PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1987 Tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kesehatan Kepada Daerah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 7/1987, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM BIDANG KESEHATAN KEPADA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2008 Seri : D

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang Undang No. 9 Tahun 1960 Tentang : Pokok Pokok Kesehatan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG DEWAN DAN MAJELIS-MAJELIS PERNIAGAAN DAN PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1954 TENTANG PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 15/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1956 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGARA KEPADA PEGAWAI-PEGAWAI NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1959 TENTANG PANGKAT-PANGKAT MILITER KHUSUS, TITULER DAN KEHORMATAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1953 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI KALIMANTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : D

WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1957 TENTANG SUSUNAN KEMENTERIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI UNIT PENGELOLA PERPARKIRAN KOTA BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. perlu mengadakan peraturan mengenai Dinas Pencahari dan Pemberi Pertolongan, kepentingan :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGAIMANA URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI KESEHATAN KEPADA DAERAH-DAERAH SWATANTRA PROPINSI DI JAWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dari Undang-undang pembentukan propinsi-propinsi Nomor 2 jo, 18, Nomor 10, Nomor 11 dan Nomor 3 jo. Nomor 19 tahun 1950 perlu segera diserahkan beberapa urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada daerah-daerah swatantra propinsi di Jawa; Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 dan pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara; 2. Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya ke-26 tanggal 10 Agustus 1951; MEMUTUSKAN: Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: Peraturan tentang penyerahan sebagian urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada daerah-daerah swatantra propinsi di Jawa. BAB I Peraturan umum Pasal 1 Yang dimaksud dengan "daerah swatantra propinsi" dalam peraturan ini ialah propinsi-propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya dengan nama singkatan disebut "propinsi". BAB II Tentang pemulihan kesehatan orang sakit Pasal 2 (1). Dengan tidak mengurangi hak, tugas, kekuasaan dan kewajiban daerah-daerah swatantra kabupaten, 1 / 11

kota besar dan kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, propinsi diserahi urusan mendirikan dan menyelenggarakan rumah-rumah sakit umum dan balai-balai pengobatan umum untuk kepentingan kesehatan dalam lingkungan daerahnya. (2). Rumah-rumah sakit umum dan balai-balai pengobatan umum tersebut dalam ayat (1), dipergunakan untuk pengobatan dan perawatan orang-orang sakit, terutama yang kurang dan yang tidak mampu. (3). Rumah-rumah sakit umum pusat di Jakarta, Semarang dan Surabaya diselenggarakan oleh Kementrian (4). Jika dipandang perlu propinsi dapat mendirikan rumah-rumah sakit dan balai-balai pengobatan khusus. Pasal 3 Pemerintahan Daerah swatantra propinsi mengadakan pengawasan atas rumah-rumah sakit sipil dan usahausaha kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh Kementrian-kementrian lain atau badan-badan partikelir di dalam lingkungan daerahnya, menurut petunjuk-petunjuk dari Menteri Pasal 4 (1). Kecuali di tempat-tempat, dimana oleh Pemerintah Pusat langsung diberikan pertolongan kedokteran dan kebidanan (genees-, heel- en verloskundige hulp) kepada mereka yang menurut peraturan-peraturan Pemerintah Pusat berhak menerima pertolongan tersebut dengan percuma, maka rumah sakit dan balaibalai pengobatan yang diselenggarakan oleh propinsi diwajibkan memberikan pertolongan dimaksud di atas. (2). Untuk pertolongan tersebut dalam ayat (1) oleh Pemerintah Pusat tidak diberi pengganti kerugian kepada propinsi. (3). Untuk pertolongan klinis kepada orang-orang hukuman, Kementrian Kehakiman membayar pengganti kerugian menurut tarif yang berlaku bagi rumah-rumah sakit yang bersangkutan. Pasal 5 Untuk kepentingan urusan kesehatan di dalam lingkungan daerahnya, Dewan Pemerintah Daerah propinsi membeli obat-obat, sera, vaccin dan alat-alat kedokteran yang diperlukan, terutama dari persediaan Kementrian BAB III Tentang pencegahan penyakit A. Usaha memperbaiki kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit Pasal 6 Dengan tidak mengurangi hak, kekuasaan, kewajiban dan pekerjaan yang diserahkan kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar atau kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, dalam keadaan istimewa, propinsi jika perlu dengan bantuan Pemerintah Pusat dapat menyelenggarakan usaha-usaha yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatan rakyat dan untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit dalam lingkungan daerahnya. 2 / 11

