2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2017, No pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum untuk pengadaan tanah dan/atau pengolahan tanah; e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/ 11 /PBI/2002 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCATRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA,

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 14 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No e. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Le

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 bagi pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi lindung nilai; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huru

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN KONTRAK PENYIMPANAN KEKAYAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 57 TAHUN 2015

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kembali Peraturan Bank Indonesi

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2017 TENTANG LAPORAN BANK UMUM SEBAGAI KUSTODIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2015 TENTANG AKAD YANG DIGUNAKAN DALAM PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.04/2014 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.03/2017 TENTANG TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.04/2017 TENTANG PEMELIHARAAN DOKUMEN OLEH WALI AMANAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pengeluaran Saham dengan Nilai Nominal Berbeda; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 19

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG RENCANA BISNIS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjalankan bisnis dengan izin operasional sebagai

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

Transkripsi:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.151, 2017 KEUANGAN OJK. Bank. Bencana Alam. Daerah Tertentu. Kredit. Pembiayaan. Perlakuan Khusus. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6094) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45/POJK.03/2017 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa bencana alam yang telah beberapa kali melanda berbagai daerah di Indonesia pada umumnya menimbulkan dampak kerugian yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tertentu yang terkena bencana alam; b. bahwa letak Indonesia yang berada di wilayah yang rawan terkena bencana alam menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami bencana alam; c. bahwa salah satu upaya untuk mendukung pemulihan kondisi perekonomian dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank dengan jumlah tertentu dan kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi; d. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, diperlukan pengaturan kembali perlakuan

2017, No.151-2- khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM.

-3-2017, No.151 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri serta Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Kredit bagi Bank Umum adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b. pengambilalihan tagihan untuk kegiatan anjak piutang; dan c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 3. Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2017, No.151-4- 4. Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BUS atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 5. Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BPRS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

-5-2017, No.151 Pasal 2 (1) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain dari Bank bagi debitur dengan plafon sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, atau imbal hasil. (2) Tata cara penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah dan unit usaha syariah. (3) Plafon Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku baik untuk debitur individual maupun kelompok debitur dan untuk seluruh fasilitas yang diterima dari 1 (satu) Bank Umum atau BUS atau UUS. (4) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain yang disalurkan sebelum maupun setelah terjadinya bencana alam. (5) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain yang disalurkan kepada debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah tertentu yang terkena bencana alam untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak terjadinya bencana alam.

2017, No.151-6- (6) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, atau imbal hasil hanya berlaku untuk Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS yang disalurkan kepada debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah tertentu yang terkena bencana alam untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak terjadinya bencana alam, baik yang disalurkan sebelum maupun setelah terjadinya bencana alam. (7) Tata cara penetapan kualitas Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kualitas aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif bank perkreditan rakyat atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah. Pasal 3 (1) Kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS yang direstrukturisasi ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan 3 (tiga) tahun setelah terjadinya bencana alam. (2) Pelaksanaan restrukturisasi Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan restrukturisasi Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum, ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah dan unit usaha syariah, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi bank syariah dan unit usaha syariah, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

-7-2017, No.151 kualitas aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif bank perkreditan rakyat atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah. (3) Restrukturisasi Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan restrukturisasi Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap kredit atau pembiayaan yang disalurkan sebelum maupun setelah terjadinya bencana alam. Pasal 4 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hanya berlaku untuk Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS yang memenuhi persyaratan: a. disalurkan kepada debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah tertentu yang terkena bencana alam; b. telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit atau imbal hasil pembiayaan yang disebabkan dampak dari bencana alam di daerah tertentu; dan c. direstrukturisasi setelah terjadinya bencana alam. Pasal 5 Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan Kredit bagi Bank Perkreditan Rakyat atau Pembiayaan bagi BPRS yang tidak direstrukturisasi maupun yang direstrukturisasi setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), Pasal 2 ayat (6) dan Pasal 3 ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum, ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah dan

2017, No.151-8- unit usaha syariah, ketentuan peraturan perundangundangan mengenai kualitas aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif bank perkreditan rakyat atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai penilaian kualitas aktiva bagi bank pembiayaan rakyat syariah. Pasal 6 Penentuan daerah tertentu yang terkena bencana alam ditetapkan dalam suatu keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan memperhatikan aspek: a. luas wilayah yang terkena bencana alam; b. jumlah korban jiwa; c. jumlah kerugian materiil; d. jumlah debitur yang diperkirakan terkena dampak bencana alam; e. persentase jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada debitur yang terkena dampak bencana alam terhadap jumlah kredit atau pembiayaan di daerah yang terkena bencana alam; f. persentase jumlah kredit atau pembiayaan dengan plafon sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) terhadap jumlah kredit atau pembiayaan di daerah yang terkena bencana alam; dan g. aspek lainnya yang menurut Otoritas Jasa Keuangan perlu untuk dipertimbangkan. Pasal 7 (1) Bank dapat memberikan kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya bencana alam bagi debitur yang terkena dampak bencana alam di daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam. (2) Penetapan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

-9-2017, No.151 dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain sebelumnya. (3) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2): a. untuk kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya bencana alam dengan plafon sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), penetapan kualitas kredit atau pembiayaan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); b. untuk kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang diberikan setelah terjadinya bencana alam dengan plafon lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), penetapan kualitas kredit atau pembiayaan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penilaian kualitas aset bank umum atau ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah dan unit usaha syariah. (4) Penetapan kualitas Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a hanya berlaku untuk Kredit bagi Bank Umum atau Pembiayaan bagi BUS atau UUS dan/atau penyediaan dana lain yang disalurkan kepada debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah tertentu yang terkena bencana alam untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak terjadinya bencana alam. Pasal 8 Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan plafon kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (3), serta

2017, No.151-10- jangka waktu penetapan kualitas kredit atau pembiayaan yang tidak direstrukturisasi maupun yang direstrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), Pasal 2 ayat (6) Pasal 3 ayat (1), dan Pasal 7 ayat (4) yang berbeda dalam suatu keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan memperhatikan kondisi bencana alam yang terjadi di daerah tertentu. Pasal 9 (1) Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku: 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/17/PBI/2005 tentang Perlakuan Khusus terhadap Bank Perkreditan Rakyat Pasca Bencana Alam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4509); 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/10/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4626); 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank Bagi Daerah-Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4641); dan 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/27/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/10/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank Pasca Bencana Alam di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah

-11-2017, No.151 Sekitarnya di Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5031), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan mengenai penetapan sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit bank atau pengaturan bagi Bank yang sebelumnya mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Pasal 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2017, No.151-12- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2017 KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, ttd MULIAMAN D. HADAD Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 2017 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY