BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

ULLY HIKMAH NIM : A084

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S 1 Keperawatan. Disusun Oleh : Rina Ambarwati J.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) merupakan kelainan yang bersifat kronik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia (Krisnantuni, 2008). Diabetes melitus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi (Brunner

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

DETEKSI DINI DIABETES MELLITUS PADA IBU-IBU PKK SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEHAMILAN RESIKO TINGGI

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

DIABETES MELITTUS APAKAH DIABETES ITU?

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh gangguan sekresi insulin, penggunaan insulin atau keduanya(ada,

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

4. Tiazolidindion Insulin VI. Komplikasi Diabetes B. Landasan Teori C. Hipotesis BAB III Metodologi Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di Jalan Wirosaban Nomor 1 Yogyakarta. RSUD Kota Yogyakarta adalah rumah sakit pendidikan tipe B yang memiliki 11 poliklinik, pelayanan gawat darurat, dan 1 laboratorium. Poliklinik yang ada di RSUD Jogja terdiri dari poliklinik Anak, poliklinik Bedah, poliklinik Dalam, poliklinik Kebidanan dan kandungan, poliklinik Kulit dan Kelamin, poliklinik THT, poliklinik Mata, poliklinik Syaraf, poliklinik Jiwa, poliklinik Gigi dan Mulut, dan poliklinik Konsultasi Gizi. Penulis melakukan penelitian di laboratorium dengan melihat data pasien yang diperiksa rutin kadar gula darah setiap bulan. Bagian laboratorium RSUD Jogja terdiri dari 5 perawat dengan rincian 1 orang perawat laki laki dan 4 orang perawat perempuan yang sudah terlatih dalam pengambilan darah. Laboratorium dipimpin oleh satu orang kepala perawat. Laboratorium beroperasi pada hari Senin sampai dengan Kamis mulai pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. 2. Deskripsi Umum Kasus Penelitian Subjek penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus yang rutin melakukan tes kesehatan terutama kontrol gula darah di RSUD Kota Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, yaitu jenis kelamin laki laki dan perempuan dengan rentang usia 40 80 tahun. Subjek penelitian berjumlah 65 37

38 pasien DM yang terdiri dari 22 orang pasien laki laki dan 43 orang pasien perempuan. Subjek diambil selama periode bulan Agustus hingga September 2016. Data tersebut didapatkan dari pengambilan data secara langsung di RSUD Kota Yogyakarta dengan karakteristik sebagai berikut : Tabel 2. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin dan komplikasi neuropati diabetik Neuropati Jenis Kelamin Diabetik Perempuan Laki laki Jumlah Persentase Ya 24 12 36 55,4% Tidak 19 10 29 44,6% Total 43 22 Persentase 66,2% 33,8% 65 100% Pasien DM yang telah dilakukan scoring DNS dan mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 36 orang (55,4%), dengan perbandingan laki laki dan perempuan 1 : 2. Perempuan dengan neuropati diabetik menunjukkan perbandingan yang dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan laki laki. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian tentang perbedaan jenis kelamin terhadap komplikasi vaskuler pada pasien diabetes. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa populasi di daerah Asia memiliki prevalensi lebih tinggi terjadi komplikasi vaskuler terutama neuropati diabetik pada perempuan dibandingkan pada laki laki yang disebabkan oleh faktor etnis terkait dengan gen, kontribusi faktor faktor lingkungan yang tidak terukur, atau kombinasi keduanya (Flavia, Campesi, & Ochioni, 2012). Pasien DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik didapatkan sebanyak 29 orang (44,6%) dengan rincian 19 orang perempuan dan 10 orang laki laki.

