BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dimana disetiap daerah berdasarkan kewenangan otonomi dibentuk Dewan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita nasional yaitu; untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya khususnya di Indonesia, karena semenjak para pendiri

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan yang berbentuk Republik. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. pemerintahan terendah di bawah pemerintah Kabupaten/ Kota.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam. milik desa. Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini semakin disadari bahwa dengan semakin. bertambahnya persaingan antar perusahaan yang satu dengan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulis uraikan mengenai rangkaian teori yang akan digunakan dalam menelusuri

BAB I PENDAHULUAN. mengambil kebijakan dan langkah-langkah pembangunan yang proposional. 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah senantiasa berusaha untuk menerapkan berbagai pola yang dapat

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun. kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan,

pencemara lingkungan dan berdekatan dengan pemukiman penduduk. Kemudian menimbulkan perselisihan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. landasan operasi yang lebih jelas bagi bank syariah. Sebagai tindak lanjut UU

I. PENDAHULUAN. Kedudukan desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diakui sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masih menggunakan IGO dan IGOB. IGO dan IGOB merupakan warisan

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

BAB I PENDAHULUAN. adalah menyangkut pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Kehidupan

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur

1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang berpengaruh terhadap mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PENUTUP. penulis akan menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut :

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA TOAPAYA UTARA KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan.

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diundangkannya PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan. Daerah yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

BAB III KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

BUPATI PAKPAK BHARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

IMPLEMENTASI PROGRAM DESA PERADABAN OLEH PEMERINTAH DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN WINA HERMAWATI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

Resensi Buku DESA DALAM BINGKAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

KEBERADAAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKATKAN KELEMBAGAAN DESA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta tombak strategis untuk

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

pemberian semua jasa yang dibutuhkan nasabahnya baik nasabah penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. selalu mempunyai dampak yang positif dan negatif, di satu pihak terdapat

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

KEWENANGAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas beberapa daerah/wilayah provinsi, dan di setiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang besar dan luas dari segi georafis serta terdiri dari beribu-ribu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. bidang aspek ketatanegaraan. Amademen terhadap UUD 1945 menjadi momok

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPADA DESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dirancang demi mewujudkan adanya kesejahteraan sosial dalam kehidupan

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1998, telah diikuti dengan lahirnya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka menepakan asas

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dampak positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain:

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama Indonesia merdeka, kebijakan penyelenggaraan pemerintahaan telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis.selama kurun waktu setengah abad lebih, sistem pemerintahan sarat dengan pengalaman yang panjang seiring dengan konfigurasi politik yang terjadi pada tataran pada pemerintahan Negara.Pola perhubungan kekuasaan, pembagian wewenang, dan perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat ke daerah tidak dapat dipungkiri sangat bergantung pada konfigurasi politik pemerinthan pada saat itu.realitas demikian tentu mempengaruhi formalitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemberian otonomi daerah di Indonesia. Akan tetapi, terlepas dari semua pengaruh yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, semua kebijakan selalu dijiwai kesatuan pandangan yang sama, yaitu seluruh daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara kesatuan Republik Indonesia. 1 Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 adalah demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, memperhatikan potensi keanekaragaman daerah, meningkatkan kemandirian daerah dengan meletakkan otonomi daerah yang luas dan utuh pada 1 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, (Jakarta: sinar grafika, 2008),h. 1

2 kabupaten/kota, kebijakan otonomi terbatas pada daerah propinsi serta desa setempat pada pengakuan otonomi asli. Secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling kongret. 2 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. 3 Selanjutnya yang dimaksud dengan desa menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan desa, desa atau yang disebut dengan nama lain merupakan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul yang bersifat istemewa, sebagai mana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945. 4 Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa adalah: 1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. 2 Haw Widjaja, Otonomi Desa. (Jakarta, PT Raja grafindo persada, 2003),h. 4. 3 Tim Lapera, Otonomi Versi Negara, (Yogyakarta, 2000),h. 167. 4 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dan Isu Federalism Sebagai Suatu Alternative,(Jakarta, PT Raja grafindo persada, 2000),h. 57.

