BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menganalisa

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PEWARNA BUATAN PADA SELAI ROTI YANG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN Departemen Kesehatan Lingkungan

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

PEMERIKSAAN JENIS DAN KADAR ZAT PEWARNA BUATAN PADA PERMEN LOLIPOP BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi dan waktu penelitian ini yakni sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB III METODE PENELITIAN. Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang Jl. Kedungmundu Raya

Kuesioner Penelitian

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

ANALISA KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK YANG BEREDAR DI MASYARAKAT TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

THE IDENTIFICATION OF SYNTHETIC DYES IN RENGGINANG CRACKERS BY PAPER CHROMATOGRAPHY. Jatmiko Susilo, Agitya Resti Erwiyani, Lelie Amaliatusshaleha

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

Riset Informasi Kesehatan, Vol. 5, No. 2 Juni Identifikasi rhodamin B pada kembang gula yang beredar di Kota Jambi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

Dewi Ayu Setiawati 1, Nurmaini 2, Indra Chahaya 2. Departemen Kesehatan Lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini merupakan deskriptif laboratorium yaitu dengan

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA SAUS TOMAT YANG BEREDAR DI PASAR PAGI SAMARINDA. Eka Siswanto Syamsul, Reny Nur Mulyani, Siti Jubaidah

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

Gambar 6. Kerangka penelitian

I. PENDAHULUAN. Makanan tradisional Indonesia mempunyai kekayaan ragam yang luar. biasa. Baik macam, bentuk, warna, serta aroma sesuai dengan budaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF PEMANIS BUATAN NATRIUM SIKLAMAT PADA MINUMAN BERENERGI DI PALANGKA RAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

INTISARI ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA MINUMAN RINGAN BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo yaitu SMPN 1 Gorontalo, SMPN 2 Gorontalo, SMPN 3 Gorontalo,

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB 3 BAHAN DAN METODE. - Buret 25 ml pyrex. - Pipet ukur 10 ml pyrex. - Gelas ukur 100 ml pyrex. - Labu Erlenmeyer 250 ml pyex

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan khas

ABSTRAK ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA JELLY BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

INTISARI IDENTIFIKASI METHANYL YELLOW PADA MANISAN BUAH NANAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

ANALISIS PENGGUNAAN NATRIUM BENZOAT PADA TAUCO CURAH DAN KEMASAN YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

ARTIKEL IDENTIFIKASI SAKARIN PADA MINUMAN JAJANAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SD DI WILAYAH KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menganalisa jenis dan kadar zat pewarna buatan yang terdapat pada selai roti yang bermerek dan tidak bermerek yang beredar di Kota Medan Tahun 2013. 3.2. Lokasi dan Waktu penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Pasar (Central), Pasar Simpang Limun, Indomaret di Jalan Sakti Lubis dan Carrefour di Plaza Medan Fair di Kota Medan. Alasan pemilihan lokasi pengambilan sampel adalah lokasi tersebut merupakan tempat umum yang banyak dikunjungi oleh masyarakat di Kota Medan dan merupakan tempat dimana para penjual banyak menjual berbagai jenis produk makanan. 3.2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2013. 3.3. Objek penelitian Objek penelitian adalah selai roti yang beredar di Pusat Pasar (Central), Pasar Simpang Limun, Indomaret di Jalan Sakti Lubis dan Carrefour di Plaza Medan Fair di Kota Medan. Selai roti akan diperiksa jenis dan kadar zat pewarna buatannya. Adapun merek sampel yang akan diteliti adalah sebanyak 12 sampel yang terdiri dari 6 selai roti bermerek dan 6 selai roti yang tidak bermerek, 2 selai roti stoberi yang bermerek dan 2 selai roti stroberi tidak bermerek. 2 selai roti nanas yang bermerek