39 Tabel 3. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan usia dan komplikasi neuropati diabetik Neuropati Usia Diabetik <55 tahun 55 tahun Jumlah Persentase Ya 6 30 36 55,4% Tidak 4 25 29 44,6% Total 10 55 Persentase 15,4% 84,6% 65 100% Hasil penelitian menunjukkan banyak pasien yang berusia 55 tahun mengalami komplikasi neuropati diabetik yaitu 30 orang dan yang mengalami neuropati diabetik pada usia <55 tahun sebanyak 6 orang. Data di atas didukung oleh suatu penelitian yang menjelaskan bahwa neuropati diabetik terbanyak didapatkan pada usia lebih dari 55 tahun (Azhary, Farooq, & Bhanushali, 2010). 3. Deskripsi Klinis Kasus Penelitian Responden pada penelitian ini mengalami DM dengan durasi menderita <5 tahun sebanyak 13 kasus (20%), sedangkan durasi 5 10 tahun sebanyak 21 kasus (32,3%), dan >10 tahun sebanyak 31 kasus (47,7%). Marisdina (2013) membuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa rata rata pasien diabetes melitus mengalami neuropati diabetik pada 5 tahun pertama sejak didiagnosis diabetes melitus. Pasien DM menderita neuropati diabetik rata rata sekitar 10 tahun sejak didiagnosis DM (Suri, Haddani, & Sinulingga, 2015). Tabel 4. Karakteristik pasien DM di RSUD Kota Yogyakarta berdasarkan durasi menderita DM No Durasi Menderita DM Jumlah Persentase 1 <5 tahun 13 20% 2 5-10 tahun 21 32,3% 3 >10 tahun 31 47,7% Total 65 100%

40 Kejadian neuropati diabetik dan tidak neuropati diabetik semakin meningkat sesuai dengan durasi menderita DM berdasarkan skor DNS. Penderita DM dengan riwayat menderita selama <5 tahun mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 5 orang, 5 10 tahun 11 orang, dan >10 tahun sebanyak 20 orang. Penderita DM yang tidak mengalami komplikasi neuropati diabetik sebanyak 8 orang dengan riwayat DM <5 tahun, 10 orang dengan riwayat DM 5 10 tahun, dan 11 orang sejak didiagnosis DM >10 tahun. 25 20 15 10 5 <5 tahun 5-10 tahun >10 tahun 0 Neuropati Tidak Neuropati Gambar 4. Diagram durasi menderita DM terhadap kejadian neuropati diabetik dan tidak neuropati diabetik 4. Hubungan Durasi Menderita diabetes melitus (DM) dengan Angka Kejadian Neuropati Diabetik Uji statistik diperlukan untuk mengetahui hubungan durasi menderita diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik berdasarkan skor DNS. Faktor resiko durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik dianalisis menggunakan odds ratio (OR) untuk mengetahui kemungkinan sebab akibat antara faktor resiko dengan komplikasi yang akan terjadi. Penulis akan menggunakan chi-square untuk mengetahui adakah hubungan durasi menderita

41 diabetes melitus (DM) dengan angka kejadian neuropati diabetik. Chi-square tabel 3x2 adalah uji statistik yang digunakan penulis, karena penulis membuat kategori durasi menderita menjadi tiga yaitu <5 tahun, 5 10 tahun, dan >10 tahun. Pada chi-square tabel 3x2 penulis akan menampilkan dua hasil penelitian yang dapat disimpulkan menjadi satu dengan memilih salah satu kategori menjadi dasar atau patokan untuk 2 kategori yang lain. Durasi 5-10 tahun menjadi kategori yang digunakan penulis sebagai patokan. Sehingga durasi menderita DM 5-10 tahun akan dibandingkan dengan durasi menderita DM <5 tahun dan durasi menderita DM 5 10 tahun akan dibandingkan dengan durasi menderita DM >10 tahun. Tabel 5. Hubungan durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik No Durasi Menderita DM Nilai p OR 1 <5 tahun dengan 5-10 tahun 0,429 0,568 2 5-10 tahun dengan >10 tahun 0,382 0,605 Tabel diatas menjelaskan nilai p antara pasien dengan durasi menderita DM <5 tahun dengan durasi menderita DM 5 10 tahun yaitu p = 0,429 dan durasi menderita DM 5 10 tahun dengan durasi menderita DM >10 tahun yaitu p = 0,382, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik. Hipotesis yang dibuat penulis dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dimana tidak terdapat hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian neuropati diabetik, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis. H1 ditolak sesuai dengan hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan antara durasi menderita DM dengan angka kejadian

42 neuropati diabetik. Nilai OR juga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, dibuktikan dengan OR<1. Nilai OR>1 berarti merupakan faktor resiko. B. Pembahasan Neuropati diabetik merupakan komplikasi DM yang sering terjadi dengan morbiditas tinggi dan merusak kualitas hidup. Hal ini bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Faktor resiko signifikan untuk perkembangan neuropati diabetik yang dikemukakan oleh Priyantono (2005) berhubungan dengan usia, durasi menderita DM, hipertensi, dislipidemia, merokok, dan tinggi badan yang berkaitan dengan body mass index (BMI). Penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan hasil bahwa durasi menderita DM tidak berhubungan dengan neuropati diabetik. Penelitian lain yang memberikan hasil yang sama pernah dilakukan oleh Suri et al dengan nilai p = 0,169 dan penelitian yang dilakukan oleh Suyanto (2016) yang menunjukkan hasil p = 0,55. Kedua hasil penelitian tersebut memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara durasi menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik. Rata rata durasi menderita DM yakni 10,9 tahun dan jumlah pasien yang mengalami neuropati diabetik pada durasi menderita DM 10 tahun didapatkan 20 orang. Hasil ini sesuai dengan penelitian relevan lainnya yang menyatakan bahwa neuropati diabetik yang dialami pasien DM rata rata terjadi setelah menderita DM selama 10 tahun. Durasi menderita DM seiring dengan komplikasi, dalam arti semakin lama durasi menderita DM maka semakin tinggi pula kejadian komplikasi yang dialami

43 oleh pasien. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan. Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut serabut saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. Suri et al menyatakan bahwa lamanya menderita DM menyebabkan terjadinya hiperglikemi kronik pada pasien yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Hiperglikemi kronik menyebabkan mikroangiopati yang mendasari timbulnya neuropati. Pada pasien yang baru didiagnosis DM ditemukan kurang dari 10% yang memiliki gejala neuropati klinis. Hasil penelitian ini memperlihatkan komplikasi sudah terjadi pada durasi waktu yang relatif lebih pendek setelah terdiagnosa DM. Setelah 25 tahun, angka ini meningkat menjadi 50%. Hal ini menyebabkan neuropati lebih banyak terjadi pada penderita DM yang berusia lebih dari 50 tahun dibanding yang berusia kurang dari 30 tahun. Peningkatan kadar glukosa darah kronis mengakibatkan penumpukan glikoprotein dinding sel sehingga muncul komplikasi mikrovaskuler antara lain adalah neuropati diabetikum (Black & Hawks, 2009). Keteraturan kontrol glukosa darah merupakan deteksi dini yang akan memberi kesempatan untuk pengobatan dan pencegahan komplikasi yang efektif, sehingga jika konsentrasi glukosa darah selalu dapat dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi tersebut

44 dapat dicegah atau dihambat (Soegondo, 2006). Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam post prandial, atau pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Perkeni, 2011). Selama penulis melakukan penelitian, penulis menanyakan kepada tiap pasien DM apakah mereka melakukan kontrol gula darah secara rutin atau tidak. Mereka mengaku bahwa tiap bulannya kontrol gula darah rutin dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta. Sehingga, hasil penelitian yang tidak signifikan didukung salah satunya oleh adanya faktor kontrol gula darah yang rutin sehingga mencegah ataupun mengurangi komplikasi neuropati diabetik. UK Prospectif Diabetes Study (UKPDS) di Inggris telah memberikan bukti yang tidak bisa disangkal bahwa komplikasi dapat dicegah dengan kontrol glukosa darah yang ketat, yang mencapai HbA1C 7% dan penyebab komplikasi jangka panjang adalah kontrol glukosa darah yang buruk (Fox & Kilvert, 2010). Menurut HMS Hyperbaric (2013), kontrol ketat gula darah menjadi perioritas utama dalam upaya pencegahan terjadinya neuropati pada pasien DM. Hal itu didukung pula oleh Diabetes Control Complications Trial (DCCT) yang memaparkan, kontrol ketat gula darah dapat menurunkan resiko terkena neuropati sebesar 60% (HMS Hyperbaric, 2013). Sesuai dengan teori menurut Perkeni (2011) yang menyatakan bahwa keberhasilan pengobatan tidak saja ditentukan oleh obat anti-diabetika saja, tetapi juga oleh kepatuhan diit dan olahraga. Prinsip pengaturan diet pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki,

45 menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan, selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kontrol glukosa darah. Ada empat pilar penatalaksanaan DM yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis (Perkeni, 2011). Asumsi peneliti, lama menderita DM yang disampaikan oleh responden belum sepenuhnya menggambarkan lama responden mengalami DM yang sebenarnya. Hal itu dikarenakan responden baru mengetahui dirinya menderita DM setelah terjadi komplikasi dan mendatangi layanan kesehatan. Asumsi lain dikarenakan terbatasnya jumlah responden dan area penelitian yang hanya melibatkan satu rumah sakit, maka hal tersebut belum dapat menggambarkan proporsi penderita neuropati diabetik. Hal tersebut yang menyebabkan tidak ada hubungan antara lama menderita DM dengan kejadian neuropati diabetik. Djokomoeljanto (2007) menyatakan bahwa neuropati diabetik juga berhubungan dengan sejumlah faktor risiko kardiovaskuler yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi, yaitu profil lipid dan tekanan darah, lamanya diabetes, merokok dan konsumsi alkohol. Faktor risiko yang menyebabkan neuropati diabetik terdiri dari lamanya diabetes, umur, kontrol glikemik yang buruk dalam jangka lama (Boulton et al., 2005). Namun, ketika semua faktor resiko tersebut dapat dihindari maka komplikasi neuropati diabetik tidak akan dialami oleh pasien DM. Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis juga dapat terganggu karena durasi menderita DM hanya didapatkan dari hasil anamnesis kepada pasien langsung dan rekam medis, belum bisa dipastikan sejak

46 kapan pasien benar-benar menderita DM. Data rekam medis mencamtumkan kapan pasien didiagnosis DM berdasarkan keluhan keluhan dan hasil pemeriksaan penunjang. Padahal besar kemungkinan, seseorang memiliki DM namun tidak muncul gejala yang mengganggu dan baru akan mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan ketika gejala timbul. C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga masalah menjadi fokus pada apa yang akan di teliti dan tidak melebar luas. Namun, dalam penulisan karya ilmiah tentu masih banyak kekurangan. Keterbatasan yang di alami peneliti selama melakukan penelitian adalah peneliti hanya bisa menggunakan satu rumah sakit dikarenakan perijinan yang sulit sehingga hasil penelitian tidak bisa mewakili populasi penderita DM yang ada di Yogyakarta. Pasien DM yang ada di RSUD Kota Yogyakarta sangat banyak, namun penulis mengalami keterbatasan tenaga untuk dapat mengambil semua pasien tersebut menjadi responden. Jadwal pengambilan darah untuk pasien DM dilakukan dua kali dan berjarak dua jam antara pengambilan gula darah puasa dan gula darah post prandial sehingga menyulitkan penulis dalam menemui pasien yang sebelumnya sewaktu pengambilan gula darah pertama telah membuat persetujuan untuk menjadi responden. Hal tersebut terjadi karena pasien pulang atau makan pagi, sehingga sulit untuk mencari dan mengingat wajah pasien satu per satu. Selain itu, jam kerja di bagian laboratorium RSUD Jogja yang sibuk juga membuat penulis kurang leluasa dalam berinteraksi dengan petugas maupun perawat yang ada disana.