RETENSI DALAM PENGAWETAN KAYU KURANG DIKENAL UNTUK BAHAN BAKU KAPAL TRADISIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN

PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

SIFAT FISIS PAPAN GYPSUM DARI LIMBAH GERGAJIAN KAYU

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

SIFAT MEKANIK PAPAN GYPSUM DARI SERBUK LIMBAH KAYU NON KOMERSIAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan

SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN

PENGERINGAN DAN PENGAWETAN KAYU KAMALAKA ASAL KALIMANTAN SELATAN. (Drying and Preservation of Kamalaka Wood from South Kalimantan)

PAPAN GYPSUM DARI SERBUK KAYU DAN SENYAWA BOR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN UJI BAKAR

PENGARUH LAMANYA PENGUBURAN KAYU MERANTI CAMPURAN (MC) DALAM LUMPUR TERHADAP KANDUNGAN ZAT PATI (AMYLUM)

PEMBUATAN BALOK DAN PAPAN DARI LIMBAH INDUSTRI KAYU BOARD AND WOOD BLOCK MAKING FROM WASTE OF WOOD INDUSTRIES

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

PENGAWETAN KAYU GUBAL JATI SECARA RENDAMAN DINGIN DENGAN PENGAWET BORON UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light.

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

PENGAWETAN KAYU MANGGA (Mangifera indica) SECARA TEKANAN DENGAN PERMETHRIN UNTUK MENCEGAH SERANGAN RAYAP KAYU KERING

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb.

SIFAT FISIS MEKANIS BAMBU LAPIS SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK INTERIOR

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN

Ujung No.1 Kampus USU Medan b Dosen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian, USU

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN BAHAN PENGAWET DAUN TEMBELEKAN

RETENSI DAN PENETRASI EKSTRAK BIJI PINANG (Areca catechu L.) SEBAGAI BAHAN PENGAWET NABATI KAYU MAHANG. Macaranga gigantea Mull. Arg.

Study Penggunaan Bambu Sebagai Material Alternative Pembuatan Kapal Kayu dengan Metode Wooden Ship Planking System

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PURUN BAJANG SEBAGAI SUBSTITUSI PURUN DANAU DAN PURUN TIKUS

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

PEMANFAATAN KAYU SENGON UNTUK RUMAH SEDERHANA

TEKNOLOGI PROSES PELENGKUNGAN ROTAN SECARA KIMIA UNTUK BAHAN BAKU MEBEL

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

PENGAWETAN KAYU SENGON MELALUI RENDAMAN DINGIN MENGGUNAKAN BAHAN PENGAWET ENBOR SP DITINJAU TERHADAP SIFAT MEKANIK

PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN

Pengawetan Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) Menggunakan Asam Borat (H3BO3) Dengan Metode Pengawetan Rendaman Panas Dingin

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

Effect of Particle Layerson Mechanical Characteristics (MoE And MoR) Of Particle Board Of Ulin Wood (Eusideroxylon Zwageri T.Et.B)

KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk

Efektifitas pengawetan batang kelapa sawit (Elais guinensis Jacq.) terhadap Dwi Harsono

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING

Air dan air limbah Bagian 54 : Cara uji kadar arsen (As) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) secara tungku karbon

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

JURNAL TEKNIK SIPIL EFEKTIVITAS PENGAWETAN KAYU TERHADAP SERANGAN RAYAP MENGGUNAKAN CAMPURAN BORAKS DENGAN ASAM BORAT

SIFAT FISIK MEKANIK PAPAN GYPSUM BERBAHAN PENGISI ALTERNATIF LIMBAH SERUTAN ROTAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Rumah Adat Banjar

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

PENGARUH KETEBALAN KAYU, KONSENTRASI LARUTAN DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP HASIL PENGAWETAN KAYU

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

PENGAWETAN METODE RENDAMAN PANAS DINGIN KAYU SENGON DENGAN EKSTRAK BUAH KECUBUNG TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING

METODE PENYIMPANAN BENIH MERBAU (Intsia bijuga O. Ktze) Method of Seeds Storage of Merbau (Intsia bijuga O. Ktze) ABSTRACT PENDAHULUAN

dengan Bahan Pengawet Boric Acid Equivalent (Ganitri and Mahoni Wood Preservation using Boric Acid Equivalent with Cold Immersion Method)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Karakterisitik makroskopis pada enam potongan kayu yang diteliti

SNI Standar Nasional Indonesia. Kecap kedelai. Badan Standardisasi Nasional ICS

PENINGKATAN DAYA TAHAN RAMBAT API KAYU LAPIS DENGAN CARA PELABURAN NATRIUM SILIKAT PADA VENIR

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

Study Penggunaan Bambu Sebagai Material Alternative Pembuatan Kapal Kayu dengan Metode Wooden Ship Planking System

PENGARUH ULTRA VIOLET FILLER PADA PROSES PEMBUATAN KAYU LAPIS INDAH UNTUK RUANG INTERIOR

Ridwan, Penggunaan Rosin untuk Menambah Kekuatan Tarik Hasil Pemutihan Rotan

SIFAT KIMIA TIGA JENIS KAYU RAKYAT

JURNAL TEKNIK SIPIL PENGARUH AWAL PEMANFAATAN OLI DAN BRIKET BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU TERHADAP SERANGAN RAYAP

METODOLOGI PENELITIAN

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

ASETILASI KAYU RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.), CEMPEDAK (Artocarpus integer Merr.), DAN RAMBAI (Baccaurea montleyana Muell. Arg) HASIL PENELITIAN

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENCEGAHAN SERANGAN JAMUR BIRU PADA KAYU KARET DI LOKASI PENEBANGAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH MASA PERAWATAN (CURING) MENGGUNAKAN AIR LAUT TERHADAP KUAT TEKAN DAN ABSORPSI BETON

Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Perlakuan Pengawetan Kimia

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling)

HUBUNGAN ANTARA ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN KUAT TEKAN KAYU KELAPA IMPLEMENTASI PADA MATA KULIAH ILMU BAHAN BANGUNAN

PEMANFAATAN TANNIN KULIT KAYU AKASIA UNTUK PENGAWETAN JATI PUTIH (Gmelina arborea) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus holmgren)

ASETILASI KAYU RAMBUTAN (Nephelium Lappaceum L), CEMPEDAK (Artocarpus Integer Merr), DAN RAMBAI (Baccaurea Montleyana Muell. ARG)

PEMBUATAN PETI/PALKA BERINSULASI

PENGARUH PERSEN HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

Transkripsi:

Retensi dalam pengawetan kayu kurang dikenal untuk bahan baku kapal tradisional.budi Tri Cahyana RETENSI DALAM PENGAWETAN KAYU KURANG DIKENAL UNTUK BAHAN BAKU KAPAL TRADISIONAL Retention of Lesser Known Wood Preservation for Raw Materials for Traditional Boat Budi Tri Cahyana Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru Jl. P. Batur Barat No.2. Telp. 0511-4772461, 4774861 Banjarbaru E-mail : baristand.banjarbaru@gmail.com Diterima 25 Agustus 2014 disetujui 11 Nopember 2014 ABSTRAK Persediaan kayu saat ini makin terbatas sehingga diperlukan usaha mengembangkan pembuatan kapal kayu menggunakan kayu kurang dikenal. Dalam mengatasi keterbatasan jumlah pasokan kayu antara lain kayu yang berasal dari hutan tanaman maupun hutan rakyat yang potensinya cukup besar untuk berbagai keperluan. Penelitian ini bertujuan melakukan proses pengawetan kayu kurang dikenal sebagai substitusi pembuatan bahan baku kapal tradisional yang terdiri dari kayu yaitu jengkol (Pithecellobium jiringa Benth I.C. Nielsen), kupang (Ormosia Sumatrana Prain), tarap (Artocarpus adoratissimus) dan asam (Mangifera applanata Kosterm). Untuk pemanfaatan tersebut ditunjang dengan proses pengawetan, menggunakan permetrin, parachem dan impralit CKB. Konsentrasi yang digunakan 5%, 10% dan 15% dengan lama rendaman masing-masing 10 hari dan 15 hari. Hasil penelitian menunjujkkan bahwa retensi cenderung meningkat hingga konsentrasi 10%. Retensi terbaik pada kayu kupang dengan bahan pengawet parachem konsentrasi 10% dengan lama rendaman 10 hari. Berdasarkan hasil penelitian keempat jenis kayu yang diawetkan dengan ketiga bahan pengawet tahan terhadap senyawa penggerek kayu di laut. Kata kunci : kayu jengkol, kupang, tarap dan asam, pengawetan, kapal tradisional ABSTRACT The wood stock nowdays is limited, so it is needed the effect to develop the making of boat wood using lesser known wood. In addressing the limited number of wood supply include wood from forest plantations as well as the people that potential is quite large for a variety of purposes. This research aims to make the process less wood preservation is known as the substitution of raw materials manufacture of traditional boats which of wood is jengkol (Pithecellobium jiringa Benth IC Nielsen), kupang (Ormosia sumatrana Prain), tarap (Artocarpus adoratissimus) and Acid (Mangifera applanata Kosterm). The utilization supported by the preservation process, using permethrin, parachem and impralit CKB. Concentration are used 5%, 10% and 15% by length of immersion respectively 10 days and 15 days. The results of the study showed that retention was likely to increase up to a concentration of 10%. The best retention was in kupang wood using 10% concentration parachem by 10 days immersion. Based on the research results of the four types of wood preserved with preservative resistant to all three compounds in marine wood borers. Keywords: wood of jengkol, kupang, tarap and acid, preservation, traditional boat I. PENDAHULUAN Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut dan perairan cukup luas, sehingga banyak digunakan angkutan atau alat transportasi berupa perahu atau kapal. Industri kapal kayu tradisional yang 23