3 2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban kabupaten/kota yang diserahkan pengaturanya kedesa. 3. Tugas pembantuan dari pemerintahan, pemerintah provinsi, dan atau kabupaten/kota yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, dan SDM. 4. Urusan pemerintahan lainya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kedesa. 5 Bila kita analisa secara cermat dari sejarah pembentukan UUD 1945, dapat dikatakan bahwa Moh. Yamin merupakan orang yang pertama membahas pemerintahan daerah dalam sidang BPUPKI tanggal 29 mei 1945. Dalam sidang itu beliau mengatakan: Negeri, Desa dan segala persekutuan hukum adat yang dibaharui dengan jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan sebagai bagian bawah..antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai pemerintahan daerah untuk menjalankan pemerintahan urusan dalam, Pangreh Praja. 6 Organisasi ekonomi pedesaan menjadi bagian penting sekaligus masih menjadi titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi perdesaan.oleh karenanya diperlukan upaya tersistematis untuk mendorong organisasi ini agar mampu mengelola aset ekonomi strategis di desa sekaligus mengembangkan jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi pedesaan.dengan demikian, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. 5 J kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Jakarta, Rineka Cipta, 2007),h.185. 6 Ni matul Huda, Otonomi daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 1.

4 Hal ini dikuatkan oleh pidatonya Moh. Yamin sebagaimana kita jumpai lagi dalam pidatonya tanggal 11 juli 1954 dihadapan BPUPKI, beliau mengatakan: Pemerintahan dalam Republik ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan masyarakat seperti desa, yaitu susunan pemerintah yang paling bawah, pemerintah ini saya namakan pemerintahan bawahan.antara pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan itu adalah pemerintahan yang baik saya sebut pemerintahan tengahan.perkara desabarangkali tidak perlu saya bicarakan di sini, melainkan kita harapkan saja, supaya sifatnya diperbaharui atau disesuaikan dengan keperluan zaman baru. 7 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8 Substansi Undang-Undang ini menegaskan tentang janji pemenuhan kebutuhan ( demand compliance scenario) dalam konteks pembangunan nasional ditingkat Desa. Selanjutnya pasal 213 Ayat (1-3) Undang Undang diatas menyatakan bahwa Desa dapat mendirikan badan Usaha Milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. 9 Kemudian dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 09 Tahun 2009 tentang Badan Usaha Milik Desa, maka telah 7 Mohammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Penerbit Siguntang, 1971), Jilid I, h. 100 8 Pasal 1 ayat (12) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang pemerintah daerah. 9 Pasal 213 ayat (1-3) Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Tentang pemerintah daerah.

5 memungkinkan bagi desa-desa di Kabupaten Indragiri Hilir untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa yang disingkat dengan BUMDes 10, terutama bagi desa yang telah mendapatkan bantuan Dana Usaha Desa (DUD) yang disalurkan dengan Pengelolaan Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED -SP) baik itu bantuan dari Pemerintah Propinsi Riau atau dari bantuan dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melalui Program Pemberdayaan Desa (PPD). Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pekan Tua Kabupaten Indragiri Hilir saat ini belum terealisasi sepenuhnya, dikarenakan masih adanya respon masyarakat Desa Pekan Tuayang kurang baik terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor09 Tahun 2009 tersebut. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat, kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah tentang Perda Nomor 09 tahun 2009, serta masih kurangnya sarana dan prasarana yang ada di desa. Kesemuanya itu merupakan salah satu faktor terhambatnya pelaksanaan peraturan daerah tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dengan mengambil judul penelitian yaitu: PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA PEKAN TUA KECAMATAN KEMPAS KABUPATEN INDRAGIRI HILIR. B. Batasan Masalah 10 Pasal 2 ayat (1) Peraturan daerah nomor 09 tahun 2009. tentang Pedoman Pembentukan Badan Usaha Milik Desa

6 Agar pembahasan penelitian ini menjadi terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dipersoalkan, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 09 tahun 2009, serta kendala dalam pembentukan BUMDes di Desa Pekan Tua. C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas. Maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan peraturan daerah nomor 09 tahun 2009 tentang pedoman pembentukan badan usaha milik Desa (BUMDes) di Pekan Tua? 2. Apa hambatan dalam pembentukan badan usaha milik Desa (BUMDes) di Desa Pekan Tua? 3. Apa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Desa dalam mengatasi hambatan terhadap pembentukan (BUMDes) Pekan Tua? D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang sebenarnya dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahuipelaksanaan peraturan daerah Nomor 09 tahun 2009 tentang pedoman pembentukan badan usaha milik Desa (BUMDes) di Desa Pekan Tua. b. Untuk mengetahui bagaimana hambatan dalam pembentukan badan usaha milik Desa (BUMDes) di Desa Pekan Tua. c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah Desa dalam mengatasi hambatan terhadap pembentukan (BUMDes).

