BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Berbicara masalah hidup manusia, berarti juga berbicara masalah tanah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENUTUP. pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 di. Kabupaten Bantul telah mewujudkan kepastian hukum karena seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk. kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah

JURNAL. Diajukan oleh: Britha Mahanani Dian Utami. Program Kekhususan: Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan penunjang kesejahteraan dan kemakmuran diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di Indonesia fungsi tanah semakin meningkat karena meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, dikarenakan tanah adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal juga sebagai sumber penghidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adat. Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan Undang Undang No 5 Tahun 1960

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan. masyarakat, terlebihi masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan

milik adat yang diperoleh secara turun-temurun (pewarisan).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan tempat manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembangunan untuk

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpilkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusional Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK MILIK DARI TANAH NEGARA DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan sesuatu yang mempunyai peran penting bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang. pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pembangunan yang meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penunjang kesejahteraan dan kemakmuran diseluruh masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB I PENDAHULUAN. dan air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. memberikan jaminan kepastian hukum kepada subyek hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

PELAKSANAAN PRONA (TANAH HAK MILIK) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN TERTIB ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah dalam kehidupan sehari-hari manusia mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB III PENUTUP. 1. Pelaksanaan pendaftaran hak milik adat (Letter C) secara sporadik dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI )

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia, manusia memerlukan tanah untuk tempat hidupnya. Tanah

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 1 Untuk mendapatkan data dan. menggunakan metode penelitian hukum sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya. 4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.

/diusahakan sendiri oleh pemilik secara aktif.

BAB I PENDAHULUAN. peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai bidang-bidang diantaranya Tata Guna Tanah, Landreform,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang merdeka dan berkembang saat ini Indonesia sedang. melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan nasional khususnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah sebagai salah satu sumber kekayaan alam memiliki hubungan erat

PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH ADAT (KONVERSI) DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM MELALUI PROGRAM LARASITA DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

JURNAL KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN KEGIATAN REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN YANG BERASAL DARI TANAH ABSENTEE DI KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai. berikut :

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN menyebutkan bahwa tujuan bernegara adalah melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Berbicara masalah hidup manusia, berarti juga berbicara masalah tanah karena hidup manusia tidak akan dapat dipisahkan dengan keberadaan tanah. Tanah adalah soal hidup dan penghidupan manusia karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. 1 Tanah merupakan alat bagi terwujudnya kesejahteraan manusia. Keberadaan tanah bukan hanya sebagai suatu kebutuhan atas tempat tinggal saja akan tetapi merupakan faktor pendukung tumbuh kembang segala aspek kehidupan manusia baik ekonomi, sosial, politik maupun budaya. 2 Oleh karena itu, setiap manusia pasti akan mempertahankan tanah yang dimilikinya sampai pada perjuangan yang terakhir. Sadumuk bathuk sanyari bumi ditohi tekaning pati kiranya dapat menggambarkan betapa tanah memiliki nilai yang teramat penting bagi perjalanan hidup manusia. Di Indonesia, pengaturan terkait dengan hak untuk menguasai tanah diserahkan kepada Negara. Hal ini termaktub di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat 1 Mochammad Tauchid, 2007, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Dua Warna, Yogyakarta, hlm. 3. 2 Winahyu Erwiningsih, 2009, Hak Menguasai Negara atas Tanah, Cetakan I, Total Media, Yogyakarta, hlm. 1. 1

dianggap tepat untuk diberi kewenangan menguasai dan mengatur urusan pertanahan akan tetapi penguasaan oleh negara bukanlah untuk memiliki. Hal ini berpangkal dari pendirian bahwa untuk mencapai tujuan dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidaklah tepat apabila Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Selain itu yang menjadi catatan penting bahwa penguasaan tanah oleh negara memiliki tujuan pasti yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. 3 Kewenangan Negara dalam bidang pertanahan merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama yang dipunyainya. 4 Pengaturan lebih lanjut tentang kewenangan Negara tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Undang-Undang Pokok Agraria merupakan tonggak penting dalam sejarah politik agraria nasional sebab melalui peraturan ini, Indonesia memancangkan tekad politik untuk membongkar sistem, filosofi, dan struktur keagrariaan yang bercorak kolonial dan menghisap menjadi struktur yang dapat menjamin terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat. 5 Negara sebagai konsep yang berkaitan dengan 3 Samun Ismaya, 2011, Pengantar Hukum Agraria, Edisi 1, Cetakan I, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 10. 4 Winahyu Erwiningsih, Op.cit., hlm. 83. 5 Bernhard Limbong, 2012, Hukum Agraria Nasional, Cetakan I, Margaretha Pustaka, Jakarta Selatan, hlm. 32. 2

