BAB I PENDAHULUAN I.1.

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian Sistem Informasi Geografis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Skala Peta. Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dan jarak sesungguhnya di lapangan (di permukaan bumi ).

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

Pemetaan Desa. Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)

SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimesional. (Dedy Miswar,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

INFORMASI GEOSPASIAL STRATEGIS NASIONAL

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI SUMBER DAYA ALAM KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PEMETAAN DAN PENENTUAN POSISI POTENSI DESA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Perencanaan dan Persiapan

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

50. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI SMA/MA

BAB III METODE PENELITIAN

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA) MATA PELAJARAN GEOGRAFI

OUTLOOK. Pusat Tata Ruang dan Atlas 2017

SALINAN WALIKOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

[Type the document title]

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

Pemanfaatan Perangkat Lunak Berbasiskan Mobile SIG untuk Visualisasi Peta Digital Kelurahan Tasikmadu Kota Malang

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Yunani Graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan atau deskripsi.

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan strategis tersebut, diperlukan perencanaan yang didukung data dan informasi spasial yang lengkap, memiliki unsur kebaruan, andal serta dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini Pemerintah Indonesia mencanangkan suatu program untuk mengembangkan wilayah dari area yang kecil yaitu wilayah pedesaan. Hal tersebut disebabkan desa-desa di seluruh Indonesia masih dikategorikan menjadi 3 yaitu desa tertinggal, desa berkembang dan desa mandiri akan tetapi jumlah masingmasing kategori tersebut belum seimbang. Jumlah dari masing-masing kategori desa yaitu desa tertinggal : 20.175 (27,23%), desa berkembang : 51.014 (68,85 %), dan desa mandiri : 2.904 (3,92%) (Survei Pemendagri dan sumber dari Potensi Desa, 2014). Dari hasil data survei tersebut, menyebabkan pembangunan desa menjadi hal yang sangat diperhatikan, salah satu cara yang sedang ditempuh Pemerintah Indonesia yaitu dengan pengadaan peta desa. Dengan terpetakannya wilayah desa dengan baik dan benar, maka wilayah kecamatan, kabupaten atau kota hingga provinsi secara otomatis akan dapat dipetakan dengan mudah. Pembuatan Peta Desa ini sudah diatur dalam Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa dari Badan Informasi Geospasial (BIG) (BIG, 2016). Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul merupakan desa yang sudah sadar akan pentingnya peta desa untuk memenuhi kebutuhan desa. Peta yang terpajang pada Kantor Desa Dlingo masih berupa peta sketsa yang belum memenuhi kaedah kartografi. Oleh karena itu, pembuatan peta desa ini merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh Desa Dlingo. Desa Dlingo terdiri atas 10 dusun yaitu Dlingo I, Dlingo II, Koripan I, Koripan II, Pokoh I, Pokoh II, Pakis I, Pakis II, Kebosungu I dan Kebosungu II. Luas wilayah Desa Dlingo yaitu 915,9055 Hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 5.887 jiwa (Minardi, 2015). 1

2 Kegiatan pemetaan desa ini merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam memenuhi Undang-Undang nomer 6 tahun 2014 tentang Desa dan memenuhi pencapaian ketiga dari sembilan program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut Nawa Cita yaitu Membangun Indonesia Dari Pinggiran Dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan. Kegiatan pemetaan juga diharapkan dapat menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka pembangunan desa, merumuskan kebijakan dan program dalam pembangunan desa, dan membantu monitoring dalam pelaksanaan pembangunan desa sehingga kawasan desa dapat terus berkembang. I.2. Ruang Lingkup Kegiatan Agar pembahasan tidak meluas dan tidak menimbulkan penyimpangan, maka pembahasan terbatas pada: 1. Pembuatan peta desa ini mengacu pada Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa dari Badan Informasi Geospasial (BIG). 2. Citra Satelit World View 2 diakuisisi pada tanggal 19 Agustus 2014 yang digunakan untuk pembuatan peta desa ini belum melalui proses penegakan citra. 3. Dalam kegiatan aplikatif ini, lebih diutamakan pada proses pembuatan peta desa dan proses pembuatan simbol untuk peta desa. I.3. Tujuan Kegiatan Aplikatif Tujuan umum dari kegiatan aplikatif ini adalah pembuatan peta desa untuk Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Tujuan khusus dari kegiatan aplikatif ini adalah : 1. Untuk mengidentifikasi wilayah Desa Dlingo melalui Citra Satelit dalam Peta Citra. 2. Untuk mengidentifikasi ketersediaan sarana dan prasarana baik fasilitas umum Desa Dlingo dalam Peta Sarana dan Prasarana. 3. Untuk mengidentifikasi informasi penutup dan penggunaan lahan Desa Dlingo dalam Peta Penutup dan Penggunaan Lahan.

