BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan permasalahan utama bagi peningkatan kebutuhan akan perumahan dan pemukiman. Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang adalah permasalahan pemukiman penduduk khususnya di kota-kota besar. Masalah perumahan merupakan suatu masalah yang rumit dan kompleks, karena menyangkut banyak hal seperti keadaan sosial ekonomis masyarakat, planologi kota, masalah tanah, meningkatnya jumlah penduduk dan bermacam-macam hal yang kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan satu dengan lainnya. Kebutuhan akan tempat berteduh atau perumahan ini penulis anggap sebagai hal atau topik yang interestan sekali dan masalah perumahan ini adalah masalah yang selalu aktual. Apalagi dengan adanya pertambahan penduduk yang sangat cepat dan terutama di kota-kota besar masalah akan perumahan menjadi lebih parah lagi. Antara pertambahan penduduk disatu pihak dan pertambahan perumahan dilain pihak tidak seimbang. Sedangkan untuk membangun dengan cepat perumahan yang merupakan satu-satunya jalan yang paling efektif belum secara merata dapat dibangun oleh pemerintah karena melihat kebutuhankebutuhan lainnya yang masih perlu diprioritaskan. Salah satu alternatif untuk 1
2 mengatasi kebutuhan akan perumahan adalah dengan cara memberikan kesempatan kepada setiap warga Negara dan badan hukum, baik badan hukum swasta maupun badan hukum Negara untuk membangun perumahan. Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panuju dalam bukunya yang berjudul Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang dikutip oleh R.Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Kendala Pembiayaan Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuanekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah, dengan jumlah kecil. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh dibawah harga rumah yang termurah sekalipun. 2. Kendala Ketersediaan dan harga lahan. Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal, diluar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan
3 sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendahj memerlukan lahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka. 3. Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasarana, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan. 4. Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangunan Banyak negara berkembang belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang, dan lain-lain, Barang-barang tersebut masih perlu diimport dari luar negeri, sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal
4 tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan. 1 Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada ditambah laju urbanisasi yang mencapai ± 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat, kebutuhan perumahan ini selalu mendesak terutama di kota besar seperti halnya Jakarta, antara jumlah rumah yang tersedia tidak seimbang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang cepat meningkat, sementara itu ketersediaan lahan menjadi semakin langka, akibat dari kekurangan akan perumahan tersebut mendorong masyarakatyang memiliki keterbatasan dana, menyewa rumah. Instrumen sewa ini perlu dipahami benar baik oleh penyewa maupun yang menyewakan rumah, agar tidak menimbulkan banyak dampak di bidang hukum antara lain mengenai sengketa-sengketa perumahan baik yang merupakan penyerobotan rumah, pengusiran, uang sewa, dan sebagainya, karena pelaksanaanya memerlukan dasar hukum yang kuat dan tegas. Lemahnya landasan hukum sewa atau konkretnya isi berjanjian sewa selalu berujung pada perselisihan atau sengketa masalah hukum yang rumit dikemudian hari. 2 Dengan adanya keadaan yang demikian Pemerintah mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur masalah perumahan, antara lain Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Perubahan Atas Peraturan 1 R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, www.usu.ac.id, diakses 3 Desember 2009 2 Didi Syamsudin, Jangan Pernah Remehkan Landasan Hukum Sewa- Menyewa, htt://www.kompas.com/kom-cetak/0211/19/ekonomi/jang31htm, diakses tanggal 10 Januari 2010
5 Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki keterkaitan dalam penyelesaian sengketa sewa-menyewa perumahan serta Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik. Pengaturan tentang sewa menyewa rumah termasuk ke dalam pengaturan tentang sewa menyewa pada umumnya yang diatur di dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPerdata). Perjanjian sewa menyewa merupakan salah satu bentuk perwujudan dari adanya suatu perjanjian dua belah pihak atau lebih. Suatu perjanjian yang dibuat adalah sah dan akan mempunyai kekuatan hukum apabila memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata bahwa syarat sahnya suatu perjanjian apabila terpenuhinya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri, kecakapan unuk membuat suatu perikatan, adanya hak tertentu, dan sebab yang halal. Para pihak yang terikat kepada perjanjian sewa menyewa diikat oleh kesepakatan yang telah dicapai di dalam perjanjian sewa menyewa yang dibuat. Selanjutnya,dalam pelaksanaan sewa menyewa perumahan baik perumahan yang dikuasai oleh perseorangan maupun perumahan yang dikuasai oleh Kepala daerah para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur pada pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat, cakap, hal tertentu, dan sebab yang halal. Selain atas dasar yang terdapat dalam KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 mengatur mengenai timbulnya