kekuasaan memiliki sejumlah tujuan hakiki sebagai pengemban tujuan dari seluruh warga negaranya. 6 Hal ini dapat terlihat dalam kewenangan menguasai negara atas tanah yang dijabarkan di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menentukan bahwa: Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Kewenangan yang dimiliki oleh Negara tidak bersifat mutlak karena dalam pelaksanaannya ada pembatasan yang harus diperhatikan oleh Negara dalam mengatur bidang pertanahan. Pembatasan kekuasaan Negara atas tanah yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diuraikan di dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa Negara diberikan kewenangan untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Pembatasan kewenangan Negara dalam mengatur sumber daya alam dimaksudkan agar penguasaan oleh Negara tersebut bertujuan untuk kepentingan rakyat yaitu dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tujuan Negara Indonesia dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alinea 4. Di dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UUPA 6 Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Edisi 1, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 58. 3

ditentukan bahwa salah satu Hak Menguasai Negara adalah untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah. Salah satu tujuan bahwa Negara diberikan kewenangan untuk menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum. Dalam rangka menjamin kepastian hukum inilah maka Pemerintah perlu untuk melakukan Pendaftaran Tanah. Ketentuan tentang Pendaftaran Tanah diatur lebih lanjut di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menentukan bahwa: Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kegiatan Pendaftaran Tanah diatur di dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa: Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Tindak lanjut dari amanat Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menghendaki bahwa Pendaftaran Tanah diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah adalah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan Pendaftaran Tanah yang tercantum di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dijabarkan di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu: 4

Pendaftaran Tanah bertujuan: a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lainnya yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Salah satu obyek Pendaftaran Tanah adalah Hak Milik. Hak Milik yang diatur di dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Selanjutnya di dalam Pasal 23 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa: Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UUPA bahwa Hak Milik, peralihan, hapus dan pembebanan Hak Milik atas tanah harus didaftarkan untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana yang telah ditentukan di dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Kegiatan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA diatur lebih lanjut di dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kegiatan Pendaftaran Tanah meliputi dua kegiatan yaitu Pendaftaran Tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah untuk pertama kali dapat dilakukan secara sistematik atau secara 5

sporadik. Pendaftaran Tanah secara sisitematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Contoh-contoh Pendaftaran Tanah secara sistematik yaitu Proyek Administrasi Pertanahan Indonesia (PAP), Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA), Program Reforma Agraria (PRAN), Sertifikasi Massal Swadaya (SMS), serta Land Management and Policy Development Program (LMPDP). Pendaftaran Tanah secara sporadik dapat dilakukan baik secara individu maupun massal atas permintaan pemilik tanah. Salah satu kegiatan Pendaftaran Tanah secara sistematik atau yang merupakan program dari Pemerintah adalah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). PRONA diatur di dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dalam rangka membantu masyarakat mensertipikatkan tanah mereka. PRONA berkaitan dengan pengurusan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali. Tujuan diadakan PRONA adalah untuk memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah diseluruh Indonesia dengan mengutamakan desa miskin/tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah penyangga kota, pinggiran kota pengembangan ekonomi rakyat. 7 atau daerah miskin kota, daerah Kegiatan PRONA diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk memperoleh sertipikat Hak Milik atas tanah 7 http://www.bpn.go.id/program-prioritas/legalisasi-aset/program-program/sertipikasi-prona, Badan Pertanahan Nasional, Sertipikasi PRONA, 4 Maret 2014 6