dan 2 selai nanas tidak bermerek. 2 selai roti srikaya yang bermerek dan 2 selai srikaya yang tidak bermerek. 3.4. Sampel Penelitian Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu satuan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu (Notoadmodjo, 2005). Pertimbangannya bahwa sampel selai roti pada kelima lokasi berwarna merah dan kuning mencolok dan mempunyai pembeli yang banyak karena lokasinya berada di tempat keramaian yang sering dikunjungi anak-anak maupun orang dewasa. 3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data primer Data primer diperoleh melalui pemeriksaan sampel selai roti di Laboratorium Kesehatan Medan terhadap jenis dan kadar zat pewarna buatan yang terkandung pada selai roti. 3.6. Penetapan Jenis Zat Pewarna 3.6.1. Peralatan Daftar Alat dan Bahan pada Penetapan Zat Warna 1. Alat a. Gelas ukur b. Botol aquadest c. Neraca analitik d. Water bath (pemanas air)

2. Bahan a. Selai roti b. Bulu domba c. Aquadest d. Kertas Kromatografi e. Asam asetat 10% f. Ammonia 10% 3.6.2. Pemeriksaan Secara Kualitatif Prinsip pemeriksaan ini dilakukan dengan metode kromatografi kertas. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis zat pewarna yang terdapat di dalam sampel. Untuk pemeriksaan jenis zat pewarna yang dilakukan melaui metode kromatografi kertas dapat dilihat dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak dengan cara membagi jarak titik pusat bercak dari titik penotolan oleh jarak rambat eluen dari titik penotolan. Rf ( Retordaction factor) adalah rasio jarak yang ditempuh oleh pusat tempat untuk jarak yang ditempuh pelarut dalam proses kromatografi (Wikipedia,2013). Metode kromatografi kertas 1. Ambil dan ukur 10 gr sampel selai roti, kemudian masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml. 2. Tambahkan 10 ml asam asetat 10 % kemudian masukkan bulu domba, didihkan selama 30 menit sambil diaduk. 3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulangulang hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dalam bulu domba dengan penambahan ammonia 10 % di atas pemanas air hingga sempurna. 5. Larutan berwarna yang didapat ditotolkan pada kertas kromatografi. 6. Masukkan kertas kromatografi ke dalam chamber. 7. Jarak rambatan elusi 10 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen G (encerkan 5 ml amonia pekat dengan air suling hingga 100 ml tambahkan 2 gr trinatrium sitrat dan larutankan). Setelah cairan naik setinggi batas jarak rambat, angkat dari chamber. Keringkan kertas kromatografi di udara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul. 8. Perhitungan penentuan zat warna dapat dilakukan dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak titik pusat bercak dari titik penotolan oleh jarak rambat eluen dari titik penotolan. Rf = 3.7. Penetapan Kadar Zat Pewarna 3.7.1. Peralatan 1. Alat Jarak Titik Pusat Bercak Dari Titik Penotolan Jarak Rambat Eluen Dari Titik Penotolan Daftar Alat dan Bahan pada Penetapan Kadar Warna: a. Oven b. Gelas ukur c. Beaker glass 250 ml d. Timbangan listrik e. Glass plate

2. Bahan a. Benang wool b. n-hexana c. Selai roti d. KHSO 10% e. Air bersih 3.7.2. Pemeriksaan Secara Kuantitatif Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat kadar zat pewarna yang terdapat pada sampel. Kadar pewarna yang digunakan dapat diketahui melalui metode gravimetri dengan melakukan penimbangan terhadap benang wool sebelum dan sesudah perlakuan. Prosedur Kerja Metode Gravimetri: 1. Pada selai roti. a. Benang wool ( + 20 cm) dicuci dengan n-hexana, lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator dan timbang (berat a). b. 10 gr sampel selai roti dimasukkan kedalam Gelas ukur dan ditambah 10 ml larutan KHSO 10% dan air bersih 200 cc. c. Dimasukkan benang wool yang sudah ditimbang ke dalam larutan sampel lalu dididihkan selama 30 menit. d. Benang wool diangkat dan dicuci dengan air yang mengalir. e. Benang wool dikeringkan selama 60 menit dan di oven dan ditimbang kembali (berat b) dan dihitung selisih berat benang wool sebelum dan sesudah perlakuan, itulah sebagai kadar zat warna.

