PENGARUH SUHU DAN PENAMBAHAN SURFAKTAN PADA DAYA ANTIBAKTERI SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP Enterococcus faecalis

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH AIR PERASAN BUAH JERUK NIPIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP Enterococcus faecalis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

PERBANDINGAN EFEK ANTICANDIDA CHLORHEXIDINE 2% (CHX) TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

Maria S., dkk. : Pengaruh Berbagai Konsentrasi Larutan Irigasi Sosium ISSN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

ABSTRAK. Kata kunci: irigasi saluran akar, EDTA, etsa (H3PO4 37%), kekerasan dentin saluran akar. Universitas Kristen Maranatha

Disususun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Progam Studi Strata I pada jurusan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan

Lampiran 1 Alur Pikir

NASKAH PUBLIKASI Disusun untuk dipublikasikan pada jurnal ilmiah Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rerata Zona Radikal. belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap bakteri penyebab

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

Larutan irigasi saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

PENGARUH KANDUNGAN SURFACTANT

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

Uji daya hambat minyak kelapa murni (virgin coconut oil) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50%

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

PERBEDAAN EFEKTIFITAS ANTARA KEJU CHEDDAR DAN YOGHURT PLAIN TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS SECARA IN VITRO

PENGARUH BAHAN STERILISASI KALSIUM HIDROKSIDA DENGAN BAHAN PENCAMPUR SALINE

ABSTRAK. Pembimbing II : Dr. Savitri R. Wardhani, dr., SPKK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat

ABSTRAK. Kata Kunci : Streptococcus mutans, avokad, in vitro.

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar?

Lampiran 1: Skema Alur Pengujian Efek Antifungal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lebih percaya diri karena memiliki nilai estetika yang tinggi.perubahan warna gigi

ABSTRAK EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BINAHONG

Kata kunci: Infusa Siwak, Staphylococcus aureus, konsentrasi, waktu kontak.

PENGHAMBATAN EKSTRAK BUBUK TEH HIJAU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI YOGURT DAN BAKTERI PATOGEN SKRIPSI

PERBEDAAN DAYA ANTIBAKTERI MEDIKAMEN SALURAN AKAR BERBASIS SENG OKSIDA KOMBINASI KLINDAMISIN HIDROKLORIDA 5% DAN KALSIUM HIDROKSIDA TERHADAP BAKTERI

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat. (Adiguzel et al.

BAB III METODE PENELITIAN. Subyek pada penelitian ini adalah bakteri Enterococcus faecalis yang

BAB 4 METODE PENELITIAN

Erma Sofiani 1, Dhita Ardian Mareta 2 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 4 METODE PE ELITIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

NOVITA SURYAWATI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

ANALISIS MINYAK ATSIRI SERAI

IV. Hasil dan Pembahasan. A. Hasil penelitian. kamboja putih (Plumeria acuminataw.t.ait ) terhadap hambatan pertumbuhan

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP Escherichia coli DAN Bacillus subtilis SECARA IN VITRO

ABSTRACT PENDAHULUAN. Maria Liliana Santoso 1, Achmad Sudirman 2 dan Laksmiari Setyowati 2 1

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

ABSTRAK. Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II : Yenni Limyati, dr., Sp.KFR., S.Sn., M.Kes. Selly Saiya, 2016;

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalankan pada praktek sehari-hari dan salah satu caranya adalah dengan kontrol

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA

EFEKTIVITAS DAYA HAMBAT BAKTERI EKSTRAK BAWANG DAYAK TERSTANDARISASI FLAVONOID TERHADAP Enterococcus Faecalis (In vitro)

BAB 1 PENDAHULUAN. dkk, 2005). Namun gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN PROPOLIS DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa) PENYEBAB PERIODONTITIS

AKTIVITAS DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH DAN SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP Enterococcus faecalis (In Vitro)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

Noviyanti, dkk. : Pengaruh Penggunaan Larutan Sodium Klorida 0,9% ISSN

ABSTRAK PENGARUH BAKTERI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI INTESTINAL SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L.) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO

Transkripsi:

