BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

BAB I PENAHULUAN. lingkungan sosial, khususnya supaya remaja diterima dilingkungan temanteman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar. dalam bentuk layanan bimbingan dan konseling.

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. ini kita semua pasti pernah merasakan tekanan-tekanan batin akibat kesalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak usia sekolah tidak hanya dalam rangka pengembangan individu, namun juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

KONSEP, FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB II KAJIAN TEORI. yang dihadapi. Untuk mempertegas pengertiannya, berikut adalah berbagai pengertian

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan profesionalisasi dan sistem menajemen tenaga kependidikan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Disekolah terjadi suatu bentuk interaksi antara guru. H.C. Witherington (1952:43) mengemukakan tentang

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu masa perkembangan dimana manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungan adalah pada masa remaja. Pada masa perkembangan ini, remaja harus mampu menyelesaikan tugas perkembangannya untuk dapat diterima di lingkungan sosial, khususnya supaya remaja diterima di lingkungan teman-teman sebayanya. Hurlock (1980: 10) mengemukakan bahwa remaja harus mampu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya, mencapai peran sosial pria dan wanita, menggunakan tubunhnya secara efektif, mengharapkan dan perilaku sosial yang bertanggungjawab, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, dan memperoleh perangkat nilai dan sistematis etis sebagai pegangan berperilaku untuk mengembangkan ideologi. Untuk tugas perkembangan ideologi yang terakhir, remaja harus melalui jenjang sekolah agar menjadi individu yang memiliki ideologi yang matang. Sekolah adalah wahana untuk mengembangkan kognitif, motorik, dan juga melatih interaksi sosial dan afeksi mereka. Sekolah mengutamakan perkembangan kognitif, tetapi tidak berarti bahwa aspek-aspek perkembangan yang lain diabaikan. Dalam perkembanagan kognitif, afektif, sosial dan motorik, kerap terdapat unsur-unsur kognitif yang mendukung perkembangan aspek-aspek itu (Winkel, 2010:25).

Pengaruh sekolah tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan jiwa remaja. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping mengajarkan keterampilan dan kepandaian kepada siswa (Windy 2008: 3). Oleh karena proses belajar adalah manusiawi yang menuntut keterlibatan anak sebagai pribadi, maka berhasillah proses ini menuntuk sikap hidup yang terbuka dengan lingkungan dan mau bekerja sama dengan sesama Drost dalam Windy (2008: 3). Dalam berinteraksi dan menyesuiakan diri dengan orang lain, muncul benturan dengan kebutuhan dan keinginan orang banyak. Penyebabnya adalah kekurangpahaman seseorang dengan keinginan dan kebutuhan orang lain. Pemahaman terhadap keinginan, perasaan dan kebutuhan orang lain mutlak dibutuhkan untuk dapat hidup sukses di lingkungannya. Dalam hidup bermasyarakat, sering kali individu memanfaatkaan jasa orang lain tanpa memperhatikan kesejahteraan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Mereka hanya berpikir mendapat keuntungan yang banyak demi kepentingan pribadinya, tidak ingin bersusah payah memikirkan apakah orang lain memiliki kesempatan untuk memperoleh kepuasaan yang sama, atau apakah orang lain merasa terganggu dengan sifat mereka yang tidak mau tahu dengan kebahagiaan orang lain. Individu tidak lagi memperdulikan kekecewaan, kesusahan, dan penderitaan yang dialami oleh orang yang telah dirugikan. Kenyataan ini dapat ditemui di lingkungan masyarakat, salah satunya di lingkungan sekolah. Sekarang ini siswa-siswi semakin tidak memiliki kepekaan sosial dengan temanteman sebayanya. Di sekolah mereka berteman dengan teman-teman pilihan yang bukan pilihannya, maka mereka tidak akan menghiraukan. Teman yang sedang membutuhkan perhatiaan dari teman-teman yang lainnya, tidak akan dihiraukan apabila mereka bukan teman pilihannnya. Hal ini dapat dilihat pada proses sosialisasi atau pergaulan siswa-siswi

sekolah menengah atas. Kejadian ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya kemampuan seseorang untuk dapat memahami perasaan orang lain. Kemampuan untuk dapat memahami perasaan dan masalah orang lain itu disebut dengan empati. Empati merupakan dasar dari semua keterampilan sosial, sehingga memiliki peranan yang sangat besar bagi seseorang baik sebagai pribadi maupun kelompok sosialnya, Dengan empati, seseorang dapat menguasai kecakapan sosialnya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Alhasil, seseorang yang bersikap empati lebih disukai temaan-teman dan lebih berhasil baik di sekolah maupun ditempat kerja. Tidak mengherankan bila mereka yang bersikap empati menjalin hubungan yang akrab dengan pasangan hidup dengan temaan, da anak-anaknya sendiri. Goleman (2003: 136) mengatakan bahwa keharmonisan sosial berawal dari setiap hubungan yang merupakan akar kepedulian yang berasal dari penyesuaian emosional dan dari kemampuan untuk berempati. Maka dari itu empati dianggap lebih penting dalam kehidupan bermasyarakat. Guru dihadapkan pada karakteristik dan sifat siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah kondisi dimana seorang siswa merasa kesulitan dalam menelaah pelajaran karena disebabkan faktor-faktor baik dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa tersebut. Pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis tingkah laku baik secara langsung dan tidak langsung. Gejala ini akan nampak aspek-aspek kognitif, motoris dan afektif baik dalam belajar maupun hasil belajar yang dicapai siswa. Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain : (1) Menunjukan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimiliki siswa, (2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, (3)

Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Selalu tertinggal dari teman-temanya dalam menyelasaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan, (4) Menunjukan tingkah laku yang kurang wajar seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, menggangu didalam atau diluar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak tertib dalam kegiatan belajar mengajar, mengasingkan diri, tidak mau bekerja sama, (5) Menunjukan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah dan kurang gembira dalam menghadapi nilai yang rendah tidak menunjukan perasaan sedih dan menyesal. Semua kesulitan-kesulitan yang dialami siswa tersebut akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar bahkan akan berakibat siswa mengalami kegagalan dalam studinya. Dalam proses belajar situasi dan kondisi siswa akan sangat mempengaruhi dan menentukan aktifitas yang akan dilakukan dalam belajar. Situasi dan kondisi tersebut, yaitu setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda-beda, dan bakat mempunyai pengaruh-pengaruh yang besar terhadap prestasi hasil belajar. Siswa yang kurang berbakat dalam suatu mata pelajaran tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai suatu bahan, dibandingkan siswa yang berbakat dalam mata pelajaran tersebut. Setiap individu pada prinsipnya memang tidak sama. Perbedaan ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Kesulitan belajar belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yng ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor inteligensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktorfaktor lainnya. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Setiap siswa pada prinsipnya tentuk berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja

akademik yang memuaskan. Namun kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang, kebiasaan dan pendekatan belajar, yang terkadang sangat mencolok antara siswa dengan lainnya. Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing. Pendidik ini bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan pelajaran kepada siswa tetapi juga membentuk kepribadiaan siswa yang bernilai tinggi. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya lebih banyak ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau kemampuan yang kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa berkategori di luar rata-rata itu (sangat pintar atau sangat bodoh) tidak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami siswa yang berkemampuan tinggi. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering bolos sekolah. Oleh karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan kesulitan belajar sebagaimana mestinya. Masalah kesulitan belajar seseorang muncul karena adanya ganguan dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Kesulitan belajar ini dapat dilihat dari menurunya prestasi belajar siswa. Dalam hal ini jika siswa merasa kesulitan dalam

