BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan desa secara hukum diakui dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti:pajak,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MPANAU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN PETINGGI DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwewenang untuk mengatur dan mengurus

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1979 bercorak sentralistik. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DI WILAYAH KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG. PEDOMAN PENDIRIAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan RKP-Des RKP Desa RKP Desa

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA PAWEDEN KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

PEMERINTAH DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN DESA TANJUNGSARI NOMOR : 06 TAHUN 2016

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN KEPALA DESA NITA NOMOR 4 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat yang adil dan makmur, yang merata baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila di dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka bersahabat dan damai. Keberadaan Desa secara formal diakui dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini Desa diberi pengertian sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman Desa di atas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi Pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengurus dan mengatur warga atau komunitasnya. Dengan posisi tersebut Desa memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kesuksesan Pemerintahan Nasional secara luas. Desa menjadi garda 1

2 terdepan dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari Pemerintah. Agar dapat melaksanakan perannya dalam mengatur dan mengurus komunitasnya, Desa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, diberikan kewenangan yang mencakup: 1. Urusan Pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa; 2. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa; 3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan 4. Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Desa. Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan Otonomi Desa adalah tersedianya dana yang cukup. Sadu Wasistiono (2006;107) menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi Desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan otonomi daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa autonomy indentik dengan auto money, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri Desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.

3 Sumber pendapatan Desa terdiri dari : a. Pendapatan Asli Desa, meliputi : 1) Hasil usaha desa; 2) Hasil kekayaan Desa; 3) Hasil swadaya dan partisipasi; 4) Hasil gotong royong; 5) Lain-lain pendapatan asli Desa yang sah. b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten; c. Bagian dari Retribusi Kabupaten; d. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Desa lainnya; e. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten; f. Hibah dan g. Sumbangan dari pihak ketiga. Ketentuan tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengalokasikan dana perimbangan yang diterima Kabupaten kepada Desa dengan memperhatikan prinsip keadilan dan menjamin adanya pemerataan. Dalam kaitannya dengan pemberian alokasi dana Desa di Kabupaten Jepara, Pemerintah Kabupaten telah memberikan petunjuk teknis melalui Peraturan Bupati Jepara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

4 Alokasi Dana Desa yang biasa disebut ADD merupakan wujud dari pemenuhan hak Desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri, berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Bantuan Langsung Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana bantuan langsung yang dialokasikan kepada Pemerintah Desa yang digunakan untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, kelembagaan dan prasarana Desa yang diperlukan serta diprioritaskan oleh masyarakat, yang pemanfaatan dan administrasi pengelolaannya dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa. Maksud pemberian Bantuan Langsung Alokasi Dana Desa (ADD) adalah sebagai bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program Pemerintah Desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya, gotong royong masyarakat, dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan pemberian bantuan langsung Alokasi Dana Desa antara lain meliputi: 1. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pelayanan Pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya.

5 2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di Desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat Desa serta dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. 4. Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat. Di dalam pelaksanaan bantuan Alokasi Dana Desa di wilayah Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara masih terdapat beberapa permasalahan. Sebagai contoh adalah masih rendahnya Pendapatan Asli Desa dibandingkan dengan Alokasi dana Desa yang diterima. Bahkan dalam kenyataannya sumber-sumber penerimaan dari Pendapatan Asli Desa tidak semuanya memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan Desa. Sumber penerimaan dari tanah bengkok lebih merupakan gaji atau sebagai upah Kepala Desa dan Perangkat Desa yang langsung dikelola oleh mereka, baik dikelola sendiri maupun disewakan kepada pihak lain. Dengan kondisi tersebut terlihat bahwa alokasi dana Desa sangat berperan dalam penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan kemasyarakatan di tingkat Desa. Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber dana Desa dalam menunjang kemandirian untuk membiayai rumah tangganya sendiri masih sangat rendah.

6 Permasalahan dalam pelaksanaan Alokasi Dana Desa dijumpai juga pada kemampuan pengelola alokasi dana Desa baik dari unsur pemerintah Desa maupun lembaga kemasyarakat di Desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan yang belum baik. Diantaranya adalah tidak dilaksanakannya atau tidak diikutsertakannya komponen masyarakat dalam musyawarah penggunaan Alokasi Dana Desa. Seharusnya dalam rencana penggunaan bantuan Alokasi Dana Desa dimusyawarahkan dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Perangkat Desa, pengurus LKMD, pengurus PKK Desa, Ketua RW, dan ketua RT. Namun dalam kenyataannya Daftar Usulan Rencana Kegiatan lebih banyak disusun oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan alokasi dana Desa, Kepala Desa juga tidak melibatkan lembaga-lembaga kemasyarakatan Desa. Kegiatan dalam bantuan alokasi dana Desa dibidang pemberdayaan masyarakat lebih banyak ditangani oleh Kepala Desa. Disamping itu, dalam penyelesaian administrasi kegiatan juga sering terlambat, sehingga sering terjadi keterlambatan dalam pencairan Bantuan Langsung Alokasi Dana Desa Tahap selanjutnya. Permasalahan lainnya adalah masih rendahnya partisipasi swadaya gotong royong masyarakat Desa di wilayah Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dalam proses kegiatan pembangunan yang dibiayai dari Alokasi Dana Desa.

7 Rendahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan Desa yang dibiayai dari Alokasi Dana Desa juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelola Alokasi Dana Desa dengan masyarakat. Hal ini terjadi dalam menyusun kegiatan Alokasi Dana Desa telah dilakukan Musrenbang tapi yang hadir hanya pengurus lembagalembaga Desa yang ada, dan hasil musrenbang tersebut tidak pernah diinformasikan kepada masyarakat. Dengan kondisi tersebut masyarakat menjadi tidak tahu besarnya Alokasi Dana Desa yang diterima. Tidak dapat menyalurkan aspirasi dan tidak tahu untuk apa penggunaan Alokasi Dana Desa, sehingga masyarakat menjadi sulit untuk diajak berpartisipasi dalam kegiatan Alokasi Dana Desa. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. 1.2 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis memulai dari lingkup pembahasan yang difokuskan pada Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Tahun 2011 dengan metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari obyek penelitian.

8 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian dalam latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalah dalam implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa, yaitu : 1. Bagaimana penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara? 2. Apakah penggunaan Alokasi Dana Desa di Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara sudah sesuai dengan Peraturan Bupati Jepara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui Bagaimana penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. 2. Mengetahui penggunaan Alokasi Dana Desa di Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara sesuai Peraturan Bupati Jepara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mengetahui secara dalam mengenai Alokasi Dana Desa di wilayah Desa Guyangan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.