Erlian Septiana Sari, dkk. : Pengaruh Suhu dan Penambahan Surfaktan PENGARUH SUHU DAN PENAMBAHAN SURFAKTAN PADA DAYA ANTIBAKTERI SODIUM HIPOKLORIT TERHADAP Enterococcus faecalis ABSTRAK Erlian Septiana Sari * Wignyo Hadriyanto ** Diatri Nari Ratih *Program Studi Konservasi Gigi, Program Pendidikan Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta **Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Peningkatan daya antibakteri NaOCl dapat dilakukan dengan menaikkan suhu larutan atau dengan penambahan surfaktan. akan tetapi pemanasan masih menjadi perdebatan karena merusak struktur kimia NaOCl. Enterococcus faecalis merupakan spesies bakteri yang ditemukan pada perawatan endodontik yang gagal. Penelitian bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis.penelitian terdiri dari empat kelompok: NaOCl 5,25% suhu 28 O C, NaOCl 5,25% suhu 45 O C, NaOCl 5,25% ditambah surfaktan suhu 28 O C dan NaOCl 5,25% ditambah surfaktan suhu 45 O C. Sembilan cawan petri berisi media MHA, masing-masing berisi empat sumuran yang mewakili empat kelompok penelitian. Seluruh cawan petri dimasukkan kedalam anaerobic jar, dieramkan dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37 o, dan diukur zona hambatnya.anava dua jalur menunjukkan pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Uji LSD menunjukkan daya antibakteri NaOCl 5,25% suhu 45 O C dengan penambahan surfaktan lebih besar dibanding kelompok lain. Daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan lebih besar dari NaOCl 5,25% tanpa penambahan surfaktan pada suhu yang sama. Daya antibakteri NaOCl 5,25% suhu 45 O C lebih besar dari NaOCl 5,25% suhu 28 O C, baik pada kelompok tanpa penambahan surfaktan maupun dengan penambahan surfaktan. Kata kunci: sodium hipoklorit, suhu, surfaktan, E. faecalis ABSTRACT Antibacterial activity of NaOCl can improved by heated or by added surfactant, but heating is still debated as damaging its chemical structure. Enterococcus faecalis is bacteria which frequently found in root canal treatment failure. The aims of this study was to evaluate the influence of temperature and surfactant to antibacterial activity of NaOCl against E. faecalis.the study divided to four groups: NaOCl 5.25% at 28 O C and 45 O C, NaOCl 5.25% with added surfactants at 28 O C, and 45 O C. Nine petri dish containing MHA, each contain four wells that represent four research groups. The entire petri dish inserted into the anaerobic jar, incubated for 24 hours at 37 O C, and measured the inhibitory zone. Two way Anova show the influence of temperature and surfactant to the antibacterial activity of NaOCl against E. faecalis. Antibacterial activity of NaOCl 5.25% at 45 O C with added surfactant was greater than other groups. Antibacterial activity of NaOCl 5.25% with added surfactant is greater than 5.25% NaOCl without added surfactant at the same temperature. Antibacterial activity of NaOCl 5.25% at 45 O C was greater than NaOCl 5.25% at 28 O C, both in the group without added surfactant and with added surfactant. Keywords: sodium hypochlorite, temperature, surfactants, E. faecalis PENDAHULUAN Perawatan saluran akar pada dasarnya terdiri atas preparasi biomekanik, desinfeksi saluran akar dan pengisian saluran akar. 1 Tujuan utama perawatan saluran akar adalah melarutkan jaringan pulpa atau jaringan nekrosis, menghilangkan bakteri dari saluran akar dan mencegah kontaminasi ulang saluran akar dari bakteri. 2 Berbagai teknik dan instrumen preparasi mekanis serta jenis larutan irigasi dikembangkan dengan tujuan meningkatkan keberhasilan perawatan endodontik. 3 Preparasi mekanis dengan instrumen endodontik memiliki keterbatasan karena anatomi saluran akar yang kompleks. 2 Menurut Haapasalo 3 irigasi adalah satu satunya jalan untuk menjangkau daerah yang belum terpreparasi instrumen mekanik. Larutan irigasi digunakan untuk membantu memfasilitasi proses pembersihan sisa jaringan nekrotik dan biofilm dari saluran akar. 4 Idealnya larutan irigasi memiliki kemampuan: melarutkan jaringan organik dan anorganik, bersifat antibakteri, tidak merusak jaringan periapikal, memiliki tegangan permukaan yang rendah, dan memiliki aksi pembasahan. 1 Larutan irigasi yang disarankandalam perawatan saluran akaradalah sodium hipoklorit (NaOCl). 5 NaOCl konsentrasi 0,5 % - 6 % merupakan larutan irigasi yang paling sering digunakan karena memiliki kemampuan melarutkan jaringan organik yang tinggi dan memiliki daya antibakteri 48