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.6, No.2, Des 2014: 23 30 berkembang cukup dinamis. Di beberapa pantai di Indonesia kapal dikerjakan secara tradisional oleh tenaga terampil walaupun tidak memiliki pendidikan atau pelatihan khusus dibidangnya. Pengerjaan dan peralatan yang dipakai sangat sederhana tanpa mengikuti desain bahkan ada yang tidak menggunakan logam sebagai bahan pembantu. Beberapa daerah seperti Jawa, Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Timur sejak dahulu kayu yang digunakan untuk pembuatan perahu/kapal kayu adalah jati (Tectona grandis LF) dan gofasa (Vitex cofassus Reinw). Di Kalimantan digunakan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri Tet B) dan ipil (Intsia palembanica Miq), serta di Sumatera Utara digunakan meranti batu (Shorea platyclados VSI) dan damar laut (Shorea atrinervosa Sym) (Martawijaya dkk, 1989). Bahan baku kayu yang biasa digunakan untuk industri perkapalan umumnya adalah jenis kayu komersial yang berkualitas tinggi. Jenis kayu komersial tersebut memiliki kelas keawetan dan nilai jual yang tinggi, tetapi jumlahnya saat ini mulai terbatas. Upaya untuk tetap dapat memenuhi permintaan konsumen kapal kayu tradisional adalah dengan mengganti atau mensubstitusi jenis kayu komersial dengan kayu non komersial. Abdurrohim, S. (2007) mengemukakan bahwa kelemahan yang dimiliki kayu non komersial yaitu mudah terserang oleh faktor perusak, baik faktor biologis maupun non biologis. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pengawetan kayu untuk menambah tingkat keawetan dari kayu, umur pakai kayu lebih lama, terutama kayu yang digunakan untuk material di luar ruangan karena penggunaan tersebut yang paling rentan terhadap degradasi kayu akibat organisme perusak maupun faktor abiotis (panas, hujan dan lembab). Proses pengawetan merupakan suatu cara untuk meningkatkan keawetan kayu terhadap serangan faktor biologis penyebab kerusakan kayu. Untuk memanfaatkan jenis kayu lain untuk dapat memenuhi persyaratan bahan konstruksi diperlukan teknologi yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya (Abdurachman dan Hadjib N., 2006). Proses yang dilakukan dengan memasukkan bahan kimia beracun ke dalam kayu sehingga kayu menjadi kebal terhadap serangan organisme perusak dan umur pakainya menjadi lebih lama dari sebelum diawetkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan proses pengawetan kayu kurang dikenal sebagai substitusi pembuatan bahan baku kapal tradisional. Menurut Muchlis M. dan Krisdianto (2006), bahwa setiap jenis kayu memiliki sifat yang berbeda dengan jenis yang lainnya sehingga setiap penggunaannya memerlukan persyaratan tertentu. Pemilihan jenis kayu untuk bahan baku kapal tidak hanya diperhatikan kekuatan kayu akan tetapi keawetan atau ketahanannya terhadap binatang penggerek di laut. II. BAHAN DAN METODE Kayu yang digunakan dalam penelitian adalah jengkol (Pithecellobium jiringa Benth I.C. Nielsen), kupang (Ormosia Sumatrana Prain), tarap (Artocarpus odoratissimus) dan asam pelipisan (Mangifera applanata Kosterm). Contoh uji kayu untuk pengujian penggerek di laut dengan ukuran 2,5 x 5,0 x 30 cm, direndam dalam laut. Semua contoh uji diikat satu sama lain (dirakit) dengan tali plastik. Sebagai sekat diantara contoh uji digunakan selang plastik. Contoh uji yang sudah dirakit, dipasang di muara laut secara horizontal. Setelah satu bulan contoh uji diambil untuk diamati serangan penggerek di laut. Bahan lain antaranya Kalium Iodida, Alkohol, Perak Nitrat, Asam Salisilat dan ekstrak curcuma. Peralatan yang digunakan antara lain gergaji belah, gergaji potong, mesin serut, dialcaliper, Universal Testing Machine (UTM), mesin ampelas, timbangan elektronik, bak untuk perendaman, bak pengawet, gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk, oven, kuas dan mikrometer. Bahan pengawet yaitu permetrin, parachem (kombinasi campuran asam borat dengan boraks dan impralit CKB. 24

