BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

TESIS FORMULASI TABLET IBUPROFEN DENGAN SISTEM DISPERSI PADAT DIUJI SECARA IN VITRO DAN IN SITU OLEH: ANTETTI TAMPUBOLON NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

PERBANDINGAN MUTU FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET IBUPROFEN MERK DAGANG DAN GENERIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB I PEHDAHULUAN. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang banyak. digunakan masyarakat saat ini karena mempunyai banyak

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN LAJU DISOLUSI DISPERSI PADAT IBUPROFEN DENGAN PEMBAWA POLIETILENGLIKOL 6000

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan dari segi formulasi. Pengembangan formulasi ditujukan agar diperoleh sediaan yang lebih cepat larut sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas obat (Aiache, 1982). Pengembangan formula dimaksud adalah tablet dengan sistem dispersi padat. Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971). Laju disolusi atau kecepatan melarut obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Ibuprofen termasuk pada senyawa model biopharmaceutical classifikasi system (BCS) II, permeabilitas tinggi kelarutan rendah (Daham dan Amidon, 2009). Untuk obat yang mempunyai kelarutan rendah laju disolusi merupakan tahap penentu pada proses absorpsi obat (Shargel dan Yu, 1999; Leuner dan Dressman, 2000).

Pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan diantaranya adalah polietilen glikol (PEG). Umumnya, PEG dengan bobot molekul 1500-20.000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat. PEG dengan bobot molekul 4000-6000 paling sering digunakan untuk pembuatan dispersi padat. Umumnya proses pembuatan dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan metode peleburan karena lebih sederhana dan murah (Leuner dan Dressman, 2000). Sistem dispersi padat menggunakan ibuprofen sebagai bahan aktif yang praktis tidak larut dalam air dan polietilen glikol 6000 digunakan sebagai pembawa inert yang mudah larut dalam air. Ibuprofen merupakan golongan obat anti-inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas anti radang dan analgesik yang tinggi, terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada kondisi rematik dan arthritis (Trevor, et al., 2005). Terapi demikian umumnya membutuhkan pelepasan obat yang cepat dan segera mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan, sehingga ibuprofen sesuai dibuat dengan sistem dispersi padat. Hasil penelitian melaporkan bahwa sistem dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas dari ibuprofen dengan menggunakan PEG 8000 (Newa, et al., 2008a). Demikian pula halnya, dapat terjadi peningkatan kelarutan ibuprofen dengan menggunakan PEG 4000 (Newa, et al., 2008b). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terjadi pembentukan kompleks dan interaksi antara ibuprofen dengan polivinilasetat ftalat dan polivinilpirolidon serta interaksi antara ibuprofen dengan eudragit RL 100 dalam sistem dispersi yang dibuat dengan tehnik pelarutan (Kumar dan Yang 2001; Pignatello, et al., 2004). Pembentukan campuran eutektik ibuprofen dengan setil alkohol terjadi selama proses penyalutan tablet (Schmid, et al., 2000).

Sistem dispersi padat dengan obat ibuprofen digunakan untuk pengembangan formula tablet. Tablet diformulasi dengan metode cetak langsung karena metode ini lebih mudah dan murah (Lieberman, et al., 1990). Untuk mempercepat desintegrasi tablet ditambahkan superdesintegrant (bahan penghancur). Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel penyusun, sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet. Pemilihan jenis dan jumlah superdesintegrant yang tepat sangat penting dalam pengembangan formula tablet. Untuk mempercepat hancurnya tablet sistem dispersi padat dipilih krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai superdesintegrant, karena bahan ini mempunyai mekanisme aksi kapiler (wicking) dan mengembang (swelling) (Rowe, et al., 2003). Menurut Ansel (1989) obat yang diberikan secara oral harus menembus membran lambung usus (lambung-usus halus dan usus besar). Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Absorpsi obat di usus halus selalu lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan epitel lambung (Ganiswara, 1995). Banyak variasi metode yang digunakan untuk meneliti absorpsi obat di usus, diantaranya adalah metode in situ. Metode ini adalah metode yang paling dekat dengan sistem in vivo. Metode in situ memiliki kelebihan dibandingkan metode in vitro, meskipun hewan telah dianastesi dan dimanipulasi secara pembedahan aliran darah mesentrik masih tetap utuh (Griffin dan Driscol, 2006). Dari uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang formulasi tablet ibuprofen dengan sistem dispersi padat yang diuji secara in vitro dan in situ pada usus halus tikus.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka diharapkan sistem dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi ibuprofen yang kemudian dikembangkan menjadi tablet cepat larut dengan menggunakan superdesintegrant. Pengamatan dimulai dari pembuatan dispersi padat dan karakterisasinya, pembuatan sediaan tablet, karakterisasi fisik, pelepasan secara in vitro dan absorpsi in situ pada usus halus tikus. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1) untuk dispersi padat adalah uji perolehan kembali zat aktif, pola difraksi sinar X, SEM, DTA, IR serta disolusi, dan 2) untuk tablet dispersi padat, antara lain: kadar zat aktif, kekerasan, kerengasan, keragaman bobot, waktu hancur, disolusi, dan absorpsi secara in situ. Secara skematis kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter PEG 6000 Ibuprofen Dispersi padat Karakterisasi Uji perolehan kembali zat aktif Pola difraksi sinar S E M D.T.A I.R Disolusi Sudut Diam Super Desintegrant Uji Praformulasi Waktu Alir Granul Indeks Tap Kadar zat berkhasiat Kekerasan Tablet dispersi padat Karakterisasi Fisik Kerengasan Keseragaman bobot Waktu hancur Profil pelepasan in vitro Disolusi Absorpsi secara in situ Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

1.3 Perumusan Masalah Dari uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Apakah perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen? b) Apakah superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat akan mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen? c) Apakah tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus? 1.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah penelitian diatas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: a) Perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen. b) Perbedaan superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen. c) Tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus. 1.5 Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui perbedaan jumlah PEG 6000 dan ibuprofen dalam sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi ibuprofen. b) Untuk mengetahui perbedaan superdesintegrant natrium kroskarmelosa dan krospovidon dalam tablet sistem dispersi padat mempengaruhi laju disolusi tablet ibuprofen.

c) Untuk mengetahui tablet ibuprofen sistem dispersi padat dapat diabsorpsi secara in situ pada usus halus tikus. 1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi formulasi pada industri farmasi dalam memformulasi obat-obat NSAID ibuprofen khususnya pada sistem dispersi padat.