J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 48-53 spektrum luas, terutama pada konsentrasi di atas 2,5 %. 6 NaOCl dapat menciptakan suasana basa dan dapat membunuh bakteri pada konsentrasi 0,5% - 6%. 7 NaOCl dapat dikombinasi dengan larutan irigasi lain seperti ethylenediamine tetra acetic (EDTA) dan klorheksidin. 3 Kekurangan NaOCl sebagai larutan irigasi adalah terbatasnya kemampuan penetrasi pada tubulus dentinalis.naocl memiliki tegangan permukaan yang tinggi sehingga tidak dapat dengan mudah berpenetrasi ke dalam tubulus dentinalis. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efektivitas NaOCl, salah satunya adalah dengan menaikkan suhu larutan. 8,9 Dalam suhu yang lebih tinggi, pergerakan molekul-molekul pada larutan NaOCl akan semakin cepat sehingga daya alir larutanakan bertambah, serta akan meningkatkan efektivitas bekterisidal hampir dua kali lipat pada setiap kenaikan 5 C. 4 Larutan NaOCl yang sebelumnya sudah dipanaskan menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melarutkan jaringan nekrotik dan efisien dalam mencegah terbentuknya fase stasioner E. faecalis. 8 Hasil yang bertolak belakang ditunjukkan oleh penelitian Gambarini dkk., 10 yang menyebutkan bahwa pemanasan hingga 50 C tidak memberikan efek yang signifikan terhadap sifat kimia NaOCl. Cara lain dalam meningkatkan daya antibakteri NaOCl adalah dengan menambahkan surfaktan. 6 Penambahan surfaktan pada NaOCl dapat menurunkan tegangan permukaan, meningkatkan stabilitas keberadaan ion klorin dan kemampuan melarutkan protein, serta meningkatkan efektivitas daya antibakteri. 11 Triton X-100 adalah salah satu surfaktan non ionik yang mampu menstabilkan kadar klorin aktif NaOCl. Tingginya kadar klorin aktif dapat meningkatkan daya antibakteri NaOCl. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa NaOCl yang mengandung surfaktan memiliki tegangan permukaan yang lebih rendah dan mampu mematikan bakteri dengan kontak langsung. 12 Enterococcus faecalis (E. faecalis) adalah bakteri anaerob fakultatif berbentuk kokus, yang memiliki resistensi yang lebih tinggi terhadap agen antibakteri jika dibandingkan dengan bakteri lain. 6 Enterococcus faecalis merupakan spesies bakteri yang ditemukan pada perawatan endodontik yang gagal. 8 Bakteri ini biasanya dapat diisolasi dari infeksi endodontik yang menetap. 6 Faktor utama yang menyebabkan E. faecalis dapat bertahan selama proses perawatan saluran akar adalah kemampuan bakteri ini untuk membentuk biofilm, beradaptasi dengan lingkungan yang bersuhu tinggi dan memili kisaran ph yang besar. 13 Daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis dapat ditingkatkan melalui penambahan surfaktan,akan tetapi pemanasan masih menjadi perdebatan akibat adanya perbadaan hasil pada beberapa penelitian. Hal ini menjadi menarik untuk ditelaah lebih lanjut apakah peningkatan suhu yang disertai dengan penambahan surfaktan mampu memberikan peningkatan yang signifikan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Berdasar pada uraian diatas timbul permasalahan: bagaimana pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri sodium hipokorit terhadap Enterococcus faecalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri sodium hipokorit terhadap Enterococcus faecalis. Penelitian mengenai NaOCl yang mengandung surfaktan dan dipanaskan pernah dilakukan oleh Stojicic dkk., 14 yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi, suhu dan surfaktan (Triton X-100) terhadap kemampuan NaOCl dalam melarutkan jaringan. Stojicic dkk., 14 menyebutkan bahwa pemanasan hingga 45 C dan penambahan surfaktan mampu meningkatkan secara signifikan kemampuan NaOCl dalam melarutkan jaringan organik. Penelitian ini menggunakan larutan irigasi NaOCl yang ditambah surfaktan dan dipanaskan, serta bertujuan lebih lanjut untuk meneliti perbedaan daya antibakteri sodium hipoklorit dengan penambahan surfaktan dan pemanasan terhadap Enterococcus faecalis. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi mengenai referensi penambahan surfaktan dan pemanasan pada sodium hipoklorit sebagai larutan irigasi dalam perawatan saluran akar. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi ilmiah tentang bahan irigasi yang dapat berguna dalam bidang Kedokteran Gigi khususnya ilmu Konservasi Gigi dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya. METODE Pemeriksaan aktivitas bakteri menggunakan metode difusi. Penelitian ini terdiri dari empat kelompok. Kelompok I adalah NaOCl 5,25%, 49

