BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami. perkembangan yang signifikan terutama di bidang perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian analisis berganda (OLS) mengenai pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia, khususnya perbankan syariah, terus mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Tanah Air sebenarnya sudah dimulai secara formal dan informal jauh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perbankan syariah juga merupakan salah satu hal yang cukup berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Bank umum syari ah merupakan salah satu bank umum selain bank umum

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. periode 5 tahun terakhir ini telah muncul bank-bank yang menjalankan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional. Bank Islam telah berkembang pesat pada dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Terbukti dengan bermunculannya bank umum syariah lainnya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi keuangan (Financial intermediary institution),yakni. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah merupakan organisasi profit oriented business yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu instrumen penilaian

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Gambaran Umum Perkembangan Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis modern di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyaluran kredit maupun pembiayaan merupakan fokus dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. ketika Bank Muamalat pertama kali berdiri dan beroperasi tahun Lalu. banking system, yakni sistem konvensional dan syariah.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi

PENDAHULUAN. usaha yang dibiayainya. Risiko ini dapat diatasi dengan cara memberikan

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai keunikan secara prinsip dapat mendukung usaha mikro, kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh dana yang optimal dengan cost of money yang wajar.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PENGARUH NON PERFORMING FINANCE

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Bank Konvensional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum dalam teori stakeholders menyatakan bahwa perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produktif, bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah dengan berpedoman pada Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. pada bank umum, pinjaman disebut kredit atau loan, sedangkan pada bank syariah

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada aturan keseluruhan yang menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam menstabilkan perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana. Melalui pinjaman, perbankan berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat untuk kelancaran usahanya. Kegiatan perbankan lainnya yaitu penyimpanan dana. Dalam kegiatan ini, pihak perbankan berusaha menawarkan keamanan danaterbaik kepada nasabah dengan jasa yang diperoleh. UU No. 10 Tahun 1998 tentang bank, bahwa Bank adalah lembaga penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Sedangkan regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam UU No. 21 Tahun 2008. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pinsip syariah. Berdasarkan dengan jenisnya bank syariah terdiri dari atas: Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) (Andi, 2009). Bank syariah juga sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat dengan berbagai bentuk pembiayaan.

Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan dari satu pihak kepada pihak lain untuk medukung investasi yang telah direncanakan (Mohammad, 2005). Pada mulanya pembentukan syariah banyak diragukan, karena beberapa alasan: Pertama, banyak yang beranggapan bahwa sistem perbankan syariah yang bebas bunga (interest-free base) adalah sesuatu yang tidak lazim. Tidak adanya sistem bunga atau riba dalam bank syariah dikarenakan, menurut keyakinan Muslim, bahwasannya riba diharamkan menurut prinsip syariah. Kedua, adanya pertanyaan tentang bagaimana bank membiayai akanoperasinya (Ensiklopedia Islam, 2014), jika bank beroperasi tanpa adanya unsur bunga yang merupakan unsur pendapatan ketika bank meminjamkan modal (pincipal) kepada nasabah atau nasabah menitipkan dananya kepada bank untuk dikelola atau diinvestasikan kembali. Akan tetapi di lain pihak sangat mendukung tumbuh dan berkembangnya bank syariah, sebab Bank Syariah merupakan salah satu alternatif pengembangan ekonomi Islam. Pembiayaan menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, adalah Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak tersebut yang mewajibkan pihak dibiayai untuk mengembalikan sejumlah uang dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil (Kasmir, 2004). Perkembangan pembiayaan terutama di Indonesia menyebar luas. Pembiayaan terbesar terdapat di provinsi DKI Jakarta sebesar 40,98 persen,yakni sebesar Rp77,1 Triliun dari total pembiayaan. Untuk pulau Jawa, sebaran pembiayaan tersebar merata, yakni berkisar antara Rp 5 hingga 10 Triliun, kecuali di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di pulau Sumatra, sebagian besar penyebarannya berkisar dari 1 sampai 5 Triliun, kecuali