Perhitungan kadar zat pewarna sebagai berikut : Kadar zat pewarna = b a Berat Sampel Ket : a = berat benang wool sebelum perlakuan b = berat benang wool sesudah perlakuan 3.8. Defenisi Operasional 1. Selai roti bermerek adalah selai roti yang menyertai nama, atau identitas terhadap produk, memiliki label kedaluwarsa dan disertai izin beredarnya makanan pada kemasan selai roti berwarna merah dan kuning. 2. Selai roti tidak bermerek adalah selai roti tidak menyertai nama, atau identitas terhadap produk, tidak memiliki label kedaluwarsa dan tidak disertai izin beredarnya makanan pada kemasan selai roti berwarna merah dan kuning. 3. Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan mengetahui jenis zat pewarna buatan melaui metode kromatografi. 4. Uji kuantitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar zat pewarna buatan yang terdapat dalam sampel melaui metode gravimetri. 5. Memenuhi syarat/tidak memenuhi syarat Permenkes RI No.722/Menkes /Per/IX/1988 adalah suatu kondisi dimana jenis dan kadar zar pewarna yang dipergunakan sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988.

3.9. Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif yaitu jenis dan kadar zat pewarna buatan hasil pemeriksaan di laboratorium disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan, pembahasan serta diambil kesimpulan. Kemudian hasil pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan Permenkes RI. No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan.

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitaif Zat Pewarna Pada Selai Roti. Pemeriksaan zat pewarna buatan pada 6 sampel selai roti bermerek dan 6 sampel selai roti tidak bermerek. Sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatra Utara untuk dilakukan pemeriksaan jenis zat pewarna dengan metode kromatografi. Hasil pemeriksaan kualitatif pada selai roti bermerek dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna Buatan Pada Selai Roti Bermerek yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2013. No. Nama Sampel Rf Nama Zat Pewarna Keterangan 1. Sampel A 0,39 Amaranth Diizinkan 2. Sampel B 0,39 Amaranth Diizinkan 3. Sampel C - - Negatif 4. Sampel D - - Negatif 5. Sampel E 0,60 Tartrazine Diizinkan 6. Sampel F 0,60 Tartrazine Diizinkan Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 6 sampel terdapat 4 sampel selai roti bermerek menggunakan zat pewarna yang diizinkan yaitu Sampel A dan Sempel B menggunakan zat perwarna Amaranth, Sampel E dan Sampel F menggunakan zat perwarna Tartrazine. Zat pewarna yang diizinkan Permenkes RI. No.722/ Menkes / Per /IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Zat Pewarna Buatan Pada Selai Roti Tidak Bermerek yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2013. No. Nama Sampel Rf Nama Zat Pewarna Keterangan 1. Sampel G 0,39 Amaranth Diizinkan 2. Sampel H 0,39 Amaranth Diizinkan 3. Sampel I - - Negatif 4 Sampel J - - Negatif 5. Sampel K - - Negatif 6. Sampel L 0,60 Tartrazine Diizinkan Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 6 sampel terdapat 3 sampel selai roti tidak bermerek menggunakan zat pewarna yang diizinkan yaitu pada Sampel G dan Sampel H menggunakan zat perwarna Amaranth dan Sampel L menggunakan zat perwarna Tartrazine. Zat pewarna yang diizinkan Permenkes RI. No. 722/ Menkes/ Per/ IX/1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. 4.2. Hasil Analisa Kuantitatif Zat Pewarna Buatan Pada Selai Roti. Pemeriksaan kuantitatif zat pewarna buatan pada 6 sampel selai roti bermerek dan 6 sampel selai roti tidak bermerek. Sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatra Utara untuk dilakukan pemeriksaan kadar zat pewarna dengan metode gravimetri menggunakan benang wool. Hasil pemeriksaan kadar zat pewarna buatan pada selai roti secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Zat Pewarna Buatan Pada Selai Roti No Bermerek yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2013. Nama Sampel Berat Selai Roti (gr) Kadar Zat Pewarna (mg/kg) Kadar Maksimal yang memenuhi syarat (mg/kg) Keterangan 1. Sampel A 390 346 200 Tidak Memenuhi Syarat 2. Sampel B 150 161 200 Memenuhi Syarat 3. Sampel C 120-200 Negatif 4. Sampel D 390-200 Negatif 5. Sampel E 250 172 200 Memenuhi Syarat 6. Sampel F 250 205 200 Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 6 sampel terdapat 2 sampel selai roti bermerek menggunakan kadar zat pewarna yang tidak memenuhi syarat yaitu Sampel A 346 mg/kg, Sampel F 205 mg/kg, dan sampel selai roti lainya memenuhi syarat sesuai Permenkes RI. No.722/ Menkes / Per /IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Zat Pewarna Buatan Pada Selai Roti Tidak Bermerek yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2013. No. Nama Sampel Berat Selai Roti(gr) Kadar Zat Pewarna (mg/kg) Kadar Maksimal yang Memenuhi Syarat (mg/kg) Keterangan 1. Sampel G 100 129 200 Memenuhi Syarat 2. Sampel H 100 182 200 Memenuhi Syarat 3. Sampel I 100-200 Negatif 4. Sampel J 100-200 Negatif 5. Sampel K 100-200 Negatif 6. Sampel L 100 295 200 Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 6 sampel selai roti tidak bermerek terdapat satu sampel tidak memenuhi syarat yaitu pada sampel L 295 mg/kg, dan

