERUPUK SANJAI BUKITTINGGI

ANALISIS PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP STRATEGI BISNIS DALAM MENINGKATKAN KINERJA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (Bastian, 2001).Tingkatan kinerja organisasi dapat dilihat dari sejauh mana

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Kesimpulan Deskripsi Penelitian

Pengaruh Pelatihan Entrepreneurship dan Manajemen Usaha terhadap Pendapatan Usaha Mikro Makanan dan Minuman

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kemampuan dan atau kemauan sendiri (Saiman, 2009:43).

BAB I PENDAHULUAN. 22,7 juta perusahaan di Indonesia usaha mikro dan kecil mendominasi dari sisi

BAB III METODE PENELITIAN

Keywords: resource-based strategy, orientation of entrepreneurship, competitive advantage

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena UMKM dapat menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan Gross Domestic Product

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan daya saing demi memajukan perekonomian masing-masing. Hal ini

PENGARUH ORIENTASI PASAR, BUDAYA ORGANISASI DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA (Studi pada Usaha Kecil Pengolahan di Kota Palembang)

PENGARUH ORIENTASI PASAR, BUDAYA ORGANISASI DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA USAHA (Studi pada Usaha Kecil Pengolahan di Kota Palembang)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daya untuk mencari peluang menuju sukses. Munculnya kreatifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tersebar di semua wilayah Kota Bandung. Sejak dahulu Kota

BAB I PENDAHULUAN. paling penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola

PENGARUH ORIENTASI PASAR DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA PEMASARAN MELALUI INOVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

UPAYA PENINGKATAN KINERJA PEMASARAN DENGAN FAKTOR LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERAT

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1 Ratih Purbasari_

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN

Pertanyaan yang diberikan kepada Bapak Agung selaku generasi ke - 3 usaha Soto

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan juga akan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional baik di bidang ekonomi maupun sosial, termasuk

KEBERADAAN PAJAK UMKM BAGI PEMBANGUNAN INDONESIA. Oleh : Rum Riyanto.S. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah penyumbang

HUBUNGAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN PASAR, INOVASI, SERTA KINERJA PERUSAHAAN

PENGARUH PENGARUH LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN LINGKUNGAN INTERNAL TERHADAP ORIENTASI WIRAUSAHA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PERUSAHAAN

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et.

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PADA UKM DI KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan UMKM di Indonesia tidak bisa dipungkiri merupakan suatu

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keunggulan bersaing. Menurut Kotler, (2005) Keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) telah mendapat perhatian yang relative cukup besar dari pemerintah,

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara karena mengurangi angka pengangguran dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hampir 150 % untuk setiap item makanan apabila dikelola dengan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

PENGARUH ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA PEMASARAN UMKM BATIK DI KABUPATEN JOMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia saat ini adalah cafe. Pada tahun 2016 ini banyak bisnis cafe

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BISNIS PLAN JILBAB SHOP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STRUKTUR PASAR INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA TAHUN 2015 ABSTRAK

KAPABILITAS KEWIRAUSAHAAN DAN PROFITABILITAS: PERAN MODERASI FLEKSIBILITAS STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

masukan untuk menentukan strategi bisnis, terkait dengan kegiatan orientasi pasar

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita

III. METODE PENELITIAN. petunjuk terhadap variabel-variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak di bidang industri, penjualan maupun jasa. Maka akan terjadi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk adalah penawaran nyata perusahaan pada dasarnya mereknya dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil pembahasan tentang orientasi kewirausahaan

Nadia Dwi Irmadiani. Administrasi Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang, 50275, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daya serap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kegemaran masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Orientasi Pasar, Inovasi Produk, Kinerja Pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

