BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Sebuah pernikahan akan membuat individu memperoleh keseimbangan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

PUTUSAN Nomor : 117 /Pdt.G/2009/PA/Pkc

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN. wanita remaja yang telah menjadi ibu muda adalah suatu persoalan yang serius,

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati. Manusia juga memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia memiliki tiga macam kebutuhan antara lain kebutuhan biologis, sosiologis, dan theologis (Gerungan, 2004, hal. 26). Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, perkawinan merupakan salah satu cara manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pernikahan atau perkawinan merupakan suatu hal yang sering didengar atau dibaca dalam media massa. Sebagian orang pada suatu saat pasti akan menikah. Menurut Ensiklopedia Indonesia, perkawinan adalah nikah. Dalam Walgito (2011, hal 11), Purwadarminta mengatakan bahwa perkawinan atau pernikahan merupakan perjodohan antara laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang dimaksud perkawinan yaitu suatu ikatan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami isteri harus memiliki rasa saling mencintai satu dengan yang lain, bukan karena paksaan. Faktanya, pernikahan 1

2 memiliki perjalanan yang lebih panjang daripada sekedar jatuh cinta, mengadakan upacara pernikahan, dan kemudian mengalami kebahagiaan yang tiada akhir. Pasangan yang sudah menikah harus berinteraksi satu sama lain pada level harian dan menemukan cara untuk mengatasi berbagai macam tantangan. Tantangan yang sering terjadi antara lain menentukan bagaimana pembagian pekerjaan rumah tangga, mengahadapi pasang surutnya kehidupan sehari-hari, dan memenuhi kebutuhan dalam pekerjaan di luar. Selain itu, kepedulian ekonomi menurut Conger, Rueter, & Elder, stres ketika menjadi orang tua, dan menurut Kurdek komposisi keluarga yang rumit dapat menambahkan kerumitan yang tidak diharapkan dalam pernikahan. Oleh karena itu, membangun sebuah pernikahan tidaklah mudah sehingga diperlukan kematangan usia, pribadi yang bertanggung jawab, kondisi emosional yang stabil, dan karier yang berpengaruh pada perekonomian dalam pemenuhan kebutuhan (Walgito, 2011, hal. 12-13). Pada tahun 2012 di Indonesia, angka perempuan yang sudah menikah usia 10-14 tahun sebesar 4,2 persen, sementara perempuan menikah usia usia 15-19 tahun sebesar 4,18 persen menurut survei BKKBN. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan rasio pernikahan remaja di daerah perkotaan, dibandingkan dengan daerah pedesaan. Jumlah rasio peningkatan tersebut pada tahun 2012 adalah 26 dari 1000 pernikahan, sedangkan pada tahun 2013 menjadi 32 dari 1000 pernikahan. Pada daerah pedesaan mengalami penurunan pernikahan remaja, yaitu dari 72 dari 1000 pernikahan di tahun 2012 menjadi 67

3 dari 1000 pernikahan di tahun 2013 (Eko, 2014). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan dengan tabel sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah pernikahan remaja di kota dan desa Tahun Perkotaan Pedesaan 2012 26 pernikahan 72 pernikahan 2013 32 pernikahan 67 pernikahan (Eko, 2014) Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 menunjukkan bahwa 34,2% perempuan menikah di bawah usia 15 tahun, sedangkan pada laki-laki hanya 11,9%. Lima provinsi yang memiliki frekuensi cukup tinggi mengenai pernikahan remaja antara lain, Jawa Timur (28%), Jawa Barat (27,2%), Kalimantan Selatan (27%), Jambi (23%), dan Sulawesi Tengah (20,8%) (Hanafi, 2011, hal. 6). Salah satu dampak yang dapat terjadi apabila menikah remaja adalah terjadinya perceraian. Dalam Hurlock (2011, hal 307-308), perceraian merupakan proses menghadapi perkawinan yang buruk dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak dapat menyelesaikan masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Banyak perkawinan yang tidak menghasilkan kebahagiaan sehingga berakhir pada perceraian yang didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi, dan alasan lainnya. Sejak akhir Perang Dunia ke II kasus perceraian di Amerika Serikat semakin meningkat. Selama 10 tahun yang lalu perceraian telah mencapai tingkat yang tinggi. Puncak perpisahan keluarga terjadi pada tahun pertama dalam

4 perkawinan dan puncak terjadinya perceraian dalam keluarga adalah pada tahun ketiga. Sebagian besar perceraian terjadi karena sang istri bekerja di luar rumah sehingga pekerjaan rumah tangga terbengkalai. Akan tetapi berakhirnya suatu perkawinan bukan sekedar karena istri yang bekerja di luar melainkan akibat faktor ekonomi keluarga yang tidak mencukupi sehingga perkawinan tidak bahagia. Bukti lainnya penyebab perceraian berbeda-beda antara satu periode ke periode lainnya. Misalnya, masalah peminum (pemabok) hanya menyebabkan 9% terjadinya perceraian selama tahun pertama pernikahan dan 43% setelah 25 tahun usia perkawinan. Hal yang menyebabkan sepertiga dari semua kasus perceraian adalah usia pernikahan antara 11-15 tahun. Bagi mereka yang menikah karena wanita sudah hamil jauh lebih memungkinkan untuk terjadinya perceraian. Dalam jurnal penelitian Sarker (2009, hal. 180-181) terdapat beberapa dampak yang terjadi karena pernikahan remaja. Dampak yang paling sering terjadi adalah perceraian. Penelitian dengan responden sebanyak 609 orang menunjukkan bahwa sekitar 63% dari perempuan yang tinggal daerah pedesaan sudah menikah lebih dari satu kali, sedangkan angka bagi perempuan yang tinggal di perkotaan sekitar 38%. Persentase perempuan yang menikah remaja dan menikah lagi setelah bercerai ada 93%. Pernikahan remaja juga berpengaruh pada status kerja terutama pada perempuan. Dalam penelitian tersebut perempuan yang menikah remaja di daerah pedesaan dan memliki pekerjaan sebanyak 63%, sedangkan di

