Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Telaah Hukum Kelayakan Pemekaran Kecamatan (Studi Kasus: Pemekaran Calon Kecamatan Danau Kerinci Barat Kabupaten Kerinci) Oleh: Ivan Fauzani Raharja 1

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA, KEPALA DESA, BADAN PERMUSYAWARATAN DESA, DAN PERATURAN DESA

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

-2- Dengan Persetujuan Bersama

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

KABUPATEN LOMBOK BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2006 SERI : E.12

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

~ 1 ~ BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG D E S A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG P E R AT UR AN D AE R AH K ABU P AT EN B AT AN G NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN DESA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2011 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BUPATI KUANTANSINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

KAJIAN YURIDIS PEMBENTUKAN DAN PEMEKARAN DESA DI KABUPATEN MINAHASA 1 Oleh: Merilin L. I. Thomas 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan prinsip-prinsip hukum pengaturan pembentukan dan pemekaran wilayah desa juga penerapannya dalam masyarakat. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif yang sumber data atau pada penelitian diperoleh dari berbagai bahan hukum yang meliputi, bahan hukum primer yang diperoleh dari beberapa perundang-undangan tentang Desa dan Pemerintahan Daerah, bahan hukum sekunder yang dapat menjelaskan bahan hukum primer yang diperoleh dari literatur, buku-buku yang terkait dengan pemekaran wilayah/desa dan lain sebagainya, serta bahan yang dapat menerangkan arti atau makna serta etimologis maupun terminologis pada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan ensiklopedia sebagai bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pemerintah mengeluarkan Moratorium Pemekaran Desa, dalam melakukan pembentukan/pemekaran desa, pemerintah masih perpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Setelah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa diterbitkan, maka dimungkinkan adanya pemekaran desa yang harus berdasarkan pada UU No. 6 thn 2014 tersebut. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kata kunci : Desa, Pembentukan/Pemekaran Desa, Minahasa. PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara hukum. 3 Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan 1 Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Dr. Cornelius Tangkere, SH, MH; Dr. Emma V. T. Senewe, SH, MH 2 Mahasiswa pada Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado, NIM. 14202108017 urusan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku (wetmatigheid van bestuur). 4 Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV menyebutkan bahwa. membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia juga adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur undangundang, untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hadirnya kebijakan desentralisasi merupakan solusi yang tepat dengan keberadaan wilayah Indonesia yang begitu luas. Pembangunan di seluruh daerah akan semakin berhasil jika pembangunan wilayah dilaksanakan dengan manajemen otonomi sebagai sistem dalam proses pembangunan nasional. 5 Perwujudan otonomi pada daerah akan meningkatkan kreatifitas aparatur pemerintah daerah, terutama karena daerah memiliki kesempatan untuk secara aktif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, adanya otonomi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 1 ayat (3). 4 Ridwan HR. 2011. Hukum Administrasi Negara (edisi revisi). PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. 17. 5 Lukman Santoso Az. 2015. Hukum Pemerintahan Daerah (Mengurai Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia). Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 99. 27