sampel selai roti lainya memenuhi syarat sesuai Permenkes RI. No.722/ Menkes / Per /IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Pangan. BAB V PEMBAHASAN

5.1. Zat Pewarna 5.1.1. Hasil Uji Kualitatif Penelitian secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui jenis zat pewarna yang terdapat pada selai roti bermerek dan selai roti tidak bermerek dengan menggunakan metode kromatografi kertas. Penggunaan warna yang mencolok membuat selai roti terlihat sangat menarik. Menurut Permenkes RI No.722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan bahwa tidak semua zat pewarna yang digunakan adalah zat pewarna yang diizinkan. Pada kemasan selai roti bermerek tidak tertera nama pewarna makanan yang digunakan hanya tertulis pewarna makanan sebagai sebagai salah satu komposisinya. Selai roti yang memenuhi syarat kesehatan adalah selai roti yang memiliki izin Depkes, komposisi bahan/ zat warna yang digunakan pada selai roti dan telah diuji dan aman dikonsumsi oleh konsumen. Kemudian dilakukan pemeriksaan kualitatif ternyata tidak ditemukan penggunaan zat pewarna yang tidak diizinkan pada sampel selai roti bermerek. Selai roti tidak bermerek tidak ada tertera komposisi pada kemasannya, setelah dilakukan pemeriksaan kualitatif tidak ditemukan penggunaan zat pewarna yang tidak diizinkan. Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, tentang jenis zat pewarna yang dinyatakan berbahaya digunakan pada produk pangan. Dari hasil penelitian tidak terdapat sampel selai roti bermerek dan tidak bermerek menggunakan zat pewarna yang dilarang. Pewarna buatan memiliki tingkat stabilitas yang baik sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan. Makanan yang mengandung

