Bionature Vol. 12 (2): Hlm: , Oktober 2011 ISSN: Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 103

dokumen-dokumen yang mirip
KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG

KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN SITU PAMULANG EDWARD ALFIN FTMIPA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI. Abstrak.

BAB III METODE PENELITIAN

BIODIVERSITAS MOLLUSCA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DI KAWASAN PESISIR PULAU TUNDA, BANTEN

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

Studi Makrozoobenthos di Perairan Situ Pamulang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

Keanekaragaman Bivalvia dan Peranannya sebagai Bioindikator Logam Berat Kromium (Cr) di Perairan Kenjeran, Kecamatan Bulak Kota Surabaya

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI TANJUNG UBAN KEPULAUAN RIAU

Burhanuddin. Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

THE STRUCTURE OF MACROZOOBENTHOS COMMUNITY IN MANINJAU LAKE OF AGAM REGENCY OF WEST SUMATRA PROVINCE. Postgraduate of Bung Hatta University

BAB III METODE PENELITIAN

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS PERAIRAN SUNGAI SAIL KOTA PEKANBARU

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB III METODE PENELITIAN

stasiun 2 dengan stasiun 3 dengan stasiun 3 Stasiun 1 dengan Stasiun 1 Morishita Horn

STUDI PENDUGAAN STATUS PECEMARAN AIR DENGAN PLANKTON DI PANTAI KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

1BAB I PENDAHULUAN. memiliki garis pantai sepanjang km (Cappenberg, dkk, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

I. PENDAHULUAN. Sungai merupakan suatu badan perairan tawar yang memiliki karakter air mengalir yang

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA (MOLUSKA) DI PERAIRAN BENDUNGAN MENAMING KABUPATEN ROKAN HULU RIAU

UJI VARIABEL INDEKS KONDISI GELOINA COAXANS YANG BERASAL DARI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN (KKMB) KOTA TARAKAN

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 2 BAHAN DAN METODA

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

III. METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI ZONA INTERTIDAL PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU. Oleh:

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sidoarjo dan 6 kota yaitu Batu, Malang, Blitar, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya

Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober ISSN : X

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Indeks Keanekaragaman (H )

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

KEANEKARAGAMAN JENIS BIVALVIA DI PERAIRAN KELURAHAN SENGGARANG KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KELIMPAHAN MAKROZOOBHENTOS DITINJAU DARI AKTIVITAS ANTROPHOGENIK DI PERAIRAN SUNGAI JANG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

ANALISIS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

3. METODE PENELITIAN

Jurnal KELAUTAN, Volume 4, No.1 April 2011 ISSN :

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

Unnes Journal of Life Science. Distribusi dan Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Sungai Damar Desa Weleri Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

Struktur Komunitas Zooplankton Secara Horisontal Di Desa Mangunharjo, Kec. Tugu, Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

Community Structure Gastropod on Mangrove Ecosystems in the Kawal River Kabupaten Bintan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi. kehidupan. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi,

KEANEKARAGAMAN DAN DOMINANSI PLANKTON DI ESTUARI KUALA RIGAIH KECAMATAN SETIA BAKTI KABUPATEN ACEH JAYA

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN PANDANSARI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

III. METODE PENELITIAN

KONDISI KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA PROVINSI PAPUA. Triana Mansye Kubelaborbir 1 dan Joselina Akerina 1

Diversity of Plankton in the Part of Downstrem Siak River, Tualang Village, Tualang Sub-Regency, Siak Regency, Riau Province. By :

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

bentos (Anwar, dkk., 1980).

