BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

ANALISIS USAHATANI PADI KONVENSIONAL DAN PADI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BUDIDAYA DAN KEUNGGULAN PADI ORGANIK METODE SRI (System of Rice Intensification)

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai rencana pengembangan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

Mhd Riswan Hanafi*), Thomson Sebayang**), Yusak Maryunianta**)

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara agraris yang artinya sebagian besar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION DI DESA BUMIWANGI KECAMATAN CIPARAY KABUPATEN BANDUNG. Yoga Candra Maulana, S.

BADAN PUSAT STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

II. TINJAUAN PUSTAKA System of Rice Intensification (S.R.I.)

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris, di mana pertanian

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM PRODUKSI STUDI KASUS PETANI PADI SAWAH ORGANIK DI KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

II. TINJAUAN PUSTAKA. petani/kelompok tani/p3a/gapoktan dan kearifan lokal.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015

Produksi Tanaman Pangan Provinsi Papua Tahun 2015 (Berdasarkan Angka Ramalan II 2015)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

SRI (System Of Rice Intensification) Organik Sebagai Solusi Masalah Pangan, Lingkungan dan Sumber Energi di Indonesia

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara luas Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), negara agraris adalah negara dengan sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Tabel 1 menjelaskan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi rata-rata sebesar 41,6 persen sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Selain sebagai penyedia lapangan kerja, pertanian juga memiliki peran dalam perolehan devisa, penyedia bahan pangan, pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), serta perwujudan pemerataan hasil pembangunan (Saragih, 2000). Tabel 1. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007-2010 No. Lapangan Pekerjaan Utama 2007 2008 2009 2010 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2 Pertambangan dan 42.608.760 42.689.635 43.029.493 42.825.807 1.020.807 1.062.309 1.139.495 1.188.634 Penggalian 3 Industri Pengolahan 12.094.067 12.440.141 12.615.440 13.052.521 4 Listrik, Gas, dan Air 247.059 207.909 209.441 208.494 5 Bangunan 4.397 132 4.733.679 4.610.695 4.844.689 6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 19.425.270 20.684.041 21.836.768 22.212.885 5.575.499 6.013.947 5.947.673 5.817.680 1.252.195 1.440.042 1.484.598 1.639.748 10.962.352 12.778.154 13.611.841 15.615.114 Total 97.583.141 102.049.857 104.485.444 107.405.572 Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), 2011(diolah) 1 Juni 2011) 1 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&notab=2 (13

Pentingnya peran sektor pertanian tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat kesejahteraan para pelaku pertanian. Pada umumnya, penduduk miskin berada di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani ( Tabel 2.). Keadaan tersebut menjadi sangat ironi karena Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, namun para pelaku penting dalam penopang pembangunan ekonomi tidak mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Saragih (2000) menjelaskan bahwa pertanian lebih banyak dikorbankan untuk dapat menunjang pembangunan industri, yaitu dengan dijaganya harga produk pertanian (terutama pangan) agar tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Dengan demikian, sektor industri dapat memberi upah yang murah kepada tenaga kerjanya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing produknya. Tabel 2. Rumah Tangga Penduduk Indonesia Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 Karakteristik Rumah Tangga Tidak Bekerja (%) Rumah Tangga Miskin : 1. perkotaan 14,71 2. pedesaan 8,67 3. perkotaan+pedesaan 10,62 Rumah Tangga Tidak Miskin : 1. perkotaan 15,38 2. pedesaan 7,91 3. perkotaan+pedesaan 11,10 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) 2 Pertanian (%) 30,02 68,99 58,35 9,39 55,2 35,06 Industri (%) 10,55 5,09 6,86 12,19 5,97 8,70 Lainnya (%) 44,72 17,26 26,16 63,07 30,92 45,05 Kesejahteraan petani semakin menurun pasca diterapkannya sistem pertanian dengan pola HEIA (High External Input Agriculture). Suwantoro (2008) menyebutkan bahwa revolusi hijau dengan asumsi yang mendasarkan pada pertumbuhan produksi ternyata salah. Pertumbuhan produksi yang berhasil dicapai tidak mampu mengangkat kesejahteraan petani. Revolusi hijau membuat petani menjadi tergantung pada perusahaan-perusahaan besar untuk menjalankan usaha pertanian mereka. Wijaya (2002) menyebutkan beberapa ciri dari pola penerapan HEIA yaitu (1) penggunaan bahan kimiawi dan pengendalian hama dan penyakit seperti 2 http://www.hharryazharazis.com/detail/366/.cnet (13 Juni 2011) 3