belajarnya maka seorang siswa dan guru serta orang tua harus mencermati dan mengoreksi kembali apakah ada faktor-faktor kesulitan yang dialami siswa. Proses belajar seseorang tidak akan selalu berjalan baik, seseorang yang mencari ilmu tidak lepas dari kesulitan belajar. Berdasarkan pengamatan selama melaksanakan Program Praktik Lapangan (PPL) pada bulan Agustus tahun 2013 di SMA Negeri 1 Laguboti, Kabupaten Toba Samosir sekitar 65 % siswa dikelas X1 IPA-1 yang memiliki prestasi belajar tinggi kurang memiliki empati terhadap teman yang mengalami kesulitan belajar. Informasi tersebut diperoleh melalui wawancara dengan siswa, guru bidang studi, konselor, dan pengamatan peneiliti selama PPL. Kondisi yang sama juga terjadi di Kelas XI IPA-1 SMA N 1 Balige yang menjadi sasaran penelitian ini. Hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi serta 10 orang siswa dari 33 siswa kelas XI-IPA 1, mereka memiiki ego yang tinggi dalam hal belajar dan pengetahuan. Beberapa di temukan gejala-gejala siswa yang memiliki prestasi tinggi kurang memiliki rasa empati terhadap siswa yang memiliki kesulitan belajar. Gejala-gejala yang dimaksud seperti : siswa yang memiliki prestasi tinggi takut mereka akan bersaing dalam pelajaran, sehingga mereka tidak mau membantu siswa yang lain, enggan belajar bersama, tidak mau memberi jawaban jika ditanyakan teman tentang soal pelajaran yang paling sulit dimengerti. Seringkali dijumpai di kelas, siswa yang prestasinya tinggi hanya memberikan jawaban tugas semata terhadap siswa yang prestasinya rendah. Sikap empati perlu ditanamkan pada setiap individu, tidak terkecuali siswa yang berada di bawah naungan lingkungan pendidikan formal yaitu sekolah. Seseorang yang memiliki keterampilan berempati cenderung memiliki perilaku prososial. Perilaku prosial adalah tindakan sosial, rasa perhatian, kasih sayang, kesetiaan, serta bantuan yang diberikan dan dilakukan sesorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun atau perasaan melakukan kebaikan. Siswa harus dibimbing untuk memiliki dan menanamkan kebaikan terhadap semua lapisan masyarakat terutama di

lingkungan sekolah. Hal ini sangat membutuhkan dukungan dari elemen-elemen yang terkait disekitar sekolah yaitu konselor sekolah, guru bidang studi, dan siswa. Sikap empati siswa sangat penting ditingkatkan. Ketika peserta didik yang memiliki prestasi tinggi dalam belajarnya tidak memiliki sikap menolong dan mampu memahami perasaan temannya yang mengalami masalah dalam belajar maka semakin terkikisnya budaya peduli terhadap orang lain. Untuk meningkatkan sikap empati siswa, sekolah sebagai objek lingkungan tempat sosialsasi siswa yang dapat mempengaruhi sikap empati siswa terhadap siswa lain sudah menganjurkan kepada guru bidang studi, wali kelas dan peserta didik untuk memberikan dorongan kepada siswa lain supaya memelihara kepedulian terhadap siswa lain yang membutuhkan pertolongan guna mencegahnya cacat moral dalam kehidupan sehari-hari termasuk di lingkungan sekolah. Arahan-arahan yang diberikan guru belum cukup untuk membuat siswa peduli terhadap siswa lainnya. Konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling memiliki tanggung jawab dalam pengembangan kepribadian dan moral siswa untuk meningkatkan sikap empati terhadap teman yang mengalami kesulitan dalam belajar harus memberikan layanan bimbingan yang sesuai dengan kepribadiaan siswa. Berdasarkan studi awal penelitian oleh penulis adalah SMA N 1 Laguboti, tidak memiliki konselor sekolah yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling, Konselor dilimpahkan tugasnyanya sebagai bendahara sekolah. Apabila hal ini dibiarkan begitu saja, tentu akan banyak siswa yang gagal dalam belajar. Sehingga pendidikan moral serta kepedulian terhadap sesama semakin terkikis. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu ada cara yang benar untuk meningkatkan empati siswa terhadap sesama siswa yang mengalami masalah, khususnya masalah dalam belajar.

