1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya. Pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan. Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran perekonomian. 1 Meskipun kondisi ekonomi pada saat ini berangsur-angsur membaik tetapi banyak Bank terkena dampak negatif dari krisis moneter pada tahun 1997 dan banyak Bank mengalami kebangkrutan. Bangkrut diidentikan dengan keadaan seseorang yang tidak mampu lagi membayar hutang atau mengalami kegagalan dalam usahanya. 2 Menurut O.P Simorangkir, Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Ada pun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan 1 Johhanes Ibrahim, 2003, Pengimpasan pinjaman (kompenasasi) dan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit bank, Utomo, Bandung, h.1. 2 Jono, 2008, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, h.1. 1
2 oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. 3 Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bertolak dari berbagai pengertian tentang Bank,maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan, yang dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dan menyalurkannya kembali ke masyarakat melalui pranata hukum perkreditan. Mengingat Bank sebagai lembaga jasa keuangan yang secara langsung dapat menarik dana dari masyarakat, perlu pengaturan secara khusus. 4 Mengenai mengatur dan mengawasi Bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 setelah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UUBank Indonesia) Pasal 33 mengatur bahwa dalam 3 Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan, Cv. Mandar Maju, Bandung, h.1. 4 Ibid,h.2.
3 hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku. Menurut Pasal 2 ayat (3) Undang -Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKepailitan) menyatakan bahwa dalam hal debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini bank-bank berada dalam pengawasan Bank Indonesia dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dan Bank Indonesia selalu mengadakan pengawasan terhadap Bank tertentu. Bank menyangkut kepentingan orang banyak dan Bank Indonesia adalah Bank sentral yang mengadakan pengawasan terhadap bank-bank yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah, dengan jelasnya Bank tersebut tidak berhak mengajukan pailit terhadap pengadilan dengan sendirinya. Bank sebagai debitur tidak dapat mengajukan permohonan pailit, baik itu dalam pengawasan Bank Indonesia ataupun telah ditetapkan dan diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam rangka penyehatan bank tersebut. 5 Bank Indonesia sebagai induk dari lembaga perbankan yang ada di Indonesia yang salah satu tugasnya adalah untuk memelihara dan menjaga kestabilan sistem 5 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, h.110.
4 moneter maka kecil kemungkinan memailitkan sebuah lembaga perbankan yang bermasalah, hal ini menjadi ganjalan terhadap kreditor Bank sehubungan dengan pasal 2 ayat (3)UU Kepailitan. Bank Indonesia tetap memelihara kestabilan keuangan dan kepercayaan masyarakat sebagai nasabah sekaligus kreditur bagi bank tanpa memailitkan lembaga perbankan yang bermasalah dengan kebijakan yang dibuat. Kedudukan Bank Indonesia yang mandiri tersebut memberikan wewenang yang begitu besar kepada Bank Indonesia. Salah satu perkara kepailitan Bank yang sangat menarik untuk dikaji adalah perkara PTBank IFI yang mengajukan permohonan kepailitan kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk., sehubungan dengan tagihan yang diajukan oleh PT Bank IFI, PT Bank Danamon Indonesia Tbk., telah melakukan penawaran pembayaran, tetapi penawaran pembayaran dimaksud tidak diterima oleh PTBank IFI karena jumlah yang ditawarkan oleh PT Bank Danamon Indonesia Tbk., tidak sesuai dengan perhitungan yang dibuat dan ditagihkan oleh PT Bank IFI untuk itu PT Bank Danamon Indonesia Tbk., selanjutnya menawarkan pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan ditolaknya tawaran pembayaran yang disertai dengan konsinyasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Majelis Hakim berpendapat bahwa PT Bank Danamon Indonesia Tbk., masih mempunyai utang kepada PT Bank IFI, PT Bank IFI tidak mempunyai kapasitas sebagai Pemohon Pailit sedangkan yang berkapasitas hanyalah Bank
5 Indonesia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta mengadili menolak pemohon pailit PT Bank IFI. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka skripsi ini akan diberi judul : Kepailitan Bank Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst Dalam Permohonan Dari : PT Bank IFI (Pemohon) Terhadap PT Bank Danamon Tbk. (Termohon). Bank IFI telah mengajukan permohonan kepailitan kepada Bank Indonesia agar Bank Danamon dipailitkan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah mekanisme mempailitkan bank? 2. Bagaimanakah analisis pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta Pusatdalam Putusan Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Sesuai dengan rumusan masalah di atas, untuk mendapatkan hasil pembahasan yang sistematis dan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka perlu kiranya ditetapkan batasan-batasan dalam ruang lingkup tertentu. Oleh karenanya pembahasan dalam penelitian ini hanya berpusat pada Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor: 21/Pailit/2001/PN.Niaga. Jkt. Pst dan Undang-Undang Nomor
6 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan dari berbagai teoriteori, doktrin-doktrin dan asas-asas hukum. 1.4 Orisinalitas Penelitian Usulan penelitian ini diajukan pada bulan September 2015. Ide penelitian ini murni dari hasil pemikiran peneliti yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan ditemukan beberapa penelitian sejenis namun memiliki substansi yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagaimana disebutkan dibawah ini. NO JUDUL PENELITIAN NAMA PENELITI PERMASALAHAN 1 Tinjauan yuridis tentang kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT Bank IFI terhadap PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Andreas Timoty Bagaimana Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang mengadili perkara tersebut.
7 2 Implementasi kewenangan Bank Indonesia dalam kepailitan lembaga perbankan Ferdinando Emanuel Gudipung Mengapa Bank Indonesia tidak pernah menjalankan kewenangannya dalam kepailitan lembaga perbankan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang serta apakah pasal kewenangan Bank Indonesia tidak pernah menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan memailitkan Bank. Penelitianpenulis berjudul Kepailitan Bank Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst Dalam Permohonan Dari : PT Bank IFI (Pemohon) Terhadap PT Bank Danamon Tbk. (Termohon). 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut : 1.5.1 Tujuan Umum
8 Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangan ilmu hukum terkait paradigma science as a process, yang artinya ilmu tidak akan pernah final untuk digali dan tidak akan pernah habis untuk ditelusuri kebenarannya. 1.5.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui mekanisme mempailitkan Bank ditinjau dari Putusan Pengadilan Niaga Nomor: 21/Pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst dalam permohonan Pailit oleh PT Bank IFI terhadap PT Bank Danamon Tbk. b. Untuk mengetahui bagaimana analisis pertimbangan hukum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam Putusan Nomor: 21/pailit/2001/PN.Niaga.Jkt.Pst. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua pihak. Adapun manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut. 1.6.1 Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum sehingga kiranya dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka dan rujukan dalam bidang hukum kepailitan dan hukum perbankan.
9 1.6.2 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum yang diharapkan dapat sebagai masukan dalam menangani masalah kepailitan Bank, sebagai bahan dasar pertimbangan hakim dalam memilih dan memutuskan suatu perkara kepailitan Bank. 1.7 Landasan Teoritis Kepailitan berasal dari kata dasar pailit yang diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan debitor yang berhenti membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. 6 Menurut Peter J.M Declerq menekankan bahwa kepailitan lebih ditujukan kepada debitor yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor. Tidak membayarnya debitor tersebut tidak perlu diklasifikasikan bahwa apakah ia benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utangnya tersebut ataukah karena tidak mau membayar kendatipun ia memiliki kemampuan untuk itu. 7 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUKepailitanmenyatakan bahwa. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang ini. 6 Zaeni Asyhadie, 2012, Hukum Bisnis Prinsip Dan Pelaksanaanya di Indonesia, Cet.VI, RajaGrafindo Persada, Jakarta,h.341. 7 M. Hadi Shubhan, 2009, Hukum Kepailitan prinsip, norma, dan praktik di peradilan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat M.Hadi Shubhan II) h.4.
10 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(selanjutnya disebut KUH Perdata) memberikan dua asas umum mengenai jaminan. 8 Asas yang pertama dalam Pasal 1131 KUH Perdata, yang menentukan bahwa segala harta kekayaan debitor, baik yang berupa benda bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitor dengan para kreditornya. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata memberi perlindungan hukum terhadap hak-hak para kreditor. Asas yang kedua dalam Pasal 1132 KUH Perdata, bahwa kekayaan debitor menjadi jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberikan utang kepada debitor, sehingga apabila debitor wanprestasi, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitor dibagi menjadi proporsional menurut besarnya piutang masingmasing kreditor, kecuali apabila di antara para kreditor tersebut terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditor-kreditor lain. Untuk merealisasikan kedua asas umum jaminan tersebut dalam penyelesaian utang piutang lahirlah lembaga hukum kepailitan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitanyang menentukan dalam hal menyangkut debitor yang merupakan Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini bank-bank berada di dalam pengawasan Bank Indonesia dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh 8 Sri Sumantri Hartono, 1981, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Liberty, Yogyakarta, h.3
11 Bank Indonesia dan Bank Indonesia selalu mengadakan pengawasan terhadap bank tertentu. Pada dasarnya telah dinyatakan bahwa Bank sebagai debitor tidak dinyatakan pailit atas debitor itu sendiri, tetapi harus diajukan oleh Bank Indonesia yang berfungsi sebagai Bank sentral negara, tetapi ada kalanya Bank tersebut mengajukan pernyataan pailit untuk penyelesaian utang-utang terhadap kreditornyakreditornya, Bank juga berfungsi sebagai finansial intermediary dengan kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat atau pemindahan dana masyarakat. Sektor Perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian. Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem Perbankan nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan Bank secara individu melainkan penyehatan Bank secara menyeluruh. Upaya penyehatan Perbankan nasional menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat penggunaan jasa Bank. Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan Bank serta pengenaan sanksi terhadap Bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Disini Bank Indonesia menerapkan prinsip kehatihatian agar terjaganya kepercayaan masyarakat terhadap Bank.
12 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu penelitian ilmiah yang mempelajari suatu gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya atau melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan yang timbul dari gejala yang bersangkutan. 9 Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis, karena dalam penulisan skripsi ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepailitan Bank, sedangkan penelitian normatif karena dalam membahas permasalahan penelitian ini menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hokum dan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 10 9 Soerjono Soekanto dalam Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pres, Jakarta.h.38. 10 Mukti Fajar ND Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif&Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.h.34.
13 Terdapat beberapa ciri-ciri penelitian hukum normatif, diantaranya : a. penelitian beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma hukum/asas hukum; b. tidak menggunakan hipotesa; c. menggunakan landasan teori; d. menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 11 1.8.2 Jenis Pendekatan Jenis Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus ( the case approach), pendekatan perundang-undangan ( the statute approach) dan pendekatan analisa konsep hukum ( analitical&conseptual approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara meneliti setiap peristiwa hukum, alat bukti, dan pertimbangan hukum yang dinyatakan dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor: 21/Pailit/2001/PN.Niaga. Jkt.Pst. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan meneliti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan dan kepailitan. 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 11 Amiruddin, Zainal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta,h.166.
14 1. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum primer dalam penelitian ini berupa peraturan perundangundangan yaitu : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat Pasal 23 D Negara memiliki suatu Bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dalam Undang-Undang. b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Terjemahan R. Subekti dan R Tjitrosudibio. c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443, Pasal 1 ayat (1) tentang pengertian Kepailitan, Pasal 2 ayat (3) te ntang dalam hal debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 setelah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901 Pasal 33 yang mengatur tentang dalam hal keadaan
15 suatu Bank menurut Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan. e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, kamus dan ensiklopedia, serta informasi dari media internet yang relevan dan dapat dipercaya. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan dari penulisan skripsi ini, kerena jenis penelitian yang digunakan adalah normatif.dalam penulisan skripsi ini menggunakan teknik studi kepustakaan, yang mana dengan metode ini mencari, mempelajari dan memahami berbagai pendapat, teori dan konsepsi yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang didapatkan dari literatur-literatur yang tersedia serta peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Kepailitan Bank.Bahan hukum yang relevan
16 dikumpulkan dengan sistem kartu ( card system), yang kemudian kartu ini disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan pada kartu dicatat konsep-konsep yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum pada tulisan ini. 1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif analisis dengan menggunakan metode evaluatif, metode sistematis, metode interprestatif dan metode argumentatif. Teknik deskriptif analisis adalah penjabaran data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang nantinya akan menjawab permasalahan. Metode evaluatif adalah penelitian yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang apa yang terjadi yang merupakan kondisi nyata mengenai keterlaksanaan rencana yang memerlukan evaluasi. Metode sistematis adalah segala usaha menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Metode interprestatif adalah metode yang menafsirkan peraturan perundangundangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum.karena suatu undang-undang pada hakikatnya merupakan bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan yang berlaku
17 sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Metode argumentatif adalah alasan berupa uraian penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan secara logis untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan, berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret, serta system hukum dan penemuan hukum yang berkaitan dengan obyeknya.