Erlian Septiana Sari, dkk. : Pengaruh Suhu dan Penambahan Surfaktan kelompok II adalah kelompok NaOCl 5,25% ditambah surfaktan. Kelompok I dan II dibagi lagi menjadi Ia yaitu NaOCl 5,25% suhu 28 C; Ib yaitu NaOCl 5,25% suhu 45 C; IIa yaitu NaOCl 5,25% ditambah surfaktan, suhu 28 C; IIb yaitu NaOCl 5,25% ditambah surfaktan, suhu 45 C. Sembilan cawan petri masing-masing berisi empat sumuran yang mewakili empat kelompok perlakuan (Ia, Ib, IIa, IIb). Masing-masing sumuran berdiameter 7 mm dan berjarak 40 mm satu sama lain. Sembilan cawan petri berisi media MHA diusap dengan ose yang telah mengandung E. faecalis dan diratakan dengan spreader. Pola sumuran dibuat pada kertas dengan jarak sumuran masing-masing 40mm. Masing-masing cawan petri ditandai dengan pola dan diberi label Ia, Ib, IIa, IIb. Dibuat sumuran dengan diameter 7mm sesuai dengan pola yang telah dibuat. Larutan NaOCl sebanyak 50 ìl diambil dengan pipet ukur dan diletakkan pada sumuran sesuai dengan kelompoknya. Seluruh cawan petri berisi media MHA dari keempat kelompok dimasukkan kedalam anaerobic jar kemudian dieramkan dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37 C. Data diperoleh dari pengukuran zona hambatan di sekitar sumuran setelah inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 C. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Cara pengukuran yaitu dengan mengambil 2 garis yang saling tegak lurus melalui titik pusat lubang sumuran, sedangkan garis yang ketiga diambil diantara kedua garis tersebut yaitu dengan membentuk sudut 45. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda. Pengukuran pertama dilakukan menggunakan zona hambatan (A-B) dikurangi diameter lubang sumuran (a-b) dan hasilnya dibagi 2, sehingga diperoleh data pengukuran pertama. Pengukuran kedua dilakukan dengan mengukur zona hambatan yang tegak lurus dengan pengukuran pertama (C-D) dikurangi diameter lubang sumuran (c-d) kemudian hasilnya dibagi 2, sehingga diperoleh data pengukuran kedua. Pengukuran ketiga didapatkan dengan mengukur zona hambatan pada sudut 45 o (E-F) dikurangi diameter lubang sumuran (e-f) lalu hasilnya dibagi 2 sehingga diperoleh data pengukuran ketiga. Data pengukuran pertama, kedua dan ketiga kemudian diambil rata-rata, maka diperoleh data zona hambatan untuk cawan petri pertama. Cara yang sama dilakukan pada tiap cawan petri yang akan diukur zona hambatannya. HASIL Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E, faecalis. Pengukuran daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis dilakukan malalui metode difusi. Daya antibakteri dihitung dengan mengukur zona hambat pada masing-masing kelompok. Hasil penelitian menggambarkan bahwa rerata daya antibakteri tertinggi ditunjukkan oleh NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan dan berada pada 45 C, dan rerata daya antibakteri terendah ditunjukkan oleh NaOCl 5,25% pada suhu 28 C. Rerata daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan lebih tinggi dari NaOCl 5,25% tanpa penambahan surfaktan, pada suhu yang sama. Rerata daya antibakteri suhu 45 C baik pada kelompok NaOCl 5,25% maupun NaOCl 5,25% ditambah surfaktan lebih tinggi dari rerata daya antibakteri kelompok yang berada pada suhu 28 C. Hasil uji Anava dua jalur menunjukkan bahwa suhu dan penambahan surfaktan berpengaruh pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Selain itu, uji Anava dua jalur pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa terdapat interaksi suhu dan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Dari hasil uji Anava dua jalur yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis maka selanjutnya dilakukan uji Post Hoc dengan uji LSD untuk. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa daya antibakteri terhadap E.faecalis pada kelompok NaOCl 5,25 % yang ditambah surfaktan dan berada pada suhu 45, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Uji LSD juga menunjukkan bahwa daya antibakteri NaOCl 5,25% pada suhu 45 C lebih besar jika dibandingkan dengan NaOCl 5,25% pada suhu 28 C dan NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan pada suhu 28 C. Selain itu uji LSD juga menunjukkan bahwa pada suhu yang sama, yaitu baik pada kelompok suhu 28 C maupun kelompok suhu 45 C, daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan lebih baik dari NaOCl 5,25% tanpa penambahan surfaktan. 50