B. Dinas pencacaran Pasal 7 Dewan Pemerintah Daerah propinsi menyelenggarakan urusan dinas pencacaran. BAB IV Tentang urusan-urusan lain mengenai pemeliharaan kesehatan Pasal 8 Propinsi menyelenggarakan usaha pemberantasan dan pencegahan penyakit menular dan penyakit rakyat, kecuali usaha-usaha yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan tentang: a. pencegahan masuknya penyakit menular melalui darat, laut dan udara (karantina); b. pemberantasan dan pencegahan penyakit pes; c. pemberantasan dan pencegahan penyakit menular dan penyakit rakyat yang oleh Menteri Kesehatan ditentukan sebagai tugas kewajiban Kementrian BAB V Tentang pendidikan tenaga-tenaga teknis Pasal 9 (1). Propinsi dapat menyelenggarakan pendidikan tenaga-tenaga medis-tehnis, baik tenaga tengahan maupun rendahan, untuk mendapat ijazah Pemerintah menurut peraturan-peraturan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Menteri (2). Propinsi dapat menyerahkan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar atau kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya. (3). Untuk mengadakan pendidikan tersebut dalam ayat (1) harus didapat izin lebih dahulu dari Menteri BAB VI Tentang penyerahan hak, tugas, kekuasaan dan kewajiban lain kepada propinsi Pasal 10 Urusan-urusan lain mengenai kesehatan, dengan mengingat keadaan akan diserahkan berangsur-angsur kepada propinsi dengan Peraturan Pemerintah. BAB VII Tentang bentuk dan susunan Dinas Kesehatan Propinsi 3 / 11

Pasal 11 (1). Propinsi membentuk dan menyusun Dinas Kesehatan Propinsi, yang terdiri dari seorang dokter, sebagai Pemimpin Dinas Kesehatan dibantu oleh dokter-dokter dan pegawai-pegawai lain, menurut petunjukpetunjuk dari Menteri (2). Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menentukan wilayah pekerjaan dan tempat-tempat kedudukan dokter-dokter dan pegawai-pegawai lain dalam lingkungan daerahnya. (3). Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi, administratif berada di bawah Pemerintahan Daerah Propinsi, medis-tehnis, di bawah Menteri BAB VIII Tentang hubungan dan kerja sama antara pusat dan propinsi serta antara propinsi dan daerah-daerah swatantra kabupaten kota besar dan kota kecil Pasal 12 (1). Jika di suatu tempat atau daerah dalam lingkungan daerah swatantra propinsi timbul bencana alam, penyakit menular atau penyakit rakyat yang membahayakan, Menteri Kesehatan dapat meminta kepada Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi agar pegawai-pegawai propinsi yang dibutuhkan diperintahkan guna membantu tempat atau daerah dimana peristiwa dimaksud di atas itu terjadi. (2). Biaya untuk pegawai-pegawai guna keperluan tersebut dalam ayat (1) ditanggung oleh Kementrian Pasal 13 (1). Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberi segala bantuan yang meminta oleh Menteri Kesehatan di dalam menyelenggarakan tugas kewajibannya. (2). Biaya untuk keperluan tersebut dalam ayat (1) ditanggung oleh Kementrian Pasal 14 Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberikan bantuan kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar dan kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, dalam menyelenggarakan tugas dan kewajiban yang bersangkutan dengan urusan kesehatan. Pasal 15 (1). Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi menjalankan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri (2). Pemerintahan Daerah Propinsi memberi laporan-laporan dan keterangan-keterangan yang diminta oleh Menteri Kesehatan berkenaan dengan penyelenggaraan urusan kesehatan dalam daerahnya. (3). Dewan Pemerintah Daerah Propinsi berusaha agar supaya Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi senantiasa dapat memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri (4). Biaya untuk memenuhi panggilan-panggilan yang dimaksud dalam ayat (3) ditanggung oleh Kementrian 4 / 11

BAB IX Tentang tanah-tanah, bangun-bangunan, barang-barang lain dan hutang-piutang Pasal 16 (1). Tanah-tanah dan bangun-bangunan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini, diserahkan kepada propinsi yang bersangkutan untuk dipakai dan diurus guna keperluannya. (2). Barang-barang inventaris serta barang-barang bergerak lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan kepada propinsi diserahkan dalam hak milik untuk keperluan kesehatan. (3). Segala hutang-piutang berhubung dengan keperluan urusan-urusan yang diserahkan kepada propinsi yang ada pada waktu penyerahan, menjadi tanggungan propinsi yang bersangkutan. BAB X Tentang pegawai-pegawai Pasal 17 (1). Untuk menyelenggarakan tugas dalam urusan kesehatan yang diserahkan kepada propinsi: a. diserahkan pegawai-pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai propinsi yang bersangkutan, b. diperbantukan pegawai-pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada propinsi yang bersangkutan. (2). Pegawai-pegawai Dinas Kesehatan Propinsi yang berijazah medis-tehnis terdiri dari pegawai-pegawai Kementrian Kesehatan yang diperbantukan menurut ketentuan ayat (1) sub b, (3). Penempatan dan pemindahan pegawai-pegawai yang diperbantukan kepada propinsi yang dilakukan di dalam lingkungan daerah swatantara propinsi diselenggarakan oleh Dewan Pemerintah daerah Propinsi yang bersangkutan dengan memberitahukan kepada Kementrian (4). Pemindahan pegawai-pegawai yang diperbantukan kepada propinsi yang dilakukan dari sesuatu daerah swatantra propinsi kelain propinsi atau daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar dan kota kecil diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. (5). Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai-pegawai yang diperbantukan menurut ayat (1) sub b, diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. BAB XI Tentang keuangan Pasal 18 Untuk penyelenggaraan urusan kesehatan dalam propinsi untuk tahun dinas yang berlaku diserahkan kepada 5 / 11

propinsi uang sejumlah yang ditetapkan dalam ketetapan Menteri Kesehatan, sekedar perbelanjaan urusanurusan tersebut termasuk dalam anggaran Kementrian BAB XII Penutup Pasal 19 (1). Peraturan Pemerintah ini dinamakan: "Peraturan pelaksanaan penyerahan urusan kesehatan kepada propinsi-propinsi di Jawa". (2). Pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka segala ketentuan dalam peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan tata usaha yang bertentangan atau tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut c.q. diberhentikan berlakunya. Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 8 Desember 1952 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOHAMMAD HATTA MENTERI DALAM NEGERI, Ttd. MOH ROEM MENTERI KESEHATAN, Ttd. LEIMENA Diundangkan, Pada Tanggal 10 Desember 1952 MENTERI KEHAKIMAN, 6 / 11

Ttd. LOEKMAN WIRIADINATA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1952 NOMOR 80 7 / 11