pewarna bukan untuk makanan, seperti pewarna tekstil hendaknya dihindari mengingat dalam sejumlah penelitian, muncul dugaan bahwa zat-zat tersebut bisa mengakibatkan kanker bagi manusia. Konsumen harus mencari makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok dan hindari makanan dengan warna merah, kuning, dan hijau maupun warna-warni lainnya yang terlihat mencolok. Tidak menutup kemungkinan warna yang terlalu mencolok tersebut berasal dari bahan pewarna bukan untuk makanan seperti pewarna tekstil yang berbahaya bagi kesehatan (Yuliarti, 2007). Allura Red CI 16035 pewarna merah dapat menimbulkan gejala alergi pada kulit. Amarant pewarna merah menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernapasan, dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak. Biru Berlian menimbulkan gejala alergi pada anak. Carmoisine dapat menimbulkan gejala alergi. Chocolate Brown HT dapat menimbulkan gejala alergi. Erithrosin menyebabkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak, meningkatkan kadar hormon tiroid (terkait tumor tiroid) dan efek kurang baik pada otak dan perilaku. Fast Green FCF menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor. Indigotine dapat menimbulkan gejala alergi, mual, muntah-muntah, tekanan darah tinggi, bintik-bintik merah pada kulit, masalah dengan pernafasan dan gejala alergi lainnya, juga meningkatkan sensitivitas terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus dan menyebabkan hiperaktif pada anak. Methanil yellow merupakan pewarna tekstil dapat memicu diare, alergi, kanker atau kerusakan ginjal. Ponceou 4R dapat menimbulkan gejala alergi pada penderita asma dan penderita sensitif aspirin serta bersifat karsinogenik. Rhodamin B merupakan pewarna tekstil dapat memicu diare, alergi, kanker atau kerusakan ginjal. Sunset

Yellow dapat menimbulkan gejala alergi seperti bintik-bintik merah pada kulit, radang selaput lendir pada hidung, bengkak,muntah-muntah, dan gangguan pernafasan. Tartrazine dapat menimbulkan gejala alergi seperti bintik-bintik merah pada kulit, radang selaput lendir pada hidung, muntah-muntah dan gangguan pernafasan. Yellow 2G dapat menimbulkan reaksi pada penderita alergi, hiperaktif dan asma (Hartoko, 2012). Pemakaian zat pewarna buatan dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna pangan, mengembalikan warna dari bahan dasar yang telah hilang atau berubah selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak negatif bagi kesehatan konsumen bila bahan pewarna sintetis dimakan dalam jumlah kecil namun berulang, bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama dan digunakan secara berlebihan (Cahyadi,2008). 5.1.2. Hasil Uji Kuantitatif Penelitian kuantitatif untuk mengetahui kadar dari zat pewarna yang terdapat pada selai roti. Metode yang digunakan adalah gravimetri dengan menggunakan benang wool. Hasilnya dapat dibandingkan dengan Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Kadar zat pewarna memiliki batas maksimum yaitu 200 mg/kg dari enam sampel selai roti bermerek terdapat dua sampel yang kadarnya melebihi batas maksimum yaitu berkisar 346 mg/kg dan 205 mg/kg. Adapun selai roti tersebut adalah merek Sampel

A dan Sampel F sedangkan enam sampel selai roti tidak bermerek terdapat satu yang kadarnya melebihi batas maksimum yaitu berkisar 295 mg/kg. Adapun selai roti tersebut adalah Sampel L yang diperoleh dari Pasar Simpang Limun sehingga tidak memenuhi syarat untuk digunakan sesuai dengan Permenkes RI No.722/ Menkes/ Per / IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa kadar dari zat pewarna yang digunakan pada selai roti bermerek lebih tinggi dibandingkam dengan selai roti tidak bermerek. Pemakaian kadar yang lebih tinggi dapat membuat makanan lebih cerah dan terlihat menarik dengan warna yang lebih bervariasi. Selai roti bermerek harga jualnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan selai roti tidak bermerek. Penggunaan kadar zat pewarna pada selai roti disesuaikan dengan harga jualnya sehingga dapat menekan biaya produksi. Selai roti tidak bermerek meskipun harga jualnya lebih murah tetapi banyak diminati oleh konsumen karena warna dan bentuk yang menarik seperti selai roti yang bermerek. Informasi mengenai batas maksimal penggunaan harian (BMP) atau acceptabale daily intake (ADI) sangat penting diketahui para produsen makanan dan masyarakat. Penentuan ADI diperoleh dengan menjumlahkan bahan (dalam mg/kg berat badan) yang aman dikonsumsi orang dan diasumsikan tidak menimbulkan gangguan kesehatan, dampak, atau resiko keracunan. Nilai ADI pada zat pewarna erythrosine 0,1 mg/kg BB, Carmoisine 4 mg/kg BB, Amaranth 0,5 mg/kg BB, Tartrazine 7,5 mg/kg BB, Indigotine 5 mg/kg BB, Biru Berlian 12,5 mg/kg BB. Batas Maksimal Penggunaan Harian (BMPH) didapat dari perkalian antara Nilai ADI dan berat badan, misalnya ADI Carmoisine 4 mg/ kg x 50 kg = 200 mg/kg BB. Maka

