Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 172-178 Kajian Pemberian Lumpur Sawit dan BFA Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Mains Nursery Study of Palm Oil Mill Effluent and Rock Phosphate on The Growth of Oil Palm Seedlings Any Kusumastuti 1, Made Same 1, Dewi Riniarti 1, dan Desi Rahmawati 2 1) Staf Pengajar D4 Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik Negeri Lampung 2) Mahasiswa D4 Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik Negeri Lampung Jln. Soekarno-Hatta No. 10 Rajabasa, B. Lampung, Telp (0721) 703995 Fax: (0721) 787309 ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk mengkaji pengaruh Limbah Pabrik Minyak Sawit (POME) dan BFA pada bibit kelapa sawit di main nursery. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dalam faktorial dan diulang tiga kali. Perlakuan pertama adalah komposisi media tanam, terdiri atas kontrol (tanah ultisols); ultisols + lumpur sawit (75% + 25%); ultisols + lumpur sawit (50% + 50%). Faktor kedua adalah takaran BFA terdiri atas empat aras yaitu: 0 BFA; BFA setara 150 kg P 2 O 5 ha -1 ; 300 kg P 2 O 5 ha -1 ; 450 kg P 2 O 5 ha -1 sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa takaran POME 25% dan 50% dari berat media tanaman memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman pada bibit berumur 4 sampai 7 bulan, jumlah daun pada umur 4 dan 5 bulan, diameter batang pada umur 7 bulan. Pemberiab BFA, interaksi POME dan BFA belum memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batan bibit kelapa sawit di main nursery. Kata kunci : POME, BFA, main nursery PENDAHULUAN Diterima: 9 Mei 2014, disetujui: 23 Mei 2014 Ultisols merupakan tanah marjinal dan jenis tanah yang mendominasi wilayah lahan kering di Indonesia (Subagyo et al., 2000). Tanah tersebut merupakan tanah yang sudah berkembang lanjut, dengan reaksi agak masam sampai masam, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan kandungan bahan organik rendah (Hardjowigeno, 1993; Darmawijaya, 1992). Selain itu, adanya keracunan aluminium dan mangan serta kekahatan fosfor, kalsium dan Molibdenum (Radjagukguk, 1993 dan
Hakim, et al., 1986). Secara umum pada tanah Ultisol P total tanah tinggi akan tetapi P tersedia rendah, demikian juga kandungan bahan organik sangat rendah. Fosfor yang diberikan melalui pemupukan sebagian besar akan difiksasi oleh Al dan Fe. Sehingga hanya 10-20% P yang diberikan ke dalam tanah dapat digunakan oleh tanaman (Foth, 1998). Pemberian pupuk P (anorganik) kedalam tanah ultisols akan menjadi lebih tersedia dan meningkatkan tanggapan tanaman terhadap P jika disertai dengan pemberian bahan organik (Lian, 1993, Adiningsih, Sofyan dan Nursyamsi, 1998). Pupuk P pada tanah ultisol mutlak diperlukan, terlebih subsektor perkebunan (kelapa sawit) mutlak sangat memerlukan pupuk P, karena banyak dibudidayakan pada tanah miskin P tersedia. Sementara pupuk P anorganik harganya cukup mahal dan terkadang sulit didapatkan, sehingga perlu alternatif lain. Alternatif tersebut adalah penggunaan batuan fosfat alam. Prospek penggunaan P-alam sebagai sumber P khususnya pada tanah mineral masam diharapkan cukup baik, karena mudah larut dalam kondisi masam serta dapat melepaskan fosfat secara lambat (slow release) dan relatif lebih murah. Pada saat ini terdapat banyak hasil samping olahan sawit atau lebih dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME). POME merupakan salah satu bentuk hasil akhir pabrik pengolahan buah kelapa sawit yang berupa bubur. Untuk mengatasi penumpukan yang semakin banyak dari hasil samping pabrik kelapa sawit yang tersebar di Indonesia dan rendahnya kesuburan tanah ultisols, maka POME dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan pembenah tanah berupa bahan organik, namun penelitian mengenai masalah ini belum banyak dilakukan. Penggunaan limbah ini sebagai sumber bahan organik dapat meningkatkan bobot kering tanaman jagung dan tomat (Dolmat, 1985). Selain