BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua sangat menginginkan anaknya lebih baik, lebih hebat dan lebih berhasil dari mereka. Sebaliknya tidak ada orang tua di muka bumi ini yang menginginkan anak-anaknya lebih rendah kedudukan sosialnya, gagal dalam hidupnya dan tidak memiliki masa depan yang cerah. Anak adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa sehingga setiap orang yang dikaruniai seorang anak wajib untuk mengasihi, membimbing, memberikan pendidikan yang terbaik serta mengupayakan kesejahteraannya sesuai dengan kemampuan yang orang tua miliki karena anak juga adalah masa depan keluarga. Kehadiran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang menjadi bagian dari Sistem Pendidikan Nasional Indonesia menjadi sangat penting bagi peletakan dasar pendidikan anak seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003. PAUD membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anggapan bahwa pendidikan itu baru bisa dimulai setelah Sekolah Dasar (7 tahun) ternyata tidak benar, bahkan pendidikan yang dimulai pada usia TK (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat karena sebenarnya pendidikan itu bisa dimulai sejak anak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Anak pada usia dini memiliki kemampuan belajar yang luar biasa, khususnya pada awal anak-anak. Keinginan anak untuk belajar menjadikan anak aktif dan eksploratif.
Anak belajar dengan panca inderanya untuk memahami sesuatu dalam waktu singkat dan beralih ke hal yang lain untuk dipelajari. Pendidikan anak usia dini dilakukan dengan tujuan memberikan konsep dengan pengalaman nyata dan anak menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak sehingga menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru yang menempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosial emosional, agama dan moral pada anak. Salah satu potensi dasar yang harus di kembangkan pada anak dalam usia dini adalah potensi kreativitasnya. Berdasarkan pengamatan saya selama menjadi guru di TK. To Be Plus, ternyata perkembangan kreativitas anak belum berkembang sesuai dengan harapan. Harapan saya perkembangan kreativitas berkembang sangat baik (BSB) dan berkembang sesuai harapan (BSH), namun kenyataannya kreativitas anak masih mencapai mulai berkembang (MB) dan belum muncul (BM). Hal ini ditandai dengan adanya 8 anak dari 20 anak di kelas B masih lambat dan bergantung kepada temannya, tidak percaya diri, kurangnya rasa ingin tahu di kelas, tidak kritis, dan tidak mau bertanya. Kreativitas merupakan sebuah hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh anak. Melalui
kreativitas anak akan semakin mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mampu mencari solusi terhadap berbagai masalah yang biasa dihadapi oleh anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak. Ada beberapa hal yang biasa pembelajaran di TK. tempat penulis mengajar yaitu TK. To Be Plus Kec. Medan Johor, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat/makan, kemudian diakhiri dengan kegiatan penutup. Sebagai kegiatan awal, penulis meminta dan mengarahkan anak untuk berbaris lurus sejajar di halaman sekolah dengan rapi. Setelah barisan rapi, anak diajak berdoa, dan bernyanyi bersama. Kemudian penulis bercerita sesuai tema hari ini. Dalam kegiatan inti, penulis kemudian membagi anak-anak menjadi tiga kelompok, masing-masing anak diberikan satu kegiatan. Misalnya kelompok pertama diminta menebalkan garis putus-putus menjadi sebuah huruf M, sedangkan kelompok kedua menggambar bentuk matahari, dan kelompok ketiga mewarnai gambar matahari. Setelah seluruh kelompok menyelesaikan tugasnya, maka anak-anak boleh istirahat lalu makan bersama. Tetapi sebelum makan, anak-anak diajak untuk berdoa dan mencuci tangan secara bergiliran, lalu makan bersama. Dalam kegiatan akhir, penulis mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, melakukan proses tanya jawab kepada anak-anak tentang kegiatan satu hari ini. Sebelum pulang anak-anak diajak untuk bernyanyi bersama, kemudian berdoa, mengucapkan salam, dan kemudian anak-anak boleh pulang. Setelah proses pembelajaran selesai, penulis melihat bahwa anak-anak di TK. To Be Plus pada umumnya pembelajaran kreativitas kurang mendapat hasil yang baik, anak belum dapat mengekplorasikan idenya dalam bentuk karyanya sehingga penulis dan juga sebagai guru yang banyak melakukan kegiatan tersebut dengan cara menggurui dan
