KAJIAN SAMBUNGAN ANTAR PELAT PRACETAK PADA SISTEM HALF SLAB YANG MENERIMA BEBAN LENTUR Mufdillawati Mursid 1, Djoko Irawan 2, Data Iranata 3, Priyo Suprobo 4 1) Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Email : mufdillawati.m@gmail.com 2) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email :djoko_i@ce.its.ac.id 3) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email :iranata_data@yahoo.com 4) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : priyo@ce.its.ac.id ABSTRAK Penggunaan Sistem Pracetak (Half Slab Precast) merupakan penggabungan beton pracetak dan beton cast in situ, dimana bagian bawah struktur pelat menggunakan beton pracetak dan bagian atas berupa overtopping (cast in-situ). Perencana atau Pelaksana sering menggunakan sistem pracetak karena keuntungan sistem pracetak ini sangat praktis, cepat dan mudah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perilaku pelat dengan sistem half slab precast pada pengujian eksperimental dibandingkan dengan kajian secara analitis yang berbasis elemen hingga dan mengkaji perbandingan antara pelat sistem half slab precast dengan sistem monolit. Pemodelan benda uji yang digunakan adalah pelat dengan sistem half slab precast dan pelat dengan sistem monolit yang telah diuji oleh Irawan dkk (2014). Kajian ini dilakukan terhadap model pelat beton bertulang dengan dimensi 5000 mm x 800 mm x 500 mm yang sama dengan benda uji pada eksperimental. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pada kondisi elastis, perbedaan Pcrack yang dihasilkan dari analisis elemen hingga dan hasil dari uji eksperimental adalah sebesar ± 4.5% untuk setiap model dan hasil Pcrack model half slab lebih kuat 2,5 % dibandingkan dengan model monolit. Kata kunci : half slab precast, elemen hingga, Pcrack, Elastis LATAR BELAKANG Pelat atau slab adalah suatu struktur solid tiga dimensi yang memiliki bidang permukaan datar (tidak melengkung), lurus dan memiliki tebal lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain (Asroni,2010). Metode pracetak (precast ) merupakan konstruksi beton yang saat ini menjadi lebih populer di Indonesia dalam hubungannya dengan pembangunan yang cepat pelaksanaannya (Wijanto, 2006). Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen-komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus ( off site fabrication), terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu ( pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi ( installation), dengan demikian sistem pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen join (Abduh, 2007 dalam Wahyudi, 2010). B-24-1
Half Slab Precast adalah merupakan penggabungan metode beton konvensional dan beton pracetak, dimana pada bagian bawah struktur pelat menggunakan beton pracetak dan pada bagian atas ditutupi menggunakan beton konvensional ( cast insitu). Pada saat ini perencana sudah banyak menggunakan metode half slab precast yang memiliki keuntungan dari beberapa sisi, seperti: a. Pada saat mobilisasi yaitu pengurangan beban yang diterima pada alat berat. b. Percepatan pekerjaan di lapangan khususnya di sistem bekisting di bandingkan dengan sistem konvensional. c. Green Construction, yaitu tidak ada pekerjaan bongkaran bekisting sehingga efisiensi pemakaian alat angkat di lapangan dan megurangi masalah sampah pada proyek. d. Efisiensi biaya di banding dengan sistem konvensional. Gambar 1. Kerusakan di bawah komponen pracetak struktur lantai dermaga (Irawan dkk, 2014) Gambar 1 di atas merupakan contoh dugaan kerusakan yang terjadi di lapangan pada struktur lantai dermaga milik PT. Petrokimia Gresik akibat adanya perubahan sistem dari cast in situ menjadi half slab precast tanpa diikuti perhitungan ulang yang cermat terhadap dimensi, diameter dan jumlah tulangan. Akibat perubahan sistem konstruksi tersebut, akan terjadi perubahan perilaku struktur, komponen pracetak bagian lapis bawah akan berperilaku sebagai pelat satu arah, sedangkan komponen lapis atas akan berperilaku sebagai pelat dua arah yang pada awal perencanaannya komponen lapis atas dan komponen lapis bawah berperilaku sebagai pelat dua arah. METODA PENELITIAN Dalam mendukung penelitian kajian tentang model sambungan antara pelat beton pracetak, maka dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui kapasitas salah satu model sambungan antara pelat beton pracetak dengan obyek perencanaan salah satu proyek dermaga milik PT. Petrokimia Gresik dengan dimensi panel pelat 10 m x 10 m dan ketebalannya 50 cm yang perencanaan awalnya merupakan beton monolit (Irawan dkk, 2014). Benda uji akan diambil dari bagian panel pelat beton yang mewakili sambungan antara pelat beton pracetak seperti Gambar 2. Sedangkan dimensi benda uji akan dibuat dengan dimensi seperti diperlihat kan pada Gambar 3. Untuk mendapatkan perilaku lentur yang baik maka benda uji dibuat dengan dimensi panjang (L) sesuai hasil dari analisis awal. Sedangkan lebarnya ( B) = 80 cm, sesuai dengan ketersediaan ruang pada alat uji. Dimensi benda uji ini diberlakukan untuk semua jenis model sambungan. Untuk setiap jenis model sambungan direncanakan dibuat 3 benda uji. B-24-2
Gambar 2. Bagian Panel Pelat yang digunakan sebagai benda uji (Irawan dkk, 2014) Gambar 3. Dimensi Benda Uji (Irawan dkk, 2014) Terhadap perencanaan tersebut dilakukan perubahan menjadi half slab precast dengan pembagian ketebalan (h2) 35 cm berupa komponen pracetak 5 buah berukuran 2 m x 10 m dan tebal (h1) 15 cm berupa beton cor di tempat / cast in situ. Namun untuk meyakinkan perubahan tersebut dilakukan percobaan dengan model benda uji sebagai berikut: 1. Benda Uji model 1, adalah benda uji yang dicor langsung dengan ketebalan 50 cm dengan penulangan seperti pada Gambar 4. Gambar 4. Sambungan Pelat Pracetak Model 1 Pada Penelitian Pendahuluan 2. Benda Uji model 2, adalah benda uji yang dibuat sistem pracetak dengan ketebalan 35 cm dan dibuat secara cast in situ dengan ketebalan 15 cm. Sistem penulangannya dapat dilihat pada Gambar 5. B-24-3
Gambar 5. Sambungan Pelat Pracetak Model 2 Pada Penelitian Pendahuluan 3. Benda Uji model 3, adalah benda uji yang dicor langsung dengan ketebalan 50 cm dengan penulangan seperti pada Gambar 6. Gambar 6. Sambungan Pelat Pracetak Model 3 Pada Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan tentang model sambungan dilakukan terhadap model sambungan antara beton pracetak (Gambar 5 ) dibandingkan dengan beton yang di cor di tempat / cast in situ (Gambar 4 dan Gambar 6 ). Hasil dari percobaan di Laboratorium, diketahui kemampuan Pretak (Pcrack) untuk masing masing benda uji dengan beberapa variasi umur beton. PRELIMINARY PEMODELAN Pemodelan menggunakan program bantu elemen hingga, pemodelan dibuat seperti pengujian eksperimental di laboratorium terlihat di gambar 7. Tulangan beton yang digunakan adalah diameter 13 mm dan 19 mm untuk tulangan pokok. Mutu beton (f c) yang digunkan 30 MPa dan menggunakan Mutu Baja BJ 39. Pemodelan dianalisan 3D dengan Tipe beton dibuat Solid,Homogenous dan tulangan menggunakan tipe Beam. Untuk pembebanan dan perletakan dibuat seperti pengujian eksperimental laboratorium. Diharapkan pemodelan yang dilakukan dapat mendekati hasil Pcrack eksperimental sehingga dapat mengetahui perilaku dari half slab precast. B-24-4
P 1 m L/5 L/5 L Gambar 7. Benda uji saat pengujian di laboratorium HASIL DAN DISKUSI Berikut ini akan ditampilkan hasil Pcrack yang didapatkan dari pemodelan program bantu berbasis elemen hingga. Gambar 8. Grafik Perbandingan Nilai Tegangan dengan Beban Pemodelan Benda Uji 1 Pemodelan benda uji 1 menghasilkan nilai tegangan ( stress) 2,08627 MPa pada saat beban Pcrack 18 ton. Hasil yang didapatkan dari program bantu elemen hingga ini memiliki silisih 0,3 ton dibandingkan dengan hasil Pcrack yang didapatkan dari pengujian di Laboratorium. Gambar 9. Grafik Perbandingan Nilai Tegangan dengan Beban Pemodelan Benda Uji 2 B-24-5
Pemodelan benda uji 2 menghasilkan nilai tegangan ( stress) 1,49521 MPa pada saat beban Pcrack 18 ton. Hasil yang didapatkan dari program bantu elemen hingga ini memiliki silisih 0,4 ton dibandingkan dengan hasil Pcrack yang didapatkan dari pengujian di Laboratorium. Gambar 10. Grafik Perbandingan Nilai Tegangan dengan Beban Pemodelan Benda uji 3 Pemodelan benda uji 3 menghasilkan nilai tegangan ( stress) 1,88606 MPa pada saat beban Pcrack 16 ton. Hasil yang didapatkan dari program bantu elemen hingga ini memiliki nilai lebih kecil 0,3 ton disbanding dengan nilai Pcrack yang didapatkan dari pengujian di Laboratorium sebesar 16,3 ton. Gambar 11. Grafik perbandingan Pcrack setiap model KESIMPULAN Berikut ini ditampilkan kesimpulan dalam tabel untuk perbandingan nilai Pcrack. Untuk Model benda uji 3, dilakukan konversi umur beton menjadi 28 hari, karena pada saat pengujian eksperimental dilakukan benda uji 3 berumur 22 hari. B-24-6
Tabel 1. Perbandingan nilai Pcrack Benda Uji Pcrack Pcrack Eksperimental (ton) Model 1 17,7 18 Model 2 17,6 18 Model 3 17,16 16 Finite Element (ton) Untuk menganalisa sambungan antar pelat beton pracetak pada sistem half slab precast, dapat membandingkan nilai Pcrack antara benda uji monolit dengan benda uji yang memiliki sambungan. Dari hasil eksperimental dengan mengkonversi kuat tekan pada model 3, didapat nilai Pcrack benda uji 2 (model sambungan) lebih besar 2,56% dibandingkan dengan Pcrack benda uji 3 (model monolit). DAFTAR PUSTAKA ABAQUS. 2004. ABAQUS Analysis User s Manual, ABAQUS Inc. American Concrete Institut (ACI 318M-11). 2011. Building Code Requirements for Structural Concrete, ACI Committee 318. Asroni, H. Ali. (2010). Balok dan Pelat Beton Bertulang, Edisi Pertama, Grah a Ilmu, Yogyakarta. David G. Hieber, Jonathan M. Wacker, Mark O. Eberhard, John F. Stanto.(2005).State-of-the Art Report on Precast Concrete Systemsfor Rapid Construction of Bridges, Final Technical Report Contract T2695, Task 53, Bridge Rapid Construction, Department of Civil and Environmental Engineering University of Washington. Irawan, Djoko., P,Suprobo.,dan D,Iranata.(2014). Model Sambungan Antar Pelat Beton Pracetak Pada Sistem Half Slab Precast Untuk Pembebanan Momen Dua Arah. Rencana Usulan Penelitian Untuk Disertasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kmiecik, P, Kamiski. (2011), Modelling of reinforced concrete structure with concrete strength degradation taken into consideration, Archives of Civil and Mechanical Engineering, Vol.XI. No. 3. PCI Sixth Edition.(2004), PCI Design Hand Book, PCI Industry Handbook Committee. Chicago. Society for Studies on the use of Precast Concrete Netherlands.(1987).Precast Concrete Connection Detail - Structural Design Manual. Sugeng,Wijanto dan T,Andriono. 2008. State of The Art : Research and Application of Precast / Prestressed Concrete Systems in Indonesia, World Conference on Earthquake Engineering, Beijing China. Takehito, Tezuka. (1994). Preestresed Half Slab Waffle Slab for Long -Span Structure, Shimizu Tech. Res. Bull. No. 13. B-24-7