pupuk, pestisida, dan zat pengatur tumbuh; (2) terjadinya perbaikan mutu faktor produksi seperti penggunan benih dari varietas unggul; (3) terjadinya mekanisasi pertanian seperti penggunaan mesin-mesin pertanian; dan (4) adanya perbaikan sarana dan prasarana pertanian seperti sistem pengairan dan alat-alat pertanian. Berdasarkan penerapan pola HEIA tersebut, selain memarjinalkan petani, berdampak pula pada kerusakan lingkungan (Suwantoro, 2008). Tanah persawahan lambat laun menjadi semakin keras. Penggunaan pupuk kimia yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan serangan hama menjadi semakin eksplosif dan menuntut penggunaan pestisida yang semakin meningkat pula. Pestisida tidak hanya mematikan hama tanaman tetapi juga memusnahkan banyak kehidupan yang lain. Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah konsep pertanian organik. Organik identik dengan sesuatu yang berhubungan dengan alami tanpa bahan kimia buatan atau sintetis. Bahan organik sebenarnya mengandung unsur atau senyawa kimia yang membangunnya, namun unsur atau senyawa kimia tersebut dapat diurai dengan baik oleh alam. Istilah organik berdasarkan SNI adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Metode pertanian organik mulai digunakan dalam budidaya tanaman padi. Syam (2008) menjelaskan bahwa padi organik sebagaimana digunakan pada kebanyakan tanaman sawah memiliki arti: (1) Tidak ada pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis atau buatan yang telah digunakan; (2) Kesuburan tanah dipelihara melalui proses alami seperti penanaman tumbuhan penutup dan/atau penggunaan pupuk kandang yang dikompos dan limbah tumbuhan; (3) Tanaman dirotasikan di sawah untuk menghindari penanaman tanaman yang sama dari tahun ke tahun di sawah yang sama; dan (4) Pergantian bentuk-bentuk bukankimia dari pengendalian hama digunakan untuk mengendalikan serangga, penyakit dan gulma, misalnya serangga yang bermanfaat untuk memangsa hama, jerami setengah busuk untuk menekan gulma, dan lain-lain. Atmojo (2003) menjelaskan bahwa kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah dapat memperbaiki kondisi tanah. Struktur tanah menjadi lebih 4

kompak dengan adanya penambahan bahan-bahan organik dan lebih tahan menyimpan air dibanding dengan tanah yang tidak dipupuk bahan organik. Harga jual dari produk-produk organik juga lebih mahal. Hal tersebut dikarenakan produk organik memiliki cita rasa dan kandungan gizi yang lebih baik. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan sistem pertanian organik, salah satunya yaitu hasil pertanian organik lebih sedikit jika dibandingkan dengan pertanian non organik yang menggunakan bahan kimia terutama pada awal penerapan pertanian organik. Lebih lanjut juga dijelaskan oleh Mapsary (2010) hasil percobaan yang dilakukan oleh PPL Kecamatan Kalibagor menunjukkan padi organik bisa berproduksi 4,9 kg/ ubin (7,84 ton/ha), sedangkan padi kimia menunjukkan 5 kg/ ubin (8 ton/ ha). Hal ini disebabkan karena sistem pertanian organik yang diterapkan pada umumnya menggunakan metode pertanian konvensional. Dengan demikian, perlu adanya metode lain guna menyelesaikan permasalahan rendahnya produksi padi organik di awal penanaman. Saat ini muncul metode bertani padi dengan System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah, dan air. Metode SRI pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagaskar antara tahun 1983-84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metode ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive. Sedangkan, dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification atau SRI. SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director of Cornell International Institute for Food, Agriculture, and Development (CIIFAD)). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentasi SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar (Wakid, 2010). Secara umum, dalam konsep SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, tidak diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Uphoff dan Fernandes (2003) menjelaskan SRI bukanlah suatu teknologi atau varietas, namun lebih dianggap sebagai suatu 5