memberikan contoh yang terkadang rumit. Hal ini dapat dilihat dari coretan yang dihasilkan oleh anak masih bersifat umum dan menampilkan hasil yang sama setiap kali ada pemberian tugas. Ketika pemberian tugas kelas menjadi ramai, anak sering jalanjalan sendiri, dan tidak serius dalam pembelajaran, anak juga takut dan tidak percaya diri dalam mengungkapkan idenya sendiri kalau tidak dibantu oleh guru. Anak-anak masih berfokus pada apa yang telah dicontohkan oleh guru sehingga hasilnya belum berkembang sesuai harapan. Pembelajaran kreativitas merupakan aktivitas merupakan aktivitas yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk menjadi kreatif, guru memberikan kebebasan untuk melakukan, memegang, menggambar, membentuk, ataupun membuat sesuatu dengan caranya serta menguraikan pengalaman sendiri. Keadaan tersebut dilihat dari hasil pengamatan oleh penulis, bahwa masih banyak anak yang cepat sekali bosan, anak mudah menyerah, anak suka meniru jawaban temannya, dan anak takut salah dan malu ketika diminta untuk memberikan pendapat atau idenya. Selain itu, anak-anak juga dibebani dengan hafalan-hafalan urutan huruf dan angka, menghitung, menulis sesuai contoh yang diberikan guru sehingga anak cenderung kurang aktif. Sedangkan pengembangan kreativitas anak lebih banyak menggunakan kertas dan origami saja. Sehingga penulis mengambil kesimpulan untuk menggunakan permainan puzzle. Pada saat bermain puzzle anak diharapkan memiliki kesenangan, kepercayaan diri dan ide dalam memecahkan masalah dengan kreatif tanpa harus bergantung kepada orang lain. Sebab puzzle itu disukai oleh anak dan tidak sulit mencarinya. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Puzzle merupakan kepingan tipis yang terdiri dari 2-3 bahkan 4-6 potong yang terbuat dari kayu atau lempeng karton. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun
kemampuan kreativitas anak meningkat dan juga anak akan terbiasa untuk bersikap tenang, percaya diri, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat anak menyelesaikan puzzle merupakan salah satu semangat untuk menemukan hal-hal yang baru. ( www. kafebalita.com : 2009 ) Hal inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti dan permasalahan tersebut oleh peneliti segera ditindaklanjuti dengan mengadakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul Upaya meningkatkan kreativitas melalui kegiatan bermain puzzle kelompok B di TK. To Be Plus Medan Johor TA. 2015/2016. 1. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kreativitas anak menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. 2. Penggunaan alat-alat seperti kertas dan origami cenderung membuat anak menjadi bosan. 3. Anak masih tidak percaya diri, takut, malu dan mudah menyerah dalam melakukan kegiatan. 1. 3. Batasan Masalah Berdasarkan Identifikasi masalah di atas, maka peneliti akan membatasi masalah yang akan dikaji yaitu Upaya meningkatkan kreativitas melalui kegiatan bermain puzzle di Kel. B di TK. To Be Plus Medan TA. 2015/2016. 1. 4. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah Apakah dengan menggunakan kegiatan bermain puzzle dapat meningkatkan Kreativitas Anak di Kel. B di TK. To Be Plus Medan TA.2015/2016.
1. 5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pengembangan kreativitas anak usia 5-6 tahun dapat dilakukan melalui bermain puzzle di TK. To Be Plus Medan TA. 2015/2016. 1. 6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang baik dalam meningkatkan kreativitas anak melalui bermain puzzle. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru Sebagai bahan masukan bagi guru untuk memperbaiki, mencari, dan menemukan cara mengatasi permasalahan yang dialami anak didik melalui bermain puzzle. b. Bagi sekolah Sebagai bahan membuat kebijakan untuk memperbaiki dan mengembangkan program pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas. c. Bagi peneliti Sebagai bahan dan informasi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkenaan dengan kreativitas dan bermain puzzle anak. d. Bagi peneliti lain Sebagai bahan masukan yang baru untuk menyelesaikan masalah yang terjadi selama proses pembelajaran.