itu, pada pembibitan (main nursery) kelapa sawit banyak menggunakan tanah lapisan atas (top soil) sebagai media pembibitan di polybag. Apabila setiap polybag memerlukan 10kg topsoil maka cukup banyak tanah yang diperlukan. Adanya penggunaan POME juga diharapkan mampu mengurangi penggunaan tanah tersebut. Dalam usaha untuk memperbaiki kesuburan tanah pada ultisol karena kekahatan P dan kandungan bahan organik, mahalnya pupuk P anorganik serta melimpahnya POME sebagai hasil samping pabrik pengolahan kelapa sawit perlu dicoba kombinasi pemberian bahan pembenah tanah berupa POME dan batuan fosfat alam. Dari kombinasi tersebut diharapkan sifat-sifat baik dari kedua bahan tersebut akan meningkatkan produktivitas tanah Ultisols selanjutnya dapat meningkatkan P tersedia, serapan P yang tinggi pada tanaman selanjutnya menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh aras POME terbaik terhadap pertumbuhan tanaman, (2) mengetahui pengaruh aras pemberian BFA terbaik terhadap pertumbuhan tanaman, dan (3) mengetahui pengaruh interaksi antara aras POME dan BFA terhadap pertumbuhan tanaman. METODE Penelitian respons pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai aras POME dan BFA di mains nursery dilaksanakan di kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung dari bulan Maret sampai dengan November 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sebagai media tumbuh berupa Ultisol dari tanah kebun Politeknik Negeri Lampung. Contoh tanah diambil secara komposit Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela 2014 173
kemudian dikeringanginkan, POME dan BFA sebagai bahan perlakuan, pupuk Urea, dan KCl sebagai pupuk dasar, bibit kelapa sawit, polibeg. POME dikering anginkan, dihaluskan sampai lolos mata ayakan 2 mm dan diukur kadar lengasnya agar didapatkan kondisi yang homogen. Batuan fosfat dihaluskan sampai lolos mata ayakan 100 mesh agar pelarutan batuan fosfat dalam tanah menjadi lebih mudah dan seragam. Dosis yang diberikan dihitung berdasarkan hasil analisis terhadap P 2 O 5 yang larut asam sitrat 2%. Pengambilan tanah dilakukan secara komposit pada jeluk olah (0-20 cm). Tanah terlebih dahulu dikeringanginkan, kemudian disaring hingga lolos mata saring 5 mm, setelah itu ditimbang 15 kg untuk setiap polibeg dengan ukuran 30 x 40 cm. Bibit kelapa sawit berumur 3 bulan ditanam pada media perlakuan. Dalam percobaan penanaman digunakan 16 kg tanah pada kadar air kering angin (termasuk berat tanah dengan penambahan POME sebagai perlakuan). Sebelum dilakukan penanaman ditambahkan pupuk basal N yang bersumber dari urea dengan takaran 250 kg/ha dan K bersumber dari KCl dengan takaran 150kg/ha. Pemberian pupuk basal dimaksudkan untuk meniadakan faktor pembatas unsur hara selain unsur hara P yang diteliti. Setiap pot diberi pupuk P yang berasal dari BFA dan macam bahan organik sesuai dengan perlakuan, dan dicampur merata dengan tanah sebelum tanaman ditanam. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAK) pola Faktorial, yang terdiri atas dua faktor perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Faktor pertama POME sebagai bahan orgaik yang terdiri dari tiga aras yaitu: tanpa lumpur sawit (POME) atau 100% tanah ultisols; 25% POME + 75% tanah ultisols; 50% POME + 50% tanah ultisols. Faktor kedua adalah BFA yang terdiri dari empat aras yaitu : tanpa BFA; BFA setara dengan 150 kg P 2 O 5 ha -1 ; BFA setara dengan 300 kg P 2 O 5 ha -1 ; BFA setara dengan 450 kg P 2 O 5 ha -1. Pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Apabila uji F terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian POME dan BFA terhadap Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan 3 bulan setelah tanam (BST) sampai tanaman berumur sembilan bulan. Pengamatan dilakukan sampai tanaman berumur 7 bulan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian POME menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit mulai bibit berumur 4 bulan sampai 8 bulan. Sedangkan pemberian pupuk BFA dan interaksi antara POME dan BFA menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 1). Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian POME pada bibit berumur 3 bulan menunjukkan pengaruh terhadap tinggi bibit kelapa sawit. Pemberian POME berpengaruh terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit mulai tanaman berumur 4 bulan sampai dengan tanaman berumur 7 bulan. Pemberian POME sebanyak 25% dan 50% dari berat media tanam terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada umur 4 sampai 7 bulan menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media yang tidak diberi bahan organik (POME). 174 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela 2014
Tabel 2. Tinggi tanaman pada berbagai aras pemberian POME dan BFA (cm) Perlakuan POME (%) BFA (kg P 2 O 5 ha -1 ) Bulan ke- III IV V VI VII 0 39,60 a 40,39 b 49,05 b 60,23 b 71,38 b 25 44,49 a 45,24 a 54,30 a 67,19 a 80,20 a 50 42,68 a 42,69 a 53,97 a 65,12 a 77,84 a 0 42,16 a 42,82 a 53,57 a 65,13 a 76,97 a 150 41,88 a 42,33 a 51,07 a 62,87 a 74,80 a 300 42,34 a 43,21 a 52,35 a 62,78 a 75,73 a 450 42,64 a 42,73 a 52,77 a 65,93 a 78,37 a Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%. Pada bibit kelapa sawit berumur 3 bulan diduga bahan organik (POME) sedang dalam proses dekomposisi sehingga media tanam yang diberi bahan organik belum memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. POME yang diberikan pada media tanam pada bibit kelapa sawit berumur 4 bulan sampai berumur 7 bulan menunjukkan pengaruh terhadap tinggi bibit. Hal ini diduga bahwa media tanam yang diberi POME yang merupakan bahan organik telah mengalami dekomposisi. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah adalah kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang disebabkan oleh gugus fungsional yang ada dalam bahan organik (Brady, 1990). Bahan organik berperan sangat penting dalam mempertahankan maupun meningkatkan produktivitas lahan (Adiningsih, et al., 1998). Bahan organik selain meningkatkan KTK tanah, juga mensuplai hara N, P, K, S (Flaig, 1984), meningkatkan kemangkusan pemupukan, mengurangi kadar Al (sementara) karena terbentuknya senyawa kompleks dengan Al, meningkatkan aktivitas biologi, meningkatkan daya menahan air, memperbaiki sifat fisika tanah (Adiningsih, et al., 1998). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian BFA pada bibit kelapa sawit berumur 3 bulan sampai 7 bulan belum menunjukkan pengaruh terhadap tinggi bibit kelapa sawit. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perkembangan penambahan tinggi tanaman pada berbagai takaran BFA terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi takaran BFA maka semakin meningkat tinggi tanaman. Pemberian BFA sampai takaran perlakuan yang diberikan belum mampu menunjukkan pengaruh. Diduga pemberian takaran BFA yang lebih tinggi akan menunjukkan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Pengaruh Pemberian POME dan BFA terhadap Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun dilakukan mulai bibit kelapa sawit berumur 3 bulan sampai 9 bulan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian POME menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit pada bibit berumur 4 bulan dan 5 bulan, sedangkan pada bibit berumur 6 dan 7 bulan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pemberian BFA dan interaksi antara POME dan BFA menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela 2014 175