J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 48-53 PEMBAHASAN Hasil uji Anava dua jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh suhu pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Suhu 45 C berpengaruh pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis pada kelompok NaOCl 5,25% tanpa surfaktan maupun NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa NaOCl pada suhu yang lebih tinggi memiliki daya antibakteri yang lebih tinggi, hingga dua kali lipat setiap kenaikan suhu 5 C. 4,14 Suhu suatu massa akan berbanding lurus dengan kecepatan pergerakan molekul-molekul dan laju reaksi. sesuai dengan hukum fisika yang menyebutkan E k = ½.m.v 2, semakin tinggi suhu larutan maka laju reaksi (v) akan meningkat, sehingga suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik molekul (E k ). Pada suhu 45 C, energi kinetik molekul NaOCl akan lebih tinggi dibanding pada suhu 28 C. Energi kinetik yang meningkat akan menyebabkan reaksi kloraminasi semakin cepat dan asam hipokorit yang dihasilkan semakin besar. Asam hipokorit merupakan bentuk aktif dari klorin yang terkandung dalam NaOCl. Asam hipokorit adalah oksidan kuat yang mampu mengganggu metabolisme E. faecalis dengan mengoksidasi kelompok sulfidril (SH) pada enzim bakteri, termasuk sistein. 15 Dalam penelitian, NaOCl berada dalam suhu 28 C dan 45 C. Suhu 45 C merupakan suhu yang optimal bagi peningkatan daya antibakteri NaOCl terhadap E.faecalis. 8 Daya antibakteri terhadap E. faecalis yang besar pada kelompok NaOCl 5,25% tanpa surfaktan pada suhu 45 C dan NaOCl 5,25 % yang ditambah surfaktan pada suhu 45 C tidak disebabkan secara langsung oleh suhu larutan. Pada suhu 45 C E. faecalis masih dapat bertahan dan bermetabolisme dengan baik. Sebagaimana disebutkan oleh Facklam dan Teixeira, 16 bahwa E. faecalis adalah bakteri yang mampu berkembang biak pada kisaran ph yang luas, pada suhu 10-45 C, dan mampu bertahan pada lingkungan bersuhu 60 C selama 30 menit. Kemampuan E. faecalis bertahan hingga suhu 45 C disebabkan oleh adanya Heat-Shock Proteins (HSPs) yang terutama terdiri dari kaperon dan protease yang diinduksi operon groe dan dnak. 17,18 Dengan demikian, tingginya daya antibakteri NaOCl pada suhu 45 C merupakan akibat dari meningkatnya energi kinetik dan pembentukan asam hipokorit pada NaOCl, bukan akibat dari perubahan metabolisme E. faecalis pada suhu 45 C. Pada uji Anava dua jalur, pengaruh penambahan surfaktan pada daya antibakteri terhadape. faecalis tampak pada kelompok NaOCl 5,25% baik pada suhu 28 C maupun 45 C. Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan dan menjaga kestabilan asam hipokorit. Turunnya tegangan permukaan menyebabkan molekulmolekul NaOCl lebih mudah berkontak dengan material yang dialiri. Penurunan tegangan permukaan NaOCl akan meningkatkan kecepatan alir, sehingga waktu kontak dengan bakteri akan semakin tinggi. Peningkatan waktu kontak NaOCl dengan bakteri, disertai dengan peningkatan kestabilan asam hipokorit akan meningkatkan daya antibakteri terhadap E. faecalis. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan NaOCl dan meningkatkan daya antibakteri. 6,14 Pada saat berkontak dengan bakteri, asam hipokorit yang terkandung pada NaOCl akan mengintervensi metabolisme bakteri melalui reaksi oksidasi yang bersifat ireversibel. 15 Triton-X 100 yang digunakan sebagai surfaktan dalam penelitian tidak memiliki daya antibakteri, sehingga daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan terhadap populasi E. faecalis hanya berasal NaOCl 5,25%. Menurut Sirtes dkk., 8 penambahan Triton X-100 dapat menjaga kestabilan kandungan klorin aktif pada NaOCl. Dengan penambahan Triton X-100 terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga waktu kontak dengan bakteri akan meningkat, selain itu penambahan Triton X-100 juga meningkatkan kestabilan asam hipokorit, sehingga daya antibakteri yang dihasilkan oleh NaOCl semakin tinggi. Metabolisme E. faecalis terutama terjadi pada membran sitoplasma. 19 Dalam membran sitoplasma, E. faecalis menghasilkan beberapa enzim yang berperan besar dalam kemampuan beradaptasi dan virulensinya. 20 Staphylococcal surface protein sorting A (SrtA) adalah salah satu enzim bakteri yang terdapat pada membran sitoplasma. 21 SrtA merupakan enzim yang berperan penting dalam kelangsungan hidup dan kemampuan virulensi E. faecalis. 22 SrtA mengandung bagian aktif berupa sistein, yang dapat di non aktifkan oleh asam hipokorit 51

Erlian Septiana Sari, dkk. : Pengaruh Suhu dan Penambahan Surfaktan yang dihasilkan NaOCl, melalui penggantian ion hidroksil dengan ion klorin. Inaktivasi sistein oleh asam hipokorit akan mengganggu stabilitas SrtA, sehingga metabolisme dan kemampuan virulensi E. faecalis akan terganggu. Hasil uji Anava dua jalur menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri NaOCl terhadap E. faecalis. Interaksi yang terjadi pada daya antibakteri NaOCl, disebabkan oleh adanya pengaruh suhu yang memberikan efek peningkatan pembentukan asam hipokorit, disertai dengan meningkatnya waktu kontak dan kestabilan asam hipokorit yang disebabkan oleh penambahan surfaktan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa NaOCl pada suhu 45 C dan ditambah surfaktan memiliki kemampuan penetrasi terbesar ke dalam tubulus dentinalis. 14 Dengan demikian selain berpengaruh pada kemampuan penetrasi ke tubulus dentinalis, suhu dan penambahan surfaktan berpengaruh pada daya antibakteri NaOCl terhadap E.faecalis. Hasil uji LSD, menunjukkan bahwa daya antibakteri terhadap E.faecalis pada kelompok NaOCl 5,25 % yang ditambah surfaktan dan berada pada suhu 45, lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh suhu 45 C dan penambahan surfaktan yang sinergis dalam meningkatkan pembentukan asam hipokorit, menjaga kestabilan asam hipokorit dan memperpanjang waktu kontak dengan bakteri, sehingga mampu menghasilkan daya antibakteri terhadap E.faecalis paling besar dibanding kelompok lain. Semakin tinggi asam hipokorit yang terbentuk maka daya antibakteri yang dimiliki semakin tinggi. Penambahan surfaktan mampu menjaga kestabilan asam hipokorit yang sudah terbentuk, dan meningkatkan waktu kontak dengan bakteri. Uji LSD juga menunjukkan bahwa daya antibakteri NaOCl 5,25% pada suhu 45 C lebih besar jika dibandingkan dengan NaOCl 5,25% pada suhu 28 C dan NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan pada suhu 28 C. Hal ini disebabkan oleh adanya pembentukan asam hipokorit yang lebih banyak pada NaOCl suhu 45 C, jika dibandingkan dengan suhu 28 C. Penambahan surfaktan pada NaOCl 5,25% tidak memberikan peningkatan jumlah asam hipokorit yang terbentuk sehingga daya antibakteri yang ditimbulkan tidak lebih baik dari NaOCl 5,25% pada suhu 45 C. Daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan dan berada pada suhu 28 C lebih baik dari NaOCl 5,25% pada suhu 28 C, begitu juga daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan dan berada pada suhu 45 C lebih baik dari NaOCl 5,25% suhu 45 C. Hal ini disebabkan oleh kemampuan surfaktan dalam menjaga kestabilan asam hipokorit dan menurunkan tegangan permukaan NaOCl. Asam hipokorit dalam NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan akan lebih stabil dan memberikan daya antibakteri yang lebih baik jika dibandingkan dengan NaOCl 5,25% pada suhu yang sama. Penurunan tegangan permukaan yang disebabkan oleh adanya surfaktan pada NaOCl 5,25% menyebabkan meningkatnya waktu kontak dengan bakteri, sehingga daya antibakteri NaOCl 5,25% yang ditambah surfaktan akan lebih baik dari NaOCl 5,25% pada suhu yang sama. Uji LSD, menggambarkan bahwa NaOCl 5,25% pada suhu 45 C memiliki daya antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan NaOCl 5,25% pada suhu 28 C. Selain itu, daya antibakteri NaOCl 5,25% ditambah surfaktan pada suhu 45 C juga lebih baik dari larutan yang sama pada suhu 28 C. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada suhu 45 C larutan NaOCl 5,25% baik yang tanpa penambahan surfaktan maupun yang ditambah surfaktan mampu menghasilkan daya antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan yang sama pada suhu 28 C. Pada suhu 45 C, laju reaksi lebih tinggi daripada suhu 28 C sehingga asam hipokorit yang terbentuk juga lebih besar. Asam hipokorit merupakan bentuk aktif dari klorin pada NaOCl yang mampu menghasilkan daya antibakteri. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh suhu dan penambahan surfaktan pada daya antibakteri sodium hipoklorit terhadap E. faecalis. Daya antibakteri terbesar ditunjukkan oleh NaOCl 5,25% suhu 45 C yang ditambah dengan surfaktan. SARAN Penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan daya antibakteri sodium hipoklorit 5,25% suhu 45 C yang ditambah surfaktan dengan klor- 52

