Draft Tanggal 21 Maret 2011

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran. Keanggotaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENT ANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN TENAGA KESEHATAN VOKASIONAL DALAM PENGUATAN PELAYANAN PRIMER DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


RENCANA KEBUTUHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN TERKAIT UU NAKES. Oleh : Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDMK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

UUD 1945 Ps: 28 H ayat 1

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA MENINGKATAN MUTU SDM PROMKES (Tantangan Kompetensi SDM Kes di era MEA )

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN CALON ANGGOTA KONSIL MASING-MASING TENAGA KESEHATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negar

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

WORKSHOP ANALISA JABATAN DAN ANALISA BEBAN KERJA TINGKAT KABUPATEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Registrasi & Sertifikasi Tenaga Kesehatan MTKP DIY

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15/KKI/PER/VIII/2006

Pokok bahasan. Kesehatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Aspek Etik dan Hukum Kesehatan

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

Oleh SUHARDJONO, SE. MM. BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN KE LUAR NEGERI

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERCEPATAN REGISTRASI NAKES MELALUI STR ONLINE OLEH : KETUA DEVISI REGISTRASI MTKP SULSEL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 92 TAHUN 2015 TENTANG

WFRESIOEN. b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakal

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2009

Transkripsi:

NO BATANG TUBUH PENJELASAN Masukan OP 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR RANCANGAN P E N J E L A S A N ATAS TENTANG TENAGA KESEHATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 2. Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang setinggitingginya sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan TENTANG TENAGA KESEHATAN UMUM Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan bidang kesehatan melalui upaya kesehatan harus dilaksanakan secara berkesinambungan, terarah, adil dan merata yang didukung oleh sumber daya manusia kesehatan yang memadai. Sumber daya manusia kesehatan yang meliputi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan memiliki peran sangat penting dalam upaya kesehatan. Untuk itu ketersediaan sumber daya manusia kesehatan terutama tenaga kesehatan, baik yang melakukan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat maupun pelayanan kesehatan tidak langsung, harus mencukupi baik dari segi jenis, kualifikasi maupun jumlah. Tenaga kesehatan harus terdistribusi secara adil dan merata sesuai tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu guna menjamin ketersediaan tenaga kesehatan tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah yang meliputi 1) Masukan IAKMI: a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis, dan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan

kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan; d. bahwa untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan; perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan 2) pengadaan tenaga kesehatan yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, 3) pendayagunaan tenaga kesehatan, dan 4) pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat, perlu mendayagunakan tenaga kesehatan melalui penempatan dengan cara pengangkatan sebagai PNS/TNI/POLRI, pengangkatan sebagai pegawai tidak tetap, penugasan khusus, program pasca internship dan residen senior, pengabdian pasca tugas belajar serta cara lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sampai saat ini belum memadai, baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah dan pendayagunaannya. Sebagai contoh, yaitu jumlah dokter Indonesia masih termasuk rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000 penduduk dan Malaysia 70 per 100.000 pada tahun 2007. Tantangan pengaturan tenaga kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah: a) pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan untuk pembangunan kesehatan; b) perencanaan kebijakan dan program tenaga kesehatan masih lemah (tambahan masukan dari IAKMI: baik di pusat dan daerah) dan belum didukung sistem informasi tenaga kesehatan yang memadai; c) masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis tenaga kesehatan. Kualitas hasil pendidikan tenaga kesehatan dan pendidikan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai; d) dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan kesehatan yang komprehensif mulai pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat, secara terarah, terpadu, dan berkesinambungan, nondiskriminatif, adil dan merata, serta aman, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan peri kemanusiaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan; d. bahwa untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat (diganti dengan) memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, dan

3. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); tenaga kesehatan berkualitas masih kurang, pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi belum terselenggara sebagaimana mestinya. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat. (Masukan IAKMI: Keterlibatan pemerintah daerah dalam berbagai aspek ketenagaan kesehatan masih perlu ditingkatkan sebagaimana diamanahkan dalam UU 32/2004). Pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan tersebut diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan baik oleh pemerintah dan/atau oleh masyarakat termasuk swasta. Tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya didukung oleh tenaga non kesehatan, khususnya tenaga kesehatan pembantu, dan selalu dilakukan pembinaan dan pengawasan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Dukungan tenaga non kesehatan dan pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya.(kalimat ini tidak mengalir, harus diperbaiki) Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan. Setiap penyimpangan pelaksanaan tugas oleh tenaga kesehatan mengakibatkan konsekuensi dalam bentuk sanksi. Dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan dan pembinaan-pengawasan tenaga kesehatan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan;