Bangka-Belitung, Bengkulu, dan Sumatra Utara. PulauKalimantan memiliki sebaran pembiayaan yakni sebesar Rp1 sampai 5 Triliun, kecuali di provinsi Kalimantan Tengah (Rp645 Miliar). Di pulau Sulawesi, sebaran pembiayaanterbesar di miliki oleh Sulawesi Selatan (Rp4,9 Triliun), sementara daerah lainnya bervariasi (antara Rp500 Miliarhingga 1 Triliun) dan kurang dari Rp 5 Miliar. Dalam pemberianpembiayaan atau penyaluran kredit, terdapat masalah pengembalian danadisebut Non Performing Loan (NFL) yang artinya pembiayaan bermasalah (kredit macet). Sedang pada bank syariah disebut sebagai Non Performing Financing (NPF). Pembiayaan bermasalah merupakan suatu resiko dalam melakukan pembiayaan. Dijelaskan bahwa pembiayaan bermasalah terjadi akibat counterparty dalam memenuhi kewajiban. Disatu sisi, resiko tersebut timbul dari berbagai aktifitas fungsional bank, seperti penyaluran dana, investasi dan kegiatan jasa perdagangan yang tercatat dalam buku bank. Dilain sisi, terjadi karena kinerja debitur yang buruk, ketidakmampuan debitur dalam memenuhi dana yang telah dibiayai oleh bank. Dalam hal ini, perhatian bank bukan hanya kondisi keuangannya dan nilai jaminan kredit tetapi termasuk juga karakter debitur yang melakukan pembiayaan. Berkaitan dengan hal itu, dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah dengan memperhatikan prinsip utama yang berkaitan kondisi secara keseluruhan calon debitur. Di dunia perbankan syariah terdapat kaidah 5 C + 1 S, yaitu 5C dan 1S yaitu Character, Capital, Capacity, Condition of Economy dan Collateral (5C)dan Syariah(1S). Dengan diberlakukannya kaidah tersebut, terdapat upaya dari bank untuk bisa mengenal dan mengetahui secara

pasti sifat nasabah yang berkeinginan mengajukan pembiayaan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir resiko pembiayaan bermasalah atau kredit macet yang terjadi. Disamping itu, perbankan bisa mengetahui apa penyebab pembiayaan bermasalah terjadi dan mampu menangani pembiayaan bermasalah tersebut. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mempunyai peran penting bagi masyarakat luas terutama dalam pengembangan UKM atau UMKM di Indonesia. Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008, BPRS memiliki fungsi yang sama dengan Bank Umum lainnya, yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kekurangan dana dengan pihak yang mempunyai dana berlebih. Namun yang menjadi perbedaannya terdapat pada kegiatan lalu lintas pembayaran. Dalam kurun waktu beberapa tahun lalu, rata-rata pertumbuhan BPRS sekitar 31, 27% selamalima tahun terakhir. Berdasarkan data statistik perbankansyariah, hingga Desember 2014, total aset BPRS telah mencapai Rp 6, 5 Triliun. Disamping itu, secara kelembagaan jumlah BPRS pun meningkat sampai bulan Desember 2014. BPRS telah memiliki 163 bank dan439 kantor yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kinerja BPRS mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Berdasarkan laporan laba rugi gabungan BPRS menyatakan bahwa, total pendapatan BPRS pada tahun 2012 tercatat Rp 593.366 Miliar, dan di tahun 2013 total pendapatan BPRS meningkat menjadi sebesar Rp

753.272 Miliar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan BPRS mengalami peningkatan yakni sebesar Rp 159.906 Miliar atau 26, 95%. Sama halnya dengan Bank Umum, BPRS juga mempunyai fungsi dalam menghimpun dana masyarakat. Perbedaannya, dalam menghimpun dana, BPRS menggunakan kontrak khusus yang dalam syariah disebut wadiah. Selain produk wadiah juga tabungan dan deposito berjangka. Dalam penyaluran dana perbankan syariah menawarkan produk pembiayaan-pembiayaan, dengan menggunakan beberapa akad seperti: akad bagi hasil atau profit-loss sharing (equity-based financing) yaitu mudharabah dan musyarakah, akad jual beli yang berupa piutang (debt-based financing) yakni murabahah, istishna, salam dan qardh (pinjam-meminjam). Juga akad sewa menyewa (ijarah). Sehingga, secara singkat bisa dikatakan bahwa setengah dari total pembiayaan menggunakan akad jual beli yang berupa piutang, serta jenis pembiayaan murabahah cukup banyak di BPRS. Skema tersebut banyak diterapkan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia perbankan pada umumnya. Untuk mengetahui secara jelas fakta tentang pembiayaan yang dominan disalurkan oleh BPRS, berikut ini disajikan tabel terkait komposisi pembiayaan yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan. Data yang diambil dalam kurun waktu lima tahun dari 2011 sampai dengan tahun 2015.

Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan BPRS (Juta Rupiah) Akad 2011 2012 2013 2014 (Desember) 2015 (April ) Mudarabah 75.807 99.361 106.851 122.467 133.805 Musyarakah 246.796 321.131 426.528 567.658 582.366 Salam 20 197 26 16 16 Istishna 23.673 20.751 17.614 12.881 12.059 Ijarah 13.815 13.522 8.318 5.179 6.614 Qardh 72.095 81.666 93.325 97.709 108.523 Multijasa 89.230 162.245 234.469 233.456 270.571 Murabahah 2.154.494 2.854.646 3.546.361 3.965.543 4.212.147 Total Pembiayaan 2.675.930 3.533.520 4.433.492 5.004.909 5.326.101 Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2011-2015 Dilihat dari tabel diatas, bahwa sebagian besar pembiayaan yang sering disalurkan adalah melaluiakad murabahah, yaitu tiga perempat lebih dari total seluruh pembiayaan. Jika dilihat dari total pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS, pertumbuhan pembiayaan mengalami perubahan selama tiga tahun dalam lima tahun periode. Pertumbuhan terbesar terjadi pada April tahun 2015 yaitu sebanyak 5.326.101 juta transaksi dan terkecil pada tahun 2010 sejumlah 2.060.437 juta

transaksi. Menurut Rahmawati (2007) yang selaras dengan Sula (2010), bahwa salah satu produk yang terjadi primadona yang digunakan untuk transaksi perbankan syariah adalah murabahah. Bank dalam penyaluran pembiayaan terdapat dua model yang digunakan yaitu pembiayaan prinsip jual beli dan pembiayaan prinsip bagi hasil. Pendapatan bank yang sangat di tentukan oleh besarnya keuntungan yang diterima dari pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Besarnya keuntungan yang diterima oleh prinsip jual beli berasal dari mark up yang ditentukan menurut kesepakatan antara bank dan nasabah. Lain halnya, pendapatan dari prinsip bagi hasil yang ditentukan berdasarkan kesepakatan banyaknya nisbah, keuntungan bank tergantung pada keuntungan nasabah. Model bagi hasil tersebut banyak mengandung resiko. Dengan demikian, sektor bank harus aktif berusaha mengantisipasi terjadi kemungkinan kerugian terhadap nasabah sejak awal (Muhammad,2008) Profil resiko pembiayaan BPRS dapat dilihat dari rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) dan pembentukan cadangan (cash provision). Semakin tinggi NPF, semakin tinggi resiko yang dihadapi BPRS, karena itu mempengaruhi permodalan BPRS tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan membuat BPRS mempunyai kewajiban untuk memenuhi Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk. Bila hal ini terus terjadi maka mungkin saja modal BPRS tersebut akan tersedot untuk membayar PPAP, karena itulah BPRS

menginginkan NPF yang rendah, nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai profitabilitas BPRS tersebut. Ratio NPF di lihat dari kualitas pembiayaan, yaitu besar kredit yang berada dalam kondisi kurang lancar, diragukan dan macet dan di bandingkan dengan total jumlah kredit yang di berikan. Besar persentase NPF yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia, untuk Bank BPRS maupun konvesional batas NPF sebesar 7% untuk bank umum syariah sedang untuk bank kovensional sebesar 5%. Apabila melebihi batas NPF yang telah ditentukan, maka akan berpengaruh terhadap penilaian tingkat kesehatan bank. Disamping itu, ketika resiko pembiayaan meningkat maka margin atau bunga (bank konvensional) akan meningkat pula. Sementara sistem perbankan syariah tidak mengenal instrumen bunga, tetapi pembagian keuntungan dan kerugian (profit-loss sharing). Sehingga keuntungan bank syariah tidak ditentukan pada tingkat bunga yang telah ditetapkan dimuka. Besaran Rasio NPF dalam lima tahun belakangan ini selalu berada di batas ketentuan. Dibawah ini disajikan tabel terkait pembiayaan BPRS berdasarkan kualitas pembiayaan. Tabel 1.2 Pembiayaan BPRS Berdasarkan Kualitas Pembiayaan (Juta Rupiah) Kolektivitas Pembiayaan 2011 2012 2013 2014 (Des) 2015 (April)

