KOMPOSISI JENIS DAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR ARAFURA KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA

dokumen-dokumen yang mirip
REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

VI. SIMPULAN DAN SARAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

KERAGAMAN JENIS MANGROVE DI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : M. Hidayatullah

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

Hasil dan Pembahasan

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA KAHYAPU PULAU ENGGANO

Kata kunci : Mangrove, Nilai Penting, Desa Tanjung Sum, Kuala Kampar

TEKNIK PENGAMATAN VEGETASI MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN PANGANDARAN, JAWA BARAT

ANALISIS VEGETASI MANGROVE DAN PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT KAMPUNG ISENEBUAI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA SKRIPSI YAN FRET AGUS AURI

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

JURNAL STRUKTUR KOMUNITAS HUTAN MANGROVE DESA MENGKAPAN KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK OLEH FIA NOVIANTY SITINJAK

ANALISIS STRUKTUR DAN STATUS EKOSISTIM MANGROVE DI PERAIRAN TIMUR KABUPATEN BIAK NUMFOR

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

ABSTRAK. Kata kunci: Kelimpahan dan Pola sebaran mangrove, Perairan Sungai Ladi

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS VEGETASI MANGROVE UNTUK STRATEGI PENGELOLAAN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

STRUKTUR DAN KEPADATAN VEGETASI MANGROVE DI TELUK KUPANG

IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE DI SEGORO ANAK SELATAN, TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

STRUKTUR KOMUNITAS DAN PENYEBARAN MANGROVE SERTA UPAYA PENGELOLAANNYA OLEH MASYARAKAT DISTRIK TEMINABUAN, KABUPATEN SORONG SELATAN

Indra G. Ndede¹, Dr. Ir. Johny S. Tasirin, MScF². & Ir. Maria Y. M. A. Sumakud, MSc³. ABSTRAK ABSTRACT

STRUKTUR DAN FISIOGNOMI VEGETASI MANGROVE DI REMPANG CATE KOTA BATAM. Yarsi Efendi dan Dahrul Aman Harahap

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUESIONER DI LAPANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis. mangrove juga dapat tumbuh di tanah berpasir atau berkoral yaitu

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB 1 MENGENAL HUTAN MANGROVE

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Community Structure of Mangrove in Sungai Alam Village Bengkalis Sub Regency, Bengkalis Regency, Riau Province

Kata kunci : Kelurahan Moro Timur, Struktur Komunitas, Mangrove

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

KAJIAN FORMASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI TIMUR SIDOARJO

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KOMPOSISI JENIS DAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR ARAFURA KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA Siti masiyah *, Sunarni* *Staf Pengajar FAPERTA Univ. Musamus-Merauka, e-mail: S. Masiyah@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi jenis dan kepadatan mangrove di pesisir laut Arafura, Merauke. Penelitian ini sangat penting dan utama, untuk mempertahankan fungsi dan manfaat hutan mangrove sebagai ekosistem kunci dan penunjang kawasan pesisir laut Arafura. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada September- Desember 2014, lokasi dibagi menjadi 3 stasiun, pengambilan data menggunakan metode observasi, transek dan plot ukuran 10 x 10m. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan diidentifikasi, data jumlah individu/ jenis digunakan untuk menghitung kerapatan jenis per luas area, dilanjutkan dengan analisis diskriptif kualitatif. Ekosistem mangrove Pesisir Arafura Kabupaten Merauke di stasiun I. Karang Indah memiliki 14 jenis mangrove dengan katagori padat dan baik (1200 pohon/ha dan penutupan jenis 91.4). Stasiun II. Samkai, memiliki 4 jenis mangrove, Stasiun III Rimba Jaya, memiliki 8 spesies, kedua stasiun ini sama-sama memiliki kreteria rusak. Komposisi spesies dan kepadatan ekosistem mangrove di pesisir ini sangat dipengaruhi oleh degradasi dan eksploitasi ekosistem. Kata Kunci: Komposisi, Kepadatan, Mangrove, Arafura, Merauke I. PENDAHULUAN Potensi sumberdaya alam di Kabupaten Merauke sangat luas, baik potensi sumberdaya yang dalam proses pemanfaatan maupun potensi untuk pengembangan sumberdaya alam. Potensi sumber daya alam di Kabupaten Merauke sangat tinggi dan beranekaragam, baik potensi SDA Hutan, SDA Sungai, SDA Pantai, dan SDA Laut. Daerah ini terdiri dari perairan laut Arafura sekitar 75.000 km 2, perairan umum (sungai dan rawa) sekitar 71.000 km 2 dan garis pantai 1.050 km 2 yang membentang dari Sungai Torasi diperbatasan Republik Indonesia dan Papua New Guenia, disebelah Timur sampai pada Sungai Syrest (Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke, 2011). Merauke yang terletak di ujung selatan Papua memiliki ekosistem mangrove yang sangat luas. Menurut data yang dirilis oleh Pemerintah Kabupaten Merauke Tahun 2009, Kabupaten Merauke memiliki luasan hutan mangrove. 4.672,382 Ha. Ekosistem mangrove sering disebut sebagai hutan payau atau hutan bakau. hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat disepanjang pantai atau muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Nontji, 2007). Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting, baik dari segi ekologi dan biologi, untuk menunjang kelangsungan berbagai jenis-jenis hewan yang hidup didalamnya. Misalnya ekosistem ini berperan sebagai habitat untuk berbagai jenis ikan-ikan, crustacean dan molusca. Sehingga dikatakan hutan mangrove merupakan ekosistem kunci dan ekosistem penunjang utama kawasan pesisir laut Arafura. Komposisi jenis dan kerapatan hutan mangrove di kawasan ini belum pernah diteliti, karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi jenis dan kerapatan hutan

