320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa Prancis tersebut di dalam proses penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga muncul perubahan-perubahan dalam tataran fonologi dan semantik. Akan tetapi tidak mengalami perubahan secara morfologi karena sebagian besar kata yang diserap berupa nomina nama diri. Di dalam proses penyesuaian ini muncul ketidakkonsistenan pemakaian kosakata dari bahasa Prancis pada ranah kuliner dan mode dalam tataran fonologi yang mengarah kepada ortografi dan juga pada tataran semantik. Pada tataran fonologi ketidakkonsistenan terlihat dalam pelafalan dan penulisan kosakatanya. Pelafalan yang berbeda-beda karena pengaruh sistem fonologi bahasa Indonesia atau bahasa asing lainnya seperti bahasa Inggris. Penulisan yang berbeda juga dipengaruhi oleh sistem ortografi dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal adanya tanda-tanda yang melekat pada huruf seperti tanda aksen. Di samping itu, penyesuaian dalam proses masuknya kosakata bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena dari proses ini diketahui ketidakkonsistenan pemakaiannya. Pada tataran fonologi, penyesuaian fonologi terjadi mengikuti sistem ortografi bahasa Prancis sedangkan penyesuaian ortografi terjadi karena
321 mengikuti sistem fonologi bahasa Prancis. Penyesuaian secara morfologi tidak signifikan di dalam ranah kuliner dan mode karena sebagian besar kosakata yang diserap adalah nomina atau kata benda berupa nama diri. Nomina lebih mudah diserap karena cenderung tidak mengalami penyesuaian secara gramatikal. Di sisi lain nomina juga lebih sulit berintegrasi dengan bahasa Indonesia dan masih berstatus interferensi karena unsur asing masih mempengaruhi serta fenomena interferensi masih berpeluang muncul dalam tataran fonologi dan ortografi. Pada tataran fonologi, penyesuaian terjadi pada sebagian besar kata serapan pada tataran bunyi dan ortografi dengan menyesuaikan sistem fonologi bahasa Indonesia dengan mempertimbangkan kesederhanaan dan kemudahan dalam pelafalan dan penulisan. Ketidakkonsistenan dalam tataran semantik dapat terjadi karena faktor sosial dan budaya pemakainya yang berhubungan dengan alasan pemakaian kata serapan tersebut. Pada tataran semantik sebagian besar kata serapan tidak mengalami perubahan makna karena kata yang diserap hampir seluruhnya merupakan nomina nom propre nama diri. Perubahan makna kata serapan pada ranah mode lebih banyak daripada ranah kuliner karena pemakaian kata serapan pada ranah mode lebih luas penyebarannya daripada ranah kuliner. Adapun wujud perubahan makna tersebut adalah perubahan makna menyempit, perubahan makna meluas dan perubahan referensi. Dari perubahan wujud ini terjadi penyesuaian makna dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia karena adanya faktor sejarah, sosial, dan budaya masyarakat penuturnya.
322 Ketidakkonsistenan juga ada dalam tataran pemakaian istilah kata serapan dan kata pinjaman. Berhubungan dengan penyesuaian kosakata asing, istilah kata serapan lebih sering digunakan untuk menyatakan kosakata asing yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia serta mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia. Penyesuaian ini lebih cenderung pada tataran fonologi dan morfologi atau secara sederhana dapat dikatakan wujud fisik dari sebuah kata. Jika unsur asing masih terlihat atau sama kosakata asing tersebut masuk dalam kategori kata pinjaman. Di dalam penelitian ini yang berhubungan dengan makna, ada sebuah kategori yang tidak dapat dikatakan sebagai kata serapan maupun kata pinjaman karena wujud kata tersebut masih asli atau belum mengalami penyesuaian akan tetapi maknanya mengalami penyesuaian berupa perubahan makna. Kategori ini dinamakan kata akulturasi karena penyesuaian makna pada kata tersebut berhubungan dengan adanya percampuran budaya. Di dalam perkembangannya permasalahan kata serapan dari bahasa Prancis bukan hanya permasalahan dalam bidang linguistik saja akan tetapi juga dalam bidang sosial karena kata serapan juga berhubungan dengan masalah kelas sosial, ruang, dan waktu. Kata serapan berkaitan erat dengan penggunanya, pengguna kata serapan menjadikan kata serapan ini sebagai alat untuk membuat distingsi antara kelas yang dominan dengan yang didominasi. Kata serapan digunakan sebagai alat untuk memposisikan seseorang di dalam sebuah kelas yaitu kelas dominan sehingga terlihat berbeda dari kelas lainnya terutama dari kelas yang terdominasi. Di dalam pemakaiannya terlihat bagaimana golongan menengah ingin menunjukkan dirinya sebagai kaum elit atau kaum dominan dengan