J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 48-53 heksidin 2% yang ditambah surfaktan terhadap E. faecalisdapat dilakukan. DAFTAR PUSTAKA 1. Torabinejad M., Walton R.E., Fouad A., 2009, Endodontics: Principles and Practice, Elsevier, St Louis, 143-7 2. Poggio C., Arciola C.R., Dagna A., Chiesa M., Sforza D., dan Visai L., 2010, Antimicrobial activity of Sodium Hypochlorite-based Irrigating Solutions, Int J Artif Organs, 33(9): 654-659 3. Haapasalo M., Shen, Y., Wang, Z., Gao, Y., 2014, Irrigation in Endodontic, British Dent J, 216(6): 299-303 4. Gopikhrisna V., Ashok P., Kumar A.R.P., dan Lakshmi L.N., 2014, Influence of Temperature and Concentration on The Dinamic Viscosity of Sodium Hypochlorite with EDTA 17% and 2% Chlorhexidine Gluconate: an In Vitro Study, Journal of Conservative Dentistry, 17(1):57-60 5. Arias-Moliz M.T., Luiz-Linares M., Ordinola- Zapata R., Baca P., dan Ferrer-Luque C.M., 2014, Antimicrobial Activity of a Sodium Hypochlorite/ Etidronic Acid Irrigant Solution, J Endod, 40(12):1999-2003 6. Bolfoni M.R., Ferla M.S., Sposito O.S., Giardino L., Jacinto R.C., dan Peppen F.G., 2014, Effect of a Surfactant of the Antimicrobial of Sodium Hypochlorite Solutions, Braz Dent J, 25(5): 416-419 7. Ordinola-Zapata, R., Bramante, C.M., Aprecio, R,M., Handysides, R., Jaramillo, D,E., 2014, Biofilm Removal by 6% Sodium Hypochlorite Activated by Different Techniques, Int Endod J, 47:659-666 8. Sirtes G., Waltimo T., Schaetzle M., dan Zehnder M, 2005, the Effect of Temperature on Sodium Hypochlorite Short-Term Stability, Pupl Dissolution Capacity, and Antimicrobial Efficacy, J Endod, 31(9) 669-671 9. Emboava, J,C., Barbin,E,L., Santos, T,C., Guimaraes, L,F., Pecora,J,D., 2001, Solvent Action of Sodium Hypochlorite on Bovine Pulp and Phsyco-Chemical Properties of Resulting Liquid, Braz Dent J, 12(3): 154-157 10. Gambarini G., 1999, Shaping and Cleaning the Root Canal System:a Scanning Electron Microscopic Evaluation of a New Instrumentation and Irrigation Technique, J Endod, 25(3):800-3 11. Palazzi F., Morra M., Mohammadi Z., Grandini S., dan Giardino L., 