lnvestigasi ORIENTASI WIRAUSAHA PENGUSAHA BORDIR DAN MAKANAN RINGAN KOTA BUKITTINGGI Afifah 1), Gustina 2), 1) Administrasi Niaga, Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Padang, Padang Kampus Limau Manis Padang 2) Administrasi Niaga, Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Padang, Padang Kampus Limau Manis Padang email : afifahdgtawero@yahoo.com 1), umiyazid@gmail.com 2) Abstrak Selain dari keindahan alam yang merupakan daya tarik utama kota sebagai salah satu tujuan wisata di Indonesia bagian barat, Kota Bukititnggi juga memiliki produk-produk industri kecil berupa produk makanan ringan dan bordir. Kedua jenis produk ini turut mendukung kepuasan wisatawan yang datang berkunjung dan sekaligus menjadi ikon pariwisata Kota Bukittinggi. Untuk itu pemerintah daerah setempat melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Kesuksesan produk industri kecil makanan ringan dan bordir meningkatkan kinerja usaha, tentunya tidak bisa datang dari upaya penguatan dari pemerintah daerah saja, harus juga ditunjang dari orientasi wirausaha para pengusaha yang terlibat didalamnya. Pada penelitian ini dilakukan investigasi tingkat orientasi wirausaha pengusaha bordir dan makanan ringan. Investigasi dilakukan dengan alat penelitian berupa kuesioner yang merujuk pada teori Covin dan Slevin. Investigasi dilakukan pada sampel sebanyak 80 orang yang diambil secara simple random sampling. Data investigasi tersebut dianalisis secara deskriptif. Hasilnya orientasi wirausaha pengusaha bordir maupun makanan ringan belum menunjukkan performa terbaik.. Kata kunci : Bukittinggi, makanan ringan, bordir 1. Pendahuluan Sumatera Barat adalah salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata di Indonesia bahagian barat. Keelokan alam, budaya masyarakat, aneka kuliner dan cenderamata yang unik menjadi daya tarik turis lokal maupun internasional. Berbicara tentang kuliner, Sumatera Barat mempunyai makanan Rendang yang telah diakui sebagai salah satu makanan terlezat di dunia. Selain Rendang, daerah Sumatera Barat juga mempunyai banyak jenis makanan ringan yang digemari oleh wisatawan seperti: keripik Sanjai, keripik yang terbuat dari ketela pohon, Kelamai atau dodolnya masyarakat Sumatera Barat dan sebagainya. Untuk cenderamata, Sumatera Barat mempunyai beberapa produk yang khas diantaranya: produk bordir yang diaplikasikan pada mukena, jilbab maupun baju; kerajinan perak; kain tenun dan lainnya. Kuliner dan cenderamata yang khas tersebut ditawarkan oleh hampir setiap kota yang ada di Sumatera Barat termasuk kota Bukittinggi. Kota ini merupakan kota yang banyak dituju oleh wisatawan apabila berkunjung ke Sumatera Barat. Di kota Bukittinggi wisatawan akan dimanjakan dengan berbagai macam kuliner termasuk makanan ringan dan cenderamata berupa produk bodir. Usaha makanan ringan memang menjadi salah satu usaha yang menyokong kehidupan masyarakat Bukittinggi. Usaha ini dikelola dalam bebagai skala, mulai dari skala mikro (usaha rumahan), usaha kecil sampai dengan skala menengah (UMKM). Ditinjau dari bahan baku utama yang digunakan, usaha makanan ringan di Bukittinggi membuat produk makanan dengan bahan dasar sepert i: padipadian, buah-buahan, umbi dan kacang-kacangan. Dalam menjalankan usahanya, UMKM makanan ringan ini menghadapi permasalahan dibidang produksi dan pemasaran [1]. Permasalahan yang muncul dibidang produksi diantaranya: produktivitas yang rendah, belum menerapkan HCCP (hazard analysis and critical control points) dan produk belum standar. Dari bidang pemasaran teridentifikasi masalah belum berkembangnya lembaga pemasaran/trading House, persaingan antara sesama pengusaha sangat tinggi dan kemasan produk yang belum mendukung. Penelitian yang dilakukan oleh Ansofino menemukan permasalahan lain yakni tidak adanya kontrak kerjasama antara pelaku industri dan terbatasnya akses permodalan [2]. Lebih lanjut penelitian ini juga menemukan bahwa UMKM memiliki kapasitas produksi yang besar, hasil produksi tersebut umumnya dipasarkan di pasar lokal, sangat sedikit yang diekspor. 9

Usaha lain yang menyokong kehidupan masyarakat dan pariwisata Bukittinggi adalah usaha bordir. Sama halnya dengan usaha makanan ringan, usaha bordir juga tidak lepas dari permasalahan. Hasil observasi di lapangan dan survei pada beberapa pedagang bordir diketahui bahwa kinerja bisnis usaha bordir secara umum menurun. Indikasi penurunan kinerja bisnis dapat dilihat dari: a) berkurangnya jumlah unit usaha bordir yang aktif beroperasi, b) perdagangan bordir yang berpusat di Pasar Aur Kuning lebih banyak menjual produk bordir dari daerah lain seperti: bordir Tasik Malaya, c) Pasar Ateh sebagai pasar wisata belanja bordir di Bukittinggi terlihat lengang dan tidak bergairah serta dan para pedagang banyak yang mengeluhkan pendapatan penjualan bordir mereka hanya cukup untuk menutup biaya operasional. Berdasarkan pada permasalahan yang dihadapi UMKM makanan ringan dan bordir tersebut, muncul dugaan bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh orientasi pelaku usaha dalam menjalankan usaha. Kohli & Jaworski berpendapat bahwa sebuah usaha akan berkinerja baik dan perolehan pendapatnya tinggi apabila berorientasi pasar [3], berbeda dengan pendapat Covin dan Slevin, usaha akan berkinerja baik adalah usaha yang berorientasi wirausaha [4]. Namun Gristein berpendapat bahwa kedua orientasi ini hendaknya dimiliki oleh sebuah usaha, dimana pelaku usaha yang berorientasi pasar dan berorientasi wirausaha akan berprilaku berjuang keras untuk mengungkap kebutuhan dan keinginan konsumen yang tersembunyi serta memanfaatkan peluang pasar [5]. Pendapat ini senada dengan hasil penelitian Maatoofi dan Tajeddini [6], Renko dan Brannback [7], Todorovic dan Jun Ma [8]. Akan tetapi pada penelitian ini, orientasi usaha yang digali hanyalah orientasi wirausaha karena orientasi ini diyakini merupakan orientasi dasar yang sebuah usaha harus punyai agar dapat tetap beroperasi dan berjuang mengembangkan usahanya. Metode yang diterapkan untuk mengungkap tingkat orientasi wirausaha usaha makanan ringan dan bordir adalah membuat dan menyebarkan kuesioner tentang orientasi wirausaha. Kuesioner tersebut disusun berdasakan teori yang telah teruji dan sudah digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Salah satu tim peneliti yang sudah mengaplikasikan teori orientasi wirausaha adalah Fairoz, Hirobumi dan Tanaka [9]. Mereka meneliti tingkat orientasi wirausaha Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di Sri Lanka, hasilnya: a) 52% UKM di Sri Lanka sudah mempunyai orientasi wirausaha di level cukup, b) dimensi orientasi wirausaha meliputi: inovatif, proaktif dan keberanian mengambil resiko berkolerasi signifikan dengan pertumbuhan market share dan c) dimensi proaktif berkorelasi positif dengan kinerja bisnis. Hasil studi ini juga digunakan oleh pembuat kebijakan di Sri Lanka untuk membuat berbagai perencanaan pengembangan UKM. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang bertangungjawab seperti: pemerintah kota Bukiittinggi untuk membuat perencanaan pengembangan UMKM makanan ringan dan bordir Bukittinggi. Kontibusi lainnya untuk para pengusaha UMKM yakni sebagai bahan untuk mengevaluasi diri agar semua aspek orientasi wiausaha. 2. Tinjauan Pustaka Orientasi wirausaha didefinisikan sebagai penggambaran bagaimana new entry dilaksanakan oleh perusahaan. Secara sederhana orientasi wirausaha merupakan proses dan aktivitas pembuatan keputusan yang mendorong new entry sedangkan kewirausahaan dianggap sebagai produk dari orientasi wirausaha. Konsep orientasi wirausaha yang dikembangkan oleh para peneliti berasal dari konsep Lumpkin dan Dess serta Covin dan Slevin [10]. Pada dasarnya konsep dua kelompok peneliti ini tidak jauh berbeda, hanya dimensi pengukur yang membedakan. Covin dan Slevin berpendapat dimensi untuk mengukur orientasi wirausaha meliputi: inovatif (innovation), keberanian mengambil resiko (risk taking), proaktif (proactiveness). Sementara Lumpkin dan Dess berpendapat tidak tiga dimensi itu saja yang menjadi dimensi pengukur orientasi wirausaha tetapi terdapat dua dimensi lainnya yakni: kompetitif agresif dan otonomi. Innovativeness (inovatif) menurut Lumpkin dan Dess adalah kecenderungan perusahaan untuk menggunakan dan mendukung ide-ide baru, sesuatu yang baru, percobaan dan proses kreatif yang dihasilkan dalam bentuk produk baru, pelayanan dan proses teknologi [10]. Inovatif merupakan komponen yang penting karena merefleksikan tingkat pentingnya sebuah usaha untuk mengejar kesempatan baru. Risk Taking (pengambil resiko) mempunyai pengertian yang bervariasi berdasarkan pada konteks pengaplikasiannya. Dalam konteks strategi, menurut Baird dan Thomas yang juga disepakati leh Lumpkin & Dess mengidentifikasi 3 (tiga) tipe resiko strategik yaitu: a) venturing into the unknown, b) committing a relatively large portion of assets, c) borrowing heavily [10]. Perusahaan yang beroperasi efektif dan berpikiran untuk pengembangan ke depan akan menerima dan menggunakan dimensi risk taking ini untuk mengukur orientasi wirausaha. Resiko tidak saja dihadapi tetapi memerlukan penanganan yang tepat agar tidak berdampak buruk pada usaha. Penanganan resiko merupakan suatu proses, dimana proses tersebut dimulai dari pengidentifikasian, menganalisis, meredakan dan mencegah terulangnya resiko. Dengan demikian keputusan yang diambil merupakan keputusan yang sudah rasional, keputusan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan. Proactiveness 10