323 menggunakan kata serapan dari bahasa asing untuk menunjukkan kapital sosialnya terutama terhadap golongan yang dianggapnya sebagai golongan di bawahnya. Dengan menunjukkan kapital sosial tersebut secara tidak langsung golongan menengah ini ingin dianggap mempunyai kekuasaan atau power terhadap golongan yang terdominasi. Kata serapan juga memicu adanya perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan terlebih dengan adanya kemajuan dalam berbagai media massa baik cetak maupun online yang menjadi tempat penyebaran dan mengedukasi masyarakat Indonesia terkait kata serapan ini. Fungsi bahasa tidak sekedar sebagai alat komunikasi namun bahasa juga dapat menjadi alat untuk merubah budaya dan juga pola pikir masyarakat penggunanya. Di dalam kaitannya dengan bidang sosial, kata serapan dari bahasa Prancis dalam ragam kuliner dan mode di Indonesia tidak cukup dianalisis hanya dengan menggunakan teori linguistik atau sosiolinguistik. Ada permasalahan yang berhubungan dengan masalah sosial yang berkaitan dengan pengguna bahasanya, yaitu masyarakat yang menggunakan kata serapan ini. Fenomena pemakaian kata serapan yang berkembang dengan sangat signifikan dewasa ini menunjukkan ada permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Ada kecenderungan peningkatan pemakaian kata serapan bahasa Prancis baik yang langsung diserap atau menggantikan kata serapan asing lainnya yang lebih dulu dikenal dan di dalam kelas tertentu pemakaian kata serapan ini dipertahankan dan memang dikondisikan keberadaannya. Bidang sosiolinguistik mampu menjawab fenomena ini dengan menunjukkan alasan pemakaian kata serapan secara umum dan dianggap
324 merupakan sebuah fenomena linguistik yang alami seperti yang dipaparkan oleh para ahli linguistik atau sosiolonguistik umumnya terutama dalam teori kontak bahasa. Permasalahan yang lebih mendalam mengapa fenomena pemakaian kata serapan ini di dalam bidang atau ranah tertentu dipertahankan dan berkembang dengan signifikan terutama jika dihubungkan dengan kelas sosial tentu kurang mendalam jika dianalisis hanya dengan teori linguistik saja. Ada hal-hal tertentu yang tidak dapat dijawab hanya dengan menggunakan teori linguistik namun teori dari bidang ilmu lainnya akan lebih menguatkan argumen sehingga hasil penelitiannya menjadi lebih komprehensif. Kata serapan tidak hanya berhubungan dengan kontak bahasa saja tapi kata serapan juga berhubungan dengan kelas sosial masyarakat yang juga berhubungan dengan ruang dan waktu dalam hal ini kata serapan digunakan sebagai alat atau sarana untuk memperlihatkan posisi seseorang di dalam masyarakat. Oleh karena itu, kajian sosial dalam hal ini teori yang berhubungan dengan posisi masyarakat dapat digunakan sehingga fenomena yang berhubungan dengan masyarakat sebagai pengguna bahasa dapat terjawab dan dianalisis dengan lebih mendalam. Dengan demikian, studi linguistik tidak hanya dapat melihat fenomena kebahasaan saja akan tetapi juga dapat digunakan untuk melihat fenomena sosial dengan lebih komprehensif. Sebuah langkah yang bijak untuk perkembangan studi linguistik ke depan yaitu pendekatan linguistik digunakan di dalam berbagai fenomena sosial ataupun fenomena lainnya untuk menjawab berbagai permasalahan yang berhubungan dengan bahasa dan pemakaiannya. Bagaimanapun juga bahasa merupakan pintu masuk di dalam semua keilmuan sehingga studi tentang bahasa harus menempati
325 posisi yang penting sejajar dengan keilmuan lainnya. Berbagai fenomena dan peristiwa yang hadir dewasa ini tidak lepas dari peran penting bahasa dan berawal dari permasalahan bahasa. Pendekatan linguistik menjadi lebih penting perannya jika dihadapkan dengan berbagai fenomena dan peristiwa tersebut terlebih jika digabungkan dengan studi keilmuan lainnya sehingga menghasilkan studi yang interdisipliner dengan lebih komprehensif. Sehubungan dengan permasalahan kata serapan dan kosakata bahasa Prancis dalam ranah kuliner dan mode di Indonesia dapat disimpulkan bahwa ketidakkonsistenan pemakaian bahasa Prancis oleh penutur Indonesia merupakan akibat dari upaya untuk menyederhanakan bahasa Prancis tanpa mengabaikan nilai prestisenya.