6 hubungan sewa-menyewa perumahan. Faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan sengketa sewa-menyewa perumahan adalah penyewa rumah yang tidak mau meninggalkan rumah yang disewanya padahal masa sewanya telah habis, penghuni rumah yang masih dikuasai oleh Kepala Daerah, tetapi ia tidak memiliki Surat Ijin Perumahan ( SIP ) atau penyewa sudah memiliki SIP tetapi SIP tersebut sudah habis masa berlakunya dan oleh si penyewa belum diperpanjang. Penyelesaian sengketa sewa-menyewa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 yang kewenangan penyelesaiannya ada pada Dinas Perumahan. Dalam penyelesaian rumah yang masih dikuasai Kepala Daerah, Dinas Perumahan dapat memberikan peringatan-peringatan lebih dahulu, tetapi jika peringatan tersebut tidak ditanggapi oleh penyewa, maka Dinas Perumahan dapat langsung memutuskan sengketa tersebut serta melakukan pengosongan paksa terhadap rumah tersebut. Lain halnya dengan rumah yang tidak dikuasai oleh Kepala Daerah, terhadap rumah tersebut, Dinas Perumahan hanya berwenang melakukan pengosongan bila diminta oleh pemilik rumah. Sering terjadi dalam praktek pengosongan perumahan bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela sehingga diperlukan bantuan pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa. Pihak yang dimenangkan dalam putusan dapat memohon pelaksanaan putusan (eksekusi) kepada pengadilan yang akan melaksanakan secara paksa. Sudah sejak lama Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 berlaku namun masih banyak masyarakat yang kurang memahami akan masalah
7 penyelesaian sengketa (perkara) perumahan, khususnya yang menyangkut tatacara yang harus mereka tempuh dalam penyelesaian perkara mereka dan masih sering terjadi pengaduan-pengaduan mengenai masalah perumahan kepada instansi yang sebenarnya bukan wewenangnya, dan/atau belum memahami benar tata cara pengaduan dalam mempertahankan hak mereka atas perumahan yang bersangkutan. B. Perumusan Masalah Dari uraian permasalahan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban antara Pemerintah Kota dan penyewa dalam perjanjian sewa menyewa perumahan di Jakarta Pusat? 2. Bagaimana tata cara penyelesaian sengketa perjanjian sewa menyewa perumahan antara pemerintah kota dan penyewa di Jakarta Pusat? 3. Bagaimana kewenangan Pemerintah Kota dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam penyelesaian sengketa perjanjian sewa menyewa perumahan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, tujuan dilaksanakannya penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan hak dan kewajiban antara Pemerintah Kota dan penyewa dalam perjanjian sewa menyewa perumahan di Jakarta Pusat;
8 2. Untuk mengetahui dan menganalisa tata cara penyelesaian sengketa perjanjian sewa-menyewa perumahan antara Pemerintah Kota dan penyewa di Jakarta Pusat; 3. Untuk mengetahui kewenangan Pemerintah Kota dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam penyelesaian sengketa perjanjian sewa menyewa perumahan; D. Manfaat penelitian 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang perumahan serta menambah khasana perpustakaan. 2. Secara praktis penelitian ini diharap akan menambah pengetahuan bagi masyarakat, praktisi, peneliti, dosen dan mahasiswa tentang penyelesaian sengketa perjanjian sewa-menyewa perumahan baik yang dikuasai Pemerintah Daerah maupun perseorangan, kewenangan Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri dalam Penyelesaian sengketa sewamenyewa perumahan. E. Keaslian penelitian Berdasarkan penelitian dan penulusuran yang telah penulis lakukandi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum terdapat penelitian mengenai masalah Penyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa Menyewa Perumahan Antara Pemerintah Kota dan Penyewa di Jakarta Pusat.Namun terdapat beberapa tulisan yang berkaitan dengan sewa menyewa, seperti tesis yang ditulis oleh Jeffry Rakasiwi Tahun 2006 berjudul
9 Tinjauan Sosiologis Tentang Sewa Menyewa Perumahan Lama Di Kota Malang yang menitik beratkan pada Penghentian Sewa Menyewa Perumahan melalui BUTR adapula Skripsi yang ditulis oleh Sri Widiati Tahun 2005 berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Di Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan, tulisan tersebut menitik beratkan pada Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Kecuali Rumah Susun dan Rumah milik Pemerintah Hal ini berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan bahwa penelitian ini menitik beratkan pada Penyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa Menyewa Perumahan antara Pemerintah Daerah dengan Penyewa. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. ------Rgbpoe-----