dengan diperolehnya sertipikat tersebut maka pemilik tanah atau pemilik sertipikat memperoleh jaminan kepastian hukum. Di Kabupaten Bantul terdapat 566.451 jumlah bidang tanah. Bidang tanah yang sudah bersertipikat sampai dengan tahun 2009 adalah 398.577 bidang atau 70% dari jumlah bidang tanah dan masih kurang 167.874 bidang tanah yang belum disertipikatkan atau 30 % dari jumlah bidang tanah. 8 Berdasarkan data tersebut berarti bahwa masih ada tanah di Kabupaten Bantul yang belum bersertipikat. Hal ini berarti pula bahwa 30% bidang tanah di Kabupaten Bantul belum memiliki kepastian hukum. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup maju dan memiliki potensi di bidang pariwisata maka kepastian hukum atas tanah-tanah yang ada di Kabupaten Bantul menjadi salah satu hal yang diperhatikan oleh Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Kabupaten Bantul. Oleh karena itu Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul melaksanakan percepatan Pendaftaran Tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) pada tahun 2010. Program PRONA ini diharapkan dapat membantu masyarakat Bantul dalam mensertipikatkan hak milik atas tanah masyarakat di Kabupaten Bantul. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah 8 http://lama-bappeda.bantulkab.go.id/documents/20140311152808-bab-4rpjmd-kabupaten-bantul- 2011-2015.pdf., Wakil Bupati Bantul Drs. Sumarno, Prs. Serahkan 322 Sertifikat Tanah, 10 Agustus 2014 7

melalui Proyek Operasi Nasional Agraria pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul telah mewujudkan kepastian hukum? C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul telah mewujudkan kepastian hukum. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum pertanahan mengenai pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul. 2. Manfaat praktis a. Bagi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah khususnya aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul dalam melaksanakan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria. b. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat mengetahui proses dan syarat-syarat melakukan 8

pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria. E. Keaslian penelitian Sepengetahuan penulis penulisan dengan judul Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Melalui Proyek Operasi Nasional Agraria Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum di Kabupaten Bantul merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta tetapi apabila permasalahan hukum tersebut sudah pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya maka penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pelengkap dari penelitian terdahulu. Pengangkatan penulisan ini merupakan hasil karya asli penulis dan bukan hasil duplikasi karya penulis lain. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi berbagai pihak tentunya berkaitan dengan pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik melalui Proyek Operasi Nasional Agraria dalam mewujudkan kepastian hukum di Kabupaten Bantul. Keaslian materi ini dapat dibuktikan dengan membandingkan tiga hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik melalui Proyek Operasi Nasional Agraria tetapi berbeda objek penelitiannya. Perbedaan masalah hukum dengan penulisan hukum yang lain yaitu: 1. a. Judul : Pendaftaran Hak Milik atas Tanah Setelah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) di Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul b. Identitas penulis : 1) Nama : Christina Henny Ambarwati 9

2) Fakultas : Hukum 3) Universitas : Universitas Atma Jaya Yogyakarta 4) Tahun penelitian : 2000 c. Rumusan masalah : Apakah setelah dilaksanakannya PRONA di Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul, pemegang Hak Milik atas tanah yang bukan peserta PRONA di lokasi PRONA juga telah mendaftarkan Hak Milik atas tanah? d. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui apakah setelah dilaksanakannya PRONA di Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul, pemegang Hak Milik atas tanah yang bukan peserta PRONA di lokasi PRONA juga telah mendaftarkan Hak Milik atas tanahnya e. Hasil penelitian : Sebagian besar pemegang Hak Milik atas tanah yang bukan peserta PRONA telah mendaftarkan Hak Milik atas tanahnya. Alasan responden mendaftarkan Hak Milik atas tanahnya adalah pendaftaran Hak Milik atas tanah memberikan jaminan kepastian hukum dan sertipikatnya dapat dijadikan jaminan di bank. Alasan 10

responden belum mendaftarkan Hak Milik atas tanahnya adalah menunggu pemutihan sertipikat, biaya pendaftaran yang tinggi, karena dialihkan haknya dan karena tempat tinggal ahli waris berbeda-beda. f. Perbedaan : Skripsi penulis tersebut berkaitan dengan pendaftaran Hak Milik atas tanah yang bukan peserta PRONA tetapi berada di lokasi PRONA sedangkan skripsi yang ditulis oleh penulis berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA. 2. a. Judul : Pelaksanaan PRONA (Hak Milik) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kabupaten Gunungkidul b. Identitas penulis : 1) Nama : Eko Purwanto 2) Fakultas : Hukum 3) Universitas : Universitas Atma Jaya Yogyakarta 4) Tahun penelitian : 2014 c. Rumusan masalah : 1) Bagaimanakah pelaksanaan PRONA khususnya tanah Hak Milik di Kabupaten Gunungkidul? 11