3 I.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari pembuatan peta desa ini antara lain: 1. Untuk desa sendiri hasil dari kegiatan pemetaan desa ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menata lingkungan desa. 2. Untuk pemerintah hasil dari kegiatan pemetaan desa ini dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan perencanaan dan monitoring pembangunan daerah termasuk pembangunan desa. I.5. Landasan Teori Untuk memperjelas dalam memberikan suatu gambaran mengenai pembahasan permasalahan diatas, maka dalam penulisan skripsi ini digunakan beberapa teori. I.5.1. Pengertian Peta Peta merupakan sebuah jendela dunia, karena dengan peta kita bisa melihat bentuk representasi bumi secara nyata. Dunia yang kita tinggali merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Pembuat peta atau yang biasa disebut kartografer tidak bisa menyajikan representasi bumi secara menyeluruh dan secara sempurna. Oleh karena itu, pembuat peta harus secara selektif memilih mana yang akan dimasukkan dalam peta mana yang harus dikurangi, tanpa menghilangkan informasi yang nantinya kita butuhkan (Wyatt dkk 2013). Kemudian menurut Brinker, dkk (1984) menyatakan bahwa peta merupakan gambaran atau proyeksi dari sebagian permukaan bumi pada bidang datar atau kertas dengan skala tertentu. Sama halnya dengan yang dikatakan Rais (2008) pengertian dari peta yaitu gambaran atau proyeksi dari sebagian permukaan bumi pada bidang datar atau kertas dengan skala tertentu. Secara umum peta terdiri dari dua jenis jika dipandang dari maksud dan tujuannya yaitu peta dasar dan peta tematik. Peta Dasar adalah gambaran atau proyeksi dari sebagian permukaan bumi pada bidang datar atau kertas dengan skala tertentu yang dilengkapi dengan informasi kenampakan alami atau buatan. Contoh peta dasar yaitu seperti Peta Situasi dan Peta Topografi. Peta Tematik adalah gambaran dari sebagian permukaan bumi yang dilengkapi dengan informasi tertentu baik di atas