maupun yang tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. (Tambahan masukan dari IAKMI: Apakah landasan hukum hanya sejalan dengan perkembangan iptek? Bagaimana dengan perkembangan sosial ekonomi dan budaya?) Catatan: ditambahkan bahwa perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan di daerah harus disesuaikan dengan kekhasan daerah. 5. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 6. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN. 7. B A B I KETENTUAN UMUM 8. Pasal 1 Pasal 1 9. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 10. 1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 11. 2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitatif yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 12. 3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. 13. 4. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya. 14. 5. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. 15. 6. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya. 16. 7. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia kepada tenaga kesehatan yang telah diregistrasi. 17. 8. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI, adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen dalam melaksanakan tugasnya. Masukan IAKMI: 8. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI, adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen dalam melaksanakan tugasnya, yang terdiri atas konsilkonsil dan Majelis Kehormatan

Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia. 18. 9. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik mandiri. 19. 10. Surat Izin Kerja yang selanjutnya disingkat SIK, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan profesinya di suatu fasilitas pelayanan kesehatan. 20. 11. Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. 21. 12. Standar pelayanan profesi adalah pedoman yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Perlu juga dijelaskan definisi MKDTKI: Majelis Kehormatan Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam penerapan disiplin ilmu kesehatan, dan menerapkan sanksi. Masukan IAKMI: (Perlukah dijelaskan siapa yang merumuskan & menetapkan standar tersebut). 22. 13. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik

berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi. 23. 14. Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan. 24. 15. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 25. 16. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 26. 17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 27. Pasal 2 Pasal 2 28. Pengaturan tenaga kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, pemerataan, etika dan profesionalitas, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, pengabdian, dan norma agama. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan: 29. a. asas perikemanusiaan adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, ras dan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. 30. b. asas manfaat adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus memberikan manfaat Masukan IAKMI: Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah profesional dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan. Masukan IAKMI: Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara. 31. c. asas pemerataan adalah pengaturan tenaga kesehatan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 32. d. asas etika dan profesionalitas adalah pengaturan tenaga kesehatan harus dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya serta memiliki etika profesi dan sikap profesional. 33. e. asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban adalah pengaturan tenaga kesehatan harus bertujuan untuk menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. 34. f. asas keadilan adalah pengaturan tenaga kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. 35. g. asas pengabdian adalah... 36. h. asas norma agama adalah pengaturan tenaga kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat. 37. Pasal 3 Pasal 3 38. Pengaturan tenaga kesehatan bertujuan untuk : 39. a. memberikan perlindungan kepada penerima upaya Masukan IAKMI:

kesehatan; 40. b. mempertahankan dan meningkatkan mutu upaya kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan; dan (apa hanya memberikan perlindungan bagi penerima upaya kesehatan??) Sebaiknya juga: Memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan; Masukan IAKMI: c. mempertahankan dan meningkatkan mutu upaya kesehatan yang berkesinambungan, terarah, adil dan merata, yang diberikan tenaga kesehatan; dan 41. d. memberikan kepastian hukum. 42. Pasal 4 Pasal 4 43. Undang-Undang ini mengatur mengenai tenaga kesehatan tidak termasuk hal-hal yang telah diatur dalam Undang- Undang mengenai praktik kedokteran. 44. BAB II TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH 45. Pasal 5 Pasal 5 46. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap: 47. a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan; 48. b. peningkatan kualitas tenaga kesehatan; Catatan: ditambahkan penjelasan bahwa yang dimaksud adalah pengaturan mengenai praktik tenaga medis yang ada di dalam Undang- Undang Praktik Kedokteran

49. c. perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan; dan 50. d. perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya. 51. Pasal 6 Pasal 6 52. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah berwenang untuk: 53. a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala nasional selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; 54. b. perencanaan tenaga kesehatan; 55. c. pengadaan tenaga kesehatan; 56. d. pendayagunaan tenaga kesehatan; 57. e. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan registrasi tenaga kesehatan; 58. f. pelaksanaan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri di bidang tenaga kesehatan; dan 59. g. pemberian izin tenaga kesehatan warga negara asing. Masukan IAKMI: Masukan IBI: a. pembangunan nasional bidang kesehatan Poin g: Pemberian izin nakes dst, adalah bagian dari poin d: pendayagunaan tenaga kesehatan termasuk nakes asing. Terasa redudansi atau penekanan yang tidak perlu. Selanjutnya juga bertentangan dengan nafas UU Otoda yang memberi kewenangan kepada pemerintah daerah. Peran pemerintah pusat sebaiknya tetap pada NSPK dalam persoalan nakes asing

60. Pasal 7 Pasal 7 61. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah provinsi berwenang: 62. a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala provinsi selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; 63. b. pelaksanaan kebijakan tenaga kesehatan skala provinsi; 64. c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan; 65. d. pengadaan tenaga kesehatan; 66. e. pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan dan Perlu ditambahkan: h. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan. Masukan IAKMI: Melanjutkan dan terkait dengan pasal 6 diatas, sebaiknya propinsi memiliki kewenangan pemberian izin nakes asing, sehingga poin h menjadi: pemberian izin nakes asing dan menjadi lebih memudahkan dalam pelaksanaan poin g diatasnya Huruf a. agar ditambahkan kata pembangunan, sehingga menjadi kebijakan pembangunan nasional. Perlu ditambahkan penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan. (sesuai pasal 25 UU 36 Tahun 2009) Masukan IBI: a. kebijakan nasional bidang kesehatan

pengembangan; 67. f. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan sertifikasi kompetensi dan pelaksanaan registrasi tenaga kesehatan; 68. g. pelaksanaan kerjasama dalam negeri di bidang tenaga kesehatan; dan 69. h. pemberian rekomendasi izin tenaga kesehatan warga negara asing. 70. Pasal 8 Pasal 8 71. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah kabupaten/kota berwenang: 72. a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala kabupaten/kota selaras dengan kebijakan nasional dan provinsi; Masukan IAKMI: Huruf a. agar ditambahkan kata pembangunan, sehingga menjadi kebijakan pembangunan nasional Agar huruf c dicermati kembali, mungkin dipisah antara perencanaan dan pengadaan, sehingga menjadi: c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan; d. pengadaan tenaga kesehatan; dan ditambahkan: penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan. 73. b. pelaksanaan kebijakan tenaga kesehatan skala kabupaten/kota; 74. c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan pengadaan (sesuai Pasal 25 UU 36 Tahun 2009)

tenaga kesehatan; 75. d. pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan; 76. e. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan perizinan tenaga kesehatan; dan 77. f. pelaksanaan kerjasama dalam negeri di bidang tenaga kesehatan. 78. BAB III KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN 79. Pasal 9 Pasal 9 80. (1) Setiap tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. Catt: (1) Setiap tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum berdasarkan jenjang pendidikan. 81. (2) Kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pendidikan tinggi bidang kesehatan sekurang-kurangnya Diploma III. Catatan: (2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya Diploma III. Penjelasan: Tenaga D III ke bawah menjadi asisten tenaga kesehatan Untuk dapat melakukan intervensi tertentu harus minimum Diploma III Ayat (1) Ayat (2) Untuk dokter, dokter gigi, apoteker dan psikologi klinis, kualifikasi minimum didasarkan pada pendidikan profesi yang merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Tenaga yang dihasilkan oleh pendidikan menengah, Diploma I dan Diploma II di bidang kesehatan hanya dapat menjalankan tugas dan fungsinya di bawah bimbingan tenaga kesehatan, antara lain tenaga menengah farmasi/asisten apoteker, perawat lulusan pendidikan menengah, bidan lulusan pendidikan menengah dan Diploma I Masukan IAKMI: Penjelasan untuk Pasal 9(2) menambahkan profesi kesehatan masyarakat dengan argumen: (a) memenuhi dan diakui pendidikannya dan keberadaannya dalam peraturan terkait pendidikan tinggi; (b) pertumbuhan keprofesian yang cepat dalam mengisi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Masukan IFI: Untuk Fisioterapis kualifikasi minimum pendidikan adalah 4 tahun (Diploma IV atau Strata 1 +

82. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 83. Pasal 10 84. (1) Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam: a. tenaga medis; b. tenaga keperawatan dan kebidanan; c. tenaga kefarmasian; d. tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan; e. tenaga kesehatan lingkungan; f. tenaga gizi ; g. tenaga keterapian fisik; h. tenaga keteknisian medis; i. tenaga psikososial; j. tenaga kesehatan lainnya. Kebidanan. Catt: Penjelasan dipertegas bahwa tidak menghapuskan pendidikan menengah namun lulusannya (D III ke bawah) dalam bekerja dibawah supervisi. Ayat (3) Profesi). Lulusan D III Fisioterapi adalah asisten (Asisten Fisioterapi) yang dapat menjalankan tugas dan fungsinya di bawah bimbingan Fisioterapis. Rujukan: World Confederation for Physical Therapy Congress (Vancouver 2007)dan Keputusan KONAS IFI X (Jakarta, 2008) Masukan IBI: Bidan agar tidak dimasukkan dalam kelompok tenaga keperawatan tetapi menjadi kelompok sendiri dan tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga bidan terdiri dari bidan vokasional dan bidan profesional. Catt: d. tenaga kesmas diuraikan 8 macam

e. tenaga kesling merupakan bagian tenaga kesmas seluruh nakes bisa menjalankan fungsi public health usul ditambah kelompok tenaga kesehatan tradisional pengelompokkan dikembalikan spt penjelasan Pasal 21 UU Kesehatan: tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya. tenaga yang melakukan pelayanan kestrad sepanjang bisa diukur silahkan dimasukkan dalam pengelompokkan di atas. 85. (2) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. 86. (3) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain terdiri dari perawat, perawat gigi, perawat anestesi, dan bidan. Catatan: IBI mengusulkan bidan dikeluarkan dari kelompok tenaga keperawatan dan menjadi kelompok sendiri Usul PPNI pembagiannya: Perawat vokasi, nurse, dan nurse spesialis. Bidan dipisahkan tersendiri. 87. (4) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari apoteker, dan tenaga teknis kefarmasian yang meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Masukan PAFI: Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari apoteker, dan tenaga teknis kefarmasian yang meliputi sarjana

88. (5) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog kesehatan, promosi kesehatan, dan kesehatan kerja. Catt: dirinci 8 macam ditambah tenaga kesling, dan tenaga kesehatan lain yang kemudian bekerja di bidang kesmas dapat menjalani pendidikan di bidang kesmas dan menjadi tenaga kesmas. farmasi, ahli madya farmasi, dan ahli madya analis Farmasi dan Makanan. Alasan penghapusan kalimat baris terakhir Pasal10 ayat (4) perlu disinkronkan dengan Pasal 9 ayat (2). Masukan IAKMI: (5) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan lingkungan, biostatistik dan kependudukan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi dan keluarga, entomologi dan mikrobiologi kesehatan. Ranah profesi kesehatan masyarakat termasuk di dalamnya profesi kekhususan yang terdiri dari: (1)kesehatan lingkungan; (2)epidemiologi; (3)pendidikan & promosi kesehatan; (4)gizi kesehatan masyarakat; (5)administrasi & kebijakan kesehatan; (6)biostatistik; (7)kesehatn & keselamatan kerja, K3; (8)kesehatan reproduksi & keluarga. Perkembangan kedepan akan semakin teramifikasi lebih lanjut, sehingga sebaiknnya: 1. Pasal 10(1) dikaji ulang, dimana kesling dimasukkan kedalam

tenaga kesehatan masyarakat 2. Pasal 10(5) diuraikan sebagaimana perkembangan yg terjadi 3. Pasal 10(6) dikaji ulang Kajian dan penguraian ini akan terkait dengan Pasal 11(1) sd ps.11(3) dibawahnya - Ilmu Kesmas terdiri dari 8 bidang, Keslingk masuk sebagai bagian dari tenaga kesehatan masyarakat dan juga gizi kesehatan masyarakat. Penulisan redaksional tsb dg mempertimbangkan : 1. body of knowledge kesmas. Mengacu di LN, mikrobiologi kesehatan juga dapat merupakan bagian dari kesehatan masyarakat dan akan semakin penting terkait dengan Public Health Security (Biological warfare) 2. fakta empirik dan sosiologis yg menunjukkan bahwa 8 bidang ilmu tsb sdh ada dan tersebar di 165 institusi kesmas di seluruh indonesia, dimana kesling dan gizi kesmas juga masuk di dalam ilmu kesmas, termasuk yang diselenggarakan di Undip yaitu entomologi kesmas. 3. asas kegunaan/manfaat hukum 89. (6) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri dari sanitarian, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan. Masukan HAKLI: Kesehatan lingkungan tetap menjadi salah satu kelompok tenaga kesehatan.

90. (7) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri dari nutrisionis dan dietisien. 91. (8) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri dari fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur. 92. (9) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri dari radiografer, radioterapis, teknisi gigi, elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, ortotik prostetik, teknisi transfusi darah, perekam medis dan informasi kesehatan, teknisi kardiovaskuler, fisikawan medis, dan audiolog. Catatan: bagaimana keterwakilan dalam KTKI 93. (10) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri dari antara lain psikologi klinis dan pekerja sosial kesehatan. 94. (11) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j diatur dengan Peraturan Menteri. 95. Pasal 11 Pasal 11 96. (1) Tenaga kesehatan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan kompetensi di bidang keilmuannya masingmasing. Rumusan ayat (6) diubah menjadi: Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan, sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri dari ahli madya kesehatan lingkungan, sarjana kesehatan lingkungan dan sanitarian.

97. (2) Jenis tenaga kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensi. 98. (3) Lingkup dan tingkat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari pendidikan dan/atau pelatihan profesi. 99. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 100. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan/atau pelatihan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Catt: Disepakati ****akhir pembahasan internal kemenkes dan profesi 4 maret 2011**** 101. BAB IV PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN 102. Bagian Kesatu Perencanaan 103. Pasal 12 Pasal 12 104. (1) Menteri menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional. 105. (2) Perencanaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai dengan perencanaan yang diusulkan pemerintah daerah secara berjenjang. Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan perencanaan secara berjenjang adalah perencanaan yang dimulai dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, sampai dengan pemerintah secara nasional.

106. (3) Ketersediaan dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui diperoleh dari hasil penelitian kesehatan dan/atau pemetaan tenaga kesehatan. Ayat (3) Pemetaan tenaga kesehatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dapat dilakukan dengan cara pendataan, pengkajian, atau cara lain. 107. (4) Perencanaan tenaga kesehatan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan faktor-faktor: 108. a. jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan; 109. b. penyelenggaraan upaya kesehatan; c. ketersediaan fasilitas kesehatan; dan/atau jenis pelayanan dan fasilitas pelayanan kesehatan; dan 110. d. keseimbangan antara kebutuhan, pengadaan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan. 111. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana kebutuhan tenaga kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri. Ayat (4) Ayat (5) Masukan IAKMI: Ditambahkan huruf d. Prioritas pembangunan kesehatan Selayaknya pemenuhan kebutuhan nakes terkait dengan prioritas pembangunan kesehatan. Nampaknya rasional saja, namun bila tidak ditetapkan maka seringkali kemudian tidak sambung antara dokumen prioritas dengan penyedian faktor input. 112. Bagian Kedua Pengadaan

113. Pasal 13 Pasal 13 114. (1) Pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. 115. (2) Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan. Masukan IAKMI: Ditambahkan ayat (2) dan ayat (3) baru: (1) Pengadaan tenaga kesehatan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (2) Pengadaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan: a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat; b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada. Masukan untuk Pasal 13(2) didasari argumen: (1) kelimuan yan terus berkembang (2) kebutuhan ketrampilan spesifik yang dapat berbeda untuk berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat, sebagaimana disebutkan daam Ps13(4). 116. (3) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi, dan standar pelayanan profesi dan standar

prosedur operasional. 117. (4) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan memperhatikan: 118. a. keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan pelayanan dan dinamika kesempatan kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri; 119. b. keseimbangan antara kemampuan produksi tenaga kesehatan dan sumber daya yang tersedia; dan 120. c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 121. (5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 122. Pasal 14 Pasal 14 123. (1) Pendidikan tinggi bidang kesehatan diselenggarakan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (1) Masukan IAKMI: Implikasi Ps 14 akan terjadi konflik dengan Kementrian Diknas. Agar dikonsultasikan dengan Kemenhukham. 124. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. 125. (3) Pembinaan teknis pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh Menteri. Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan pembinaan teknis adalah pembinaan teknis keprofesian untuk Implikasi dari ayat2 dalam pasal ini, semua FK, FKM, FKG dll harus dalam pembinaan teknis Kemenkes. Sesuatu yang harus dilihat jauh kedepan dan dibicarakan matang2 dg Kemendiknas

126. (4) Pembinaan akademik pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. 127. (5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 128. Pasal 15 Pasal 15 129. (1) Pendidikan tinggi bidang kesehatan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan tenaga kesehatan yang mengacu kepada standar profesi dan standar pelayanan profesi. 130. (2) Standar pendidikan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. 131. (3) Standar pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disusun oleh asosisasi pendidikan bidang kesehatan, organisasi profesi dan/atau asosiasi rumah sakit pendidikan terkait. Standar pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat masukan dari KTKI, organisasi profesi, asosiasi pendidikan bidang kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan. 132. Bagian Ketiga Pendayagunaan mencapai standar profesi atau standar kompetensi. Ayat (4) Yang dimaksud dengan pembinaan akademik antara lain berupa pemberian izin penyelenggaraan, kurikulum, sistem penjaminan mutu internal dan akreditasi. Ayat (5) Masukan IAKMI: Apa iya hanya disusun oleh itu saja? Sebaiknya perlu melibatkan/koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional. 133. Pasal 16 Pasal 16 Masukan IAKMI: perlu dimasukkan juga:

134. (1) Pendayagunaan tenaga kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 135. (2) Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pendayagunaan tenaga kesehatan di dalam negeri dan luar negeri. 136. (3) Pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan. 137. Pasal 17 Pasal 17 138. (1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah dan pemerintah daerah Ayat (1). Ayat (2) Ayat (3) Aspek pemerataan merupakan upaya distribusi tenaga kesehatan sesuai kebutuhan melalui proses rekrutmen, seleksi dan penempatan. Aspek pemanfaatan merupakan proses pemberdayaan tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Aspek pengembangan merupakan proses pengembangan tenaga kesehatan yang bersifat multi disiplin dan lintas sektor serta lintas program untuk meratakan dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan. Ayat (1) Penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai rencana kebutuhan yang telah dibuat Pendayagunaan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, dengan memperhatikan: a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat; b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada. Masukan IBI: Aspek pemerataan merupakan upaya distribusi tenaga kesehatan sesuai kebutuhan melalui proses rekrutmen, seleksi dan penempatan. Aspek pemanfaatan merupakan proses pemberdayaan tenaga kesehatn sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Aspek pengembangan merupakan proses pengembangan tenaga kesehatan yang bersifat multi disiplin dan lintas sektor serta lintas program untuk meratakan dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan Masukan IAKMI: sesuai Pasal 26 ayat (4) UU No.36 Tahun 2009),bahwa:

dan/atau masyarakat melakukan penempatan tenaga kesehatan. Catt: - Apakah penempatan bersifat wajib atau sukarela? Apabila wajib yang berwenang mengatur hanya pemerintah - Penempatan wajib dilakukan pemda, apabila pemda tidak mampu maka diambil alih pusat (lihat UU Pemda) - Ketentuan mengenai pendayagunaan perlu dikaji lagi oleh BPPSDM berdasarkan jumlah, jenis dan kualitas serta distribusi tenaga kesehatan, dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan tenaga kesehatan tersebut. Penempatan tenaga kesehatan dimaksudkan untuk meletakkan tenaga kesehatan pada daerah yang dibutuhkan, diutamakan untuk DTPK. Penempatan tenaga kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata. 139. (2) Penempatan tenaga kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara: a. pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil; b. pengangkatan sebagai Pegawai Tidak Tetap; atau c. penugasan khusus. Ayat (2) 140. (3) Selain penempatan tenaga kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat menempatkan tenaga kesehatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI. 141. (4) Penempatan dengan cara pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta penempatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 142. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri. Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5)

143. (6) Penempatan tenaga kesehatan oleh masyarakat dilaksanakan melalui pemanfaatan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat. 144. (7) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan tenaga kesehatan tersebut. 145. (8) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan antara lain: a. kondisi geografis meliputi daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan dan kepulauan. b. masalah kesehatan/pola penyakit; c. sarana, prasarana dan infrastruktur yang tersedia; d. ratio tenaga kesehatan dengan luas wilayah; e. daerah rawan konflik atau bencana; f. indeks pembangunan kesehatan masyarakat daerah; g. kemampuan fiskal daerah. 146. Pasal 18 Pasal 18 147. (1) Tenaga kesehatan yang telah ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dimanfaatkan sesuai kompetensi dan kewenangannya. 148. (2) Pemanfaatan tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan, lokasi, serta keamanan dan keselamatan kerja tenaga kesehatan. Ayat (6) Ayat (7) Ayat (8) Masukan IAKMI: Perlu diberi penjelasan konsekuensi bila Ps18(1) tidak dilaksanakan, sebagaimana diurai pada pasal-pasal tentang sanksi Masukan IAKMI: Perlu diberi penjelasan konsekuensi bila Ps18(2) tidak dilaksanakan sebagaimana diurai pada pasal-pasal tentang sanksi

149. Pasal 19 Pasal 19 150. (1) Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karir tenaga kesehatan. 151. (2) Pengembangan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya. 152. (3) Dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan, pimpinan institusi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama kepada tenaga kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. 153. Pasal 20 Pasal 20 154. (1) Pelatihan tenaga kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. 155. (2) Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan dilaksanakan dengan program pelatihan yang diakreditasi oleh Menteri. 156. (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan di institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai ketentuan peraturan Ayat (1) Pemerintah, pemerintah daerah dan swasta mengembangkan dan menerapkan pola karir tenaga kesehatan yang dilakukan secara transparan, terbuka dan lintas institusi melalui jenjang jabatan struktural dan jabatan fungsional. Ayat (2) Ayat (3) Masukan IBI: Pemerintah, pemerintah daerah dan swasta mengembangkan dan menerapkan pola jenjang karir tenaga kesehatan yang dilakukan secara transparan, terbuka dan lintas institusi melalui jenjang jabatan struktural dan jabatan fungsional. Masukan IAKMI: Perlu dijelaskan yang dimaksud dengan masyarakat termasuk didalamnya adalah organisasi profesi terkait dengan penjenjangan ketrampilan keprofesian Masukan IBI: Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan dilaksanakan dengan program pelatihan yang diakreditasi oleh Menteri dan organisasi profesi terkait.

perundang-undangan. 157. Pasal 21 Pasal 21 158. (1) Pendayagunaan tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi tenaga kesehatan Indonesia di luar negeri. 159. (2) Pendayagunaan tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Masukan IAKMI: Perlu dijelaskan bukan saja ke LN tetapi juga nakes asing ke DN **** akhir pembahasan internal kemenkes 21 maret 2011**** 160. BAB V KTKI 161. Bagian Kesatu Nama dan kedudukan 162. Pasal 22 Pasal 22 163. (1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dibentuk KTKI. 164. (2) KTKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Menteri. Masukan IAKMI: Mengapa KTKI tidak bertanggung jawab kepada Presiden? Sebagai contoh, Konsil Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Presiden (dalam RUU Keperawatan juga)

165. Pasal 23 Pasal 23 166. KTKI berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. 167. Bagian Kedua Susunan Organisasi dan Keanggotaan 168. Pasal 24 Pasal 24 169. (1) Susunan organisasi KTKI terdiri atas: a. Konsil-konsil; dan b. MKDTKI. 170. (2) Konsil-Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Konsil tenaga keperawatan dan kebidanan; b. Konsil tenaga kefarmasian; c. Konsil tenaga kesehatan masyarakat; d. Konsil tenaga kesehatan lingkungan; e. Konsil tenaga gizi; f. Konsil tenaga keterapian fisik; g. Konsil tenaga keteknisian medis; h. Konsil tenaga psikososial. 171. (3) Selain konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri atas usul KTKI dapat menetapkan konsil untuk Masukan IAKMI: Belum dijelaskan masing-masing konsil ada berapa divisi? Dan divisi apa saja? Ayat 2: c dan d di jadikan satu Masukan IBI: Konsil tenaga kebidanan dipisahkan dari konsi tenaga keperawatan. Kepentingan bidan tidak terwakili, proporsi jumlah perawat dan bidan jauh melampaui jenis tenaga kesehatan lain. Kenyataan dui MTKI saat ini ada perwakilan bidan yang terpisah dari perawat karena sistem uji kompetensi, registrasi dan perizinan memang berbeda.

