PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONES!A. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

GUBERNUR BALI, TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/SR.130/5/2006 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2008

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

NoMoR { s 2oo9 TENTANG /-\ sangat penting sehingga pengadaan dan penyalurannya perlu cermat, akurat, tepat waktu, tepat ukuran dan tepat sasaran;

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional; b. bahwa atas dasar hal tersebut di atas, dan untuk penyediaan pupuk dengan harga yang wajar sampai di tingkat petani, dipandang perlu menetapkan Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2006; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411); 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 (Tambahan Lembaran Negara Tahun 605

2005 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4571); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079); 9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 09/Kpts/ TP.260/1/2003 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2/2003 jis Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 306/MPP/ Kep/4/2003, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 356/MPP/Kep/5/2004 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 175/Kpts/ KP.150/3/2003 tentang Pembentukan Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat; 15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/ OT.210/4/2003 tentang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pupuk An- Organik; 16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 239/Kpts/ OT.210/4/2003 tentang Pengawasan Formula Pupuk An-Organik; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/ OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/ OT.210/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 606

18. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar; Memperhatikan : Kesimpulan Rapat dengan Komisi IV DPR RI tanggal 5 Desember 2005; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006. Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di tingkat pengecer resmi atau kelompok tani. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan usaha budidaya tanaman yang meliputi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan Rakyat dan Hijauan Makanan Ternak. Usaha Budidaya Tanaman adalah semua usaha untuk membudidayakan tanaman secara terus menerus. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman pangan dan atau tanaman hortikultura yang dalam kegiatan usahanya tidak memerlukan izin usaha sesuai dengan peraturan perundangan. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu. Peternak adalah orang yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman hijauan makanan ternak, yang dalam kegiatan usahanya tidak memerlukan izin usaha sesuai dengan peraturan perundangan. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi pupuk Urea, NPK, ZA dan atau SP-36 di dalam Negeri, yang terdiri dari PT. Pupuk Sriwijaya, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Pupuk Iskandar Muda dan PT. Petrokimia Gresik. Distributor pupuk adalah badan usaha yang sah dan ditunjuk oleh produsen pupuk untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran pupuk bersubsidi dalam partai besar untuk dijual kepada 607

pengecer resmi dan atau kelompok tani melalui RDKK di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Pengecer Resmi adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh distributor untuk melakukan penjualan pupuk bersubsidi secara langsung kepada konsumen akhir (petani/kelompok tani) melalui RDKK di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang mempunyai kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan lahan usahatani secara bersama pada satu hamparan atau kawasan, yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi adalah kebutuhan kelompok yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani mengacu pada rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang akan dibeli oleh petani. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPP) adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat propinsi dan oleh Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota. Tenaga Pendampingan Masyarakat (TPM) adalah tenaga sarjana yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, dan dilatih untuk membantu pelaksanakan pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh produsen, distributor, pengecer pupuk dan atau kelompok tani. Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat adalah Tim Pengawas yang anggotanya terdiri dari instansi terkait di Pusat yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Pengadaan adalah proses penyediaan pupuk baik dari produksi dalam negeri maupun impor yang dilakukan oleh produsen. Lini-I adalah lokasi gudang pupuk diwilayah pabrik pupuk dalam negeri atau diwilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. Lini-IV adalah lokasi gudang pengecer yang ditunjuk atau yang ditetapkan distributor. Penyaluran adalah proses pendistribusian pupuk dari Lini-I sampai dengan Lini-IV (pengecer resmi/kelompok tani). Pasal 2 Pupuk bersubsidi diadakan dan disalurkan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman oleh petani, pekebun dan peternak, bukan untuk perusahaan perkebunan, perusahaan tanaman pangan, perusahaan hortikultura atau perusahaan peternakan. 608

Pasal 3 Kebutuhan pupuk yang akan disubsidi dihitung berdasarkan usulan kebutuhan pupuk dari seluruh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan di propinsi dengan mempertimbangkan alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2006. Pupuk yang diberi subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pupuk Urea, ZA, SP-36 dan NPK dengan komposisi 15:15:15. Pupuk yang diberi subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberi label tambahan yang berbunyi Pupuk Bersubsidi Pemerintah yang mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus. Pasal 4 Kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) untuk Tahun Anggaran 2006 dirinci menurut propinsi, jenis dan jumlah, seperti tercantum pada lampiran Peraturan ini. Kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dirinci lebih lanjut menurut kabupaten, jenis, jumlah dan sebaran bulanan yang disahkan dengan Keputusan Gubernur. Kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah dan sebaran bulanan yang disahkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Apabila permintaan pupuk di wilayah tertentu melebihi kebutuhan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur mengusulkan tambahan alokasi pupuk bersubsidi untuk wilayahnya kepada Menteri. Penambahan kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dilakukan melalui realokasi pupuk dari wilayah lain atas persetujuan Menteri. Pasal 5 Pelaksanaan pengadaan, penyaluran, dan peredaran pupuk bersubsidi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan pupuk. Produsen, distributor, dan pengecer resmi yang ditunjuk dalam penjualan pupuk bersubsidi harus menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani dan menjualnya sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Penyaluran pupuk oleh produsen, distributor, pengecer resmi kepada kelompok tani dilakukan melalui sistem tertutup yang didasarkan pada RDKK, yang disetujui oleh petugas teknis/penyuluh/kepala Cabang Dinas (KCD) setempat. Pengecer resmi harus memasang papan nama serta papan harga pupuk bersubsidi sebagaimana ditetapkan pemerintah, di tempat yang mudah terlihat dan terbaca oleh pembeli. 609

Pihak Produsen berkewajiban melakukan monitoring/pengawasan penyediaan dan penyaluran pupuk di masing-masing wilayah tanggung jawabnya. Pasal 6 Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut : a. Pupuk Urea = Rp. 1.050,- per kg; b. Pupuk ZA = Rp. 950,- per kg; c. Pupuk SP-36 = Rp. 1.400,- per kg; d. Pupuk NPK = Rp. 1.600,- per kg. Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Urea, SP-36 dan ZA dalam kemasan 50 kg, dan untuk pupuk NPK dalam kemasan 50 kg atau 20 kg yang dibeli oleh petani di kios pengecer resmi secara tunai. Pasal 7 Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di Propinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran dan penggunaan pupuk bersubsidi diwilayahnya. Pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran serta harga pupuk bersubsidi di tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa dilakukan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida di kabupaten/kota dengan dibantu oleh Tenaga Pendampingan Masyarakat (TPM) yang ditunjuk. Pasal 8 Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati/Walikota. Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida di propinsi menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta laporan dari Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Menteri Pertanian dan Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat. Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat melakukan pemantauan secara sampling, memproses laporan dari Gubernur serta menyiapkan bahan laporan kepada Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Meneg BUMN. 610

Pasal 9 Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Pertanian No. 64/Kpts/SR.130/5/5/2005, tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2005 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 10 Peraturan ini dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2006. Pasal 11 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIYANTONO SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth. 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 3. Menteri Perindustrian; 4. Menteri Perdagangan; 5. Menteri Keuangan; 6. Gubernur di seluruh Indonesia; 7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 8. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Pertanian. 611