Retensi dalam pengawetan kayu kurang dikenal untuk bahan baku kapal tradisional.budi Tri Cahyana Menurut Suwasono (2001), bahan kimia permetrin adalah sebuah synthetic pyrethroids merupakan bahan kimia buatan umum secara luas digunakan sebagai insektisda dan acaricide dan sebagai penolak serangga. Metode pengawetan dalam penelitian ini adalah rendaman dingin dan proses pengawetan kayu mengacu pada SNI 03-5010.1-1999. Adapun variasi perlakuan dengan jenis pengawet A (permetrin, parachem, impralit CKB), konsentrasi bahan pengawet 5%, 10% dan 15% dengan lama perendaman B (10 hari, 15 hari), pengujian dilakukan dengan masing-masing 3 (tiga) ulangan. Data dianalisa dengan Rancangan Acak Lengkap (Sudjana, 1991) dan dilanjutkan uji beda nyata jujur dari Tukey. Lokasi pengujian mekanik kayu yaitu di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru dan disentra perajin kapal kayu tradisional Pulau Suangi Alalak Banjarmasin. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Retensi Nilai rata-rata retensi dengan menggunakan pengawet permetrin, parachem dan impralit CKB konsentrasi 5% dengan variasi lama perendaman 10 hari dan 15 hari pada kayu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan dilihat pada Tabel 1. Secara umum dapat dikemukakan peningkatan konsentrasi larutan bahan pengawet dan lama perendaman cenderung meningkatkan retensi bahan pengawet untuk ketiga jenis bahan pengawet tersebut hingga konsentrasi 10% dan terjadi penurunan pada konsentrasi 15%. Nilai rata-rata retensi yang terkandung pada proses perendaman bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu jengkol, kupang, tarap dan asam terjadi secara perlahan-lahan dengan melalui proses difusi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dumanauw (2001) menyatakan masuknya bahan pengawetan kedalam kayu secara kapilaritas dan selanjutnya terjadi proses difusi. Variasi lama perendaman pada kayu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan berpengaruh sangat nyata terhadap retensi tiga jenis bahan pengawet pada konsentrasi 5%, 10%, 15% pada Tabel 2. Tabel 1. Rata-rata Retensi Permetrin, Parachem dan Impralit CKB pada Kayu Jengkol, Kupang, Tarap dan Asam Pelipisan Jenis Kayu Jengkol (Pithecellobium jiringa Benth I.C Nielsen) Kupang (Ormosia sumatrana Prain) Tarap (Artocarpus odoratissimus) Asam pelipisan (Mangifera applanata Kosterm) Retensi (kg/m 3 ) Konsentrasi (%) Jenis Pengawet 5 10 15 Lama Perendaman (hari) 10 15 10 15 10 15 Permetrin 7,12 8,01 9,15 9,01 7,62 7,49 Parachem 9,32 9,51 9,64 9,98 9,36 9,33 Impralit CKB 8,15 9,01 9,18 10,10 8,75 8,60 Permetrin 9,75 10,01 10,47 10,81 10,78 10,76 Parachem 9,65 10,11 15,47 15,98 9,81 9,85 Impralit CKB 10,88 11,15 11,50 11,95 10,94 10,99 Permetrin 8,85 9,13 11,47 11,85 9,01 9,05 Parachem 9,99 10,25 12,59 12,97 10,12 10,26 Impralit CKB 9,01 10,84 10,21 10,49 9,20 9,19 Permetrin 8,02 8,15 8,35 8,78 8,08 8,11 Parachem 9,15 9,34 9,47 9,90 9,20 9,21 Impralit CKB 8,01 8,98 9,01 9,92 8,15 8,05 25