5 daerah perkotaan 37%. Perempuan yang bertempat tinggal di pedesaan dan menikah remaja memiliki pekerjaan karena banyak sektor pertanian di pedesaan, namun mereka bekerja tanpa mendapatkan gaji. Perempuan di daerah perkotaan yang menikah remaja lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dampak psikologis dari pernikahan remaja adalah depresi. Menurut Le, perempuan yang menikah remaja memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan psikologis karena mereka tidak memiliki kebebasan untuk mengungkapkan pandangan mereka. Singh mengatakan bahwa perempuan yang menikah remaja akan mengalami penderitaan secara emosional, sosial, dan fisik. Mereka akan kehilangan kepercayaan diri dan pendidikan mereka akan terhambat sehingga peluang karir mereka juga hilang. Hal tersebut dapat mengakibatkan depresi berat dan trauma yang berkepanjangan. Penelitian menunjukkan bahwa 1,82% perempuan yang belum menikah mengalami depresi meningkat hingga 43,18% setelah menikah (Ahmed, Khan, Alia, & Noushad, 2013, hal. 85). Penulis melakukan wawancara dengan pasangan suami-istri yang menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Usia pernikahan subjek sudah mencapai 6 tahun dan sudah memiliki satu anak. Saat wawancara dengan Y, pihak suami, diketahui jawabannya adalah sebagai berikut. Konflik yang sering mereka hadapi adalah masih mementingkan ego masing-masing sehingga tidak ada yang mengalah satu sama lain. Akibatnya, masalah yang sebenarnya kecil menjadi besar karena tidak ada pihak yang mau mengalah.

6 Contohnya, saat Y akan pergi dengan teman-temannya, istri Y melarang. Sedangkan saat istri Y ingin pergi, dia tidak ingin dilarang. Konflik mengenai ekonomi juga sering memicu terjadinya pertengkaran. Pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan membuat subjek saling bertengkar dan meluapkan emosi mereka. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa inti permasalahan yang terjadi disebabkan oleh kondisi emosional yang kurang stabil dan masih mengutamakan ego masing-masing. Namun, mereka memiliki cara untuk mengatasi masalah mereka, yaitu dengan adanya salah satu pihak yang mengalah dan meredakan emosi. Mereka berpendapat bahwa kunci kehamornisan adalah saling mengayomi satu sama lain dan menekan ego masing-masing (Y, 2015). Penulis juga melakukan wawancara dengan pasangan lain yang menikah pada usia 21 tahun dan 19 tahun. Pasangan ini sudah menikah selama satu tahun dan memiliki satu anak yang berusia dua bulan. Pada saat melakukan wawancara dengan F, pihak istri, diketahui jawaban sebagai berikut. Konflik yang dialami dalam pernikahan adalah adanya perbedaan karakter antara suami dan istri. F mengaku bahwa dirinya adalah orang yang keras kepala, sedangkan suaminya lebih dewasa. Akibat perbedaan ini F sering bertengkar dengan suaminya. Namun, suaminya memang sering mengalah sehingga suami F selalu menasehati dan mengarahkan F supaya menjadi lebih baik lagi. Adapun konflik karena suami F pergi hingga larut malam dan meninggalkan istri beserta anaknya. Hal ini yang memicu kemarahan F karena seharusnya jika sudah

7 berkeluarga harus bisa meluangkan waktu sepenuhnya untuk keluarga. Selain itu, konflik mengenai seks juga dialami pasangan ini. F sering menolak permintaan suami untuk berhubungan intim karena F merasa sudah tidak sama seperti sebelum memiliki anak dan F juga sudah lelah seharian bekerja. Oleh karena itu, suami F merasa kesal dan berpindah kamar karena penolakan tersebut. Walaupun begitu, keesokan harinya pasti sudah tidak bertengkar lagi. Cara F untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi yaitu dengan membicarakannya secara baik dengan suaminya. Apabila F melakukan kesalahan maka F akan meminta maaf kepada suaminya. F juga sering mendapat nasehat dan pengarahan dari suaminya (F, 2016). Berdasarkan wawancara dapat disimpulkan bahwa konflik dalam pernikahan yang sering dihadapi kedua subjek dengan pasangannya adalah masing-masing pihak masih mementingkan diri sendiri sehingga sering menimbulkan pertengkaran. Adanya perbedaan pendapat pada juga sering memicu adanya pertengkaran dan masing-masing pihak tidak ada yang bersedia untuk mengalah. Subjek Y juga mengalami konflik mengenai perekonomian yang dapat memicu pertengkaran, terutama saat pengeluaran melebihi pemasukan. Subjek F mengalami konflik mengenai perbedaan karakter. F adalah tipe orang yang keras kepala dan suaminya lebih dewasa sehingga sering memicu pertengkaran. Selain itu, konflik mengenai seks juga dialami F karena suaminya menuntut haknya untuk berhubungan intim, namun mendapatkan penolakan. Kedua

8 subjek memiliki cara masing-masing untuk menghadapi konflik. Subjek Y mengatasi konflik dengan saling mengayomi dan menekan ego masing-masing. Berbeda dengan F yang membicarakan setiap konflik dengan baik supaya mendapatkan solusi yang terbaik dan apabila melakukan kesalahan maka harus meminta maaf. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konflik yang terjadi dan coping pada pasangan pernikahan remaja. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam psikologi sosial mengenai konflik pernikahan dan coping pada pasangan yang mengalami pernikahan remaja. 2. Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasangan yang menikah remaja.