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

HEWAN BENTOS SEBAGAI INDIKATOR EKOLOGI DI SUNGAI CIKAPUNDUNG, BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR DISTRIK MERAUKE, KABUPATEN MERAUKE

Transkripsi:

Bionature Vol. 12 (2): Hlm: 103-109, Oktober 2011 ISSN: Indeks 1411-4720 Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 103 Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran Di Muara Sungai Jeneberang (Diversity Indices Makrozoobentos as Bioindicator Pollution Levels in Estuary of Jeneberang River) Rachmawaty Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Makassar Abstract Makrozoobentos living relative lived, so it was better used as a guide environmental quality, as always contact with the waste into their habitat. Bivalvia and gastropod the most widely used as bioindicator pollution because he lived. This study aimed to know the level of species diversity in the estuary in estuary of Jeneberang River, to know the abundance of mollusks and know the type of mollusks that dominate in estuary of Jeneberang River. This research was descriptive of how diversity in estuary of Jeneberang River. The results obtained based on the diversity index showed <1.0, showed estuarine of Jeneberang River including heavy polluted waters. Based on the dominance index gained value approaching zero, then there is no dominant species. Key words: Makrozoobentos, Bivalvia, Gastropoda, Jeneberang River. A. Pendahuluan Ekosistem perairan pesisir di Indonesia merupakan kawasan yang akhirakhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijkasanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumber daya alam yang telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani. Dahuri (2002), meyatakan bahwa secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Selain memiliki potensi yang besar, beragamnya aktifitas manusia di wilayah pesisir menyebabkan daerah ini merupakan wilayah yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Akibat lebih jauh adalah terjadinya penurunan kualitas perairan pesisir, karena adanya masukan limbah yang terus bertambah. Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisa fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpangan-penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi keadaaan sesaat. Bourdeau and Tresshow (1978) dalam Butler (1978) menyatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Dari semua hewan makrozoobentos, maka bivalvia dan gastropoda baik yang hidup di air tawar maupun di air laut yang paling banyak digunakan sebagai indikator pencemar-an logam, karena habitat hidupnya yang menetap (Darmono, 2001).

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 104 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sangat baik dilakukan penelitian tentang keberadaan makrozoobentos khususnya molusca yang berada di perairan muara sungai jeneberang, guna memberkan informasi awal untuk mengetahui kondisi kualitas air di muara sungai Jeneberang. Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus : - Kelimpahan moluska dihitung dengan menggunakan rumus Welch (1984) yaitu : Kelimpahan spesies ke I (individu/m 2 ) = B. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode observasi. Observasi dilaksanakan dengan meninjau langsung lokasi penelitian dan menentukan titik-titik peletakan plot utama pada tiap stasiun. Jumlah plot utama adalah 10 pada tiap stasiun dengan jumlah sub plot adalah 4. Total plot utama pada ketiga stasiun adalah 30 dan total sub plot adalah 120 plot. Pengambilan sampel dilakukan pada siang hari, pada setiap plot dilakukan pencarian moluska secara teliti, baik yang ada di atas permukaan pasir maupun yang terbenam dalam pasir sedalam 10 cm dengan menggunakan sekop. Setiap jenis moluska yang ditemukan pada setiap plot berbeda ditempatkan dalam kantong plastik yang berbeda pula yang terlebih dahulu di beri label. Spesies moluska yang ditemukan, dihitung jumlah individu kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang berisi formali 4% untuk identifikasi di laboratorium dengan menggunakan buku identifikasi FAO (1998), lalu difoto sebagai dokumentasi. Pengamatan parameter lingkungan meliputi: a. Mengukur suhu air sungai dengan menggu-nakan thermometer. b. Mengukur salinitas air dengan menggunakan salinometer c. Mengukur derajat keasaman (ph) d. Mengukur suhu, oksigen terlarut dan keda-laman yang dicatat langsung pada lokasi penelitian. Indeks Keanekaragaman moluska dari tiap stasiun ditentukan dengan indeks keanekara-gaman Shannon-Wiener (H ), yaitu: H = - Pi log pi Dimana : Pi = ni/n ni = jumlah spesies ke i N = jumlah total seluruh spesies - Indeks Dominansi dihitung berdasarkan rumus indeks of dominance dari Simpson (Odum, 1971) yaitu: Dimana: C = Indeks Dominansi ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah total spesies C. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian dari 3 stasiun di Muara Sungai Jeneberang didapatkan ada dua kelas yaitu Bivalvia dan Gastropoda, 18 spesies dari 14 famili, yang dapat dilihat pada tabel 1.

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 105 1. Keanekaragaman Moluska di Sungai Jeneberang Tabel 1. Keanekaragaman Moluska di Muara Sungai Jeneberang No Kelas Famili Spesies 1 BIVALVIA Unionidae Pseudodon + + + 2 Mytilidae Mytilus smaradignus + - - 3 Solenidae Pharella javanica + - - 4 Psammobiidae Haitula chinensis + - + 5 Arcidae Anadara maculosa - - + 6 Barbatia foliate + - + 7 Veneridae Tapes dorsatus + + - 8 Gomphina aequilatera + - - 9 Mactridae Mactra luzonica - - + 10 Macra mera - + + 11 Lucinidae Anadontia edentula + - - 12 Corbiculidae Polymesoda erosa + + + 13 Tellinidae Tellina remis + - - 14 GASTROPODA Potamididae Telescopium + + + telescopium 15 Terebralia palustris + + + 16 Terebridae Terebra maculate + + + 17 Ampullaridae Pomacea canaliculata + + + 18 Viviparidae Belamiya javanica + - - Jumlah 2 14 18 15 8 11 2. Kelimpahan Individu Moluska Tabel 2. Kelimpahan Individu Moluska (Ind/m 2 ) di Muara Sungai Jeneberang No Kelas Spesies 1 BIVALVIA Pseudodon 4.47 2.71 4 2 Mytilus smaradignus 4.28 - - 3 Pharella javanica 4.21 - - 4 Haitula chinensis 3.21-1.50 5 Anadara maculosa - - 1.66 6 Barbatia foliate 3.57-2.75 7 Tapes dorsatus 1.40 1-8 Gomphina aequilatera 1.77 - - 9 Mactra luzonica - - 1.20 10 Macra mera - 3 2.50 11 Anadontia edentula 2.33 - - 12 Polymesoda erosa 3.25 3 1.50

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 106 13 Tellina remis 2.14 - - 14 GASTROPODA Telescopium telescopium 3.92 5 4.20 15 Terebralia palustris 5.80 4.45 2.05 16 Terebra maculate 4.06 4.81 2.34 17 Pomacea canaliculata 1.82 2.50 1.77 18 Belamiya javanica 4 - - Kelimpahan tertinggi pada stasiun I, Terebralia palustris (5.80 ind/m 2 ). Pada stasiun II adalah Terebra maculata (4.81 ind/m 2 ), dan stasiun III adalah Telescopium telescopium (4.20 ind/m 2 ) 3. Indeks keanekaragaman Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Moluska (H ) di Muara Sungai Jeneberang No Kelas Spesies 1 BIVALVIA Pseudodon 0.1021 0.1484 0.1593 2 Mytilus smaradignus 0.0569 - - 3 Pharella javanica 0.1051 - - 4 Haitula chinensis 0.0745-0.0396 5 Anadara maculosa - - 0.0347 6 Barbatia foliate 0.0501-0.0608 7 Tapes dorsatus 0.0443 0.0164-8 Gomphina aequilatera 0.0193 - - 9 Mactra luzonica - - 0.0396 10 Macra mera - 0.0282 0.0530 11 Anadontia edentula 0.0595 - - 12 Polymesoda erosa 0.0311 0.1385 0.0918 13 Tellina remis 0.0346 - - 14 GASTROPOD Telescopium telescopium 0.1238 0.1513 0.0443 15 A Terebralia palustris 0.1100 0.1399 0.2506 16 Terebra maculate 0.1334 0.1305 0.0777 17 Pomacea canaliculata 0.0582 0.0164 0.0347 18 Belamiya javanica 0.0543 - - Berdasarkan indeks keanekaragaman pada muara sungai Jeneberang dari stasiun I yang tertinggi yaitu Terebra maculate (H = 0,1334), Telescopium telescopium (H = 0,1238), Pharella javanica (H =0,1051). Pada stasiun II Telescopium telescopium (H =0,1513), Pseudodon (H =0,1484), Tereblaria palustris (H =0,1399). III yaitu Terebralia palustris (H =0,2506), Pseudodon (H =0,1593), Terebra maculata (H =0,0777)