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.6, No.2, Des 2014: 23 30 Tabel 2. Sidik Ragam Retensi Tiga Jenis Pengawet Konsentrasi 5%, 10%, 15% dengan Variasi Lama Perendaman pada Kayu Jengkol, Kupang, Tarap dan Asam Pelipisan Konsentrasi Sumber Jenis Kayu db JK KT Fhit (%) Keragaman Perlakuan 5 12,6516 2,5303 1686,86** 5 Jengkol Kekeliruan 12 0,0186 0,0015 (Pithecellobium Perlakuan 5 3,2232 0,6446 495,84** 10 jiringa Benth I.C Kekeliruan 12 0,0156 0,0013 Nielsen) Perlakuan 5 9,8752 1,9750 2821,42** 15 Kekeliruan 12 0,0092 0,0007 Perlakuan 5 5,6810 1,1362 811,57** 5 Kupang Kekeliruan 12 0,0168 0,0014 (Ormosia Perlakuan 5 86,9362 17,3872 17387,20** 10 sumatrana Kekeliruan 12 0,0120 0,001 Prain) Perlakuan 5 3,7676 0,7535 14,19** 15 Kekeliruan 12 0,6377 0,0531 Perlakuan 5 18,3016 3,6603 1109,18** 5 Tarap Kekeliruan 12 0,0404 0,0033 (Artocarpus Perlakuan 5 18,3016 3,6603 1109,18** 10 odoratissimus) Kekeliruan 12 0,0404 0,0033 Perlakuan 5 4,7576 0,9515 198,22** 15 Kekeliruan 12 0,0580 0,0048 Perlakuan 5 5,9436 1,1887 198,11** 5 Asam pelipisan Kekeliruan 12 0,0728 0,0060 (Mangifera Perlakuan 5 6,0224 1,2044 481,76** 10 applanata Kekeliruan 12 0,0306 0,0025 Kosterm) Perlakuan 5 4,9228 0,9845 328,16** 15 Kekeliruan 12 0,0366 0,0030 Keterangan : **) Berpengaruh sangat nyata F Tabel 0,05 0,01 3,11 5,06 Berdasarkan sidik ragam pada Tabel 2, perlakuan variasi lama perendaman pada kayu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap retensi tiga jenis bahan pengawet pada konsentrasi 5%, 10%, 15%. Pada peningkatan lama perendaman pada kayu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan menggunakan konsentrasi 5%, 10%, 15% untuk pengawet permetrin, parachem maupun impralit CKB, cenderung terjadi peningkatan retensi yang berbeda sangat nyata. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hunt dan Garrat (1994) bahwa peningkatan retensi berkaitan dengan kemampuan bahan pengawet mengisi rongga-rongga sel yang ada dan kemampuan ditunjang oleh waktu atau lamanya proses pengawetan. Proses pengawetan menggunakan parachem pada kayu jengkol ada kecenderungan peningkatan retensi hingga pada konsentrasi 10% dan terjadi penurunan pada konsentrasi 15%. Peningkatan retensi tersebut erat kaitannya dengan viskositas dan kemampuan bahan pengawet mengisi ronga-rongga sel kayu. Retensi bahan pengawet semakin besar dalam hal ini konsentrasi 10% mempunyai viskositas larutan yang masih mampu menembus noktah. Hal tersebut sesuai pendapat Abdurrohim S. (2006) bahwa molekul larutan yang lebih pekat relatif lebih besar dibandingkan molekul larutan encer, sehingga relatif lebih sulit menembus noktah. Molekul yang lebih kecil juga lebih mudah kontak dengan lignin sehingga bahan pengawet relatif lebih mudah berfiksasi. Peningkatan retensi juga berkaitan dengan kemampuan bahan pengawet mengisi rongga-rongga sel yang ada dan kemampuan tersebut ditunjang oleh waktu atau lamanya proses pengawetan. Lama rendaman berkaitan erat dengan kesempatan kayu berhubungan dengan larutan bahan pengawet. Sebelum saluran dalam kayu berupa noktah tertutup seluruhnya oleh bahan pengawet yang berfiksasi, akibat bahan pengawet kontak dengan lignin maka larutan bahan 26