daerahnya masing-masing, baik secara kualitas maupun kuantitas. Berbeda dengan otonomi desa yang berasal dari bawah (kehendak masyarakat) maka otonomi daerah berasal dari atas (pemberian pemerintah pusat). 6 Desa, atau sebutan-sebutan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adatistiadat untuk mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut dengan self-governing community. Sebutan desa sebagi kesatuan masyarakat hukum, baru dikenal pada masa Kolonial Belanda. Adapun yang dinamakan desa ialah suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Sejatinya desa adalah negara kecil atau apa yang dimaksud Ter Haar sebagai doorps republiek, 7 karena sebagai masyarakat hukum desa memiliki semua perangkat suatu negara: teritori, warga, aturan atau hukum (rules or laws), dan pemerintahan. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8 Dengan penerapan otonomi daerah timbul ide dan gagasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, termasuk rumah tangga desa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam daerah kabupaten/kota dapat dibentuk desa. 9 Pemekaran wilayah merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas penyelenggaraan 6 Inu Kencana Syafiie. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. PT Bumi Aksara: Jakarta. 129. 7 Ni matul Huda. 2015. Hukum Pemerintahan Desa (Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi). Setara Press: Malang. 34. 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 1 ayat (1). 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 371 ayat (1). pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Ini berarti jika suatu daerah memiliki jumlah penduduk atau wilayah yang terlalu besar, dimungkinkan akan mengganggu atau mengurangi efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, sehingga wilayah atau daerah tadi kemungkinan dapat dimekarkan. Wilayah desa yang terlalu luas secara langsung memberikan dampak yang signifikan dalam menentukan program-program pembangunan desa. Rentang kendali pemerintahan yang terlalu jauh menjadi salah satu faktor pendorong yang melahirkan aspirasi masyarakat dalam pembentukan suatu desa. Jarak yang terlalu jauh menuju pusat pemerintahan desa untuk mendapatkan jasa dan pelayanan pemerintah serta birokrasi yang terlalu panjang, dipandang sebagai suatu masalah yang menyebabkan lambannya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Solusinya adalah dengan melakukan pembentukan desa baru, sehingga masyarakat sebagai pelanggan lebih dekat dengan pemberi layanan dan berharap mendapat pelayanan prima yang nantinya akan berdampak positif dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Faktor lain yang menjadi alasan pembentukan desa baru adalah kesamaan sosial budaya dan adat-istiadat masyarakat setempat. Pemekaran desa pada dasarnya merupakan suatu proses pembagian wilayah desa menjadi lebih dari satu wilayah, atas dasar prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul dan adat-istiadat maupun sosial budaya masyarakat setempat, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana prinsip-prinsip hukum pengaturan pembentukan dan pemekaran wilayah desa? 2. Bagaimana penerapan pembentukan dan pemekaran desa? METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini yaitu menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu 28

penelitian kepustakaan (library research). Disebut penelitian hukum normatif atau kepustakaan, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum lain. Pada penelitian hukum seperti ini, seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) serta hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia. 10 Sumber data pada penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Masing-masing sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum utama yang diperoleh dari sejumlah peraturan perundangundangan yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 2. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini diperoleh dari literatur buku-buku seperti buku hukum tentang pemerintahan daerah, buku hukum tentang desa, buku teori-teori hukum, dan lain sebagainya. 3. Bahan hukum tersier, yang merupakan juga bahan penunjang yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan sekunder, misalnya seperti kamus atau ensiklopedia, dan lain sebaginya. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prinsip-Prinsip Hukum Pengaturan Pembentukan Dan Pemekaran Wilayah Desa 10 Asikin Amirudin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 118. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. 11 Pasal ini menunjukkan kepada kita bahwa susunan Negara Republik Indonesia adalah bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara, seperti halnya yang terdapat pada negara federal. Konsekuensi dari pilihan bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya dilakukan oleh pemerintah pusat. 12 Mengingat wilayah Republik Indonesia sangat luas dengan beribu-ribu pulau, aneka ragam suku dan budaya sudah dapat dipastikan tidak mungkin segala sesuatunya diatur secara terpusat oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, para pendiri negara (the founding fathers) Republik Indonesia bersepakat menetapkan bentuk negara kesatuan dengan sistem otonomi daerah, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 18 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Dengan sistem desentralisasi (otonomi), maka wilayah Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah otonom. Daerah otonom masing-masing memiliki otonomi daerah, yakni hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, daerah-daerah otonom mengatur dan mengurus kehidupan sendiri sebagai bagian yang organis dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah-daerah otonom itu bersifat zelfstanding (mandiri), tetapi tidak onfhankelijk (merdeka). Pembentukan desa merupakan tindakan mengadakan desa baru di luar desa yang ada. 13 Pembentukan desa ditetapkan dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal-usul, adat-istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan 11 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (1). 12 Dasril Radjab. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta. 119. 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (1) 29