2) Apakah pelaksanaan PRONA (tanah Hak Milik) telah mewujudkan tertib administrasi pertanahan? d. Tujuan penelitian : 1) Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan PRONA khususnya tanah Hak Milik di Kabupaten Gunungkidul? 2) Untuk mengetahui apakah pelaksanaan PRONA (tanah Hak Milik) telah mewujudkan tertib administrasi pertanahan? e. Hasil penelitian : 1) Pelaksanaan PRONA pada tahun 2013 berjalan baik. Dari 20 responden responden yang mendaftarkan tanah Hak Miliknya melalui PRONA di Desa Girisuko telah mendapatkan sertipikat tanggal 5 Maret 2014 tanpa ada gugatan dari pihak ketiga. Sedangkan 20 responden di Desa Giripurwo belum mendapatkan sertipikat karena banyaknya pemohon yang melakukan peralihan tanah Hak Miliknya, lokasi tanah yang akan didaftarkan jauh dan letak tanahnya miring. 12

2) Dari dua desa yang telah diteliti, pelaksanaan PRONA di Desa Girisuko telah mewujudkan tertib administrasi pertanahan sedangkan di Desa Giripurwo belum mewujudkan tertib administrasi pertanahan. f. Perbedaan : Skripsi penulis tersebut tentang pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2013 di Kabupaten Gunungkidul sedangkan skripsi yang ditulis oleh penulis berkaitan dengan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul. 3. a. Judul : Pendaftaran Pertama Kali untuk Konversi Tanah Hak Milik karena Pewarisan Melalui Kegiatan Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah (Larasita) dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juncto Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009 Di Kabupaten Boyolali 13

b. Identitas penulis : 1) Nama : Astrid Adelia 2) Fakultas : Hukum 3) Universitas : Universitas Atma Jaya Yogyakarta 4) Tahun penelitian : 2011 c. Rumusan masalah : Apakah pendaftaran pertama kali untuk konversi tanah Hak Milik dengan alat bukti penguasaan berupa girik yang diperoleh melalui kegiatan Larasita telah mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kabupaten Boyolali? d. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis apakah pendaftaran pertama kali untuk konversi tanah Hak Milik dengan alat bukti penguasaan berupa girik yang diperoleh melalui kegiatan Larasita telah mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kabupaten Boyolali. e. Hasil penelitian :Pelaksanaan pendaftaran pertama kali untuk konversi tanah Hak Milik dengan alat bukti penguasaan berupa girik yang diperoleh karena pewarisan melalui kegiatan Larasita tahun 2010-2011 di Kabupaten Boyolali 14

berjalan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juncto Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2009, prosedur pelayanan mudah dan tidak berbelit-belit, waktu yang efisien, dan biaya yang hemat. Oleh karena itu, pendaftaran pertama kali untuk konversi tanah Hak Milik dengan alat bukti penguasaan berupa girik yang diperoleh karena pewarisan melalui kegiatan Larasita tahun 2010-2011 di Kabupaten Boyolali telah mewujudkan tertib administrasi pertanahan karena telah menghasilkan 30 bidang tanah yang telah disertipikatkan dan dicatat di Kantor Pertanahan dalam waktu 4 bulan. f. Perbedaan : Skripsi penulis tersebut tentang pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Larasita di Kabupaten Boyolali sedangkan skripsi ditulis oleh penulis adalah tentang pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul. 15

F. Batasan konsep 1. Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. (Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960) 2. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. (Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) 3. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) merupakan progam kegiatan Pendaftaran Tanah secara sistematik yang dilaksanakan baik bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN) maupun yang bersumber dari dana masyarakat. 9 4. Kepastian hukum adalah perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum bertugas 9 Djaka Soehendera, 2010, Sertifikat Tanah dan Orang Miskin: Pelaksanaan Proyek Ajudikasi di Kampung Rawa Jakarta, Edisi 1, HuMa; Van Vollenhoven Institute; KITLV, Jakarta, hlm. 89. 16