sistem. SRI didasari pemahaman bahwa padi mempunyai potensi untuk menghasilkan lebih banyak batang dan biji daripada yang diamati sekarang. SRI juga didasari pengetahuan bahwa potensi tersebut dapat diwujudkan dengan pemindahan awal dan menciptakan kondisi untuk pertumbuhan terbaik (jarak jauh, kelembaban, tanah yang aktif dan sehat dari segi biologis, serta keadaan tanah aerobik selama masa pertumbuhan). Metode SRI memang sangat menganjurkan penggunaan pupuk organik sebagai langkah jangka panjang untuk memperbaiki struktur dan kesuburan tanah serta hasil yang lebih baik (terutama segi kualitas beras yang dihasilkan). Akan tetapi, metode SRI tidak harus menggunakan pupuk organik untuk dapat menghasilkan produksi yang maksimal 3. Madagaskar merupakan lokasi percobaan pertama penanaman padi SRI. Diujicoba pada tanah tidak subur dengan produksi normal dua ton per hektar, petani padi SRI memperoleh hasil panen lebih dari delapan ton per hektar. Beberapa petani juga ada yang mencapai 10-15 ton/hektar. Berdasarkan penelitian Richardson (2010) petani di Jawa Timur memanen tujuh ton padi per hektar pada awal penerapan metode SRI. Dengan demikian, metode SRI dapat menjadi salah satu alternatif penyelesaian antara para praktisi yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan para penganut kelestarian lingkungan hidup. Kegiatan partisipatif dalam menerapkan metode SRI juga telah dilakukan oleh petani di banyak propinsi di Indonesia. Lebih lanjut, Anugrah (2008) menyatakan bahwa penerapan SRI di Indonesia terus berkembang dan dipraktekkan para petani di beberapa Kabupaten di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, serta dibeberapa lokasi lainnya di tanah air. Apabila produksi padi dilihat menurut wilayah di Indonesia, maka Pulau jawa merupakan Pulau dengan tingkat produksi beras tertinggi. Dapat dilihat pada Tabel 3. pada setiap tahunnya produksi beras di Jawa lebih tinggi dari pulau lainnya, meskipun peningkatan produksi tersebut karena adanya penambahan luas panen. Karena Pulau Jawa memiliki peranan yang cukup penting dalam perberasan nasional, maka metode pertanian padi SRI ini sangat cocok untuk dikembangkan. 3 Ulliych M. 2010. Padi SRI Tidak Identik Dengan Padi Organik. http://sukatanibanguntani.blogspot.com/2010/03/padi-sri-tidak-identik-dengan-padi.html[16 April 2011] 6

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi Menurut Wilayah di Indonesia Tahun 2007-2009 2007 2008 2009 Propinsi (a) (b) (c) (a) (b) (c) (a) (b) (c) Jawa 5,6 318,10 30,5 5,7 328,16 32,3 6,1 336,73 34,9 Sumatera 3,1 382,39 12,8 3,1 387,74 13,6 3,3 395,73 14,7 Bali & Nusa 0,5 134,21 2,9 0,7 137,79 3,2 0,7 139,72 3,4 Tenggara Sulawesi 1,2 267,32 5,5 1,4 236,21 6,6 1,4 285,96 6,8 Maluku & Papua 0,6 140,02 0,2 0,7 143,91 0,3 0,1 148,70 0,3 Luar Jawa 1,3 130,26 4,3 1,3 132,38 4,4 1,3 135,97 4,4 Indonesia 12,1 1.372,30 57,2 12,3 1.366,19 60,32 12,9 1.442,81 64,4 Ket : (a) :Luas Panen (juta ha); (b) :Produktivitas (Ku/ha); (c) :Produksi (juta ton). Sumber, BPS 2009 (diolah) 4 Jawa Tengah sebagai salah satu propinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi yang sangat besar dalam penyediaan beras di Jawa. Berdasarkan data BPS dari tahun 2007-2009 Jawa Tengah berturut-turut memproduksi beras sebesar 8.616.855 ton, 9.136.405 ton, dan 9.600.415 ton. Desa Ringgit merupakan salah satu desa di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang telah menerapkan pertanian padi organik sejak tahun 1997, dan menjadi desa yang pertama kali menerapkan metode SRI organik sejak tahun 2003 di Kabupaten Purworejo. 1.2. Perumusan Masalah Ringgit merupakan salah satu desa dari 57 desa lumbung padi di Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sebagai desa penghasil beras, maka tanaman padi menjadi komoditas utama dalam kegiatan budidaya. Pada tahun 1997 beberapa petani Desa Ringgit sudah mulai menerapkan pertanian organik dengan metode konvensional. Akan tetapi, hasil panen yang diperoleh sebesar 4,3 ton per hektar lebih rendah dibandingkan dengan pertanian konvensional dengan jumlah 4,5 ton per hektar. Oleh sebab itu, hanya sedikit petani yang tetap mempertahankan penanaman padi dengan input organik 4 http://www.deptan.go.id/ditjentan/detailinformasi.php?id=24 (03 April 2011) 7

tersebut. Hingga saat ini terdapat dua metode yang diterapkan oleh petani Desa Ringgit dalam menanam padi yaitu metode konvensional dan SRI. Metode SRI mulai dikenal oleh petani Desa Ringgit pada tahun 2003 melalui Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) yang diadakan oleh seorang biarawati yang berasal dari Magelang. Pembelajaran Ekologi Tanah adalah metodologi pembelajaran untuk melihat kaitan unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk kehidupan di dalam tanah. Berkat adanya pembelajaran tersebut mulai banyak petani yang bersedia menerapkan metode SRI dengan input organik atau biasa disebut dengan SRI organik. Walaupun tidak sedikit pula petani yang masih skeptis akan adanya metode tersebut. Hal ini disebakan karena banyak perlakuan yang berbeda pada teknis budidaya SRI dengan budaya bertanam padi yang selama ini telah dilakukan petani. Sebagian kelompok tani yang telah menerapkan metode SRI mampu menghasilkan padi dengan warna lebih cerah, kuning, dan lebih berat daripada padi umumnya. Menurut petani pembudidaya padi metode SRI daerah setempat, apabila diratarata hasil panen padi mencapai 9 ton per hektar. Dengan demikian, berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut, terdapat beberapa kondisi yang menjadi pertanyaan. Bagaimanakah keragaan usahatani padi SRI organik yang berada di Desa Ringgit, serta adakah perbedaan pendapatan, produktivitas, dan efisiensi yang signifikan antara pertanian dengan metode SRI organik dan konvensional. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis keragaan usahatani padi SRI organik di Desa Ringgit. 2. Menganalisis pendapatan, produktivitas, dan efisiensi antara pertanian padi konvensional dengan metode SRI organik. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani setempat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memilih metode bertanam padi yang akan diterapkan, sehingga petani dapat lebih menerapkan keahlian dan 8

pengalamannya dengan baik. Serta penulisan ini diharapkan dapat menjadi sarana belajar dan berbagi ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya. 9