Bagian Satu Konsep Dasar Tembang Sunda Cianjuran
2 G a y a P e t i k a n K a c a p i T e m b a n g Bab 1 S ekilas Tentang Tembang Sunda Cianjuran Tembang Sunda Cianjuran merupakan salah satu jenis kesenian tradisi hasil karya local genius masyarakat Sunda yang memiliki nilai adiluhung. Menurut sejarah penciptaannya, tembang Sunda Cianjuran berasal dari daerah Cianjur Jawa Barat dan disebut dengan seni mamaos. Kesenian ini merupakan jenis kesenian yang lahir dan berkembang di kalangan elit. Karena pada awalnya, tembang Sunda Cianjuran merupakan seni kalangenan para menak saja. Pada zaman Dalem Pancaniti (1834-1863), kehidupan seni mamaos benar-benar merupakan konsumsi hiburan golongan kaum ningrat di lingkungan keluarga kadipatenan semata. Sekalipun memang ada di antaranya dari kalangan rendah (somahan), namun mereka sudah dianggap sebagai keluarga Bupati karena mereka juga turut andil dalam rangka penciptaan mamaos (Wiratmadja, 1996:88). Karena diciptakan di lingkungan kaum ningrat, seni mamaos memiliki nilai-nilai estetis yang sangat tinggi, dan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari kesenian tradisi lainnya yang hidup dan berkembang khususnya di Jawa Barat, baik dalam tata cara penyajian maupun materi sajiannya. Oleh sebab itu, Nano Suratno mengatakan bahwa kemenangan tembang Sunda Cianjuran disebabkan karena
Sep u t a r B i o g r a f i S e n i m a n T e m b a n g S u n d a 3 keelitannya saja 1. Hal ini terjadi salah satunya karena Dalem Pancaniti sebagai salah seorang penciptanya, selain mencipta karya-karya seni, beliau menentukan pula tata cara etika pentasnya sekaligus, sebab sewaktu-waktu seni mamaos itu disuguhkan pula bagi para terhormat baik semasa Bupati maupun kompeni Belanda selain tontonan khusus bagi keluarga (Wiratmadja, 1996:89). Di samping untuk kalangenan pribadi para menak Cianjur, seni mamaos tumbuh dan berkembang hingga menjadi hiburan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas setelah Prawiradiredja II (1864-1910), lalu dikembangkan lagi oleh Wiranatakusumah dan R. Ece Majid ke seluruh tatar Sunda (Wiradiredja, 2005:20). Dilihat dari nilai-nilai estetis dalam seni tembang Sunda Cianjuran, dengan tidak bermaksud mengurangi keberadaan serta peranan lagam-lagam lain, tembang Sunda langgam Cianjuran kenyataannya amat mendominasi seni tembang Sunda secara keseluruhan (Wiratmadja, 1996:30). Karena menurut beberapa sumber tulisan, tembang Sunda Cianjuran terlahir dari beberapa bentuk kesenian, di antaranya seni beluk, seni pantun, seni tembang rancag, seni degung, seni wayang golek purwa, seni ronggeng dan lain-lain. Karena pandainya pencipta seni mamaos, bahan-bahan dasar tersebut diolah sedemikian rupa, dipadukan menjadi karya seni baru yang kita kenal sekarang seni tembang Sunda Cianjuran (Sukanda, 1984:8-9). Oleh sebab itu, dalam tembang Sunda Cianjuran dapat ditemukan berbagai teknik dan ornamentasi yang terdapat dalam berbagai jenis seni suara di atas, dengan kemasan yang baru, berbeda, dan disesuaikan dengan selera para pembuatnya yang berasal dari kalangan menak. Beberapa jenis bahan dasar atau cikal bakal tersebut, melahirkan lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran yang terbagi ke dalam beberapa klasifikasi lagu dengan dikelompokan berdasarkan ciri-cirinya, klasifikasi tersebut disebut dengan istilah wanda. Dalam kamus bahasa Sunda, kata wanda berarti rupa beungeut jeung dedegan katut sifat-sifat hiji jelema dibandingkeun jeung nu séjén (Kamus Basa Sunda, 2005:418). Secara harfiahnya, bentuk wajah dengan badannya beserta sifat-sifat seseorang dibandingkan dengan 1 Interviu pada tanggal 19 Februari 2008 di Jl. Mohammad Toha-Kota Bandung.