menciptakan kepastian hukum dengan tujuan mewujudkan ketertiban masyarakat. 10 G. Metode penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang titik fokusnya adalah pada perilaku masyarakat yang mana penelitian dilakukan secara langsung kepada responden dan narasumber sebagai data primernya. 11 Hasil penelitian hukum empiris berupa fakta sosial. 2. Sumber data Sumber data dalam penelitian hukum empiris ini menggunakan dua data yaitu data primer sebagai data utama dan data sekunder yang berupa bahan hukum yang dipakai sebagai pendukung. a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dan narasumber melalui kuesioner dan wawancara langsung. Data primer diperoleh dari sumber pertama yaitu responden yang melaksanakan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria pada tahun 2010 di Kabupaten Bantul. 12 b. Data sekunder 10 Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 145. 11 Masri Singarimbun, 1981, Metode Penelitian Hukum dan Survei, LP3 ES, hlm. 1. 12 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, hlm. 12. 17

Data sekunder yaitu data yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer berupa peraturan perundangundangan yang terdiri dari: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Setelah Amandemen IV; b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA); c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; d) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; e) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah; f) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; 18

g) Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria Menteri Dalam Negeri; h) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional; i) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan; j) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Atas Tanah yang Berasal dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini meliputi bukubuku, website, arsip-arsip dari instansi yang terkait, pendapat hukum dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria. 3. Metode pengumpulan data a. Data primer 19

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. 1) Kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang dibuat secara tertulis dan diajukan kepada responden guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria dalam mewujudkan kepastian hukum. 2) Wawancara yaitu suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria dalam mewujudkan kepastian hukum. b) Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangundangan, buku-buku, pendapat hukum dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui Proyek Operasi Nasional Agraria. 4. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantul. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul diambil lima kecamatan secara puposive sampling karena lima kecamatan tersebut mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010. Dari lima kecamatan 20

tersebut diambil dua kecamatan secara random sampling sebagai lokasi penelitian yaitu Kecamatan Bantul dan Kecamatan Kasihan. Dari lima desa di Kecamatan Bantul diambil satu desa secara purposive sampling karena desa tersebut mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 yaitu Desa Trirenggo. Dari empat desa di Kecamatan Kasihan diambil satu desa secara purposive sampling karena desa tersebut mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 yaitu Desa Tamantirto. 5. Populasi dan sampel a. Populasi adalah sejumlah manusia atau unit sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian. 13 Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik tanah yang mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 yang berjumlah 500 orang yaitu 450 pemilik tanah yang berasal dari Desa Trirenggo (Kecamatan Bantul) dan 50 pemilik tanah yang berasal dari Desa Tamantirto (Kecamatan Kasihan). b. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan obyek penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan random sampling yaitu pemilihan sampel yang dilakukan secara acak. Sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari populasi yaitu 50 pemilik tanah yang mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui 13 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 172. 21

PRONA pada tahun 2010, yaitu 45 pemilik tanah yang berasal dari Desa Trirenggo (Kecamatan Bantul) dan 5 pemilik tanah yang berasal dari Desa Tamantirto (Kecamatan Kasihan). 6. Responden dan narasumber a. Responden adalah orang yang memberikan respon atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. 14 Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 responden pemilik tanah yang mengikuti pelaksanaan pendaftaran Hak Milik atas tanah melalui PRONA pada tahun 2010 yaitu 45 responden yang berasal dari Desa Trirenggo (Kecamatan Bantul) dan 5 responden yang berasal dari Desa Tamantirto (Kecamatan Kasihan). b. Narasumber dalam penelitian ini adalah : 1) Kepala Kantor Statistik Kabupaten Bantul; 2) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul; 3) Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah PRONA tahun 2010; 4) Camat Bantul; 5) Camat Kasihan; 6) Kepala Desa Trirenggo; 7) Kepala Desa Tamantirto. 7. Analisis data 14 Mukti Fajar Nur Dewata, dkk., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 174. 22

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan mengkaji data yang telah diperoleh secara sistematis sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti. 15 Dalam menarik kesimpulan dipergunakan metode berfikir secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang mendasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus untuk kemudian digeneralisasikan menjadi ketentuan yang bersifat umum. 16 H. Sistematika penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan metode penelitian. BAB II : PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang Tinjauan tentang hak milik atas tanah; Tinjauan tentang pendaftaran tanah; Tinjauan tentang PRONA; serta hasil penelitian dan analisa. BAB III : PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. 15 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 250. 16 Mukti Fajar Nur Dewata, dkk., Op.cit., hlm. 123. 23