potensi desa. 14 Pembentukan desa harus memenuhi syarat: a. batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; b. jumlah penduduk, yaitu: 1. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) 2. wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga; 3. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) 4. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) 5. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) 6. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) 7. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) 8. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan 9. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga. c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat-istiadat desa; e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; f. batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota; 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (2) g. sarana dan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik; dan h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15 Dalam wilayah desa dibentuk dusun atau yang disebut dengan nama lain yang disesuaikan dengan asal-usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa. 16 Pembentukan desa dilakukan melalui desa persiapan. 17 Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah desa induk. 18 Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. 19 Peningkatan status dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. 20 B. Penerapan Pembentukan Dan Pemekaran Desa Pembentukan desa diprakarsai oleh: a. pemerintah; atau b. pemerintah daerah kabupaten/kota. 21 Pembentukan Desa Oleh Pemerintah: 1. Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional. 2. Prakarsa pemerintah pembentukan desa dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait. 3. Usul prakarsa pembentukan desa diajukan kepada Menteri. 22 Pembentukan desa oleh pemerintah dapat berupa: 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (3) 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (4) 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (5) 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (6) 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (7) 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (8) 21 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 2. 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 3. 30

a. pemekaran dari 1 (satu) desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau b. penggabungan bagian desa dari desa yang bersanding menjadi 1 (satu) desa atau penggabungan beberapa desa menjadi 1 (satu) desa baru. 23 1) Usul prakarsa pembentukan desa dibahas oleh Menteri bersama-sama dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 2) Dalam melakukan pembahasan, Menteri dapat meminta pertimbangan dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. 3) Dalam hal ini hasil pembahasan usul prakarsa disepakati untuk membentuk desa, Menteri menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan desa. 4) Keputusan Menteri wajib ditindak lanjuti oleh pemerintahan dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan desa. 5)Peraturan daerah kabupaten/kota harus sudah ditetapkan oleh bupati/walikota dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Keputusan Menteri. 24 Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota 1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan desa berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa di wilayahnya. 2)Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 4. 24 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 5. kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan potensi desa. 25 Pembentukan desa oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) desa menjadi 2 (dua) desa atau lebih; atau b. penggabungan bagian desa dari desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa desa menjadi 1 (satu) desa baru. 26 Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan desa melalui pemekaran desa wajib menyosialisasiakan rencana pemekaran desa yang bersangkutan. 27 1)Rencana pemekaran desa dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa induk dalam musyawarah desa untuk mendapatkan kesepakatan. 2)Hasil kesepakatan musyawarah desa menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota dalam melakukan pemekaran desa. 3)Hasil kesepakatan musyawarah desa disampaikan secara tertulis kepada bupati/walikota. 28 2) Bupati/walikota setelah menerima hasil kesepakatan musyawarah desa membentuk tim pembentukan desa persiapan. 2)Tim pembentukan desa persiapan paling sedikit terdiri atas: a. unsur pemerintah daerah kabupaten/kota yang membidangi pemerintahan desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. camat atau sebutan lain; dan c. unsur akademisi dibidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, 25 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 6. 26 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 7. 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8. 28 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 9. 31

pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. 3) Tim pembentukan desa persiapan mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan pembentukan desa persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4)Hasil tim pembentukan desa persiapan dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layaktidaknya dibentuk desa persiapan. 5)Dalam hal rekomendasi Desa Persiapan dinyatakan layak, bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota tentang pembentukan Desa persiapan. 29 Desa persiapan dapat ditinggikan statusnya menjadi desa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai desa persiapan. 30 1)Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota kepada gubernur. 2)Berdasarkan peraturan bupati/walikota, gubernur menerbitkan surat yang memuat kode register desa persiapan. 3)Kode register desa persiapan merupakan bagian dari kode desa induknya. 4)Surat gubernur dijadikan sebagai dasar bagi bupati/walikota untuk mengangkat pejabat kepala desa persiapan. 5)Penjabat kepala desa persipan berasal dari unsur pegawai negeri sipil pemerintah daerah kabupaten/kota untuk masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama. 6)Penjabat kepala desa persiapan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui kepala desa induknya. 7)Penjabat kepala desa mempunyai tugas melaksanakan pembentukan desa persiapan meliputi: a. penetapan batas wilayah desa sesuai dengan kaidah kartografis; b. pengelolaan anggaran operasional desa persiapan yang bersumber dari APD desa induk; c. pembentukan struktur organisasi; d. pengangkatan perangkat desa; e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk desa; f. pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan desa; g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan h. pembukaan akses perhubungan antardesa. Dalam melaksanakan tugasnya, penjabat kepala desa mengikutsertakan partisipasi masyarakat desa. 31 1) Penjabat kepala desa persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan desa persiapan kepada: a. kepala desa induk; dan b. bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain. 2) Laporan disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. 3)Laporan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota. 4)Laporan disampaikan oleh bupati/walikota untuk dikaji dan diverifikasi. 5)Apabila hasil kajian dan verifikasi dinyatakan desa persiapan tersebut layak menjadi desa, bupati/walikota menyusun rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan desa persiapan menjadi desa. 6)Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota dibahas bersama dengan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota. 7)Apabila rancangan peraturan daerah kabupaten/kota disetujui bersama oleh bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota kepada gubernur untuk dievaluasi. 32 Gubernur melaksanakan evaluasi rancangan peraturan daerah tentang pembentukan desa 29 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 10. 30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 11. 31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 12. 32 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 13. 32

berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat desa, dan/atau peraturan perundangundangan. 2)Gubernur menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap rancangan peraturan daerah paling lama 20 (dua puluh) hari setelah menerima rancangan peraturan daerah. 3)Dalam hal gubernur memberikan persetujuan atas rancangan peraturan daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi peraturan daerah dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari. 4)Dalam hal gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah, rancangan peraturan daerah tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat dajukan kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh gubernur. 5)Dalam hal gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan penolakan terhadap rancangan peraturan daerah, bupati/walikota dapat mengesahkan rancangan peraturan daerah tersebut serta sekretaris daerah mengundangkannya dalam lembaran daerah. Dalam hal bupati/walikota tidak menetapkan rancangan peraturan daerah yang telah disetujui oleh gubernur, rancangan peraturan daerah tersebut dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari setelah tanggal persetujuan gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya. 33 Peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari gubernur dan kode desa dari Menteri. 2)Peraturan daerah kabupaten/kota disertai lampiran peta batas wilayah desa. 34 Apabila hasil kajian dan verifikasi menyatakan desa persiapan tersebut tidak layak menjadi desa, desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke desa induk. 2)Penghapusan dan pengembalian desa 33 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 14. 34 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 15. persipan ke desa induk ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. 35 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pembentukan desa harus memenuhi syarat: a. batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; b. jumlah penduduk, yaitu: 1. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) 2. wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) 3. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) 4. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) 5. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) 6. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga; 7. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) 8. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) dan 9. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga. 35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 16. 33

c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adatistiadat desa; e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; f. batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota; g. sarana dan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik; dan h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 36 2. Penerapan pembentukan dan pemekaran desa, yang memprakarsai pembentukan desa adalah pemerintah (pemerintah pusat) dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Terdapat dalam Pasal 2 (dua) sampai Pasal 16 (enam belas) PP No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Penerapan pembentukan dan pemekaran desa di Kabupaten Minahasa masih berpedoman pada PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa. Setelah terbit undang-undang desa yang baru (UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa), Kabupaten Minahasa belum melaksanakan pembentukan/pemekaran desa, disebabkan adanya moratorium pemekaran desa. B. Saran 1. Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota dalam menerapkan dan melaksanakan pembentukan/pemekaran desa, harus benar-benar melaksanakannya berdasarkan undangundang yang berlaku (hukum positif). Karena dalam undang-undang tersebut telah dimuat secara terperinci dalam melaksanakan pembentukan/pemekaran desa. 2. Dengan adanya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, sehingga dimungkinkan di Kabupaten Minahasa diadakan pemekaran desa. Pembentukan/pemekaran desa dapat diadakan kembali, dan setiap calon desa yang akan dimekarkan harus memenuhi semua persyaratan yang terdapat dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. DAFTAR PUSTAKA Amirudin, Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Huda, Ni matul. 2015. Hukum Pemerintahan Desa (Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi), Setara Press, Malang. Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta. Ridwan. 2011. Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta. Santoso, Lukman. 2015. Hukum Pemerintahan Daerah (Mengurai Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Syafiie, H. Inu Kencana. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, PT Bumi Aksara, Jakarta. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 8 ayat (3) 34