Tabel 2. Jumlah daun pada berbagai aras pemberian POME dan BFA (pelepah ) Perlakuan Bulan ke- III IV V VI VII POME (%) 0 5,41 a 7,66 b 09,83 b 11,58 a 12,00 a 25 5,95 a 8,41 a 10,41 a 12,08 a 12,58 a 50 5, 83 a 8,66 a 10,46 a 11,83 a 12,25 a BFA (kg P 2 O 5 ha -1 ) 0 5,66 a 8,33 a 10,33 a 12,00 a 12,55 a 150 5,55 a 8,00 a 10,22 a 11,88 a 12,33 a 300 5,72 a 8,11 a 10,44 a 11,77 a 12,22 a 450 6,00 a 8,55 a 10,22 a 11,66 a 12,00 a Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%. Bibit kelapa sawit pada perlakuan tanpa pemberian lumpur sawit, pemberian lumpur sawit 25% dan 50% menunjukkan jumlah daun yang tidak berbeda. Hal ini diduga bahwa sebagian hasil fotosintesis dipergunakan untuk mendukung komponen pertumbuhan lainnya berupa tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, dan lain-lain. Setiap batang tanaman ditumbuhi pelepah, akan tetapi pada masa pertumbuhan selama pengamatan terdapat beberapa pelepah yang telah kering sehingga memungkinkan jumlah daun dengan hasil tidak bebeda nyata. Pengaruh Pemberian POME dan BFA terhadap Diameter Batang Pengamatan diameter batang dimulai pada bibit kelapa sawit di main nursery pada saat berumur 6 bulan setelah tanam (BST) sampai tanaman berumur 9 bulan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian POME menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit berumur 6 bulan dan berbeda nyata pada bibit berumur 7 bulan. Sedangkan pemberian BFA dan interaksi antara POME dan BFA terhadap diameter batang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 3). Tabel 3. Diameter batang pada berbagai Aras Pemberian POME dan BFA (cm ) Perlakuan Bulan ke- VI VII POME (%) 0 4,14 a 4,74 b 25 4,62 a 5,25 a 50 4,49 a 5,20 a BFA ((kg P 2 O 5 ha -1 ) 0 4,32 a 5,04 a 150 4,48 a 4,97 a 300 4,47 a 5,10 a 450 4,39 a 5,13 a Keterangan: Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf 5%. Pada saat bibit berumur 6 bulan perlakuan pemberian POME menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pengaruh pemberian POME sebanyak 25% dan 50% dari berat media tanam terhadap diameter batang bibit kelapa sawit pada umur 7 bulan menunjukkan diameter batang yang lebih lebar dibandingkan dengan bibit yang ditanam pada media yang tidak diberi bahan organik (POME). Hal ini menunjukkan asimilat hasil fotosintesis mampu meningkatkan diameter batang. 176 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela 2014
KESIMPULAN Media tanam yang diberi POME 25% sampai 50% memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman pada bibit berumur 4 sampai 7 bulan, jumlah daun pada umur 4 dan 5 bulan, diameter batang pada bibit berumur 7 bulan. BFA belum memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumnlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit di main nursery. Pemberian POME dan BFA belum memperlihatkan inetraksi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit di main nursery. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J. S., A. Sofyan, D. Nursyamsi. 1998. Lahan Sawah dan Pengelolaannya dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 165 196. Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. MacMillan Pub.Co. New York. 621 hal. Darmawijaya, M. Isa. 1992. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dolmat, H.M.T. 1985. Land Aplication of Palm Oil Mill Effluent: Efficacy of Methods on Oil Palm by Products For Agro-Based Industries. Palm Oil Research. Malaya. Flaig, W. 1984. Soil Organic Matter as Source of Nutrition in Organic Matter and Rice: 93-97. IRRI. Los Banos, Laguna Philippines. Foth, H.D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 762 hal. Hakim,,. M.Y. Nyakpa, AM Lubis, S.G. Nugroho, R. Soul, M.A. Diha, Go Ban Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama. Akademika Presindo. Jakarta. Lian, S. 1993. Use of Chemichal Fertilizer With Organic Manure in Rice Production. Food & Fertilizer Technology Center Extention. Bull, No. 315. Taipeh. Taiwan. Radjagukguk, B. 1993. Masalah Pengapuran Tanah Masam di Indonesia. Buletin Fakultas Pertanian N0. 18. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.. 2000. Limiting Nutrients For Tomato (Lycopersicum esculentum) On A Regosol Of Central Java. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2(2):1-5. Subagyo, H., N. Suharta, Agus B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 21-65. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Polinela 2014 177