Cara atau pendekatan baru yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui bimbingan kelompok. Alasan peneliti menggunakan cara ini: (1) Remaja seperti siswa SMA masih memiliki kemampuan berpikir yang terbatas, mereka cenderung berkelompok dan lebih suka membahas masalahnya dengan teman sebaya, (2) Melalui bimbingan kelompok ini siswa dapat merasakan perasaan orang lain, (3) Melalui bimbingan kelompok akan mendapat persuasi sosial dari anggota kelompok dan pemimpin kelompok melalui dorongan verbal untuk siswa dapat melakukan empati terhadap sesama yang memiliki kesulitan belajar. Dalam proses bimbingan kelompok sangat mungkin diperlukan dan digunakan berbagai metode serta teknis psikologis untuk memahami dan mempengaruhi perkembangan perilaku individu. Metode bimbingan kelompok merupakan usaha bersama untuk memecahkan suatu masalah, yang didasarkan pada sejumlah data, bahan-bahan, dan pengalaman-pengalaman, dimana masalah ditinjau selengkap dan sedalam mungkin secara ideal, pemimpin kelompok membantu kelompok untuk memusatkan perhatian pada masalah umum yang dihadapi, membantu meninjau masalah secara luas dan mendalam, membantu memberikan sumber-sumber yang dapat dipakai untuk pemecahan masalah, dan membantu kelompok mengetahui bilamana masalah sudah terpecahkan serta implikasi selanjutnya dari pemecahan masalah tersebut. Beranjak dari kenyataan bahwa dorongan yang diberikan guru bidang studi, wali kelas belum cukup mendorong siswa untuk melakukan empati atau pertolongan terhadap siswa lain yang mengalami kesulitan dalam belajar, maka diperlukan layanan untuk mengatasi tersebut oleh calon konselor. Masalah kurangnya sikap empati siswa yang memiliki prestasi tinggi tehadap prestasi siswa yang rendah dapat diatasi dengan layanan bimbingan kelompok. Agar siswa lebih memahami arti dari berbagi dalam ilmu pengetahuan tanpa memandang siswa yang memiliki kesulitan belajar sebagai lawan dalam proses belajar. Sehingga peneliti

menganggap penting untuk meneliti yang berjudul Meningkatkan Sikap Empati Siswa Terhadap Teman Yang Mengalami Kesulitan Belajar Melalui Bimbingan Kelompok Di SMA N 1 Balige Tahun Ajaran 2013/ 2014. 1.2 Identifikasi Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rendahnya perilaku menolong antar siswa dan kurangnya menghargai orang lain disebabkan rendahnya sikap kepedulian yang di miliki antar siswa. 2. Belum diketahui pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap pengentasan masaalah empati siswa terhadap siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar. 3. Dorongan-dorongan yang diberikan oleh pihak sekolah belum cukup membuat siswa yang memiliki prestasi tinggi untuk memberikan periku menolong terhadap siswa yang memiliki prestasi rendah. 4. Seseorang yang melakukan empati terhadap orang dikarenakan adanya imbalan yang ingin di terima oleh individual yang melakukan empati. 1.3 Pembatasan Masalah Bertolak dari identifikasi masalah, maka peneliti perlu membatasi masalah yang akan didalami supaya lebih jelas. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penggunaan bimbingan kelompok dalam menangani permasalahan sikap empati siswa kurang pada teman yang memiliki kesulitan belajar dikelas. 1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang sudah diuraikan,maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah sikap empati siswa terhadap teman yang memiliki kesulitan belajar dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok di SMA N 1 Balige Tahun Ajaran 2013/ 2014. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap empati siswa terhadap siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar melalui bimbingan kelompok di SMA N 1 Balige Tahun Ajaran 2013/2014. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Praktis a) Bagi peserta didik diharapkan dapat memberikan kesadaran tentang pentingnya sikap berempati terhadap sesama manusia, khususnya terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. b) Bagi guru pembimbing menyusun, membantu dan melaksanakan bimbingan konseling dalam meningkatkan kemampuan berempati siswa terhadap teman tanpa pandang buluh dengan teman yang lain. c) Bagi sekolah, memberi masukan kepada sekolah dalam upaya meningkatkan hubungan sosial yang lebih baik melalui usaha peningkatan empati pada seluruh warga sekolah. 2) Manfaat Konseptual

a) Bagi peneliti dapat digunakan sebagai latihan mengembangkan wawasan, menambah pengetahuan dalam melaksanakan bimbingan kelompok teknik diskusi. b) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi suatu referensi bagi layanan pendidikan untuk memberi kesempatan siswa yang memiliki prestasi tinggi untuk mengembangkan kemampuan empati dalam mejalani relasi sosial dan berinteraksi dengan teman sebaya.