BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu negara dan dengan cepat berimbas ke negara lain. Salah satu bukti konkretnya adalah krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat tahun 2008 yang dengan cepat mempengaruhi keadaan ekonomi negara lain. Pergeseran arus modal yang besar dan tiba-tiba pada berbagai negara memberikian guncangan pada stabilitas sistem keuangan dibanyak negara. (Bank Indonesia, 2008) Namun dalam kondisi seperti ini, Indonesia tidak berada pada kondisi yang terburuk jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Secara umum, kinerja makroekonomi Indonesia pada tingkat pertumbuhan ekonominya dapat dikatakan cukup bagus. Hal ini terlihat dengan terjaganya keseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan perekonomian di Indonesia mampu terus tumbuh tanpa harus mengorbankan stabilitas harga. (Bank Indonesia, 2009) Pada era globalisasi saat ini semakin banyaknya peluang dan ancaman peluang bisnis semakin terbuka lebar. Adanya krisis keuangan, melemahnya nilai rupiah dan inflasi yang terjadi sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia, tak luput pula mempengaruhi kinerja perbankan di Indonesia. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa hingga Agustus 2014 kinerja perbankan masih terlihat stabil, walaupun kondisi likuiditas ketat, ketahanan likuiditas perbankan terlihat dari perkembangan transaksi Pasar Uang 1
2 Antar Bank (PUAB) masih terjaga baik tercermin dari suku bunga yang masih relatif merata dan stabil baik berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) maupun kepemilikan. Pernyataan tersebut didukung oleh penjelasan dari Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo yang menyatakan secara umum kondisi industri keuangan Indonesia terjaga dengan baik, pertumbuhan kredit pun stabil, kondisi makro ekonomi juga aman terkendali, dimana laju inflasi terus mengalami penurunan, Bank Indonesia akan terus melakukan bauran kebijakan dengan lembaga lain seperti OJK, LPS dan Kementrian Keuangan untuk menjaga stabilitas keuangan, dan akan melakukan pendalaman pasar keuangan dan melakukan manajemen resiko pengelolaan utang luar negeri, menjaga inflasi dan mengendalikan defisit transaksi berjalan serta meningkatkan kesiapan langkah langkah antisipasi jika terjadi sudden reversal. (beritasatu.com) Perkembangan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dan peran lembaga keuangan seperti perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan yang memiliki peran penting untuk mengatur, menghimpun, dan menyalurkan dana dibutuhkan untuk membiayai kegiatankegiatan ekonomi yang ada. Salah satu caranya dengan menyalurkan dana dalam bentuk kredit untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dana. Sebagai lembaga intermediasi, bank akan berupaya memaksimalkan penyaluran kreditnya, karena selain mensejahterakan masyarakat, bank juga akan mendapatkan laba yang merupakan sumber utama pendapatanya. Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan
3 sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2008). Menurut Standar Akuntansi Keuangan no. 31 Tahun 2009 (revisi 2000), Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok perbankan yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito berjangka, dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana. Kredit yang diberikan oleh bank merupakan bagian terbesar dari asset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Oleh karena itu, kegiatan perkreditan merupakan tulang punggung dari kegiatan utama bank. Melihat peranan kredit yang sangat besar dalam perekonomian tentunya pemerintah dan perbankan harus menerapkan kebijakan yang tepat dalam mengatur keseimbangan kredit nasional. Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Disamping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan penanaman dana yang sering menjadi penyebab utama suatu bank dalam menghadapi masalah besar. Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa usaha bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan bank dalam mengelola kredit. Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan usaha bank yang selalu dirong-rong kredit bermasalah akan mundur (Mubarok, 2010).