4 G a y a P e t i k a n K a c a p i T e m b a n g yang lain. Jika dihubungkan dengan konteks seni tembang Sunda Cianjuran, dapat diartikan bahwa istilah wanda merupakan satu bentuk atau perangai dari suatu kelompok lagu, yang memiliki ciri-ciri dan karakteristik tersendiri. Wanda-wanda tersebut di antaranya adalah papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen, dan panambih. Dalam pengertian bahasa Sunda, bila suatu kata dasar menggunakan awalan dari suku kata pertamanya dan ditambah dengan akhiran /an/, maka hal tersebut dapat berarti meniru-niru atau bukan hal yang sebenarnya. Oleh sebab itu, penggunaan awalan dan akhiran pada sebagian istilah wanda di atas, dapat berarti adanya reduplikasi dari seni aslinya atau dari bahan dasarnya. Seperti pada wanda papantunan, lagu-lagu yang tergolong ke dalamnya diperkirakan berasal dari seni pantun Sunda, maka istilah yang dipakai untuk mengelompokan lagu-lagu tersebut dinamakan pa-pantun-an (Herdini, 2002:16). Perbedaannya, dalam tembang Sunda Cianjuran telah dikemas kembali, dan diubah baik iringan maupun lagunya. Seperti yang dikatakan oleh Sukanda (2000:64), petikan kacapi dan alunan suara yang dalam seni pantun agak bebas, dalam Cianjuran dibatasi menjadi lagu tertentu yang baku baik melodi maupun rumpakanya (lirik) dengan dilengkapi hiasan yang sesuai dengan selera kaum bangsawan. Proses pembentukan tembang Sunda Cianjuran dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Sep u t a r B i o g r a f i S e n i m a n T e m b a n g S u n d a 5 Diagram 2.1 Proses Pembentukan Tembang Sunda Cianjuran Sumber: Wiratmadja, 1996:142 (diadaptasi). Adanya wanda-wanda lagu dalam tembang Sunda Cianjuran, pada akhirnya menimbulkan problem tersendiri terutama bagi para praktisi tembang Sunda Cianjuran, di antaranya dalam hal penyajiannya. Karena untuk menyajikan keenam wanda tersebut,
6 G a y a P e t i k a n K a c a p i T e m b a n g diperlukan keterampilan tertentu baik bagi penembang maupun pengiringnya. Apalagi tembang Sunda Cianjuran diciptakan oleh kalangan dan di lingkungan ningrat, tentu saja karya-karyanya pun memiliki bobot dan tingkat kompleksitas yang cukup tinggi, bahkan memiliki aturan-aturan tertentu yang telah disesuaikan dengan selera kaum ningrat, sehingga tidak mudah dan tidak sembarangan orang yang mampu menyajikan tembang Sunda Cianjuran secara sempurna (dalam arti menguasai seluruh tekniknya) baik dalam vokal maupun iringannya. Seperti yang terjadi pada iringan kacapi indung, para seniman kacapi indung yang dapat menyajikan tembang Sunda Cianjuran dengan baik, mereka adalah para seniman kacapi indung yang benarbenar menguasai teknik-teknik permainan kacapi indung sesuai dengan wanda-wanda yang terdapat dalam tembang Sunda Cianjuran, menguasai pola-pola tabuhan kacapi indung, mengetahui kerangka lagu dan liriknya, mengetahui karakteristik lagu, dan memiliki kepekaan musikal yang cukup tinggi. Artinya, memerlukan pendamalan yang luar biasa untuk dapat menyajikan tembang Sunda Cianjuran dengan baik. Bahkan, selain faktor teknis dalam mempelajari instrumen kacapi indung, faktor hereditas pun turut memengaruhi keberhasilan seseorang dalam mempelajari instrumen tersebut, dikarenakan tingkat kompleksitas permainannya yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, jika seniman kacapi indung hanya setengahsetengah (tidak tuntas) dalam mempelajari instrumen kacapi indung, maka dapat dipastikan tidak akan berhasil dengan baik dalam menyajikan tembang Sunda Cianjuran.