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 107 4. Indeks Dominansi Tabel 4. Indeks Dominansi Moluska di Muara Sungai Jeneberang No Kelas Spesies 1 BIVALVIA Pseudodon 0.00011 0.0220 0.1560 2 Mytilus smaradignus 0.0016 - - 3 Pharella javanica 0.0114 - - 4 Haitula chinensis 0.0009-0.0006 5 Anadara maculosa - - 0.0004 6 Barbatia foliate 0.0011-0.0020 7 Tapes dorsatus 0.0008 0.00006-8 Gomphina aequilatera 0.00009 - - 9 Mactra luzonica - - 0.00006 10 Macra mera - 0.0002 0.0013 11 Anadontia edentula 0.0019 - - 12 Polymesoda erosa 0.0003 0.0361 0.0074 13 Tellina remis 0.0004 - - 14 GASTROPODA Telescopium 0.0226 0.0651 0.0008 telescopium 15 Terebralia palustris 0.0141 0.0402 0.0630 16 Terebra maculate 0.0316 0.0286 0.0043 17 Pomacea canaliculata 0.0017 0.00006 0.0004 18 Belamiya javanica 0.0014 - - Indeks dominansi yang tertinggi pada stasiun I Terebra maculate (C=0.0316), Telescopium telescopium (C=0.0226), Pharella javanica (C= 0.0114). II adalah Telescopium telescopium (C=0.0651), Terebralia palustris (C=0.0402), Polymesoda erosa (C=0.0361) dan pada stasiun III Pseudodon (C= 0.1560), Terebralia palustris (C=0.0630), Polymesoda erosa (C=0.0074). Hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi perubahan susunan populasi khususnya Molusca dalam rentang waktu yang singkat, dimana pada tahun 2003 oleh Winanrni menemukan 10 spesies dari 8 famili yang mewakili kelas gastropoda dan 17 spesies dari 11 famili yang mewakili kelas bivalvia. Keanekaragaman hayati merupakan ukuran kestabilan suatu ekosistem, makin beranekaragam jenis kehidupan dalam suatu habitat atau makin banyak populasi penyusun suatu komunitas, maka semakin stabil suatu ekosistem. Hasil penelitian menunjukkan indeks keanekaragaman moluska pada muara sungai Jeneberang yaitu pada stasiun I berkisar antara 0.0193 0.1334, pada stasiun II berkisar antara 0.0164 0.1513, dan pada stasiun III berkisar antara 0.0347 0.2506. Berdasarkan criteria kualitas air Shannon- Wiener, maka perairan muara sungai Jeneberang termasuk perairan yang tercemar berat karena nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh <1.0, sedangkan nilai indeks keanekaragaman untuk kondisi perairan yang normal adalah jika nilai indeks keanekaragaman >2.0. hal ini terjadi karena akumulasi bahan-bahan kimia dari penggunaan pestisida pada areal pertanian dan perkebunan pada daerah hulu yang terbawa air.