4 Keputusan bank menyalurkan kredit mempunyai banyak risiko. Risiko tersebut yang diterima oleh bank adalah kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa atau serangkaian peristiwa bersifat negatif dan tidak diinginkan terjadi yang dapat mengakibatkan kegagalan dan tidak menguntungkan bank. Resiko yang dapat dialami perbankan adalah risiko operasional, risiko kematian, risiko kesehatan, risiko teknologi, risiko pasar, risiko perubahan bunga, risiko kredit. Salah satu dari risiko - risiko yang dialami perbankan adalah risiko kredit. Menurut Kasmir (2010) definisi risiko kredit adalah risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti pembiayaan, treasury, atau investasi yang tercatat dalam pembukuan bank. Oleh karena itu, bank melakukan analisis terhadap risiko kredit agar bank terhindar dari kerugian akibat kegagalan pihak lawan untuk memenuhi kewajibannya dalam melakukan pembayaran bank sehingga pada akhirnya bank akan lebih berhati-hati untuk memberikan kredit bagi debitur. Risiko kredit ini berkaitan dengan faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal seperti debitur yang tidak mampu membayar pinjaman, keadaan ekonomi di negara. Sedangkan faktor internal dapat diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan lain sebagainya. Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai faktor internal bank juga berpengaruh atas tingkat kesehatan bank yang mewakili kecukupan modal bank. Modal yang cukup akan membantu kegiatan
5 operasional. Selain itu, bank dengan kecukupan modal yang baik, bank akan diuntungkan pada saat-saat keadaan ekonomi yang buruk karena bank berada di posisi yang aman karena mempunyai cadangan modal di Bank Indonesia. Tabel 1.1 Gambaran NPL perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 2013 2014 April 2015 Jumlah Kredit NPL 2.708 M 3.293 M 3.674 M 3.745 M 1,87 % 1,9 % 2,2 % 2,48 % Sumber : Publikasi Bank Indonesia Data terbaru Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kualitas kredit perbankan cenderung mengalami penurunan. Indikasinya terlihat sangat jelas dari peningkatan kredit macet atau Non performing Loan (NPL). Secara Nominal, NPL naik dari 12,2% (yoy) pada April 2014 menjadi 33,8% pada April 2015. Rasio NPL gross juga meningkat dari 2,05% pada April 2014 menjadi sebesar 2,48% pada April 2015. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dipublikasikan Bank Indonesia pada September 2015 kredit yang telah disalurkan perbankan mencapai Rp. 3.987 triliun tumbuh 10,9% secara tahunan dari sebelumnya Rp. 3.584,9 triliun.pertumbuhan kredit hingga kuartal III/2015 tersebut naik tipis. Ini mengingat pada Agustus 2015, pertumbuhan penyaluran kredit 10,6% secara tahunan menjadi Rp. 3.915 triliun dari Rp. 3,552,4 triliun.
6 Tingkat permodalan perbankan juga dinilai menunjukkan perkembangan yang cukup baik untuk mendukung rencana ekspansi sekaligus buffer resiko. Jika dinilai tahun 2014, CAR bank secara industri masih cukup tinggi yaitu sebesar 16,88%. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan posisi Desember 2013 yang tercatat sebesar 16,64%. Tingkat rasio kredit bermasalah (NPL) juga masih terhitung rendah, rata-rata sebesar 1,9%. Rasio LDR juga masih terjaga pada angka 90,25% atau tumbuh 0,55% tahun sebelumnya.. Menurut Dendawijaya (2009), Capital Adequacy Ratio (CAR) dalam faktor internal adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko yaitu dibiayai dari dana modal bank sendiri juga bagaimana bank memperoleh sumber dana diluar bank seperti dana masyarakat dan pinjaman. Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Modal maksimal yang harus dimiliki bank adalah 8%. Menurut Dendawijaya (2009) Non Performing Loan (NPL) digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank mewakili kualitas asset bank.non Performing Loan (NPL) mencerminkan rasio kredit, semakin kecil Non Performing Loan (NPL), maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung oleh pihk bank. Sebaliknya apabila Non Performing Loan (NPL) bank tinggi makan akan memperbesar aktiva produktif maupun biaya lainnya sehingga dapat menyebabkan kerugian pada bank.untuk Non Performing Loan Bank Indonesia menentukan sebesar 5%.
7 Menurut Dendawijaya (2005) Loan to Deposit Ratio (LDR), merupakan rasio untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Rasio LDR juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan suatu bank. Batas aman Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank secara umum adalah sekitar 78% - 100%, sedangkan menurut ketentuan bank sentral, batas aman LDR adalah suatu bank adalah 100%. Hasil penelitian tentang CAR, NPL, LDR terhadap Jumlah Kredit menunjukan hasil yang berbeda. Menurut penelitian dari Ayu dan Wijayanto (2013) serta Martin (2014) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit. Sedangkan, menurut Satria dan Subekti (2010) serta Nugraheni dan Meiranto (2013) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh Positif. Menurut penelitian dari Mukhlis (2011) dan Murdiyanto (2012) menunjukkan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit. Sedangkan, menurut Martin (2014) dan Prihatiningsih (2010) menunjukkan bahwa NPL berpengaruh Positif. Menurut penelitian dari Ayu dan Wijayanto (2013) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit. Sedangkan, menurut Nugraheni dan Meiranto (2013) serta Arisandi dkk (2015) menunjukkan bahwa LDR berpengaruh Positif. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan Deposit Ratio (LDR) sebagai variabel Independen, sedangkan Jumlah Kredit sebagai variabel Dependen.
8 1.2 Rumusan Masalah 1) Apakah pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI? 2) Apakah pengaruh Non Performing Loan terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI? 3) Apakah pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan penelitian maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 2) Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh Non Performing Loan terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 3) Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap Jumlah Kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan berguna sebagai dasar pertimbangan para kreditor perbankan maupun non-perbankan dalam melakukan kebijakan kredit yang akan dilakukan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat.
9 2) Bagi Akademisi Hasil uji ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan kredit perbankan.