4 maupun di bawah permukaan bumi yang mengandung tema tertentu. Contoh peta tematik seperti Peta Jenis Tanah dan Peta Kesesuaian Lahan (Rais, 2008). 1.5.1.1. Skala Peta. Skala adalah perbandingan jarak sebenarnya atau jarak dipermukaan bumi dengan jarak yang ada di peta (Chuanxin, 2009). Skala merupakan salah satu komponen yang sangat penting yang harus ada dalam peta. Tanpa adanya skala, pengguna peta tidak bisa menghitung jarak sesungguhnya antara dua objek dalam peta. Ada tiga jenis penyajian skala di peta. Berikut merupakan penjelasan ketiga jenis penyajian skala peta. 1. Penyajian Skala Dengan Kata-kata (Direct Statement Scale) Penyajian skala jenis ini yaitu penyajian skala dengan kata-kata, sebagai contoh 1 cm = 15 km, artinya apabila jarak dua objek di peta yaitu 1 cm, maka jarak sesungguhnya yaitu 15 km. 2. Penyajian Skala Dengan Rasio (Representative Fraction Scale) Jenis penyajian skala peta yang kedua yaitu penyajian skala peta dengan rasio atau perbandingan. Hal-hal yang dibandingkan yaitu satu unit di peta dengan satu unit di dunia nyata. Contohnya adalah 1 : 20.000, skala tersebut berarti satu unit di peta sama dengan 20.000 unit di dunia nyata, yang artinya lagi 1 cm di peta sama dengan 20.000 cm (20 m) di dunia nyata. 3. Penyajian Skala Dengan Bentuk Garis (Linear Scale) Penyajian skala yang ketiga yaitu penyajian skala dengan bentuk garis atau batang. Panjang dari garis/batang ini merepresentasikan ukuran objek di lapangan. Contohnya adalah : Gambar I.1. Contoh Linear Scale (Scale Bar ArcGIS 10.3.1) Penjelasan dari contoh Linear Scale diatas adalah bahwasanya 1 bar menunjukkan jarak 400 meter sesungguhnya di lapangan, artinya jarak antara dua objek dilapangan yaitu 400 meter. 1.5.1.2. Simbol Kartografi. Simbol adalah suatu tanda yang menyatakan objek tertentu (Riyadi, 1994). Simbol-simbol kartografi dikelompokkan dan ditempatkan di peta

5 sesuai dengan distribusi geografi dan posisi planimetrik dari detil yang diwakilinya. Menurut Riyadi (1994) simbol-simbol kartografi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Simbol menurut ciri-cirinya : a. Simbol titik, simbol ini untuk menunjukkan objek, posisi atau lokasi dan identitas unsur yang diwakilinya. b. Simbol garis, simbol garis menunjukkan atau mewakili objek dengan bentuk berupa garis, contohnya yaitu jalan, rel kereta api, sungai dan lain sebagainya. c. Simbol area, simbol digunakan untuk menampilkan unsur-unsur yang berhubungan dengan suatu luasan, seperti simbol untuk sawah berbeda dengan simbol untuk rumah. 2. Simbol menurut bentuknya, penjelasannya adalah sebagai berikut : a. Simbol piktorial, simbol ini merupakan simbol yang merepresentasikan keadaan objek yang diwakilinya, namun sudah mengalami penyederhanaan. Masjid Gedung Pabrik Gambar I.2. Simbol Pictorial (simbol selector pada ArcGIS 10.3.1) b. Simbol geometrik, simbol geometrik merupakan simbol dengan bentukbentuk yang teraturseperti lingkaran, persegi, segilima, dan lain sebagainya. Lingkaran Segiempat Segitiga Gambar I.3. Simbol Pictorial (simbol selector pada ArcGIS 10.3.1) c. Simbol huruf atau angka, simbol ini merupakan simbol berbentuk huruf atau angka yang biasanya mempunyai ciri khas dari unsur yang diwakilinya. Gambar I.4. Simbol huruf (simbol selector pada ArcGIS 10.3.1)

6 I.5.2. Pemetaan Partisipatif Pemetaan partisipatif merupakan sebuah metode yang memungkinkan masyarakat lokal dalam menggunakan peta, menjadi pembuat peta yang menunjukkan keberadaan mereka dan perspektif mereka tentang ruang yang mereka pakai. Metode ini digunakan karena masyarakat paling tahu tentang daerahnya serta mempunyai kepentingan dalam mengetahui dan menjaga wilayahnya. Pelaksanannya yaitu dialog antar masyarakat lokal dan pembuat peta/pendamping. Melalui metode ini diharapkan masyarakat dapat menjadi pembuat peta sekaligus pengguna peta karena pemetaan partisipatif adalah tentang, oleh dan untuk masyarakat. Secara khusus para pendamping ini menerjemahkan pengetahuan masyarakat ke atas peta dengan standar kartografis. Dengan adanya teknologi pemetaan yang makin mudah digunakan yaitu global positioning systems (GPS), sistem informasi geografis, dan penginderaan jauh, kemungkinan pembuatan peta oleh orang awam makin tinggi, yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh tenaga ahli (ABT, 2013). Menurut Hary dalam IFAD (2009) pengertian dari Pemetaan Partisipatif adalah Proses pembuatan peta yang mencoba untuk membuat hubungan antara tanah dan komunitas lokal dengan menggunakan kaidah kartografi yang umum dipahami dengan berbagai skala. Peta tersebut dapat menggambarkan informasi yang rinci tentang tata letak desa dan infrastruktur misalnya sungai, jalan, transportasi atau lokasi rumah individu. I.5.2.1. Karakteristik Pemetaan Partisipatif. Menurut Hidayat (2005), pemetaan pertisipatif mempunyai karakterisitik sebagai berikut : 1. Melibatkan anggota masyarakat. 2. Masyarakat menentukan sendiri tema untuk pemetaan dan tujuannya. 3. Masyarakat menentukan sendiri proses pembuatannya. 4. Proses pemetaan dan peta yang dihasilkan bertujuan untuk kepentingan masyarakat. 5. Sebagian besar informasi dalam peta berasal dari pengetahuan masyarakat setempat. 6. Masyarakat menentukan sendiri penggunaan peta yang dihasilkan.

7 I.5.2.2. Tujuan Pemetaan Partisipatif. Tujuan pemetaan partisipatif menurut Environmental Service Program (2007) yaitu : 1. Sebagai dialog awal mengenai berbagai konflik yang ada di masyarakat 2. Untuk mempermudah perencanaan tata guna lahan, lahan yang dilindungi, dan pengembangan ekonomi lokal. 3. Untuk menggali dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang sumber daya alam dan lingkungan sekitar. 4. Untuk menambah rasa percaya diri pada masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam yang berada di wilayahnya. 5. Sebagai alat untuk pengorganisasian masyarakat. I.5.3. Desa I.5.5.1. Pengertian Desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mempunyai hak dan kewajiban. Hak Desa dalam pasal 67 butir 1 yaitu mengatur dan juga mengurus kepentingan seluruh warga masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa, kemudian menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa dan yang terakhir yaitu mendapatkan sumber pendapatan untuk kehidupan desa tersebut. Selain hak yang melekat pada desa, adapun kewajiban desa sesuai dengan Pasal 67 butir 2 yaitu melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa, mengembangkan kehidupan demokrasi Desa, mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa, dan yang terakhir yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa. I.5.5.2. Pembangunan Desa. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 butir 8 yaitu tentang pembangunan desa menyebutkan bahwa

8 Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif. I.5.4. Peta Desa Peta Desa merupakan peta tematik yang bersifat dasar berisi unsur dan informasi batas wilayah, infrastruktur transportasi, toponim, perairan, sarana prasarana, penutup lahan dan penggunaan lahan (BIG, 2016). Menurut Spesifikasi Teknis Penyajian Peta Desa Badan Informasi Geospasial, Peta Desa disajikan menjadi 3 bagian yaitu : 1.5.3.1. Peta Citra Satelit. Peta citra satelit merupakan peta yang menampilkan sebagian unsur rupabumi Indonesia pada citra tegak seperti foto udara atau citra satelit resolusi tinggi. 1.5.3.2. Peta Sarana dan Prasarana. Peta Sarana dan Prasarana yaitu peta yang menampilkan sebagian unsur rupabumi Indonesia dalam bentuk peta garis dengan mengutamakan unsur sarana dan prasarana termasuk bangunan. 1.5.3.3. Peta Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan. Peta Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan merupakan peta yang menampilkan sebagian unsur rupabumi Indonesia dalam bentuk peta garis dengan menonjolkan unsur penutup lahan dan penggunaan lahan. Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan bumi dan penggunaan penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi penggunaan lahan berbeda dengan informasi penutup lahan yang dapat dikenali secara langsung dari citra satelit penginderaan jauh. Sementara informasi penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia dalam suatu lahan atau penggunaan lahan atau fungsi lahan, sehingga tidak selalu dapat ditaksir secara langsung dari citra penginderaan jauh,

9 namun secara tidak langsung dapat dikenali dari asosiasi penutup lahannya (Purwadhi, 1999). Penggunaan foto udara atau citra satelit sebagai sumber informasi dapat diterapkan dalam berbagai aplikasi. Namun untuk dapat memanfaatkan foto udara atau citra satelit tersebut diperlukan kemampuan mengamati keseluruhan tanda yang berkaitan dengan objek atau fenomena yang diamati. Tanda-tanda tersebut dinamakan dengan unsur-unsur intepretasi yaitu seperti rona atau warna, tekstur, bentuk, ukuran, pola, situs, assosiasi, konvergensi bukti (Sutanto, 1995). Identifikasi, pemantauan, dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena dapat menjadi dasar dalam penelitian terhadap manusia dalam konteks perilaku dalam memanfaatkan lahan. Oleh karena itu, penggunaan lahan menjadi bagian yang vital dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan keruangan disuatu wilayah. Sehubungan dengan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sistematis dan terorganisisr dalam penyediaan lahan dan tepat waktu dalam pemanfaatan dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro,2002). I.5.5. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis adalah bagian dari sistem informasi yang dirancang khusus untuk mengatur, memanipulasi dan visualisasi bebasis geospasial, artinya data terkoneksi dalam suatu ruang di permukaan bumi. Data tersebut terkoneksi dengan menggunakan sistem koordinat atau wadah referensi lainnya (Wyatt dkk, 2013). Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai 3 definisi berbeda tentang apa itu SIG dan bagaimana SIG bekerja, perbedaan itu dikarenakan teknologi mempunyai aplikasi yang sangat luas berdasarkan subdisiplin geografi. Pertama yaitu SIG dibingkai secara khusus untuk penyimpanan dan analisis informasi tentang bumi atau yang secara geografis direferensikan dalam beberapa cara. Kedua yaitu terdapat suatu perangkat dalam subsistem dalam SIG yang secara bersama mendefinisikan tipe-tipe fungsi yang bisa dicapai dengan menggunakannya. Ketiga yaitu bahwa aktivitas SIG biasanya terjadi dalam konteks organisasi khusus dan sifat dari organisasi tersebut akan mendukung dan membentuk kegunaan dari teknologi (Wyatt dkk, 2013).

10 Meskipun banyak teknologi yang bisa digunakan untuk mengatur, memanipulasi dan visualisasi data, Sistem Informasi Geografis merupakan teknologi yang paling unik diantara yang lain dikarenakan memungkinkan dalam perumusan pertanyaan dan hasil integrasi menggunakan data spasial (Wyatt dkk, 2013). 1.5.4.1. Fungsi Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis mempunyai beberapa fungsi diantaranya (Davis, 2011 dalam Chandra, 2015) : 1. Pengumpulan Data. Sistem Informasi Geografis dapat mengumpulkan data dari berbagai sumber dalam bentuk data vektor maupun data raster. 2. Penyimpanan dan pengelolaan data. Sistem Informasi Geografis dapat menyimpan data digital dengan efisien ke dalam sebuah basis data. 3. Pemanggilan data kembali. Sistem Informasi Geografis dapat menyeleksi dan menampilkan data dengan mudah. 4. Konversi data. Sistem Informasi Geografis dapat melakukan konversi data, semisal dari bentuk satu ke bentuk lain. 5. Analisis. Sistem Informasi Geografis dapat melakukan analisis yang bertujuan untuk menghasilkan informasi baru dalam peta. 6. Pemodelan data. Sistem Informasi Geografis dapat menyederhanakan data sehingga data yang ditampilkan dapat dimengerti dan dapat menjelaskan dunia nyata secara lebih sederhana. 7. Penyajian data. Sistem Informasi Geografis dapat menampilkan data melalui berbagai cara, seperti peta, diagram dan laporan.