BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Karena pada hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah PAUD yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-6 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. depan, jika pondasi lemah maka akan susah berharap bangunannya berdiri kokoh

BAB I PENDAHULUAN. masa yang terjadi sejak anak berusia 0 6 tahun. Masa ini adalah masa yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun menurut. Undang-Undang Republik Indonesia, dan 0-8 tahun menurut

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat menentukan bagi anak untuk mengembangkan seluruh. potensinya. Berdasarkan kajian dalam Ernawulan Syaodih dan Mubiar

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah seorang laki-laki ataupun perempuan yang belum dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan. diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Astriana Rahma, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan anak usia dini terlayani sesuai dengan masa. perkembangannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. jamak (multiple intelegence) maupun kecerdasan spiritual. yaitu usia 1-6 tahun merupakan masa keemasan (golden age), yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada anak usia dini khususnya Taman Kanak-Kanak (TK)

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari perkembangan di usia-usia dini seseorang. Perkembangan anak pada usia pra-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 10 DENGAN MENGGUNAKAN KARTU ANGKA. Endah Retnowati

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. dengan hasil belajar berfikir logis, sistematis, kritis dan kreatif, serta hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh. yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan memberikan rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diselenggarakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN ANAK USIA D INI MELALUI GAME ED UKASI SEBRAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. anak menentukan perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini merupakan

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

BAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani anak di lingkungan keluarga sebelum memasuki. pendidikan dasar. Anak yang dalam pandangan pendidikan modern

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang. ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Berdasarkan penelitian Benyamin S. Bloon (1992)

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Negara. kehidupan bangsa. Salah satu wahana dalam mencerdaskan setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada masa Golden Age (keemasan), sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS PENGENALAN LAMBANG BILANGAN MELALUI PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK ANAK USIA DINI

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB I PENDAHULUAN. potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan ini bertujuan. pendidikan nasional Bab I, Pasal I, Butir 14 bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan modalitas belajar sebagai jaringan untuk pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-kanak berada pada jalur pendidikan formal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan universal dalam kegiatan manusia.

Jurnal Pesona PAUD, Vol. I. No.1.Wani

ISSN X Volume II Nomor 1. Maret

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. (Kepmendikbud Nomor 0486/U/1992, Bab II Pasal 3 ayat (1)). Pasal 31 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia dini adalah masa yang sangat menentukan bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan kognitif ini berisikan akal, pikiran, dan lain-lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini sangat perlu, hal ini dikarenakan pada usia itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang secara terminologi disebut sebagai anak usia pra-sekolah. Usia demikian

ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PG-PAUD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UPI Kampus Serang Yeni, 2016

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

Transkripsi:

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan dalam rangka mencapai kedewasaan subyek didik secara aktif mengembangkan potensipotensi dirinya. Hal terdapat dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang di lakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Hal serupa juga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa : Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Salah satu implementasi dari hak ini, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pada hakikatnya Pendidikan Anak Usia Dini ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan anak usia dini memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadiannya. Oleh karena itu, pendidikan untuk anak usia dini khususnya TK/RA perlu menyediakan berbagai kegiatan 1

2 yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. PAUD adalah pendidikan yang cukup penting dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses pendidikan selanjutnya. Salah satu tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini adalah menjamin mutu pendidikan anak usia dini dalam rangka memberikan landasan untuk melakukan stimulan pendidikan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkat pencapaian perkembangan anak. Selain itu, tujuan pendidikan anak usia dini adalah agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan intelektual, sosial dan emosional sesuai dengan tingkat usianya. Raudhatul Athfal (RA) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun. Program ini bertujuan membantu mengembangkan potensi baik psikis dan fisik yang meliputi nilai-nilai moral, agama, disiplin, sosial emosional, kemandirian, kognitif, bahasa, fisik, motorik dan seni agar anak siap untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Masa kanak-kanak merupakan suatu periode pada saat individu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak ahli menyebutkan bahwa periode ini sebagai masa keemasan (golden age) dalam kehidupan seseorang. Pada masa ini, semua aspek kecerdasan anak dapat dikembangkan dengan baik dan dapat dengan

3 mudah menerima apa saja yang disampaikan oleh orang lain. Mengingat betapa pentingnya periode ini bagi seorang anak maka stimulasi yang tepat sangat diperlukan. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan tahap usia dan perkembangannya, salah satunya adalah potensi dibidang perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif anak rentang usia 3 sampai 6 tahun, termasuk dalam kategori perkembangan berpikir praoperasional pada masa ini sifat egosentris anak semakin nyata. Anak mulai memiliki perspektif yang berbeda dengan orang lain yang berada disekitarnya. Menurut Piaget (dalam Siregar, 2010) perkembangan kognitif dibagi dalam empat fase yaitu: 1) fase sensorimotor (usia 0-2 tahun) tahap sensorimotor lebih ditandai dengan aktivitas sensori (melihat, meraba, merasa, mencium dan mendengar), 2) fase praoperasional (usia 2-7 tahun) anak mulai menyadari bahwa pemahaman tidak hanya melalui kegiatan sensorimotor tetapi juga bisa melalui kegiatan bersifat simbolis, 3) fase operasional konkret (usia 7-12 tahun) kemampuan anak untuk berfikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat objek yang menjadi sumber berfikir logis tersebut hadir secara konkret, dan 4) fase operasi formal (12 tahun-dewasa) ditandai dengan perpindahan dari cara berfikir konkret ke cara berfikir abstrak. Oleh karena itu perkembangan berhitung pada anak usia dini berada pada masa praoperasional (2-7 tahun) pada fase ini akan menjadi permulaan untuk membangun pengetahuan dan kemampuan potensi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut Novan (2014) perkembangan kognitif pada anak usia dini dapat diartikan sebagai perubahan psikis yang berpengaruh terhadap

4 kemampuan berfikir anak usia dini. Dengan kemampuan berfikirnya anak dapat mengeksplorasikan dirinya sendiri dan hal-hal yang berada disekitarnya sehingga mereka memperoleh pengetahuan. Kemampuan kognitif anak berkembang secara bertahap dan berada di pusat saraf. Kemampuan kognitif ini sangat berperan dalam membantu anak dalam memecahkan segala permasalahannya. Salah satu bagian dari perkembangan kognitif yaitu kemampuan berhitung. National Council of Teacher of Mathematics (Seefeldt & Wasik, 2008) merumuskan bahwa pembelajaran matematika sangat erat kaitannya dengan pemahaman akan angka. Ketika kepekaan anak-anak terhadap angka berkembang, mereka menjadi semakin tertarik pada kegiatan berhitung. Menghitung ini menjadi landasan bagi kegiatan anak-anak dengan angka. Ketertarikan anak terhadap berhitung merupakan dasar bagi anak untuk mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan yang diperlukan dalam pendidikan selanjutnya. Menurut Susanto (2012) kemampuan berhitung adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sesuai dengan kemampuan anak dapat meningkat ke tahapan pengertian mengenal jumlah, yaitu berhubungan dengan jumlah dan pengurangan. Kemampuan yang berhubungan dengan berhitung atau konsep berhitung permulaan seperti mengenal angka (lambang bilangan), menyebutkan urutan bilangan, menghitung benda, meniru lambang bilangan, mengenal himpunan sederhana dengan nilai yang berbeda, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep ke abstrak, menghubungkan lambang

5 bilangan dan konsep bilangan dan menciptakan bentuk benda sesuai dengan konsep bilangan, (Kemdiknas, 2010). Kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta (route counting/rational counting). Sriningsih (2008: 63) mengungkapkan bahwa kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 5 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus. Berhitungdi Raudhatul Athfal diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental, sosial dan emosional. Pembelajaran berhitung di Raudhatul Athfal hanya diajarkan berhitung awal yaitu menyebutkan lambang bilangan 1-20, mengurutkan lambang bilangan 1-20, menghitung benda, meniru lambang bilangan, menghubungkan benda dengan lambang bilangan, membandingkan dua kumpulan benda dengan konsep lebih banyak, lebih sedikit, sama atau tidak sama jumlahnya. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya, berhitung di Raudhatul Athfal dilakukan secara menarik dan bervariasi. Mengingat pentingnya kemampuan berhitung maka berhitung dapat diberikan melalui berbagai macam cara. Guru juga dapat memilih berbagai macam model, metode dan media dalam pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran berhitung. Menurut Suyanto (2005) berhitung sangat penting dalam kehidupan. Pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka dan operasi bilangan matematis. Secara

6 bertahap sesuai perkembangan mental anak belajar membilang, mengenal angka dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol matematis. Sebagai contoh, sebuah apel diberi simbol dengan angka 1 dan dua buah apel diberi simbol dengan angka 2.Cockroft (2007) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada anak karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Aspek perkembangan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan berhitung. Berhitung adalah bagian dari matematika yang diperlukan untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan dan lambang bilangan yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan berhitung. Pembelajaran berhitung anak usia 5-6 tahun di RA Fadnur Aisyah Medan hanya diajarkan berhitung awal seperti menyebutkan urutan bilangan 1-20, membilang dengan benda 1-20, meniru lambang bilangan 1-20, menghitung benda 1-20, memasangkan lambang bilangan dengan benda 1-20, penambahan dan pengurangan 1-20, membedakan dua kumpulan benda yang sama dan tidak sama jumlahnya, membedakan banyak dan sedikit jumlah bendanya.

7 Berdasarkan observasi melalui pengumpulan hasil lembar kerja anak yang berupa hasil analisis data kegiatan pembelajaran dalam perkembangan berhitung anak yang rendah yaitu 49,45%, pada semester I (ganjil) tahun pelajaran 2016/2017 di RA Fadnur Aisyah Medan. Sehingga perkembangan anak masih tergolong sangat rendah yaitu dari 62 anak ada 29 anak diantaranya termasuk dalam daftar belum berkembang (BB), hal ini terlihat ketika melaksanakan pembelajaran kegiatan berhitung anak masih diam dan belum mampu untuk menyebutkan atau mengenal bilangan yang ditunjukkan guru. Kemudian ada 22 anak yang termasuk daftar anak mulai berkembang (MB), artinya dalam mengenal lambang bilangan anak sudah mampu mengenal angka 1-5 saja dan itu masih dalam proses bimbingan guru, dan 11 anak lainnya termasuk daftar anak berkembang sesuai harapan (BSH) artinya anak sudah mampu mengenal lambang bilangan, akan tetapi belum ada anak yang berkembang sangat baik (BSB) yang termasuk kategori anak mampu mengenal lambang bilangan dengan benar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (menurut Slameto (2010: 54-69) secara garis besar ada dua, yaitu:faktor internal faktor eksternal. Diantara berbagai faktor tersebut, faktor guru dan minat belajar anak didik yang diduga berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Model yang digunakan oleh guru juga akan berdampak terhadap minat belajar anak didik. Jika guru menggunakan model yang melibatkan anak didik aktif dalam belajar,hal ini akan mendorong anak didik untuk belajar lebih rajin. Tetapi jika guruhanya menerangkan meteri pelajaran kepada anak didik tanpa melibatkan anak didik dalam proses kegiatan belajar, maka anak didik akan merasa bosan mengikuti

8 pelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, maka guru dapat meningkatkan minat anak didik untuk belajar lebih aktif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan memperhatikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dimana selama ini kegiatan berhitung di RA Fadnur Aisyah dilakukan dengan model ceramah bervariasi, artinya guruhanya memindahkan informasi yang diketahui oleh guru, anak didik diminta mendengarkan atau berceramah. Model ceramah bervariasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana guru kurang melibatkan anak didik dalam kegiatan pembelajaran, guru lebih banyak memberikan informasiinformasi sedangkan anak didik menunggu, tidak diberi kesempatan untuk mengeksplorasi, pengalaman belajar anak didik terbatas hanya sekedar mendengarkan, dan masih rendahnya pengembangan proses berfikir siswa. Hasil wawancara peneliti dengan guru di RA Fadnur Aisyah,ditemukan dari 3 orang orang guru kelas lebih banyak menggunakan model ceramah bervariasi atau metode ekspositori. Model ceramah bervariasi yang demikian dapat menimbulkan rasa jenuh bagi peserta didik, sehingga tidak maksimal dalam menyerap materi pelajaran yang sedang berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti temukan di lapangan, yaitu RA Fadnur Aisyah Medan menunjukkan bahwa kemampuan berhitung anak cenderung mengalami penurunan dan kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, terlihat anak kurang memahami konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kegiatan berhitung, anak kurang mampu untuk menyebutkan, membilang dan meniru lambang bilangan. Selain itu, anak juga

9 belum mampu untuk menghitung benda, memasangkan lambang bilangan dengan benda, penambahan dan pengurangan, membedakan dua kumpulan benda yang sama dan tidak sama jumlahnya, membedakan banyak dan sedikit jumlah bendanya, sehingga indikator yang diharapkan belum tercapai. Dari data yang telah tertera di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berhitung perlu ditingkatkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung adalah minat belajar. Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah minat dan perhatian anak didik dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri anak. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat anak akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat anak tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya seorang anak menaruh minat terhadap berhitung, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang berhitung. Usman (2008) mengatakan pada hakikatnya setiap anak berminat terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha untuk membangkitkan minat belajar anak. Kurangnya minat belajar anak di RA Fadnur Aisyah karena model pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat model ceramah bervariasi, kurangnya model dan media menjadi salah satu penyebab kurangnya minat belajar anak pada saat kegiatan berhitung. Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar anak. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang kuat, yakin, serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan pembelajaran dalam kelas. Jika seorang anak memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnnya.

10 Perlu dikembangkan pengajaran yang dapat membentuk minat anak dalam proses belajar mengajar adalah sebagai alternatif model pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran Make a match (mencari pasangan). Karena penerapan model pembelajaran Make a match akan membentuk minat belajar anak dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran Make a match adalah kegiatan belajar untuk mencari pasangan kartu soal serta jawaban sebelum batas waktu yang diberikan habis, anak yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi reward. Herdian (2009:118) mengemukakan bahwa model pembelajaran Make a match (mencari pasangan) merupakan model yang tepat untuk materi kegiatan berhitung. Menurut Dharmayuwati (2010), mencari pasangan (Make a match) merupakan salah satu jenis permainan yang dapat mengasah kognitif anak dan meningkatkan kemampuannya dalam berhitung. Berhitung bagi sebahagian anak merupakan sesuatu yang sangat sulit, bahkan menakutkan. Di sisi lain, dunia anak adalah dunia bermain. Menurut Mayesty (Sujiono, 2013:34), memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dimana diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kebutuhan bagi anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, dan melalui bermain anak juga dapat berimajinasi, bereksplorasi, mengekspresikan perasaannya dan membangun

11 pengetahuan sendiri sehingga dapat mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Kegiatan bermain dapat dimodifikasi dengan berbagai bentuk dan aturan dalam permainan, salah satunya dapat dilakukan dengan model Make a match, melalui permainan ini guru dapat mengamati sejauh mana ketertarikan anak untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar, terutama pada pembelajaran berhitung. Model pembelajaran Make a match adalah pengajaran dengan cara mencari pasangan kartu yang telah dimiliki dan pasangan bisa dalam bentuk perorangan. Dengan mengunakan model pembelajaran Make a match maka anak didik lebih berminat untuk belajar berhitung pada tema kendaraan. Melalui penerapan model pembelajaran Make a match diharapkan anak didik menjadi lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berfikir, bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan anak lain yang menjadikan anak didik aktif di dalam kelas. Pada penerapan model Make a match diperlukan media berupa kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terbagi dalam 2 kelompok. Kartukartu pada kelompok pertama berisi pertanyaan-pertanyaan dan kelompok kedua berisi jawaban dari setiap pertanyaan. Anak didik secara berkelompok akan memasangkan kartu-kartu pertanyaan dan jawabannya secara tepat. Anak didik yang aktif akan berminat untuk belajar, dengan begitu hasil belajarnya juga akan meningkat. Dengan memperhatikan banyak faktor yaitu media yang digunakan masih sederhana yaitu buku berhitung sebagai sumber belajar, model pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan berhitung kurang tepat dan masih terlihat monoton serta minat belajar anak yang rendah, namun ada dua faktor yang

12 diprediksi dapat mempengaruhi kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun, yakni model pembelajaran dan minat belajar anak yang sejauhmana kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan berhitung anak maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Make a match dan Minat Belajar Terhadap Kemampuan Berhitung Anak Usia 5-6 Tahun di RA Fadnur Aisyah Medan. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan berhitung anak, antara lain (1) kemampuan berhitung anak yang masih rendah (2) sumber belajar yang digunakan masih berdasarkan buku teks (3) kurangnya model pembelajaran yang digunakan guru (4) kurangnya minat belajar anak pada pembelajaran berhitung. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada pengaruh model pembelajaran Make a match dan minat belajar terhadap kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun di Raudhatul Athfal Fadnur Aisyah Medan.

13 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkanbatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan signifikan kemampuan berhitung anak yang belajar dengan model pembelajaran Make a match dengan anak yang belajar dengan model pembelajaran ekspositori? 2. Apakah terdapat perbedaan signifikan kemampuan berhitung anak yang memiliki minat belajar tinggi dengan anak yang memiliki minat belajar rendah? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran Make a match dengan minat belajar anak terhadap kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun di RA Fadnur Aisyah Medan? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan kemampuan berhitung anak yang belajar dengan model pembelajaran Make a match dengan anak yang belajar dengan model pembelajaran ekspositori. 2. Perbedaan kemampuan berhitung anak yang memiliki minat belajar tinggi dengan anak yang memiliki minat belajar rendah. 3. Interaksi antara model pembelajaran Make a match dengan minat belajar anak terhadap kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun di RA Fadnur Aisyah Medan.

14 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti atau bermakna bagi dunia pendidikan, antara lain: 1) Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk: a) Membantu anak meningkatkan kemampuan berhitung permulaan. b) Membantu guru dalam merancang variasi model pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. c) Sekolah dalam meningkatkan prestasi anak maupun kompetensi guru pada sekolah tersebut. 2) Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan khususnya teori-teori yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Make a match dalam kegiatan berhitung. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bandingan untuk penelitian lanjutan yang relevan.