Lancar 2.512.328 3.334.885 4.145.119 4.610.238 4.829.382 Non Lancar 163.602 218.635 288.373 394.671 496.720 Kurang lancar 49.319 72.806 90.581 136.251 174.121 Diragukan 44.663 51.649 65.847 81.069 108.815 Macet 69.620 94.180 131.945 177.351 213.784 Total Pembiayaan PersentaseNP F 2.675.930 3.533.520 4.433.492 5.004.909 5.326.101 6,11 % 6.15 % 6,50 % 7,89 % 9,33 % Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK),2011-2015 Menurut Laporan Statistika Perekonomian Bank Indonesia khusus untuk BPRS bahwa untuk persentase kolektifitas pembiayaan untuk 5 tahun terakhir ini, tercatat secara persentase, NPF terbesar pada April 2015 sebesar 9, 33%, dengan kategori pembiayaan macet sebesar Rp 213.784 juta. Demikian hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang menentukan. Berdasarkan tingkat fluktuasi NPF yang cukup tinggi,oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mentidaklanjuti hal tersebut, dengan judul Analisis Eksternal dan Internal dalam menentukan Tingkat Resiko Non Performing Financing BPRS di Indonesia. B. Rumusan Masalah Sehubungan dengan itu, maka pertanyaan penelitian ini adalah, 1. Apakah variabel GDP, Inflasi, Kurs, Rasio Alokasi Pembiayaan Murabahah terhadap Alokasi Pembiayaan PLS (RF) dan Rasio Return PLS terhadap

Return Total Pembiayaan (RR) berpengaruh secara parsial dalam menentukan tingkat resiko NPF BPRS di Indonesia? 2. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat resiko NPF BPRS di Indonesia.? 3. Jenis pembiayaan apa yang cenderung mengalami pembiayaan bermasalah sehingga berdampak pada kinerja BPRS di Indonesia. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk, 1. Mengidentifikasi apakah variabel GDP, Inflasi, Kurs, Rasio Alokasi Pembiayaan Murabahah terhadap Alokasi Pembiayaan PLS (RF) dan Rasio Return PLS terhadap Return Total Pembiayaan (RR) berpengaruh secara parsial dalam menentukan tingkat resiko NPF BPRS di Indonesia. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apakah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat resiko NPF BPRS di Indonesia. 3. Mengidentifikasi jenis pembiayaan yang cenderung mengalami pembiayaan bermasalah sehingga berdampak pada kinerja BPRS. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Merupakan suatu pembelajaran baru yang didapat yaitu usaha dalam menganalisa suatu laporang keuangan dan diharapkan penulisa bisa mengaplikasikan teori yang didapat selama perkuliahan guna untuk memecahkan masalah 2. Bagi Lembaga Keuangan Menambah informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga keuangan dan berguna dalam pengambilan keputusan berdasarkan informasi dan data yang di dapat untuk membentuk inovasi baru di bidang keuangan. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada 3 jenis pembiayaan dalam BPRS yaitu jenis pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan Musyarakah. Mengingat jumlah dan rasio jenis pembiayaan tersebut cukup besar terhadap total pembiayaan di BPRS sehingga dampaknya akan menjadi signifikan mempengaruhi NPF. Sehingga penelitian ini juga mengelompokkan 3 jenis pembiayaan tersebut menjadi 2 kelompok pembiayaan; yang pertama jenis pembiayaan berdasarkan akad piutang jual beli (debt-based financing) yaitu Murabahah; yang kedua adalah jenis pembiayaan bedasarkan modal dengan akad bagi hasil (equity-based financing ) yaitu Mudharabah dan Musyarakah.