Retensi dalam pengawetan kayu kurang dikenal untuk bahan baku kapal tradisional.budi Tri Cahyana pengawet dapat terus masuk ke dalam kayu karena seperti diketahui kayu bersifat menyerap air atau hygroskopis. Perbedaan yang sangat nyata satu sama lain dan perbedaan nyata antara permetrin 10 hari dengan parachem 10 hari dan permetrin 15 hari dengan parachem 15 hari. Hal ini erat kaitannya dengan adanya perbedaan bahan pengawet juga terjadi perbedaan kemampuan menembus rongga-rongga sel kayu yang berbeda sangat nyata. Proses pengawetan terjadi perbedaan yang sangat nyata antara parachem 10 hari dan parachem 15 hari dengan impralit CKB 15 hari, impralit CKB 10 hari, permetrin 10 hari dan permetrin 15 hari. Dari hasil uji ada kecenderungan kenaikan retensi hingga konsentrasi 10% dan terjadi penurunan pada konsentrasi 15%. Hal ini kaitannya dengan viskositas dan kemampuan bahan pengawet mengisi rongga-rongga sel kayu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muslich M dan Rulliaty S. (2013) bahwa struktur anatomi kayu seperti pori, serat, bidang perforasi dan kandungan ekstraktif sangat berpengaruh terhadap masuknya bahan pengawet ke dalam kayu. Peningkatan retensi dipengaruhi lamanya proses pengawetan juga oleh jenis bahan pengawet dan masing-masing jenis bahan pengawet mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mengisi rongga-rongga sel pada kayu. Pengawetan kayu tarap konsentrasi lima persen, menggunakan permetrin maupun parachem lama rendaman 10 hari dengan 15 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penggunaan pengawet permetrin, parachem dan impralit CKB dengan lama perendaman 10 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan berbeda sangat nyata satu sama lain. Peningkatan lama perendaman pada kayu tarap menggunakan konsentrasi sepuluh persen untuk tiga jenis pengawet terjadi peningkatan retensi yang berbeda sangat nyata. Hasil uji beda dapat dikemukakan pengawetan kayu tarap menggunakan parachem perendaman selam 15 hari dan parachem selama 10 hari konsentrasi larutan lima belas persen menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dibandingkan menggunakan permetrin 10 hari, permetrin 15 hari, impralit CKB 15 hari dan impralit CKB 10 hari. Dari hasil uji beda hampir seluruh perlakuan berbeda sangat nyata, kecuali antara pengawet impralit CKB 10 hari dengan permetrin 10 hari dan 15 hari. permetrin 10 hari dengan permetrin 15 hari. Impralit CKB 15 hari dengan parachem 10 hari. parachem 10 hari dengan parachem 15 hari. Seluruh perlakuan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata satu sama lain, kecuali pengawetan kayu asam menggunakan parachem perendaman 15 hari dengan menggunakan impralit CKB perendaman 15 hari masing-masing konsentrasi sepuluh persen. Hasil uji beda pada pengawetan kayu asam menggunakan pengawet parachem 15 hari dan 10 hari berbeda sangat nyata dibandingkan menggunakan pengawet permetrin 10 hari dan 15 hari, pengawet impralit CKB lama rendaman 10 hari dan 15 hari. 3.2. Ketahanan Terhadap Penggerek di Laut Hasil penelitian menunjukkan seluruh contoh uji kayu yaitu jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan yang diawetkan dengan permetrin, parachem dan impralit CKB masing-masing konsentrasi 5%, 10% dan 15% dengan lama rendaman 10 hari dan 15 hari yang dipasang di muara sungai Barito selama 1 (satu) bulan tidak diserang oleh binatang laut, hanya kayu tarap yang diserang dengan tingkat serangan rendah. Tidak adanya serangan penggerek kayu di laut terhadap contoh uji yang telah diawetkan ada kaitannya dengan kandungan bahan pengawet pada contoh uji tersebut yang bersifat racun sehingga dapat menekan bahkan menghindari serangan penggerek kayu di laut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Barly dan Abdurrochim (1996) bahwa dalam pemakaian kayu yang bersentuhan dengan air laut harus diawetkan agar umur pakainya bertambah panjang. Ditinjau dari serangan penggerek di laut terhadap kayu atau contoh uji yang tidak diawetkan dan hanya kayu tarap yang 27