7 Adapun kegunaan penelitian ini adalah: a. Untuk menambah wawasan penulis dalam bidang ilmu hukum tata negara, terutama tentang masalah peraturan daerah (PERDA) Nomor 09 tahun 2009 tentang pedoman pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes). b. Untuk menambah koleksi dan menambah literatur bacaan perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim Riau. c. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum (SH) pada fakultas Syariah dan Ilmu hukum. E. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sosiologis, yakni penelitian yang langsung dilakukan di lapangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Perda Nomor 09 Tahun 2009. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, yakni menggambarkan secara jelas mengenai pelaksanaan Perda Nomor 09 Tahun 2009 di Desa Pekan Tua Kecamatan Kempas Kabupaten Indragiri Hilir. 1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Desa Pekan Tua Kecamatan Kempas Kabupaten Indragiri Hilir. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah

8 pembentukan BUMDes di Desa Pekan Tua masih menimbulkan masalah karena tidak semua masyarakat dapat menerima kebijakan tersebut 2. Subjek dan objek penelitian a. Subjek dalam penelitian ini adalah perangkat desa dan Masyarakat yang ada di desa Pekan Tua. b. Objek penelitian adalah pembentukan BUMdes di desa Pekan Tua. 3. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah Desa Pekan Tua diantaranya kepala desa 1 orang, sekertaris desa 1 orang, anggota BPD 13 orang, serta tokoh masyarakat Desa Pekan Tua sebanyak 2 orang. Oleh karena dalam penelitian ini jumlah populasinya terjangkau maka seluruh populasi dalam penelitian ini dijadikan sampel (total sampling). 4. Sember data a. Data primer yaitu data informasi yang diperoleh langsung dari pemerintah desa Pekan Tua yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, literatur-literatur yang telah dipublikasikan baik dari sumber bacaan maupun informasi dari pemerintah daerah. 5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi, adalah melakukan pengamatan langsung di lokasi tentang fonomena-fonomena yang terjadi dan yang berkaitan dengan judul

9 penelitian ini. Dalam observasi ini dilakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis. b. Wawancara, yaitu dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada responden, yakni Kepala Desa Pekan Tua, Sekretaris Desa, dan tokoh masyarakat. c. Angket, penulis membuat daftar pertanyaan secara tertulis dengan memberikan jawaban alternatif untuk setiap pertanyaan dan menyebarkannya kepada anggota BPD di Desa Pekan Tua. d. Library research (studi pustaka), yaitu menelaah buku -buku atau literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Analisis data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mengumpulkan semua data yang diperlukan dan menggambarkan kenyataan yang diteliti, kemudian disesuaikan dengan teori-teori yang menghubungkan dengan itu, kemudian dianalisa dengan cara menguraikan dengan sistematis sesuai dengan permasalahan yang diteliti, dan mengambil kesimpulan dengan cara deduktif, yaitu mengemukakan data yang bersifat umum kemudian diuraikan dan disimpulkan secara khusus. F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan para pembaca dalam memahami skripsi ini maka penulis akan mengumukakan garis-garis besarnya sebagai berikut :

10 Sistematika Penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yang terbagi dalam: BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Gambaran Umum Desa Pekan Tua, terdiri dari gambaran geografis Desa Pekan Tua, keadaan penduduk dan mata pencaharian, dan gambaran usaha milik desa Pekan Tua. BAB III : Tinjauan teoritis tentang pengertian dan fungsi desa, pemerintah daerah, dan pelaksanaan otonomi daerah. BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini meliputi pembahasan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Pekan Tua Kecamatan Kempas Kabupaten Indragiri Hilir, Hambatan dalam pembentukan BUMDes, serta Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut. BAB V : Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA