BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi membawa masyarakat kepada era perdagangan bebas yang berdampak besar terhadap sektor perekonomian. Banyak perusahaan baru yang berdiri dan berkompetisi dalam dunia bisnis di Indonesia sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi agar dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu menyesuaikan diri dengan persaingan, mampu bertahan dan bahkan berkembang. Perusahaan perlu mengembangkan strategi yang tepat agar mampu mempertahankan eksistensinya serta meningkatkan kinerja perusahaannya. Salah satu strategi yang dilakukan perusahaan dalam rangka mempertahankan eksistensinya adalah dengan melakukan ekspansi, dimana perusahaan dapat memperluas dan mengembangkan usahanya. Ekspansi perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk ekspansi internal dan eksternal. Ekspansi internal terjadi pada saat divisi-divisi yang ada dalam perusahaan tumbuh secara normal melalui kegiatan capital budgeting. Sedangkan ekspansi eksternal dapat dilakukan dengan penggabungan usaha. Pada dasarnya penggabungan usaha merupakan bentuk penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain dalam rangka mendapatkan pengendalian atas aktiva maupun operasional perusahaan. Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar mampu bertahan atau bahkan berkembang adalah dengan
melakukan merger dan akuisisi. Merger menurut Sjahrial (2007 : 433) adalah peleburan secara lengkap satu perusahaan dengan perusahaan lain, dimana perusahaan utama mempertahankan nama dan identitasnya, dan memperoleh aktiva serta hutang dari perusahaan yang meleburkan diri. Sedangkan akuisisi menurut Arifin (2002 : 240) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham. Arti dari merger dan akuisisi memang berlainan tetapi pada prinsipnya adalah sama dalam hal penggabungan usaha, sehingga kedua istilah ini sering dibicarakan bersama dan dapat dipertukarkan. Kegiatan merger dan akuisisi bukan suatu fenomena baru dalam dunia usaha. Di Amerika Serikat, kegiatan ini merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan di era tahun 1980-an telah terjadi kira-kira 55.000 aktivitas merger dan akuisisi, sehingga tahun 1980-an sering disebut sebagai dekade merger mania (Hitt, et al, 2002 : 2). Di Indonesia, isu merger dan akuisisi hangat dibicarakan baik oleh para pengamat ekonomi, ilmuwan, maupun praktisi bisnis sejak tahun 1990-an. Pada periode 1989-1992 saja telah terjadi 32 kasus merger dan akuisisi terhadap 79 perusahaan. Pada umumnya tujuan dilakukannya kegiatan merger dan akuisisi adalah memperoleh sinergi atau nilai tambah. Nilai tambah yang dimaksud tersebut lebih bersifat jangka panjang dibanding nilai tambah yang hanya bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada tidaknya sinergi dari suatu aktivitas merger dan akuisisi tidak bisa di lihat beberapa saat setelah aktivitas tersebut terjadi, tetapi diperlukan
waktu yang relatif panjang. Sinergi yang terjadi sebagai akibat penggabungan usaha bisa berupa turunnya biaya rata-rata per unit karena naiknya skala ekonomis, maupun sinergi keuangan yang berupa kenaikan modal. Sebagai akibat dari sinergi yang terjadi maka diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga jumlah permintaan saham perusahaan juga akan meningkat, yang selanjutnya akan mempengaruhi naiknya harga saham. Naiknya harga saham akan mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja keuangan perusahaan tersebut. Hamidah dan Noviani (2013) menganalisis bahwa aktivitas merger dan akuisisi yang dilakukan beberapa perusahaan publik untuk periode 2004-2006 memberikan pengaruh yang signifikan pada kinerja keuangannya. Dimana dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan perusahaan setelah merger dan akuisisi dilakukan. Dari peningkatan rasio keuangan yang signifikan tersebut, bisa diartikan bahwa efisiensi kegiatan operasional perusahaan semakin meningkat dan kinerja manajemen semakin efektif bila dibanding dengan sebelum merger dan akuisisi. Penelitian oleh Novaliza dan Djajanti (2013) yang menganalisis pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan menghasilkan bahwa aktivitas merger dan akuisisi tidak memberikan kemajuan yang signifikan bagi kinerja keuangan perusahaan, yang tercermin dari rasio keuangannya, bahkan 5 tahun setelah aktivitas tersebut dilakukan. Penelitian terhadap rasio keuangan tersebut juga diperkuat dengan hasil pengujian terhadap return saham perusahaan yang
juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Fakta tersebut menyimpulkan bahwa investor beranggapan bahwa merger dan akuisisi yang dilakukan tidak memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan. Keputusan merger dan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja keuangan perusahaan karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Perubahan posisi keuangan ini akan tampak pada laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interpretasi keuangan. Kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik akan menjadikan perusahaan tersebut mempunyai daya saing yang tinggi sekaligus mampu untuk meningkatkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, salah satu ukuran untuk menilai keberhasilan merger dan akuisisi adalah dengan melihat kinerja keuangan perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi, baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan yang diakuisisi. Secara teori akuntansi, setelah merger dan akuisisi maka ukuran perusahaan dengan sendirinya akan bertambah besar karena aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran perusahaan berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba
perusahaan juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kinerja perusahaan pasca merger dan akuisisi seharusnya menjadi semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan kinerja keuangan perusahaan pasca merger dan akuisisi, dan hasilnya pun tidak selalu konsisten. Beberapa penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan yang terjadi di Indonesia, diantaranya adalah penelitian oleh Hamidah dan Noviani (2013) yang menganalisis bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan perusahaan oleh rasio yang digunakan seperti rasio CR, TATO, DR, ROA, dan PER antara sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi, yang berarti kegiatan M&A berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian oleh Kuncoro (2014) yang melakukan pengujian kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi dengan menggunakan 5 rasio keuangan (PBV, OPM, ROA, ROE, DER) menunjukan hasil yang signifikan di beberapa tahun pengamatan. Hanya variabel ROE yang tidak menunjukan perbedaan di seluruh tahun pengamatan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Namun dalam statistik desktiptif terjadi perubahan menuju ke arah positif pada seluruh rasio keuangan setelah terjadinya merger dan akuisisi yang menunjukan adanya sinergi yang diperoleh perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Sementara penelitian yang dilakukan Rambe (2012) dengan menggunakan rasio CR, DER, TATO, ROA, dan ROE menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk rasio CR, TATO, ROA, dan ROE setelah merger dan
akuisisi pada semua periode pengamatan dan pengujian. Berdasarkan deskriptif perubahan nilai rata-rata (mean) rasio DER mengalami peningkatan, namun hasil tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahan publik perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2013) juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan baik sebelum dan sesudah M&A, dengan rasio keuangan yang digunakan adalah CR, NPM, ROA, ROE, DER, dan TATO. Berdasarkan kajian dan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan hasil dalam penerapan strategi merger dan akuisisi. Di sisi lain aplikasi merger dan akuisisi sendiri memberikan dampak yang menguntungkan bagi perusahaan, namun di sisi lain justru memberikan kerugian bagi perusahaan yang melakukannya. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Pengambilan sampel dilakukan pada semua perusahaan publik yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) agar lebih akurat dalam data yang diambil, karena tidak adanya hanya sektor industri, manufaktur, atau perbankan saja seperti penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh M&A terhadap kinerja operasi perusahaan setelah melakukan M&A tersebut. Dalam hal ini, kinerja perusahaan diproksikan dengan rasio-rasio keuangan, maka dengan pertimbangan tersebut akan dilakukan penelitian dengan judul : Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Pada Perusahaan Publik Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah Salah satu tujuan merger dan akuisisi yang paling dominan adalah memperoleh sinergi, dimana setelah merger dan akuisisi diharapkan nilai perusahaan akan menjadi jauh lebih besar dibandingkan ketika perusahaanperusahaan tersebut bekerja sendiri-sendiri. Nilai dari suatu perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan tersebut. Salah satu proksi yang menjadi indikator kinerja perusahaan, terutama perusahaan publik adalah rasio keuangan. Sehingga penelitian ini bermaksud untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi dengan menggunakan proksi rasio keuangan dari kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Adapun rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio Operating Profit Margin (OPM), rasio Return On Assets (ROA), rasio Return On Equity (ROE), dan rasio Debt to Equity Ratio (DER). Maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rasio Operating Profit Margin (OPM) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi? Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rasio Return On Assets (ROA) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi? Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rasio Return On Equity (ROE) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi? Apakah terdapat perbedaan yang signifikan rasio Debt to Equity Ratio (DER) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: Untuk menguji perbedaan rasio Operating Profit Margin (OPM) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi Untuk menguji perbedaan rasio Return On Assets (ROA) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi Untuk menguji perbedaan rasio rasio Return On Assets (ROA) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi Untuk menguji perbedaan rasio Debt to Equity Ratio (DER) antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut: a. Bagi Peneliti: sebagai pengembangan wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan publik sebelum dilakukannya M&A dan setelah dilakukannya M&A. b. Bagi Perusahaan: sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan merger dan akuisisi sebagai salah satu strategi perusahaan. c. Bagi Masyarakat: memberikan pengetahuan dan kajian kepada khalayak umum mengenai permasalahan yang dihadapi perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi, dan diharapkan penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dasar perluasan penelitian dan penambahan wawasan untuk pengembangannya.