batas maksimal penggunaan harian (BMP) zat pewarna Carmoisine untuk berat badan 50 kg adalah 200 mg/kg. Menurut International Food Information Council Foundation / IFICF (2004), pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan, sehingga menciptakan image tertentu dan membuat produk lebih menarik. Defenisi yang diberikan oleh Depkes (1999) lebih sederhana yaitu dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan. Produk pangan dengan nilai gizi yang sangat tinggi sekalipun akan sia-sia apabila tidak memiliki sisi yang menarik untuk di konsumsi (Wijaya, 2009). Pewarna makanan dapat dipilah atas dasar sumber serta pembuatannya, yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. Pewarna alami ada yang berasal dari mineral dan ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pewarna alami tumbuh-tumbuhan didapat dari ekstrak pigmen tumbuh-tumbuhan. Sementara pewarna buatan diperoleh melalui proses kimia. Zat pewarna yang diproduksi dengan tujuan penggunaan masingmasing. Ada yang diproduksi khusus untuk makanan, obat-obatan, kosmetika, kertas, kain, kulit dan sebagainya. Dengan demikian, pewarna makanan yang beredar di pasaran seharusnya dilengkapi dengan keterangan di label sehingga tidak keliru dengan zat pewarna lain (Pitojo, 2009). Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan.oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang

memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Hartoko, 2008). Pemakaian zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan warna pangan, mengembalikan warna dari bahan dasar yang telah hilang atau berubah selama pengolahan ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak negatif bagi kesehatan konsumen bila bahan pewarna buatan dimakan dalam jumlah kecil namun berulang, bahan pewarna buatan dimakan dalam jangka waktu lama dan digunakan secara berlebihan (Cahyadi,2008). 6.1. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan pada jenis dan kadar zat pewarna buatan terhadap 6 sampel selai roti bermerek dan 6 sampel selai roti tidak bermerek yang beredar di Kota Medan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pemeriksaan dari enam selai roti bermerek terdapat empat selai roti menggunakan zat pewarna yang diizinkan dan dari hasil pemeriksaan enam selai roti tidak bermerek terdapat tiga sampel selai roti tidak bermerek menggunakan zat pewarna yang diizinkan. 2. Kadar dari enam sampel selai roti bermerek ada dua selai roti yang mengandung zat pewarna yang melebihi batas dan kadar dari enam sampel selai roti tidak bermerek terdapat satu sampel tidak memenuhi syarat yaitu melebihi dari 200 mg/kg 3. Bila dibandingkan dengan Permenkes RI No.722/ Menkes/ Per/ 1988, jenis dan kadar zat pewarna buatan pada selai roti terdapat zat pewarna yang diizinkan namun ada kadarnya yang melebihi dari kadar yang dizinkan sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan. 6.2 Saran

1. Kepada Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) agar mengadakan pemantauan dan pengawasan terhadap pemakaian zat pewarna buatan pada selai roti bermerek dan tidak bermerek yang beredar di Kota Medan serta berkerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang dampak penggunaan zat pewarna buatan pada produsen selai roti. 2. Kepada produsen selai roti agar tidak menggunakan zat perwarna buatan yang terlalu banyak pada pembuatan selai roti bermerek dan yang tidak bermerek yang beredar di Kota Medan. 3. Kepada konsumen supaya lebih selektif dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi khususnya zat pewarna buatan dan konsumen lebih memperhatikan komposisi, izin, tanggal kadaluwarsa pada kemasan sebelum membeli dan tidak mengkonsumsi selai roti setiap hari. 4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA