BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. muda penerus bangsa untuk membangun negeri ini. menjalankan profesinya. Tidak hanya dalam mengajar kepada siswa didik, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB 1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya semakin baik mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

BAB I. PENDAHULUAN. perkembangan siswa karena siswa menghabiskan hampir sepertiga waktunya berada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prasarana, fisik sekolah, kualitas guru, pemutakhiran kurikulum,dan juga tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan di depan anak-anak apalagi untuk mengajarkannya kepada

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan kita semua, sekaligus menyisakan pekerjaan rumah bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013)

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat membantu seseorang. melakukan dan mencapai sesuatu aktivitas yang diinginkannya, jadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas. tertanam dalam diri pribadi sangatlah berperan penting.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kualitas sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tingkat pekerjaan yang sesuai. Serta mengimplementasikan pilihan karir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. remaja berkembang gejala yang menghawatirkan bagi para pendidik yaitu krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP PGRI 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan seorang anak dipengaruhi oleh tiga lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 27 PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di sekolah menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat, jika siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, maka siswa akan menjadi kurang percaya diri. Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan potensi individu sehingga ia bisa hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yang memiliki nilainilai moral dan sosial sebagai pedoman hidup. Berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas siswa antara lain fasilitas sekolah, kurikulum, kualitas guru yang mengajar dan keterlibatan orang tua dalam menunjang proses belajar. Saat proses belajar mengajar di kelas, terjadi interaksi antara guru dengan siswa yang saling mempengaruhi satu sama lain. Umumnya, keadaan yang ditampilkan dalam situasi kelas maupun situasi di sekolah akan dipersepsikan tertentu dalam diri siswa, misalnya adanya situasi kelas yang semua siswanya aktif, cara mengajar guru, dan adanya persaingan prestasi antar siswa. Sekolah merupakan tempat di mana siswa-siswa berusaha untuk saling mengungguli satu sama lain. Para siswa bersaing untuk meraih prestasi yang terbaik, misalnya mendapatkan peringkat pertama di kelas atau pun peringkat pertama paralel. Adanya motivasi sebagai suatu kebutuhan bagi individu untuk 1

2 menggerakkan individu bertingkah laku yang mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan demi peningkatan prestasi. Menurut Siagian (2004) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dorongan untuk berpestasi dalam diri siswa sangat dibutuhkan untuk bisa menimbulkan semangat pada diri siswa dalam mencapai target prestasi atau standar yang diinginkan. Dorongan berprestasi ini disebut juga dengan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi diperlukan para siswa untuk bisa berprestasi sesuai dengan tuntutan yang ada. Motivasi berprestasi mempengaruhi prestasi belajar individu. Motivasi berprestasi menurut McClelland dan Atkinson ( dalam Djaali, 2011) adalah perjuangan seseorang untuk mencapai suskses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan suskses atau gagal. Motivasi berprestasi ini diperlukan siswa untuk mencapai standar akademik yang diinginkan. Siswa SMA sebagai bagian dari generasi muda, dipersiapkan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta menekuni bidang keahliannya. Masih banyaknya siswa SMAN 2 Bangkinang Barat yang peneliti amati mengikuti program remidi mengindikasikan belum semua siswa mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dalam mengikuti pelajaran, sehingga

3 prestasi akademik yang dicapai masih banyak dalam klasifikasi minimal lulus jika dilihat dari kemampuan siswa mampu mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi. Kenyataan fenomenal tingkat kelulusan siswa sekolah baik SMA dari tahun ke tahun belum juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini juga terbukti di SMAN 2 Bangkinang Barat masih adanya siswa yang belum mencapai tingkat kelulusan yang disyaratkan meskipun sudah ada beberapa upaya yang dilakukan untuk belajar menghadapi UN. Ini merupakan salah satu indikator yang patut diduga sebagai kurang maksimalnya motivasi berprestasi siswa. Kebijakan sekolah di SMAN 2 Bangkinang Barat lebih memprioritaskan kelas XI dan XII untuk menghadapi UAN dibandingkan kelas dibawahnya. Mata pelajaran yang di-un-kan menjadi menu sehari-hari siswa dengan harapan siswa semakin menguasai materi pelajaran yang di-un-kan. Sementara unsur-unsur lain kurang diperhatikan. Ini juga merupakan hal sebenarnya turut berpengaruh terhadap tingkat kemampuan siswa secara keseluruhan. Salah satu yang menurut peneliti cukup punya andil yang cukup besar dalam keberhasilan akademik adalah tinggi rendahnya motivasi berprestasi yang dimiliki siswa SMAN 2 Bangkinang Barat dalam rangka mencapai keberhasilan akademiknya. Beberapa perilaku yang peneliti amati mengindikasikan kurangnya motivasi berprestasi pada siswa SMAN 2 Bangkinang Barat di antaranya adalah perkelahian antar kelompok siswa, anak yang sering membolos, beberapa kasus siswi hamil di luar nikah sebelum lulus. Siswa menganggap pelajaran yang disajikan di pendidikan tidak menarik dan tidak perlu. Hal ini dapat terlihat dari

4 beberapa kenyataan kecil di lapangan membuktikan nilai ulangan harian menunjukkan hasil yang kurang maksimal. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru sekitar awal November 2012, hasil belajar siswanya berada pada rata-rata kelas, yakni pada kisaran nilai tujuh. Selain itu siswa mudah merasa puas dengan prestasi yang diraih. Siswa berpatokan bahwa merasa sudah aman bila prestasi yang diraih sama dengan prestasi kebanyakan teman-temannya. Siswa merasa sudah aman apabila siswa tidak remedial dalam ulangan atau siswa remedial namun teman-temannya juga banyak yang remedial. Menurut laporan guru, rendahnya motivasi berprestasi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat juga ditunjukkan dengan nilai-nilai prestasi siswa yang cenderung naik turun dan tidak stabil. Siswa cenderung mengabaikan tugas jika kurang mendapat pengawasan dari guru. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri untuk mencapai prestasi yang lebih baik daripada orang lain. Penelitian Ratnawati dan Sinambela (dalam Fasuri, 2012) membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar. Ahmadi dan Supriyono (1991) juga mengatakan bahwa motivasi sangat mempengaruhi kegiatan hasil belajar dari siswa karena motivasi menggerakkan siswa dalam mengarahkan tindakan serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupannya. Namun, realita pendidikan di negeri ini bahwa dalam proses belajar mengajar nampaknya perlu merekonstruksi internal peserta didik. Perilaku menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan

5 selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar. Perilaku mencontek merupakan salah satu wujud lemahnya kemandirian. Inilah salah satu indikasi keterkaitan antara kemandirian dan motivasi berprestasi pada siswa. Siswa yang terbiasa menyontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri. Gejala negatif yang tampak akibat kurang mandiri adalah gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi (Soewandi dalam Ali & Asrori, 2011). Selain itu kebiasaan belajar yang kurang baik, yaitu tidak tahan lama dan baru belajar apabila akan menjelang ujian (Luthfi, dalam Ali & Asrori, 2011). Akibat negatif lainnya adalah membolos, menyontek, dan berusaha mencari bocoran soal ujian (Engkoswara dalam Ali & Asrori, 2011). Menurut Yusuf (2000), kondisi yang membuat dilema pada remaja adalah di satu sisi remaja ingin melepaskan ketergantungannya pada orang tua, namun di sisi lain remaja masih membutuhkan kenyamanan dan perlindungan dari orang tua. Dilema yang terjadi pada orang tua di satu sisi orang tua ingin mendidik anaknya untuk lebih mandiri, namun di sisi lain ada kekhawatiran karena remaja belum memiliki cukup pengalaman dalam menghadapi dunia orang dewasa. Kemandirian juga terlihat dari berkurangnya ketergantungan siswa SMAN 2 Bangkinang Barat terhadap guru di sekolah, seperti pada jam pelajaran kosong karena ketidakhadiran guru di kelas, siswa dapat belajar secara mandiri dengan membaca buku atau mengerjakan latihan soal yang dimiliki. Siswa yang mandiri, tidak lagi membutuhkan perintah dari guru atau orang tua untuk belajar ketika berada di sekolah maupun di rumah. Siswa yang mandiri telah memiliki nilai-nilai

6 yang dianutnya sendiri dan menganggap bahwa belajar bukanlah sesuatu yang memberatkan, namun merupakan sesuatu yang telah menjadi kebutuhan bagi siswa untuk meningkatkan prestasi di sekolah. Mönks, Knoers dan Haditono (2006) mengatakan bahwa orang yang mandiri akan memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri dan kreatif. Selain itu juga mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktifitasnya, percaya diri, dan mampu menerima realitas serta dapat memanipulasi lingkungan, mampu berinteraksi dengan teman sebaya, percaya diri, terarah pada tujuan, dan mampu mengendalikan diri. Tidak adanya kemandirian pada remaja akan menghasilkan berbagai macam problem perilaku, misalnya rendahnya harga diri, pemalu, tidak punya motivasi sekolah, kebiasaan belajar yang jelek, perasaan tidak aman, dan kecemasan. Kebutuhan untuk memiliki kemandirian dipercaya sebagai hal yang penting dalam memperkuat motivasi individu. Siswa yang mandiri mampu memotivasi dirinya untuk bertahan dengan kesulitan yang dihadapi dan dapat menerima kegagalan dengan pikiran yang rasional. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri individu yang memiliki kemandirian tinggi yaitu mampu menghadapi kegagalan dengan sikap yang rasional dengan berupaya mengatasinya secara lebih baik tanpa menyebabkan depresi (Yusuf, 2000). Mengingat pentingnya kemandirian dalam mencapai prestasi maka siswa diharapkan mampu menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa bergantung dengan orang lain. Yeni seorang siswi SMAN 2 Bangkinang Barat, setelah sepeninggal ayahnya

7 ia menjadi sering membolos, kurang beriminat belajar dan prestasinya menurun. Ditambah dengan masalah ekonomi yang sulit, ia tidak mampu membayar biaya pendidikan dan tidak dapat melengkapi bahan-bahan keperluan belajar. Ia merasa apa yang ia lakukan tak pernah berarti, sebab meskipun ia berhasil, orangtuanya tak akan pernah tahu akan prestasinya. Joni adalah siswa kelas XI. Ia merasa sulit mengatur kegiatannya tanpa diingatkan orangtuanya. Ia merasa tergantung dengan peran orangtuanya. Di lain sisi, ia juga kesulitan menangkap pelajaran di kelas dan tidak mampu menyelesaikan sendiri permasalahan belajarnya baik di kelas dan di rumah. Joni tidak pernah memikirkan bagaimana memperbaiki cara belajarnya untuk memperoleh prestasi yang baik, sebab itu ia sering gagal dan selalu mengikuti remedial. Dengan adanya kemandirian yang kuat, maka seorang remaja dapat melakukan sesuatu atas keinginannya sendiri, bertanggungjawab akan perbuatannya, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, serta tidak bergantung secara emosional pada orang lain (Nuryoto, dalam Patriana, 2007:10). Dengan timbulnya kemandirian dalam diri siswa maka kemungkinan untuk berprestasi juga lebih besar. Siswa yang mempunyai kemandirian dalam pendidikan mau melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan tujuannya berprestasi. Kemandirian yang tinggi untuk belajar diharapkan menyebabkan prestasi belajar yang dicapai juga tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan apakah ada hubungan antara kemandirian dengan motivasi berprestasi pada siswa SMAN 2 Bangkinang Barat Kabupaten Kampar? Mengacu pada pertanyaan tersebut, peneliti tertarik

8 untuk mengadakan penelitian yang berjudul Hubungan antara Kemandirian dengan motivasi berprestasi pada siswa SMAN 2 Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan antara kemandirian dan motivasi berprestasi pada siswa SMAN 2 Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan kemandirian dan motivasi berprestasi di sekolah pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bangkinang Barat. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kemandirian dan motivasi pernah dilakukan di Indonesia, salahsatunya oleh Patriana (2007), mahasiswi Fakutas Psikologi, Universitas Diponegoro, Semarang, mengenai hubungan antara kemandirian dengan motivasi bekerja sebagai pengajar les privat pada mahasiswa di Semarang. Merupakan penelitian kuantitatif korelasi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kemandirian dengan motivasi bekerja sebagai pengajar les privat pada mahasiswa di Semarang. Artinya, semakin tinggi kemandirian mahasiswa di Semarang, maka motivasi bekerjanya semakin tinggi menjadi pengajar les privat.

9 Selanjutnya penelitian oleh Solita, Syahniar dan Nurfarhanah. (2012) tentang hubungan antara kemandirian emosi dengan motivasi belajar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kemandirian emosi remaja dengan motivasi belajar di SMA Adabiah Padang. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian emosi dengan motivasi belajar dan berada pada tingkat cukup kuat Sepengetahuan penulis, penelitian tentang kemandirian dengan motivasi secara spesifik dalam hal ini motivasi berprestasi belum pernah dilakukan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dimana terdapat variabel kuantitatif yaitu kemandirian (X) sebagai variabel independen dan motivasi berprestasi (Y) sebagai variabel terikat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kemandirian siswa dan motivasi berprestasi siswa. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya literatur mengenai kemandirian dan motivasi berprestasi di sekolah. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan antara kemandirian dan motivasi berprestasi di sekolah pada siswa, sehingga

10 siswa dapat mengetahui hubungannya dan memaksimalkan belajarnya untuk meningkatkan prestasinya. b. Bagi guru, diharapkan agar dapat lebih meningkatkan hal-hal yang dihubungkan dengan kemandirian seperti sikap guru, metode belajar di dalam sekolah, serta alat bantu, media internet serta media pembelajaran lainnya yang mendukung kemandirian siswa agar peserta didik lebih mudah dalam mengakses pengetahuan. c. Menambah wawasan masyarakat tentang hubungan kemandirian dan motivasi berprestasi di sekolah pada siswa sekolah menengah atas dan pentingnya proses motivasi berprestasi di dalam kehidupan.