(Proaktif) merujuk kepada bagaimana sebuah usaha dihubungkan dengan kesempatan pasar dan cara memasukinya. Lumpkin dan Dess berpendapat bahwa sikap proaktif dapat juga dikatakan sebagai inisiatif dan perilaku yang ditujukan untuk membentuk lingkungan yaitu mempengaruhi tren dan mungkin saja menciptakan permintaan [10]. Sikap proaktif ini cenderung disamakan dengan sikap yang menyerang/mencari sasaran secara baik. Lawan dari sikap proaktif ini adalah bertahan atau menunggu,tidak melakukan gerakan apabila tidak mendapat hambatan. Sikap proaktif ini dibutuhkan sekali pada lingkungan yang kompetitif. Sikap ini berfungsi untuk menyikapi dinamika lingkungan, pembaharuan dan resiko yang mungkin dihadapi. Autonomy (otonomi) merujuk pada tindakan bebas dari individu atau team dalam mengeluarkan ide atau visi dalam menyelesaikan permasalahan. Secara umum dapat juga dimaknai sebagai kemampuan dan kesanggupan diri mengejar kesempatan. Pada perusahaan kecil diketahui bahwa sifat dan perluasan perilaku otonomi dapat dikenali dengan menginvestigasi bagaimana tersentralnya sebuah kepemimpinan atau seberapa sering seorang menejer melimpahkan kewenangan dan kepercayaan pada tenaga ahli. Competitive Aggresive (agresif kompetitif) adalah kecenderungan perusahaan untuk menantang secara langsung dan intensif pesaing, untuk masuk atau meningkatkan posisi di pasar [10]. Kompetitif agresif adalah karakteristik responsif, yang berupaya membentuk konfrontasi head to head. Kompetitif agresif juga merefleksikan metode kompetisi yang tidak lagi konvensional. Dimensi pengukuran orientasi wirausaha yang dikemukakan oleh Covin dan Slevin digunakan oleh Renko, Carsrud, Brannback dalam penelitian mereka yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi pasar, orientasi wirausaha dan kemampuan teknologi dengan inovasi produk. Objek penelitian mereka adalah perusahaan kecil yang ada di negara United State dan Scandavia. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kemampuan teknologi berpengaruh positif terhadap inovasi produk. Kemampuan teknologi diukur dengan jumlah biaya R&D yang dikeluarkan perusahaan dan jumlah paten [7]. Renko, Carsrud, Brannback juga menambahkan satu parameter lain yaitu: pertanyaan yang menggali informasi seberapa banyak produk atau servis yang sudah diteliti dan dikembangkan oleh perusahaan. Demikian juga dengan Gurbuz dan Aykol meneliti wirausaha dengan lebih dalam lagi dengan memilih variabel entrepreneurial management dan entrepreneurial orientation untuk melihat perkembangan perusahaan kecil, menggunakan dimensi pengukur orientasi wirausaha yang sama. Dua variabel ini pada awalnya berasal dari konsep yang sama tetapi untuk memenuhi tujuan penelitian variabel ini dipisahkan. Entrepreneurial orientation merupakan variabel strategi perusahaan dan entrepreneurial management merupakan praktek manajemen. Walaupun dipisahkan ternyata dua variabel ini tetap saling melengkapi dan memberikan pengaruh positif bagi perkembangaan perusahaan kecil di Turkey [4]. Pada penelitian yang akan dilakukan mengaplikasikan dimensi pengukur orientasi wirausaha Covin dan Slevin dengan tiga dimensi sementara dimensi autonomy dan kompetitif agresif tidak digunakan karena dimensi tambahan yang disampaikan oleh Lumpkin dan Dess dipahami sudah masuk dalam dimensi proaktif. Penelitian ini juga mengembangkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pengembangan dilakukan pada indikator pembentuk dimensi, indikator yang didesain disesuaikan dengan keadaan UMKM makanan ringan dan bordir di Bukittinggi. Pengembangan lainnya adalah penelitian sebelumnya dilakukan di daerah Eropa dan Turkey, dimana karakteristik Usaha Kecil Menengah di sana berbeda dengan karakteristik UMKM di Indonesia. 3. Metode Penelitian Data pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Isi kuesioner merupakan pengembangan dari kuesioner yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Pengembangan isi kuesioner disesuaikan dengan kondisi usaha makanan ringan dan bordir di Bukittinggi. Kuesioner dibentuk dari tiga dimensi mencangkup: inovasi, proaktif dan keberanian mengambil resiko. Dimensi inovatif menggali tentang: produk, inovasi proses produksi dan perkembangan teknologi terkait usaha. Dimensi proaktif mengetahui tentang: respon terhadap pembaharuan ide, perubahan lingkungan, perubahan tren. Sedangkan dimensi keberanian mengambil resiko menelusuri: keberanian dalam menghadapi tantangan, perubahan dan kondisi ketidakpastian. Kuesioner disusun secara sistematis menggunakan Skala Liker s dengan rentang jawaban 1-5. Skala 1 mewakili pendapat yang sangat negatif dan skala 5 mewakili pendapat sangat positif atau rentang pendapat dari sangat tidak setuju sangat setuju. Kuesioner atau instrument penelitian yang telah disusun diuji internalnya (uji reliabilitas) dengan Cronbach Alpha Test. Alasan pemilihan metode ini adalah karena data yang akan dianalisis berskala interval dan sesuai dengan pendapat Sekaran bahwa uji konsisten antar-item yang paling popular dalam berbagai kasus penelitian serta memiliki keandalan adalah Cronbach Alpha Test [11]. Semakin dekat nilai Cronbach Alpha dengan 1, berarti akan semakin tinggi tingkat reliabilitas konsistensi internalnya. Penelitian ini memakai standar minimal koefisien alpha (α) bernilai 0.5 Guilford dalam Maman, dkk [12]. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah atau dianalisis secara deskriptif, yaitu analisis yang 11

menggambarkan suatu objek yang diteliti secara sistematik dan actual serta hubungannya dengan fenomena yang sedang terjadi Maholtra [13]. Dari analisis data akan diketahui bagaimana tingkat inovasi, proaktifitas dan keberanian mengambil resiko pengusaha makanan ringan dan bordir di Bukittinggi. Hasil analisis lainnya adalah diketahuinya tingkat orientasi wirausaha masing-masing usaha sebagai jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya. 4. Hasil dan Pembahasan Orientasi wirausaha dapat dikatakan sebagai upaya yang dilakukan untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan. Merujuk pada pendapat Covin dan Slevin, setidaknya tiga upaya yang harus dilakukan agar tidak kalah dalam menghadapi persaingan. Tiga upaya tersebut meliputi: upaya untuk inovatif, proaktif dan berani mengambil resiko. Semakin maksimal suatu usaha mengupayakan tiga aspek tersebut maka akan semakin tangguh usaha tersebut menghadapi persaingan. Sebaliknya apabila suatu usaha tidak mempedulikan atau kurang tanggap terhadap tiga aspek orientasi wirausaha tersebut maka akan sulit untuk menghadapi berbagai dinamika persaingan. Lambat laun ketidakpedulian tersebut akan berpengaruh negatif terhadap kineja usaha. Inovatif. Sebuah usaha yang berada pada pasar yang tingkat persaingannya tinggi akan menjadikan inovasi sebagai salah satu strategi untuk bertahan. Usaha bordir dan makanan ringan adalah bentuk usaha yang tingkat persaingannya tinggi. Usaha bordir dan makanan ringan relatif mudah untuk dimulai tetapi tidak mudah untuk bertahan, agar mampu bertahan maka pengusaha dituntut untuk terus mencari dan menciptakan hal baru dan bernilai bagi konsumennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha makanan ringan di Bukittinggi kurang berupaya untuk inovatif. Terlihat dari jumlah pengusaha yang antusias untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi terkait dengan usaha makanan ringan yang sedikit hanya 46.5% dari sampel, 35% pengusaha yang melakukan inovasi terhadap produk dan 60% tidak pernah melakukan inovasi dalam proses produksi. Rendahnya upaya inovasi ini membuat produk makanan ringan di Bukittinggi dari waktu ke waktu tidak ada perubahan baik dari segi mutu maupun pemasarannya. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap pariwisata, wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi banyak membeli oleh-oleh makanan tidak di Bukittinggi tetapi di kota Padang. Produk yang dibeli di Padang sebenarnya adalah produk yang banyak dihasilkan oleh UMKM di Bukittinggi seperti keripik singkong. Alasannya produk sudah terkemas dengan baik, kualitas rasa dan bentuk yang lebih baik dan harga yang standar. Berbeda dengan usaha bordir; 77% dari pengusahanya mengikuti perkembangan teknologi dan informasi tentang dunia usaha bordir, 70% pengusaha selalu berusaha menciptakan motif baru bodir, 57.5% melakukan inovasi dalam proses penjualan bordir. Temuan dari usaha bordir ini menunjukkan bahwa usaha ini sudah berupaya untuk inovatif. Inovasi yang dilakukan oleh pengusaha tergolong pada radical innovation menurut Damapour [14]. Pembaharuan dilakukan berdasarkan pada pengembangan produk bordir yang telah ada sebelumnya. Pembaharuan yang terus dilakukan tersebut membuat produk bordir Bukittinggi terus diminati wisatawan. Proaktif Sikap proaktif dapat dikatakan sebagai sikap yang selalu punya inisiatif untuk mencari sasaran yang lebih baik. Sikap ini bertolak belakang dengan sikap menunggu atau mengikuti apa yang dilakukan pesaing. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan usaha makanan ringan kurang proaktif dalam menghadapi persaingan dan perubahan. Kesimpulan ini didukung oleh data: 45% saja pengusaha makanan ringan yang mempunyai inisiatif dan mempelopori terjadinya perubahan, 52.5% pengusaha sudah merespon dan memproduksi makanan yang sedang tren dan 52.5% pengusaha mempelopori kebaharuan ide atau produk. Dengan rendahnya proaktifitas pengusaha makanan ringan menyebabkan tidak adanya pembaharuan yang cukup signifikan terjadi pada produk makanan ringan di Bukittinggi. Mutu produk, kemasan dan cara penjualan umumnya masih mempertahankan cara lama. Demikian juga dengan usaha bordir Bukittinggi, usaha ini juga mempunyai proaktifitas yang rendah. Temuan ini didukung oleh data; 42.5% saja pengusaha bordir berusaha menjadi inisiator pertama menjual produk bordir yang berbeda dengan produk yang beredar di pasaran, sisanya menjual produk bordir yang sudah biasa beredar dipasaran atau mengikuti produk yang biasa dijual pesaing. Produk bordir yang sudah umum diproduksi adalah: mukena, pakaian wanita, jilbab. Sebahagian kecil pengusaha bordir yang menjadi inisiator menjual produk bordir yang berbeda, memproduksi produk meliputi: tablak meja, seprai dan serbet. Produk-produk baru tersebut diterima dan direspon oleh pasar lokal maupun nasional. Artinya pengusaha harus lebih proaktif mencari dan membuat produk baru untuk memperbaiki kinerja bisnis dan sekaligus menghilangkan kejenuhan pasar atas barangbarang yang sudah biasa diproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Weerawardena 2003 [15] yang menyatakan bahwa tingkat proaktifitas yang belum mencapai titik maksimal akan menganggu kinerja dari usaha. 12