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.6, No.2, Des 2014: 23 30 diserang, hal tersebut karena adanya perbedaan sifat dan keempat jenis kayu yang diteliti. Hal ini menurut Muhammad Muslich (2008), bahwa daya tahan kayu terhadap penggerek kayu adanya zat ekstraktif yang akan mempengaruhi terhadap keawetan alami kayu. Perbedaan intensitas serangan tersebut disebabkan adanya perbedaan daya tahan dan sifat kimia pada tiap jenis kayu. Kadar silika, kekerasan atau kerapatan dan kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun dapat menekan terjadinya serangan penggerek kayu di laut. Zat ekstraktif dalam kayu akan mempengaruhi sifat kekuatan, keawetan, warna, bau dan beracun. Damayanti R. dan Madang Y. I. ( 2007) menyebutkan bahwa kayu jengkol (Pithecellobium jiringa Benth I.C Nielsen) memiliki berat jenis 0,41 0,60, kelas awet IV/V dan kelas kuat II III. Kayu kupang (Ormosia sumatrana Prain) memiliki berat jenis 0,52 0,92, kelas awet II/IV dan kelas kuat II III (Martawijaya dkk, 1989). Kayu tarap (Artocarpus odoratissimus) memiliki berat jenis rata-rata 0,44, kelas awet IV dan kelas kuat III/IV (Osly Rachman dkk, 2008). Kayu asam (Mangifera applanata Kosterm) memliki berat jenis 0,73, kelas awet II III dan kelas kuat IV. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa berat jenis belum dapat dijadikan faktor penentu kelas awet terhadap serangan penggerek dilaut. Perbedaan akan mempengaruhi banyaknya bahan pengawet yang masuk dalam komponen dinding sel kayu. Selain struktur anatomi, kadar ekstraktifnya menentukan tingkat keawetan suatu jenis kayu. Pemberian perlakuan konsentrasi bahan pengawet memungkinkan terjadinya senyawa racun untuk serangan penggerek kayu di laut. IV. KESIMPULAN Pemanfaatan kayu non komersial meliputi jengkol, kupang, tarap dan asam pelipisan dapat dikembangkan untuk bahan baku alternatif kapal kayu dengan perlakuan pengawetan. Nilai retensi dengan konsentrasi pengawet 10% efektif untuk mengawetkan empat jenis kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut. Untuk mendapatkan bahan baku alternatif (substitusi) kapal kayu tradisional dapat digunakan kayu kupang yang diawetkan dengan Parachem konsentrasi 10% lama perendaman 10 hari. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdurrohim, A., Mandang, Y. I. dan Sustisna, U. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. 2. Abdurachman dan Hadjib, N. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148 3. Abdurrohim, S. 2007. Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung. Peran Terhadap Kelestarian Sumber Daya Hutan, Perkembangan dan Permasalahannya. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. 4. Barly dan Abdurrochim, S. 1996. Pengawetan Kayu untuk Bangunan Hunian dan Bukan Hunian. Petunjuk Teknis Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutnanan. Bogor. 5. Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2006. Uji Katahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta. SNI 01-7207-2006 6. Dumanauw, J. F. 2001. Mengenal Kayu. Jakarta: PT Gramedia. 7. Damayanti R. dan Yance I. M. 2007. Pedoman Indentifikasi Jenis Kayu Kurang Dikenal. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. ISBN : 978-979-3132-24-2. 8. Hunt, G. M. dan Garrat, G. A. 1994. Pengawetan Kayu (Terjemahan). Edisi Pertama. Akademika. Jakarta: Pressindo. 9. Martawijaya, A. dan Iding, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. 28

Retensi dalam pengawetan kayu kurang dikenal untuk bahan baku kapal tradisional.budi Tri Cahyana 10. Muclish M. Dan Krisdianto. 2006. Upaya Peningkatan Kualitas Kayu Hutan rakyat Sebagai Bahan Baku Industri. Pusat Litbang Hasil Hutan. Departemen Kehutanan, Bogor. 11. Muclish M. dan Sumarni G. 2008. Standardisasi Mutu Kayu Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Penggerek Laut. Prosiding PPI Standardisasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. 12. Muclish M. Dan Rulliaty, S. 2013. Teknologi Pengawetan Kayu Alternatif Untuk Bangunan Kelautan. Pusat Litbang Hasil Hutan. Departemen Kehutanan, Bogor. 13. Osly Rachman dkk. 2008. Petunjuk Praktis Sifat-Sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH). PT. Pusaka Semesta Persada. Jakarta. 14. Sudjana. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung : PT. Tarsito. 15. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-5010-1. 1999. Pengawetan Kayu untuk Bangunan Perumahan dan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Indonesia. 16. Suwasono. 2001. Dasar Dasar Ilmu Kekuatan Bahan. Universitas Negeri Malang 29

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.6, No.2, Des 2014: 23 30 30