2011, Comparison of the surface tension of 5,25% sodium hypochlorite solution with three new sodium hypochlorite-based endodontic irrigations, Int Endod J, 127:61-66 12. Wang Z., Shen Y., Ma J., Haapasalo M., 2012, the Effect of Detergent on the Antibacterial Activity of Desinfecting Solutions in Dentin, J Endod, 38:948-953 13. Jenkinson H.F., Lappin-Scot H.M., 2001, Biofilm Adhere to Stay, Trend in Microbiology, 9:9-10 14. Stojicic S., Zivkovic S., Qian W., Zhang H., dan Haapsalo M, 2010, Tissue Disolution by Sodium Hypochlorite: Effect of Concentration, Agitation and Surfactant, J Endod, 36(9):1558-62 15. Estrela, C., Estrela, C.R.A., Barbin,E,L., Spano, J,C., Pecora,J,D., 2002, Mechanism Action of Sodium Hypochlorite, Braz Dent J, 13(3): 113-117 16. Facklam R.R., dan Teixeira L.M., 1998, Microbiology and Microbial Infection, 9 th ed, Topley & Wilson s, London, 669-680 17. Laport M,S., Lemos, J,A,C., Bastos, M,C., Burne, R,A., 2004, Transcriptional Analysis of the groe and dnak Heat-Shock operon of Enterococcus faecalis, Research in Microbiol, 155: 252-258 18. Boutibonnes, P., Giard, J,C., Hartke, K., Thammavong, B., Auffray, Y., 1993, Characterization of the Heat-Shock Response in Enterococcus faecalis, Antonie van Leeuwenhoek, 64:47-55 19. Desvaux, M,I, Dumas, E., Chafsey, I., H ebraud, M., 2006, Protein Cell Surface Display in Gram-Positive Bacteria from Single Protein to Macromolecular Protein Surface, FEMS Microbiol Lett, 256(1): 1-15 20. Portela C.A.F., Smart K.F., Tumano S., Cook G.M., Villas-Boas S.G., 2014, The Global Metabolic Response of Enterococcus faecalis to Oxygen, J. Bacteriol, 10(3):1128-1154 21. Scott, C,J., McDowell, A., Martin, S,L., Lynas, J,F., Walker, B., 2002, Irreversible Inhibition of the Bacterial Cysteine protease-transpeptidase sortase (SrtA) by Substrate-derived Affinity Labels, Biochem, 366:953-958 22. Selvaraj C., Sivakamavali, J., Vaseeharan, B., Singh,P., Singh, S,K., 2014, Structural Elucidation of SrtA Enzyme in Enterococcus faecalis: an Emphasis of Screening of Potential Inhibitors Againts the Biofilm Formation, Mol Biosyst, 10(7): 1775-89 53