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGAIMANA URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI KESEHATAN KEPADA DAERAH-DAERAH SWATANTRA PROPINSI DI JAWA PENJELASAN UMUM Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penyerahan sebagian dari pada urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada propinsi-propinsi Jawa-Timur, Jawa-Tengah, Jawa-Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, penyerahan mana dalam azas-azasnya dan dalam garis-garis besarnya telah ditentukan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dari Undang-undang Pembentukan daerah-daerah swatantra propinsi tersebut yang bersangkutan. Lagi pula pelaksanaan penyerahan tersebut telah memperhatikan azas-azas desentralisasi yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar Sementara. Undang-undang Dasar Sementara mengatakan dalam pasal 131 ayat (2), bahwa kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Di dalam peraturan ini urusan kesehatan yang menjadi tugas kewajibannya pemerintahan daerah propinsipropinsi tersebut di atas mendapat cukup jaminan untuk perkembangan yang seluas-luasnya. Pada babakan kedua disidang Dewan Perwakilan Rakyat dalam bulan Mei 1950, Pemerintah mengatakan dalam jawabannya, bahwa harus dengan jelas ditetapkan pembagian-pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dengan pemerintahan daerah. "Apabila pembagian kekuasaan dari Pusat terhadap daerah-daerah itu baikpun dengan jalan medebewind maupun berdasarkan desentralisasi dan dekonsentrasi, tiada seimbang dengan kepentingan daerah-daerah itu, maka hal demikian akan menimbulkan ketegangan-ketegangan antara daerah dan Pusat, yang tentunya tiada menguntungkan jalannya pemerintahan dikemudian hari". Segala hal ini diperhatikan di dalam menetapkan penyerahan tugas ini, di dalam hal mana ditentukan juga batas-batas lapangan pekerjaan dan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah propinsi. Adapun penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah swatantra propinsi ini sekali-kali tiada mengurangi pertanggunganjawab Menteri Kesehatan atas kebijaksanaan pemerintahannya, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 83 Undang-undang Dasar Sementara. Maka dari itu dalam peraturan ini terjamin pula, umpamanya dalam pasal 8, pasal 13 dan pasal 15, bahwa Menteri Kesehatan dapat mengerjakan segala usaha untuk menunaikan tugas kewajibannya yang harus dapat dipertanggung jawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada propinsi dalam urusan kesehatan dan dengan memberikan kepastian, bahwa pertanggungan jawab atas keadaan kesehatan di seluruh Negara, yang meliputi pemerintahan daerah itu, tetap ada pula Menteri Kesehatan, kiranya dapat diusahakan dengan sungguhsungguh kemajuan kebersihan umum dan kesehatan rakyat (pasal 42 Undang-undang Dasar Sementara). Di dalam lampiran A sub XIII (untuk Propinsi Jawa-Timur lampiran A sub XIII baru) dari Undang-undang Pembentukan Propinsi-propinsi Jawa-Timur, Jawa-Tengah, Jawa-Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta dimuat juga hal transmigrasi di dalam urusan-urusan yang mengenai kesehatan. Transmigrasi bukan semata-mata urusan kesehatan. Lagipula transmigrasi mengenai dan bersangkutan pula dengan beberapa masalah yang hanya dapat dipecahkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah membantu pekerjaan transmigrasi didaerahnya; bantuan ini bersifat "medebewind", yang oleh karenanya tidak dimasukkan ke dalam peraturan penyerahan yang mengenai kesehatan itu. 8 / 11

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (3) Pasal 2 Rumah-rumah sakit umum Pusat di Jakarta, Semarang dan Surabaya tidak dapat diserahkan kepada propinsi yang bersangkutan oleh karena Rumah-rumah Sakit itu dipergunakan untuk keperluan Perguruan Tinggi Kedokteran. Pasal 3 Pemerintah Daerah Propinsi mengadakan pengawasan atas rumah-rumah sakit sipil yang diselenggarakan oleh Kementrian-Kementrian lain, umpamanya rumah-rumah sakit Nusakambangan kepunyaan Kementrian Kehakiman. Pasal 4 Pasal 5 Obat-obat, sera, vaccin dan alat-alat kedokteran dari persediaan Kementrian Kesehatan berharga lebih murah daripada di luar; Pemerintah propinsi diharuskan membeli obat-obat dsb. terutama dari persediaan Negara, akan tetapi diperkenankan juga membeli obat-obat dsb. dari luar untuk, dengan segera dapat melakukan pengobatan di dalam keadaan yang luar biasa. Pasal 6 Yang dimaksudkan dengan ketentuan yang termaktub dalam pasal ini ialah urusan untuk menyelenggarakan usaha-usaha yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatan rakyat, mencegah dan memberantas berjangkitnya penyakit menular dan penyakit rakyat, yang khusus merupakan suatu urusan yang bersifat lokal (plaatselijk). Dalam urusan ini a.l. termasuk usaha-usaha untuk mengadakan persediaan air minum, assainering malaria, perbaikan kampung-kampung, pengaliran air (afwatering), saluran-saluran air (riolering), pembersihan air kotor (afvalwaterzuivering) menjauhkan sampah-sampah, membasmikan bahayanya (vuilnisverwijdering) dsb. Titik berat penyelenggaraan urusan tersebut tadi diletakkan dalam tangan kabupaten, kota besar dan kota kecil.(lihat penjelasan pasal 5 "Peraturan pelaksanaan penyerahan urusan kesehatan kepada kabupaten, kota besar dan kota kecil di Jawa"). Hanya di dalam hal-hal istimewa, propinsi dapat menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan teknik dimaksud di atas, umpamanya jikalau kepentingan pekerjaan tersebut lebih luas daripada kepentingan sesuatu kabupaten, kota besar atau kota kecil, atau jikalau penyelenggaraannya melewati kekuatan keuangan kabupaten, kota besar atau kota kecil yang bersangkutan. Untuk menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan teknik itu propinsi dapat meminta bantuan Pemerintah Pusat. 9 / 11