mangrove di Pesisir Arafura Kabupaten Merauke. Penelitian ini sangat penting untuk konservasi dan vitalisasi ekosistem mangrove sebagai ekosistem kunci dan penunjang keseimbangan kawasa pesisir laut Arafura. II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September - Desember 2014 di perairan Kabupaten merauke, Propinsi Papua. Pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan sekali dalam sebulan pada masing-masing stasiun, kemudian sampel dianalisis di Laboratorium Manajemen sumberdaya Perairan Universitas Musammus. Lokasi sampling dibagi menjadi tiga stasiun untuk mengetahui identifikasi jenis mangrove dan mengetahui kerapatan mangrove. Adapun ketiga stasiun tersebut meliputi: Stasiun 1 di Kelurahan Karang Indah, titik koordinat S 08 0 28 20,6 dan E 140 0 22 17,8. stasiun ini terletak di bagian muara sungai Maro, lokasi dipilih secara purposive (Gambar 1). Stasiun 2 di Kelurahan Samkai, titik koordinat S. 08 0 32 26,9 dan E.140 0 24 42,8. Stasiun ini terletak di pesisir pantai dan aliran kali- kali kecil. Lokasi dipilih secara purposive (Gambar 1).Stasiun 3 di Kelurahan Rimba jaya, titik koordinat S 08 0 33 32,9 dan E 140 0 25 47,4. Stasiun ini terletak di pesisir pantai, lokasi ini dipilih secara purposive (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi Pengambilan data vegetasi mangrove 2.2. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kerapatan dan penutupan mangrove adalah tali rafiah, gunting, pisau, GPS, kamera, meteran (rol meter), tegakan kayu (membuat transek), alat tulis, sedangkan untuk mengidentifikasi mangrove menggunakan buku panduan identifikasi mangrove (Panduan pengenalan mangrove wetlands international). 2.3. Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengetahui tingkat kepadatan dan penutupan mangrove, maka digunakan metode transek garis yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan formasi mangrove yang terbentuk. Mekanisme pengukuran sebagai berikut: Mekanisme pengukuran sebagai berikut: 61