Risk Taking atau Berani Mengambil Resiko Berani mengambil resiko merupakan sikap yang harus dimiliki setiap wirausahawan, karena usaha mereka akan dihadapkan pada berbagai tantangan serta ketidakpastian. Usaha makanan ringan dan bordir termasuk usaha yang sarat dengan tantangan serta ketidakpastian, sebagai contoh: produk yang diproduksi belum tentu disukai oleh konsumen, perubahan selera konsumen, perubahan trend fashion dan sebagainya. Untuk menghadapi semua itu perlulah pengusaha mempunyai sikap berani menghadapi resiko. Dari hasil penelitian diketahui keberanian mengambil resiko pengusaha makanan ringan di Bukittinggi masih tergolong rendah. 50% dari sampel penelitian menyatakan tidak berani menghadapi tantangan bisnis, 57,5% dari mereka juga tidak berani menghadapi perubahan yang terjadi dalam bisnis makanan ringan dan tidak berani mengambil peluang baru yang ada. Kurangnya keberanian mengambil resiko menjadi pendukung rendahnya proaktifitas pengusaha makanan ringan, sehingga sulit inovasi tercipta. Pengusaha makanan ringan takut jika melakukan atau membuat inovasi atas makanan ringan yang diproduksi membuat keuntungan yang diperoleh berkurang atau ditinggalkan oleh pasar. Padahal inovasi sangat dibutuhkan sekali pada usaha makanan ringan karena usaha yang sama akan banyak dijumpai, konsumen mempunyai banyak pilihan untuk memuaskan selera mereka. Produk yang inovatiflah yang mampu menarik konsumen dan sekaligus sebagai senjata menghadapi pesaingan. Untuk usaha bordir mempunyai kesimpulan yang tidak jauh berbeda. Keberanian mengambil resiko pengusaha bordir Bukittinggi juga tergolong rendah. Pengusaha bordir yang berani menghadapi perubahan hanya 35%, pengusaha yang berani menghadapi ketidakpastian usaha bordir hanya 40%. Datadata yang diperoleh ini semakin memperjelas alasan kenapa produk bordir di Bukittinggi tidak mengalami banyak perubahan dari masa ke masa. Pengusaha tidak berani mengembangkan bordir pada jenis produk lain kalaupun ada usaha inovasi yang dilakukan hanya untuk produk bordir yang sudah ada. Pengusaha bordir sangat menyadari bahwa produk bordir dari daerah lain telah menyerbu pasar mereka dan merebut hati konsumen tetapi sikap berani menghadapi perubahan itu cukup sulit ditumbuhkan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diduga bahwa kinerja bisnis usaha makanan ringan dan bordir tidaklah menduduki posisi terbaik. Lumpkin dan Dess, menyatakan setiap usaha yang berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan tinggi selayaknya mempunyai keberanian mengambil resiko yang lebih tinggi dalam menangkap peluang pasar [10]. 5. Kesimpulan dan Saran Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat orientasi wirausaha usaha makanan ringan dan bordir belum mencapai titik yang maksimal. Hal ini ditandai dengan masih banyak komponen orientasi wirausaha yang belum optimal dilaksanakan oleh pengusaha kedua jenis usaha tersebut. Pengusaha makanan ringan dinilai berorientasi wirausaha rendah karena kurang inovatif, kurang proaktif dalam menghadapi perubahan dan kurang berani menghadapi resiko atau ketidakpastian. Sedikit berbeda dengan usaha bordir, usaha ini sudah berorientasi wirausaha tetapi belum maksimal dilakukan. Terlihat dari sikap pengusaha yang sudah mau berinovasi tetapi kurang proaktif dan kurang berani menghadapi resiko. Dapat disimpulkan bahwa upaya inovasi yang dilakukan oleh pengusaha bordir lebih lambat daripada upaya inovasi yang dilakukan oleh pesaing. Keterlambatan tersebut terjadi karena pengusaha kurang proaktif dan tidak mempunyai keberanian yang tinggi menghadapi resiko usaha. Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yakni: 1) jumlah sampel penelitian yang digunakan tidak begitu banyak disebabkan kurangnya infomasi tentang berapa jumlah pasti UMKM makanan ringan dan bordir yang ada di Bukittinggi. Kurangnya informasi tersebut membuat perhitungan jumlah sampel minimal tidak ada, 2) sampel penelitian tidak proposional penyebarannya, 3) indikator penelitian masih berpeluang untuk diperluas. Bagi peneliti berikut hendaknya dapat mengatasi kelemahan penelitian ini dengan: 1) mencari infomasi jumlah pasti UMKM makanan ringan dan bordir yang ada di Bukittinggi sehingga dapat ditentukan berapa jumlah minimal sampel yang harus dipenuhi, 2) infomasi tentang jumlah pasti UMKM makanan ringan dan bordir dapat juga digunakan untuk memproposionalkan penyebaran sampel, 3) peluasan indikator pengukur dimensi orientasi wirausaha dapat dilakukan agar penggambaran dimensi orientasi wirausaha semakin jelas. Daftar Pustaka [1] Dinas Koperasi dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat, 2010, Draft Peta Panduan Pengembangan Industri Pengolahan Makanan Ringan, Padang: Dinas Koperasi dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat [2] Ansofino, 2012, Grand Desain Industri Unggulan Dalam Rangka Menuju Perubahan Struktural Perekonomian Sumatera Barat, Menara Ilmu, Januari,1(27) [3] Kohli, A. K. & Jaworski, B. J., 1990, Market Orientation: The Construct Research Propositions and Managerial Implications, Journal of Marketing, Issue 54, pp. 1-18 13