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 108 Keanekaragaman jenis suatu area juga dipengaruhi oleh faktor substrat yang tercemar, kelimpahan sumber makanan, kompetisi antar dan intra spesies, gangguan dan kondisi dari lingkungan sekitarnya sehingga jenis-jenis yang mempunyai daya toleransi yang tinggi akan semakin bertambah sedangkan yang memiliki daya toleransi yang rendah akan semakin menurun. Untuk mengetahui apakah suatu komunitas didominasi oleh spesies tertentu dapat diketahui melalui indeks dominansi.hasil indeks dominansi yang diperoleh pada stasiun I berkisar antara 0.00009 0.0316, pada stasiun II berkisar antara 0.00006 0.0651, dan pada stasiun III berkisar antara 0.0004 0.1560. Menurut Sudarja (1987) bila indeks dominansi yang diperoleh mendekati satu, maka populasi tersebut didominasi oleh spesies tertentu. Jika nilai indeks yang diperoleh mendekati nol maka tidak ada spesies yang dominan. Berdasarkan hal tersebut maka populasi moluska di muara sungai Jeneberang tidak ada yang mendominasi, hal ini disebabkan karena jumlah yang diperoleh relative sedikit akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan perairan muara sungai Jeneberang yang tidak sesuai lagi bagi spesies moluska untuk hidup, kecuali bagi spesies moluska yang memiliki rentang toleransi yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, salinitas, derajat keasaman (ph), oksigen terlarut. Hasil pengukuran suhu berkisar 27 o -30 o C. masih layak untuk kehidupan organism moluska. Salinitas yang diperoleh berkisar 0.10-5. Derajat keasaman (ph) yang diperoleh selama penelitian berkisar 7.1 8.5 masih baik bagi kehidupan organism yang ada di muara sungai Jeneberang. ph ideal bagi gastropoda 7.0-8.7 dan ph 5.6-8.3 untuk bivalvia. Kisaran oksigen terlarut yang diperoleh pada ketiga stasiun penelitian adalah 1.80 5.40 ppm, kondisi ini masih layak bagi kehidupan organism perairan utamanya moluska. Dengan demikian secara keseluruhan ekosistem pada muara sungai Jeneberang berada dalam kondisi labil karena kelimpahan yang rendah, keanekaragaman spesies semakin menurun, tidak ada spesies yang dominan, ditambah campur tangan manusia sehingga menyebabkan kondisi lingkungan yang semakin menurun. D. Kesimpulan 1. Berdasarkan nilai tingkat keanekaragaman yang diperoleh dari ketiga stasiun yaitu <1.0, maka perairan muara sungai Jeneberang termasuk tercemar. 2. Berdasarkan kelimpahan jenis moluska yang diperoleh dari ketiga stasiun termasuk rendah hanya 18 spesies yang mewakili 2 kelas yaitu kelas Bivalvia dan kelas gastropoda. 3. Hasil indeks dominansi yang diperoleh mendekati nol, tidak ada spesies yang dominan E. Daftar Pustaka Abel, P. 1989. Water Pollution Biology. Department of Biology. Sunderland Polytechnic. England: Ellis Horwood limited. Allard, M. and G. Moreau. 1987. Effect of Experimental Acidification on Lotic Macroinvertebrate Com- munity. Hydrobiologia 144 : 37-49 APHA. 1992. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington. Ardi, 2002., Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir http://tumotuo. net/702_04212/ardi.htm. Diakses 20 Mei 2008. Anonim,2003. Molluscs: A General Overview. http://www.weichtiere.

Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran 109 at/mollusks/index.html. Diakses 20 Mei 2008. Barnes, R. S. K. and R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology 3rd Edition. London: Blackwell Science Ltd. Butler, G. C. 1978. Principles of Ecotoxicology Scope 12. New York: John Willey & Sons. Cummins, K. W. 1975. Fishes dalam Whitton B. A. (ed.). River Ecology. Black-well Scient Publ. Oxford. Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Jakarta: LISPI. Darmono, 2001. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Kendeigh, S. C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and Man. New Delhi: Pren-tice Hall of India. Private Limited. Lee, C. D., S. B. Wang and C. L. Kuo. 1978. Benthic Macroinvertebrate and Fish as Biological Indicators of Water Quality, with Reference to Communinty Diversity Index. dalam E.A.R. Guano. B.N. Lokani and M.C. Thank (Ed.). Water Pollution Control in Developing Countries. Bangkok: Asian Inst. Tech. P: 233-238. Lind, O. T. 1985. Handbook of Common Methods in Limnology. CV. Mosby. St. Louis. Lowe, S., and B. Thompson. 1997. Identifying Benthic Indicators for San Francisco Bay. http://www. sfei.org/rmp/1997c0403.htm. Diakses 23 Mei 2008.