1. Lokasi penelitian di pilih berdasarkan keberadaan vegetasi mangrove. 2. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun pangamatan. 3. Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek garis dari arah laut kearah darat (tegak lurus garis pantai) sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi. 4. Sepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 meter sebanyak10 petak (sesuai dengan kondisi daerah penelitian). 5. Pada setiap petak contoh yang ditentukan, dilakukan identifikasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, kemudian dihitung jumlah individu setiap jenis dan ukuran lingkaran batang setiap pohon mangrove setinggi dada (diameter pohon lebih dari 4 cm dengan tinggi lebih dari 1m). Tabel 1. Kreteria Baku Kerusakan Mangrove Kepmen PLH No. 201 tahun 2004. Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon ha -1 ) Baik Sangat padat 75 1500 Sedang 50 - < 75 1000 - < 1500 Rusak Jarang < 50 < 1000 2.4. Pengambilan Sampel Semua mangrove yang ditemukan dilapang diidentifikasi dengan melihat beberapa bagian bentuk dari mangrove yaitu bentuk daun, bunga, buah, akar dan pohon. Semua bagian pohon mangrove yang dilakukan untuk mengidentifikasi tersebut di lakukan pengambilan gambar dan diambil bagian-bagian pohon yeng belum diketahui identifikasinya kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan identifikasi berdasarkan buku panduan identifikasi. 2.5. Analisa Data Analisa data yang dilakukan menggunakan analisa Bengen (2004) Untuk menentukan nilai kerapatan jenis. Kerapatan jenis merupakan perbandingan antara jenis i (ni) dengan jumlah luas total area pengambilan contoh (A), dengan formula sebagai berikut : Di = ni / A (1) Dimana : Di = kerapatan jenis ke-i, ni = jumlah total tegakan jenis ke-i, A = luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Diskripsi Daerah Penelitian Karang Indah, Samkai dan Rimba Jaya Perairan Pantai Karang indah, Samkai dan Rimba Jaya merupakan bagian perairan yang berhadapan langsung dengan laut Arafura. Perairan pantai ini setiap tahunnya banyak menerima suplai air tawar dari perairan darat terutama sungai maro, lepro dan anakan sungai yang ada sekitar pesisir Arafura. Wilayah ini secara administrasi merupakan lingkup wilayah Kabupaten Merauke dengan garis pantai sekitar 3,2 km. Pekerjaan utama masyarakat sekitar pesisir Araura adalah melakukan penangkapan ikan, kepiting dan penggalian pasir. Kandisi stasiun 1 dengan stasiun yang lain berbeda, stasiun 1 pada kelurahan karang Indah dengan ekosistem mangrove jauh dari pemukiman penduduk, stasiun ini terbelah oleh sungai maro dan kondisi mangrove sebagian sangat alami. Kondisi daerah penelitian dapat dilihat pada lampiran (1-3). Pada stasiun ini banyak dilakukan masyarakat disekitar melakukan pencarian kepiting. Input air dari sungai maro sangat besar, pada saat pasang air dari sungai sampai ekosistem mangrove terendam dan pada saat surut air pada sungai dan sekitar ekosistem mangrove benar-benar kering. 62

Kondisi yang sangat fluktuatif menjadikan waktu sampling sangat terbatas. Sedangkan pada stasiun II Kelurahan Samkai, sangat dekat dengan perkampungan penduduk, daerah ini juga terpengaruh dengan pasang surut. Pengrusakan mangrove mulai tampak dan jarang ditemukan kepiting bakau. pada stasiun III kelurahan Rimba Jaya, kondisi stasiun III sedikit jauh dengan pemukiman penduduk, dimana pada stasiun ini terdapat sungai lepro yang merupakan perbatasan antara Pantai payum dengan Rimba jaya. Kondisi mangrove sudah sedikit mengalami kerusakan dikarenakan aktivitas masyarakat untuk melakukan penggalian Pasir. Tabel 2. Jenis- jenis Mangrove di Pesisir Arafura Stasiun 1 No Jenis Mangrove (Karang Indah) 1 Avecenia officinalis 2 A. marina Stasiun 2 (Samkai) Stasiun 3 (Rimba Jaya) 3 A. alba 4 A. eucalyptifolia 5 Aegialitis annulata 6 Aegliceras floridum 7 Acanthus abractearus 8 Brugueira cylindrica 9 B. gymnorhiza 10 B. hainessii 11 Ceriop decandra 12 C. tagal 13 Osbornia oktodonta 14 Rhizophora cylindrica 15 R. mukronata 16 R. stylosa 17 Sonneratia alba Jumlah Jenis/ Statsiun 14 4 8 Pada stasiun 1 didapatkan 14 jenis mangrove Dapat dilihat pada (Tabel 2)antara lain: stasiun ini didominasi oleh Rhizophora sp, Avecenia sp, dan Ceriops sp. Dari ketiga jenis tersebut Rhizophora yang paling banyak ditemukan, jenis lebih cocok dengan substrat lumpur dengan suplai air tawar yang cukup. Posisinya lokasi statsiun 3 jauh dengan pemukiman penduduk, serta terletak di muara sungai Maro. Jumlah jenis mangrove di stasiun II jauh lebih sedikit, hanya 4 jenis saja. Stasiun ini didominasi oleh Avecennia sp dan Aegliceras floridum. Lokasi stasiun II langsung berhadapan dengan laut Arafura, posisinya sangat dekat dengan pemukiman penduduk, sering terjadi penebangan pohon mangrove, penambangan pasir, dan juga pada area tertentu dijadikan sebagai tempatan tambatan kapal. Stasiun III memiliki 8 jenis mangrove, dimana didominasi oleh Avecennia sp, sedangkan Aegliceras floridum merupakan jenis yang paling jarang dijumpai. Lokasi stasiun ini langsung berhadapan dengan laut Arafura, sedikit jauh dengan pemukiman penduduk, sering terjadi pengambilan pohon mangrove untuk kebutuhan rumah tangga penduduk, dan sering terjadi penambangan pasir oleh masyarakat sekitar. Adapun gambar jenis mangrove yang terdapat di Pesisir Arafura distrik merauke dapat dilihat pada Gambar 2. 63

Gambar 2. Jenis-jenis mangrove yang terdapat pada stasiun 1 (karang Indah) Dari hasil penelitian pada stasiun I (karang Indah) didapatkan keanekaragam mangrove yang sangat tinggi dibanding dengan stasiun yang lainnya. Dari 14 jenis mangrove pada stasiun 1 (Karang Indah) banyak didominasi jenis Rhizophora sp, Avicennia sp,dan paling sedikit didapatka jenis Ceriop sp. Hasil penelitian komposisi jenis pada stasiun 1 (Karang Indah). Hal ini dikarenakan substrat mangrove yang sesuai untuk kelangsungan hidup jenis Rhizophora sp. Jenis mengrove ini sangat cocok dengan substrat lumpur yang lebih tinggi, suplai air tawar yang cukup. Selain itu daerah yang memiliki genangan yang tinggi pada saat pasang dan surut yang rendah pada saat surut cocok untuk kelangsungan mangrove, ekosistem mangrove yang terdapat Karang Indah yang jauh dengan masyarakat dan terletak didepan sungai Maro serta didalam ekosistem mangrove juga 64

ditemukan anakan sungai yang menghubungkan ke muara laut Arafura. Identifikasi Mangrove Pada Stasiun 2 (Samkai) Pada stasiun II didapatkan 4 Jenis antara lain, Sonneratia alba, Rhizophora stylosa, Avicennia alba dan Aegliceras floridum Gambar hasil penelitian komposisi jenis mangrove pada stasiun 2 Samkai dapat dilihat pada gambar 3 Gambar 3. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan pada stasiun II Pada stasiun 2 (Samkai) didapatkan jumlah yang lebih kecil daripada stasiun yang lain stasiun yang lain. Pada stasiun 2 ini banyak didominasi jenis Avicennia sp, sedangkan untuk jumlah yang paling sedikit didominasi oleh Aegliceras floridum. Stasiun 2 (samkai) pada daerah sampling berhadapan langsung dengan laut Arafura yang menjadikan jenis avicennia dapat tumbuh subur. Stasiun 2 juga berdekatan dengan masyarakat dan pada daerah ekosistem mangrove juga didapatkan rumah penduduk. Aktifitasn masyarakat yang melakukan penebangan mangrove sebagai kayu bakar juga berpengaruh pada keberadaan mangrove. Pada stasiun ini juga terjadi pengerukan Pasir dan Avicennia yang terdapat dibagian depan Pesisir Arafura banyak digunakan sebagai tambatan kapal dalam luasan tidak tentu. Identifikasi Mangrove Pada Stasiun III ( Rimba Jaya ) Adapun pada stasiun 3 didapatkan 8 jenis mangrove Antara lain Rhizophora cylindrica, Rhizophora mukronata, Rhizophora stylosa, Avicennia alba, Avicennia eucalyptifolia, Sonneratia alba, Aegliceras floridum dan Aegialitis annulata. Gambar hasil identifikasi stasiun III(karang Indah ) dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Jenis-jenis mangrove yang terdapat pada stasiun 3 65

Pada stasiun III didapatkan 8 jenis mangrove antara lain: Rhizophora cylindrica, Rhizophora mukronata, Rhizophora stylosa, Avicennia alba, Avicennia eucalyptifolia, Sonneratia alba, Aegliceras floridum dan Aegialitis annulata. Pada Stasiun 3 didapatkan 8 jenis mangrove dengan Avicennia sp yang paling tinggi dan jenis Aegliceras floridum memiliki jumlah yang paling rendah. Avicennia sp yang masih tinggi pada stasiun 3 dikarenakan stasiun 3 juga berhadapan langsung dengan pesisir Arafura, sedikit jauh dengan masyarakat, penebangan mangrove yang terdapat dipesisir Arafura banyak digunakan sebagai kayu bakar dan bahan bangunan. Selain itu pengambilan pasir yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Adapun presentasi pada ketiga stasiun dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Jumlah komposisi jenis pada ke 3 Stasiun dipesisir Arafura. Hasil penelitian dari ketiga stasiun didapatkan (stasiun 1) sebanyak 14 jenis mangrove, Stasiun 2 didapatkan sebanyak 4 Jenis mangrove dan stasiun 3 sebanayak 8 jenis mangrove. Presentasi komposisi jenis yang sangat berbeda pada ke 3 stasiun dimana stasiun 1 (54%), stasiun 2 (31%) dan stasiun 3 (15%). Dikarenakan tingkat pemanfaatan akan kerusakan ekosistem mangrove yang tinggi. Secara keseluruhan hasil penelitian dari komposisi jenis mangrove yang terdapat di Pesisir Arafura terdiri dari 14 spesies antara lain Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mukhlisi, dkk. (2013) di Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung didapatkan 22 jenis mangrove antara lain Avicennia alba Avicenniaceae, Avicennia marina, Barringtonia asiatica, Bruguiera cylindrical, Calophyllum inophyllum, Ceriops tagal, Exoecaria agallocha, Hibiscus tiliaceus, Lumnitzera littorea, Lumnitzera racemosa, Pandanus tectorius, Pandanus sp, Phempis acidula, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Scaveola taccada,sonneratia alba,scyphiphora hydrophyllaceae, Terminalia catappa, Thespesia populnea dan Xylocarpus granatum dan menurut Hidayatullah dan Pujiono (2014) yang dilakukan di Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat didapatkan 10 jenis mangrove antara lain Ceriops tagal, Rhizophora apiculata, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Phemphis acidula Forst, Xylocarpus granatum, Acrosthicum aureum dan Derris trifoliata Lour dan Penelitian yang dilakukan oleh Antonius de Jesus (2012) yang dilakukan di Perbatasan kota Diladan Distrik Liquisa Timor leste dari hasil penelitian didapatkan 4 jenis mangrove Soneratia Alba, Rhizophora appiculata, Rhizophora Mucronata, Brugueira cylindrical. Perbedaan komposisi jenis 66

dari setiap daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisika, kimia, oceanografi yang mempengaruhi kelangsungan hidup mangrove. Menurut Nontji (2007) bahwa setiap perairan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam struktur geografi, sifat musim hujan dan kemarau, serta pola siklus air. Oleh sebab itu pertumbuhan organisme yang hidup didalamnya akan mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. Selain itu campur tangan manusia yang cenderung mengeksploitasi mangrove dimana mangrove memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting baik secara biologi, ekologi maupun ekonomi. 3.2. Kerapatan Jenis pada Stasiun 1(karang Indah), II (Samkai) dan III (Rimba Jaya) Hasil penelitian didapatkan kerapatan jenis, pada ke tiga ekosistem berbeda. Hasil Penelitian Kerapatan jenis mangrove pada stasiun 1 (karang Indah), stasiun II dan stasiun III dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini Tabel 3. Kerapatan jenis dan penutupan jenis pada Stasiun I, II, dan III Stasiun Jenis mangrove Kerapatan pohon ha -1 Kriteria I Rhizophora sp 1200 sedang Baik Brugueira sp 150 Jarang Rusak Sonneratia alba 100 Jarang Rusak Aegialitis annulata 25 Jarang Rusak Osbornia otodonta 21 Jarang Rusak Ceriop sp 20 Jarang Rusak Avicennia sp 272 Jarang Rusak II Avicennia sp 884 Jarang Rusak Sonneratia alba 189 Jarang Rusak Aegliceras floridum 11 Jarang Rusak Rhizophora sp 126 Jarang Rusak III Rhizophora sp 323 Jarang Rusak Avicennia sp 877 Jarang Rusak Aegliceras floridum 6 Jarang Rusak Sonneratia sp 57 Jarang Rusak Aegialitis annulata 52 Jarang Rusak Hasil penelitian didapatkan pada stasiun I (karang Indah) pada jenis Rhizophora sp memiliki nilai kerapatan yang tinggi yaitu 1200 pohon/ha dan penutupan jenis 91.4 (perhitungan kerapatan dan luas penutupan jenis dapat dilihat pada lampiran 4) sehingga menurut UU no. 201 tahun 2004 masuk dalam criteria baik dan sangat padat. Kemudian pada jenis Ceriop sp didapatkan nilai kerapatan yang sangat kecil dan termasuk dalam criteria jarang dan rusak. Pada stasiun II (Samkai) nilai kerapatan dan penutupan jenis mangrove pada semua jenis masuk dalam kriteria jarang dan rusak. Kemudian pada stasiun III (Rimba jaya) didapatkan kerapatan dan penutupan jenis mangrove masuk dalam criteria jarang dan rusak. Kerusakan mangrove pada ke tiga stasiun disebabkan adanya penebangan mangrove dan penggalian pasir yang dilakukan oleh masyarakat setempat selain itu juga banyak ditemukan anakan mangrove. Hasil Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hidayatullah dan Pujiono (2014) yang dilakukan di Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat didapatkan kerapatan jenis berkisar antara 100 1300 pohon/ ha. Sedangkan hasil Penelitian Menurut Antonius de Jesus (2012) yang dilakukan di Perbatasan kota Diladan Distrik Liquisa Timor leste dari hasil penelitian didapatkan kerapatan berkisar antara 0 969 pohon/ha. Hasil dari beberapa penelitian diatas tidak jauh berbeda dengan yang terdapat di pesisir Arafura Kabupaten Merauke dimana dengan kerapatan yang sangat rendah Masuk dalam katerogi mangrove yang rusak. 67

IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Vegetasi mangrove dari penelitian yang dilakukan di Pesisir Arafura Kabpaten Merauke dengan mengambil 3 kelurahan yang merupakan stasiun 1 (karang Indah),Stasiun II (Samkai) dan Stasiun III (Rimba Jaya). Secara Keseluruhan Pesisir Arafura didapatkan 14 Jenis Mangrove Rhizophora mukronata, Sonneratia alba, Rhizophora stylosa, brugueira hainessii, Brugueira gymnorrhiza, Ceriop decandra, Avicennia officinalis, Avicennia marina, Bruguiera cylindrical, Ceriop tegal, Avicennia alba, Aegialitis annulata, dan Osbornia oktodonta. Kerapatan pada Ketiga stasiun berkisar antara 6 1200pohon/ha pada stasiun 1 masuk dalam kategori padat dan baik sedangkan pada stasiun II dan III masuk dalam Criteria Rusak. 4.2. Saran Saran yang bisa disampaikan didalam penelitian ini antara lain: 1. Perlu adanya penelitian lanjuan tentang Indeks nilai Penting (INP) pada ekosistem mangrove di Kabupaten Merauke. 2. Perlu penelitian Potensi mangrove di Kabupaten Merauke dalam pengelolaan mengrove DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Merauke In Figures. Kabupaten Merauke. Anonim, 2009. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke Anonim, 2006. Buku 1 Potret Sumberdaya Kawasan Laut Arafura dan Laut Timor Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Forum Pakar Laut Arafura dan Laut Timor. Antonio de Jesus, 2012. Kondisi ekosistim mangrove di sub district Liquisa Timor-LesteMangrove ecosystems condition in Liquisa sub district Timor-Leste. Jurnal ISSN 2089-7790. Bengen, D. G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. Bengen. D. G. dan I. M. Dutton 2004. Interaction: mangroves, fisheries and forestry management in Indonesia. H. 632-653. Dalam Northcote. T. G. dan Hartman (Ed),Worldwide watershed interaction and management. Blackwell science.. Oxford. UK.) Hartini, S., G. B. Saputro, M. Yulianto, Suprajaka. 2010. Assessing the Used of Remotely Sensed Data for Mapping Mangroves Indonesia. Selected Topics in Power Systems and Remote Sensing. In 6th Wseas International Conference on Remote Sensing (Remote 10), Iwate Prefectural University, Japan. October 4-6, 2010; pp. 210-215 Hidayatullah M dan Pujiono Eko. 2014. Struktur dan komposisi jenis Hutan Mangrove di Golo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat. Jurna Peneliti pada balai PenelitianKehutan Kupang. Kusmana, C. 2005. Manajemen hutan mangrove Indonesia. Lab Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2004) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor. 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Mukhkisi, dkk. (2013). Keanekaragaman Jenis dan Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan. Prosiding Seminar Pengelolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung Nontji. (2007). Laut Nusantara. Penerbit Djambatan- Jakarta. Tri Santi Dama Alik, Muh. Ruslan Umar, Dody Priosambodo, 2012. Analisis Vegetasi Mangrove. Di Pesisir Pantai Mara Bomabng Kabupaten Pinrang. Jurnal Universitas Hasanuddin, Makassar 68