[4] Gurbuz, G. Aykol, S, 2009, Entrepreneurial Management Entrepreneurial Orientation and Turkish Small Firm Growth, Management Research News, 32:321-336 [5] Grinstein, A. 2008, The Relationships Between Market Orientation and Alternative Strategic Orientations A Meta-Analysis, European Journal of Marketing, 42:115-134 [6] Maatoofi, A.R. Tajeddini, K, 2011, Effect of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation on Innovation Evidence from Auto Parts Manufacturing in Iran, Journal of Management Research, 11:20-30 [7] Renko, M. Carsrud, Alan. Brannback, M, 2009, The Effect of A Market Orientation, Entrepreniurial Orientation, and Technological Capability on Innovativeness: A Study of Young Biotechnology Ventures in United State and in Scandinavia, Journal of Small Business Management, 47:331-369 [8] Todorovic, Z.W. & Jun Ma, 2008, Entrepreneurial and Market Orientation Relationship to Performance: The Mulicultural Perspective, Journal of Enterprising Communities People and Place in The Global Economy, 2:21-36 [9] Fairoz, F.M. Hirobumi, T. Tanaka Y, 2010, Entrepreneurial Orientation and Business Performance of Small and Medium Scale Enterprises of Hambantota District Sri Lanka, Asian Social Science, 6:34-46 [10] Lumpkin, G.T. Dess, Gregory G, 1996, Clarifying the Entrepreneurial Orientation Construct and Linking It to Performance, The Academy of Management Review, 21: 135-172 [11] Sekaran, Uma, 2006, Research Methods For Business, Edisi 4, Jakarta:Salemba Empat [12] Maman, Abdurahman. Sambas, A.M. Ating, Somantri, 2011, Dasar-Dasar Metode Statistika Untuk Penelitian, Pustaka Setia, Bandung [13] Maholtra, N.K, 2005, Riset Pemasaran Pendekatan Terapan, Edisi 4, PT Indeks [14] Damanpour, F. 1991, Organizational Innovation: A Meta Analysis Of Effects of Determinants and Moderators, Academy of Management Journal.34:555-590 [15] Weerawardena, Jay, 2003, Exploring The Role of Market Learning Capability in Competitive Strategy, European Journal of Marketing, 37:407-429 Biodata Penulis Afifah, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Manajemen [Universitas Andalas], lulus tahun 2004. Tahun 2011 memperoleh gelar Master of Sains (M.Si) dari Program Studi Manajemen [Universitas Padjajaran]. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan Administrasi Niaga Program studi Administrasi Bisnis [Politeknik Negeri Padang]. Gustina, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E), Program Studi Manajemen [Universitas Andalas], lulus tahun 2001. Tahun 2011 memperoleh gelar Master of Sains (M.Sc) dari Finance and Islamic Banking [International Islamic Univesity Malaysia]. Saat ini sebagai Staf pada Jurusan Administrasi Niaga Program studi Administrasi Bisnis [Politeknik Negeri Padang]. 14