Kementrian Kesehatan menyediakan tenaga-tenaga ahli untuk memberi nasehat-nasehat dan rencana-rencana dsbnya yang diperlukan oleh Pemerintah Propinsi yang bersangkutan. Pasal 7 Pasal 8 Pembongkaran dan perbaikan rumah-rumah yang bersangkutan dengan pemberantasan penyakit pes adalah tugas kewajiban Kementrian Karantina mempunyai hubungan dengan dunia internasional, maka dari itu urusan tersebut adalah tugasnya Pemerintah Pusat. Pasal 9 Oleh karena soal pendidikan tenaga-tenaga medis-tehnis baik tenaga tengahan maupun yang rendahan adalah penting artinya, maka untuk menjaga jangan sampai derajat pendidikan itu menimbulkan perbedaan keadaan, Pemerintah Pusat menganggap perlu mengadakan pembatasan-pembatasan dengan menentukan dalam ayat (3), bahwa propinsi diwajibkan minta izin dahulu dari Menteri Kesehatan, yang dalam pemberian izin itu dapat mengadakan syarat-syaratnya. Pendidikan yang tidak dapat diselenggarakan oleh Daerah otonom, dapat dikembalikan kepada daerah swatantra yang setingkat lebih tinggi atau kepada Pusat. Pasal 10 Pasal 11 Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi berada medis-tehnis di bawah Menteri Kesehatan berarti, bahwa Pemerintahan propinsi mengusahakan agar Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi menjalankan petunjukpetunjuk teknis yang diberikan oleh pihak Kementrian Pasal 12 Lihat juga penjelasan umum. Lihat juga penjelasan umum. Pasal 13 Lihat juga penjelasan umum. Pasal 14 10 / 11

Lihat juga penjelasan umum. Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Jumlah pegawai "medis-tehnis" dilapangan Kesehatan di waktu sekarang jauh daripada mencukupi keperluannya; kekurangan ini tidak akan dapat diatasi di dalam jangka waktu yang pendek. Agar terjamin pembagian tenaga ahli ini serasionil-rasionilnya, baik di dalam arti kata "kwalitatif" maupun "kwantitatif", maka Pemerintah Pusat harus dapat menguasai pegawai-pegawai ini, maka oleh sebab itu status yang sebaik-baiknya daripada pegawai-pegawai medis-tehnis ini, ialah pegawai Kementrian Jadi pegawai-pegawai medis-tehnis dari Dinas Kesehatan Propinsi semuanya terdiri dari pegawai-pegawai ahli yang diangkat oleh Kementrian Kesehatan dan diperbantukan kepada Propinsi. "Berijazah medis-tehnis" disebut dalam ayat (2) ialah pegawai kesehatan yang mempunyai ijazah dalam salah satu keahlian dilapangan kesehatan yang diakui dan disyahkan Pemerintah. Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 MENTERI KESEHATAN, Ttd. LEIMENA MENTERI DALAM NEGERI, Ttd MOHAMAD ROEM TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 336 TAHUN 1952 11 / 11