BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang. Perdagangan internasional adalah hal yang datang dan tidak dapat dicegah di era globalisasi seperti saat ini. Perdagangan internasional atau yang lebih dikenal dengan perdagangan antar negara telah berkembang pesat seiring perkembangan teknologi dan akses informasi yang sudah mendunia. Perdagangan internasional terjadi karena beberapa faktor seperti, keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi, adanya keterbatasan produksi, adanya kesamaan selera terhadap suatu barang, terdapat keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain, serta terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia yang dapat hidup sendiri (Ball, 2001:15). Perdagangan internasional adalah pendekatan yang konservatif yang bisa digunakan oleh perusahaan untuk memperluas pasar ke luar negeri dengan mengekspor atau mendapatkan bahan baku berharga murah dengan mengimpor. Perdagangan internasional memberikan dorongan kepada perusahaan untuk menangkap kesempatan dan disaat bersamaan harus mampu meminimalisir risiko. Manajemen risiko merupakan suatu sistem penting dalam operasional perusahaan. Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi (William, 2000:27). Manajemen risiko memiliki arti yang lebih luas, yaitu semua risiko yang mungkin terjadi seperti kerugian harta, jiwa, keuangan, usaha dan lain lain (Salim, 2007:19). 1
Menurut Brigham (2010:216) risiko didefinisikan sebagai suatu halangan; gangguan; eksposur terhadap kerugian atau kecelakaan, jadi risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Menurut Salim (2007 : 4), risiko adalah ketidakpastian atau uncertainty yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Risiko muncul karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian bisa berasal dari fluktuasi aktivitas yang tinggi, semakin tinggi fluktuasi maka semakin besar tingkat ketidakpastiannya. Risiko terbesar dalam transaksi perdagangan internasional adalah risiko dari fluktusai kurs nilai mata uang asing (valuta asing). Perubahan nilai mata uang asing yang tak diduga dapat berdampak penting pada penjualan, harga, dan laba pada perusahaan ekspotir dan importir. Eksposur merupakan tingkat di mana aliran kas (cash flow) perusahaan dipengaruhi oleh perubahan kurs. Eksposur valuta asing akan dialami oleh perusahaan yang melakukan pembayaran dan atau menerima pendapatan dalam valuta asing. Eksposur valuta asing timbul karena kurs valuta asing selalu berubah (Van Horne dan Wachowiz, 2007: 550). Ada beberapa cara untuk menghadapi risiko nilai tukar, seperti : lindung nilai alami, manajemen kas dan penyesuaian transaksi antar perusahaan, lindung nilai pendanaan internasional serta lindung nilai mata uang asing melalui kontrak forward, kontrak berjangka (future contract), opsi mata uang, dan swap mata uang (Van Horne dan Wachowicz, 2007: 558). Tetapi tidak semua perusahaan yang terpengaruh risiko fluktuasi mata uang asing melakukan tindakan lindung nilai. Lindung nilai (hedging) adalah suatu strategi yang diciptakan untuk mengurangi timbulnya risiko bisnis yang tidak terduga, di samping tetap dimungkinkannya 2
memperoleh keuntungan dari investasi (Brigham dan Houston, 2006: 307). Prinsip hedging adalah menutupi kerugian posisi aset awal dengan keuntungan dari posisi instrumen hedging. Sebelum melakukan hedging, hedger hanya memegang sejumlah aset awal. Setelah melakukan hedging, hedger memegang sejumlah aset awal dan instrumen hedging-nya disebut portofolio hedging (Schubert, 2011). Aktivitas hedging dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen derivatif, derivatif merupakan kontrak perjanjian antara dua pihak untuk menjual dan membeli sejumlah barang (baik komoditas, maupun sekuritas) pada tanggal tertentu di masa yang akan datang dengan harga yang telah disepakati pada saat ini. Untuk meminimalkan risiko dari fluktuasi valuta asing tersebut dapat dilakukan Hedging dengan instrumen derivatif valas yaitu melalui kontrak forward, kontrak berjangka (future contract), opsi mata uang, dan swap mata uang (Van Horne dan Wachowicz, 2007 : 564). Hedging dengan instrumen derivatif valas sangat bermanfaat bagi perusahaan yang melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang asing. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan kebangkrutan, memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan kredit dari kreditor dengan lebih mudah, menjalin kerjasama yang lebih baik dengan pemasok, dan juga memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah (karena risiko yang dirasakan oleh pemberi pinjaman lebih rendah). Hedging juga dapat memungkinkan perusahaan untuk meramalkan pengeluaran dan penerimaan kas di masa depan dengan lebih akurat, sehingga dapat mempertinggi kualitas dari keputusan penganggaran kas (Zhu, 2010). 3
Aplikasi kebijakan hedging dengan instrumen derivatif valuta asing semakin meningkat pesat dalam dua dekade terakhir di negara-negara maju. Namun temuan riset-riset empiris mengenai determinan kebijakan hedging masih relatif terbatas, dan membutuhkan riset lebih luas terutama di negara-negara berkembang (Paranita, 2011). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki pasar modal dengan karakteristik yang unik dibandingkan dengan negara-negara maju atau negara-negera berkembang lainnya. Perusahaan manufaktur Indonesia tercatat sebagai salah satu sektor yang banyak menggunakan valuta asing dalam aktivitas-aktivitas perusahaan seperti, impor bahan baku, pengadaan mesin, dan ekspor hasil industri. Transaksi utang dan piutang dalam bentuk mata uang US Dollar dilakukan hampir semua perusahaan manufaktur di indonesia. Beberapa perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia seperti, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Ultrajaya Milk Industri & Trading Company Tbk (ULTJ), dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) adalah perusahaan yang memiliki aktivitas berhubungan langsung dengan eksposur mata uang asing, karena memiliki utang dan piutang dalam mata uang dolar Amerika. Berikut ini gambar pergerakan nilai utang dan piutang dalam denominasi US Dollar setelah dikonfersi dalam bentuk Rupiah. 4
Sumber : www.bi.go.id. Pada Gambar 1.1 dapat diketahui bahwa nilai hutang dan piutang pada beberapa perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI yang bernilai mata uang asing (US Dollar) dapat mengalami fluktuasi nilai saat dikonversi ke dalam mata uang lokal (Rupiah). Selama tahun 2011 2013, nilai tukar Rupiah cenderung mengalami depresiasi atau melemah terhadap nilai US Dollar, sehingga terjadi kenaikan nilai utang dan piutang setelah dilakukan konversi. Dari sisi utang tentu saja depresiasi nilai tukar Rupiah akan merugikan perusahaan karena nilai hutang mengalami kenaikan tetapi dari sisi piutang akan menguntungkan perusahaan karena nilai pengembalian piutang meningkat setelah dikonversi ke mata uang Rupiah. 5
Selain didorong oleh faktor-faktor eksternal, perusahaan yang memiliki eksposur valuta asing juga terdorong melakukan hedging karena beberapa faktor internal. Pertama, leverage merupakan tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya (Schubert, 2011). Alasan yang kuat menggunakan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan hutang yang tinggi yang berarti dapat meningkatkan profitabilitas tetapi di lain pihak juga meningkatkan risiko. Perusahaan yang memiliki eksposur transaksi akan memiliki hutang dalam denominasi mata uang asing (US dolar) sehingga memiliki risiko fluktuasi nilai tukar mata uang. Dengan risiko yang semakin besar maka perusahaan perlu melakukan manajemen risiko untuk mengurangi dampak buruk risiko tersebut pada perusahaan (Clark, 2005 dan Bartram et al., 2006). Semakin tinggi DER maka akan semakin besar tindakan hedging yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk risiko sehingga aktivitas hedging berhubungan positif dengan DER (Zhu, 2010). Kedua, rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan sumber daya jangka pendek yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut (Brigham dan Houston, 2010 : 134). Current ratio merupakan salah satu rasio likuiditas yang bertujuan untuk melihat besarnya aktiva lancar relatif terhadap utang lancarnya. Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya akan semakin berat ketika terdapat hutang jangka pendek dalam denominasi mata uang asing (US dolar). Nilai hutang akan berfluktuasi seiring dengan pergerakan nilai tukar mata uang lokal (rupiah) terhadap US dolar. Ketika rupiah terdepresiasi 6
maka nilai hutang akan meningkat dan ketika rupiah terapresiasi nilai hutang akan menurun. Keadaan ini menimbulkan risiko yang lebih besar untuk ditanggung perusahaan sehingga perusahaan terdorong untuk melakukan hedging yang dapat dilakukan dengan instrumen derivatif valuta asing (Guniarti, 2014). Dengan demikian semakin tinggi nilai current ratio maka semakin rendah aktivitas hedging yang dilakukan karena risiko yang muncul cenderung rendah dan sebaliknya (Clark, 2006 & Ameer, 2010). Ketiga, Growth opportunity yang tinggi menunjukkan perusahaan yang maju dengan kecenderungan kebutuhan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk membiayai pertumbuhan tersebut di masa yang akan datang. Oleh karena itu, perusahaan akan mempertahankan pendapatan yang diperoleh untuk diinvestaskan kembali dan pada waktu bersamaan perusahaan akan diharapkan tetap mengandalkan pendanaan melalui utang yang lebih besar (Schubert,2011). Growth opportunity diproksikan oleh Market to Book Value, Proksi ini dapat memberikan gambaran bagaimana investor menghargai perusahaan sehingga investor bersedia menanamkan modalnya di perusahaan. Nilai pasar yang di dalamnya terkandung unsur laba bersih perusahaan dan modal perusahaan dapat mengalami penurunan nilai ketika perusahaan menderita ancaman kesulitan keuangan dan ancaman kebangkrutan yang lebih besar karena perusahaan memiliki risiko fluktuasi nilai tukar mata uang dan memiliki eksposur valuta asing. Sedangkan dalam book value terdapat unsur utang dimana utang dalam denominasi mata uang asing yang dimiliki perusahaan dapat memberikan ancaman kesulitan keuangan dan kebangkrutan yang lebih besar pada perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kesempatan pertumbuhan yang tinggi membutuhkan 7
tambahan modal dari pihak eksternal dalam jumlah yang kuat untuk membiayai kegiatan-kegiatan perusahaan. Modal eksternal tersebut dapat diperoleh dari pihak luar negeri sehingga terdapat risiko perubahan nilai tukar mata uang. Dengan demikian perusahaan yang memiliki growth opportunity yang tinggi cenderung menjadi hedger untuk melindungi perusahaannya (Nance et al., 1993 dan Ameer, 2010) sehingga terdapat hubungan positif antara growth opportunity dan aktivitas hedging. Keempat, Besarnya ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemudahan suatu perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan baik eksternal maupun internal (Guniarti,2014). Bahkan ukuran perusahaan dapat pula menciptakan hambatan masuk bagi perusahaan lain untuk memasuki industri tersebut. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam menjalankan perusahaan sehingga berdampak perusahaan tersebut melakukan manajemen risiko yang lebih ketat. Perusahaan yang lebih besar tentunya memiliki aktivitas operasional yang luas dan lebih berisiko karena adanya kemungkinan besar untuk bertransaksi hingga ke berbagai negara. Ketika perusahaan dengan ukuran yang besar beroperasi melintasi berbagai negara akan melibatkan beberapa mata uang yang berbeda. Dalam kegiatannya akan terdapat risiko fluktuasi nilai tukar mata uang. Oleh karena itu, perusahaan yang lebih besar akan lebih banyak melakukan aktivitas hedging dalam rangka melindungi perusahaan dari risiko fluktuasi nilai tukar mata uang (Nance et al., 1993). Kelima, kepemilikan manajerial atau kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan akan menyelaraskan kepentingan manajemen dan pemilik perusahaan, sehingga dapat mengurangi konflik keagenan. Meningkatnya 8
kepemilikan manajerial maka para manajer perusahaan akan mengurangi perilaku yang merugikan perusahaan. Didukung oleh penelitian Ahmad (2012) semakin tinggi rasio kapemilikan manajerial maka akan semakin banyak aktivitas hedging yang dilakukan perusahaan. Berikut rata-rata rasio keuangan beberapa perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI pada tahun 2009-2012 dan keputusan hedging nya Tabel 1.1 Rata-rata rasio keuangan beberapa perusahaan manufaktur dan keputusan hedging pada tahun 2011-2013 (%) No Nama Perusahaan /Kode DER CR MO MTBV LnTotalAset Keterangan 1 PT Polychem Indonesia Tbk /ADMG 1,76 1,43 0 0,60 29,38 Tidak melakukan hedging 2 PT AstraOtopartsTbk /AUTO 0,46 1,60 0,02 1,83 29,81 Melakukan hedging 3 PT IndoKordsaTbk /BRAM 0,30 3,09 9,46 1,53 28,43 Melakukan hedging 4 PT Fast Food IndonesiaTbk /FAST 0,70 1,71 0 4,96 28,20 Tidak melakukan hedging 5 PT Indofood Sukses MakmurTbk /INDF 0,92 2,01 0,02 1,77 31,71 Melakukan hedging 6 PT Kalbe Farma Tbk /KBLF 0,29 3,61 0 5,45 29,74 Tidak melakukan hedging 7 PT Beton Jaya Manungggal Tbk/ BTON 0,28 3,3 9,58 0,81 25,68 Tidak melakukan hedging 8 PT SMART Tbk /SMAR 1,02 1,79 0 2,15 30,41 Tidak melakukan hedging 9 PT Ultra Jaya MilkTbk /ULTJ 0,52 1,90 17,80 2,25 28,41 Melakukan hedging Sumber : data diolah, ICMD. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa ADMG memiliki DER yang tertinggi yaitu sebesar 1,76 tetapi tidak melakukan hedging. Sementara itu, BRAM yang memiliki DER terendah yaitu sebesar 0,30 melakukan hedging. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan semakin tinggi DER maka semakin tinggi aktivitas hedging. Begitu juga FAST dan SMAR yang memiliki CR relatif lebih rendah daripada INDF dan BRAM yaitu sebesar 1,71 dan 1,79 tidak melakukan hedging, sedangkan INDF dan BRAM yang memiliki CR relatif tinggi yaitu sebesar 2,01 dan 3,09 melakukan aktivitas hedging. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan semakin rendah CR suatu perusahaan maka semakin tinggi aktivitas hedging. BTON yang memiliki MO yang relatif tinggi yaitu sebesar 9,58 tidak melakukan hedging sedangkan BRAM yang memiliki 9
MO relatif rendah yaitu 0,02 melakukan hedging, hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan semakin besar MO suatu perusahaan maka semakin tinggi aktivitas hedging yang dilakukan. Dan KLBF dan FAST yang memiliki MTBV yang relatif tinggi yaitu 5,45 dan 4,96 tidak melakukan hedging, sementara AUTO dan BRAM yang memiliki MTBV relatif rendah yaitu sebesar 1,83 dan 1,53 melakukan hedging. Hal ini bertentangan dengan teori yang mengatakan semakin tinggi growth options maka semakin tinggi aktivitas hedging. Begitu juga SMAR yang memiliki firm size yang diproksikan dengan Ln total aset yang relatif tinggi yaitu sebesar 30,41 tidak melakukan hedging, sementara itu BRAM yang memiliki firm size lebih rendah yaitu sebesar 28,43 melakukan hedging. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan semakin besar suatu perusahaan maka semakin tinggi aktivitas hedging. Fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumya maka peneliti mengambil judul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Intrument Derivatif Sebagai Pengambilan Keputusan Hedging (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013). 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang sudah di uraikan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh faktor-faktor penggunaan instrumen derivatif yang terdiri dari: Debt to Equity Ratio (DER), Maket to Book Value (MTBV), Current Ratio(CR), Ukuran 10
Perusahaan, dan Managerial ownership terhadap Keputusan Hedging perusahaan manufaktur yang terdatar di Bursa Efek Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari faktor-faktor penggunaan instrumen derivatif yang terdiri dari Debt to Equity Ratio (DER), Market to Book Value (MTBV), Current Ratio, Ukuran Perusahaan, dan Managerial ownership terhadap Keputusan Hedging perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Peneliti Penelitian ini nermanfaat bagi peneliti untuk menembah wawasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan hedging dalam perusahaan. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi bagi peusahaan sebagai salah satu alat pertimbangan dalam pengambilan keputusan hedging untuk meminimalisasikan risiko perusahaan. 3. Bagi Investor Penelitian ini bermanfaat bagi investor untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan saat berinvestasi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa atau pembaca lain yang berminat untuk membahas masalah mengenai 11
faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan hedging dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi yang membacanya. 12