tenaga kesehatan lainnya. 172. (4) KTKI dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota yang dipilih dari keanggotaan KTKI. 173. Pasal 25 Pasal 25 174. Keanggotaan KTKI berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang terdiri atas keanggotaan konsil-konsil dan keanggotaan MKDTKI dengan unsur-unsur yang berasal dari: a. wakil tenaga keperawatan 3 (tiga) orang; b. wakil tenaga kefarmasian 3 (tiga) orang; c. wakil tenaga kesehatan masyarakat 3 (tiga) orang; d. wakil tenaga kesehatan lingkungan 3 (tiga) orang; e. wakil tenaga gizi 3 (tiga) orang; f. wakil tenaga keterapian fisik 3 (tiga) orang; g. wakil tenaga keteknisian medis 3 (tiga) orang; h. wakil tenaga psikososial 3 (tiga) orang. i. kementerian kesehatan 3 (tiga) orang; j. kementerian pendidikan nasional 2 (dua) orang; k. asosiasi institusi pendidikan tenaga kesehatan 2 (dua) orang; l. asosiasi rumah sakit 2 (dua) orang; dan m. sarjana hukum 2 (dua) orang. 175. Pasal 26 Pasal 26 176. (1) Keanggotaan masing-masing konsil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri atas: 177. a. 2 (dua) orang dari unsur tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a sampai huruf h; dan Masukan IAKMI: Poin c dan d dijadikan satu Masukan IBI: Keanggotaan KTKI 37 (tiga puluh tujuh) orang. Ditambah 2 (dua) dari wakil tenaga kebidanan. Saat ini anggota MTKI yang sudah dilantik pada tahun 2011 ini ada 2 (dua) wakil bidan.

178. b. 1 (satu) orang dari unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf i sampai huruf l. 179. (2) Masing-masing konsil tenaga kesehatan dipimpin seorang ketua yang dipilih dari anggota yang berasal dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. 180. (3) Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan registrar yang menandatangani Surat Tanda Registrasi. 181. Pasal 27 Pasal 27 182. (1) Keanggotaan MKDTKI sebanyak 11 (sebelas) orang yang terdiri atas: a. 1 (satu) orang dari masing-masing unsur tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a sampai huruf h; b. 2 (dua) orang sarjana hukum; dan c. 1 (satu) orang dari unsur Kementerian Kesehatan. Masukan IBI: Keanggotaan MKDTKI sebanyak 12 (dua belas) orang. Ditambahkan satu orang perwakilan bidan. 183. (2) MKDTKI dipimpin seorang ketua yang dipilih dari unsur sarjana hukum. 184. Pasal 28 Pasal 28 185. (1) Menteri menetapkan keanggotaan KTKI. 186. (2) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan KTKI diatur dengan Peraturan Menteri. 187. Pasal 29 Pasal 29 188. Masa bakti keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Masukan IAKMI: Banyaknya profesi kesehatan (ada 33 lebih kurang) akan menyebabkan persoalan keterwakilan, Masa bakti

189. Pasal 30 Pasal 30 190. (1) Anggota KTKI sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri. 191. (2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang panjang yi 5 tahun dapat menyebabkan semakin kronis permasalahan tersebut. Solusi adalah memperpendek masa jabatan; struktur KTKI yang diperluas dalam Divisi/Komis Keprofesian masing2; rencana kerja yang komprehensif mencakup semua profesi dan disahkan Menkes sebagai pedoman kerja 5 tahunan.

yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepepnuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya. 192. Pasal 31 Pasal 31 193. Persyaratan untuk dapat menjadi anggota KTKI meliputi: 194. a. warga nsure Republik Indonesia; 195. b. sehat jasmani dan rohani; 196. c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 197. d. berkelakuan baik; 198. e. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu diangkat menjadi anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia; 199. f. pernah menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya paling sedikit 5 (lima) tahun; 200. g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan pekerjaan di bidang hukum paling sedikit 5 (lima) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; 201. h. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang

tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan 202. i. melepaskan jabatan nsure ral dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota KTKI. 203. Pasal 32 Pasal 32 204. (1) Anggota KTKI berhenti atau diberhentikan karena : 205. a. berakhir masa jabatan sebagai anggota ; 206. b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; 207. c. meninggal dunia; 208. d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia; 209. e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terusmenerus selama 3 (tiga) bulan; atau 210. f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 211. (2) Dalam hal anggota KTKI menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya. 212. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua KTKI. 213. Pasal 33 Pasal 33 214. (1) Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia membentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia di Propinsi. 215. (2) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia di Propinsi mempunyai tugas: 216. a. melaksanakan uji kompetensi; 217. b. menyampaikan laporan pelaksanaan uji kompetensi kepada Konsil Tenaga Kesehatan