Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017. PENGELOLAAN BENDA SITAAN MENURUT PASAL 44 KUHAP 1 Oleh : Maria Prisilia Djapai 2

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

Lex Privatum Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

18 Universitas Indonesia Pengelolaan barang..., Joelman Subaidi, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

Pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dalam perkara pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Yossie Ariestiana E.

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN.. Hari gini siapa yang tidak kenal narkoba, hampir setiap hari kita disuguhkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

PELAKSANAAN UPAYA PAKSA TERHADAP ANGGOTA POLRI PELAKU TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM POLRES JAYAPURA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB V P E N U T U P. hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP. dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang telah

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

Transkripsi:

PENGELOLAAN BENDA SITAAN MENURUT PASAL 44 KUHAP 1 Oleh : Maria Prisilia Djapai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa pentingnya penyitaan benda/barang dalam hukum acara pidana dan bagaimana pengelolaan benda sitaan menurut Pasal 44 KUHAP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Fungsi RUPBASAN dalam mengelola benda sitaan yang salah satunya ialah bentuk perlindungan terhadap benda sitaan dan barang rampasan Negara karena RUP BASAN mempunyai tujuan yaitu dilaksanakan pengendalian secara administratif penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pengamanan, pengeluaran dan pemusnahan berdasarkan prosedur dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku dan berorientasi pada standar pelayanan sehingga tercapainya pela-yanan prima. RUPBASAN juga memberikan rasa aman kepada tahanan/ pihak yang ber-perkara terhadap benda sitaanya serta mem-berikan jaminan penyelamatan asset Negara berupa basan yang diputus pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap di-rampas untuk Negara. Selain itu, RUPBASAN mempunyai sasaran yaitu terwujudnya keutu-han benda sitaan dan barang rampasan Negara baik kualitas maupun kuantitasnya dan terwu-judnya perlindungan hak asasi tahanan/ pihak yang berperkara serta keselamatan dan keama-nan benda-benda yang disita untuk keper-luan barang bukti pada tingkat penyidikan, pe-nuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Serta terwujudnya penyelamatan asset Negara terhadap bendabenda yang dinyatakan di-rampas untuk Negara berdasarkan putusan pe-ngadilan. 2. Pengelolaan dan Penyimpanan benda sitaan Negara di lingkungan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), agar terpenuhinya kenyamanan dan keamanan benda-benda yang dilakukan penyitaan oleh penyidik serta ada jaminan tanggungjawab secara yuridis dan fisik keberadaan benda- 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Max Sepang, SH, MH; FritjeRumimpunu, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711543 benda tersebut supaya tidak hilang maupun jatuh pada yang bukan pemilik yang sebenarnya. Kata kunci: Pengelolaan, benda sitaan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana Indonesia, berpegang pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia (KUHAP) dan peraturan perundangundangan pidana lainnya yang mengatur secara khusus. Proses penanganan dan penyelesaian perkara pidana merupakan wilayah hukum acara pidana. Penanganan suatu perkara pidana mulai dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat, pengaduan dari korban tindak pidana ataupun diketahui sendiri tentang terjadinya tindak pidana, atau bisa juga tertangkap tangan oleh polisi. Tahap paling awal dari proses penyelesaian perkara pidana adalah penyelidikan. Menurut KUHAP pada Pasal 1 angka 4, penyelidik adalah Polisi Republik Indonesia. Apabila dari hasil penyelidikan diketahui bahwa peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana, maka akan ditingkatkan ke proses penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti dan menemukan tersangkanya. Dalam proses penyelesaian perkara pidana tersebut terdapat fase penyidikan, dimana sering kali pada fase tersebut dilakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang bukti. Masalah penyitaan diatur dalam Pasal 1, Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 dan beberapa pasal yang tersebar seperti Pasal 128 KUHAP. Pasal 1 angka 16 KUHAP menyebutkan : Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. 3 Untuk kebenaran, kepastian dan keadilan hukum, barang sitaan yang disita disimpan di Rupbasan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dalam proses peradilan pidana aquo. Tanggung jawab fisik barang sitaan ada 3 KUHAP dan KUHAP, Bandan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman, Sinar Garfika., Jakarta, 2007, hlm, 201. 36

pada Rupbasan serta memberikan kelancaran integrated justice system atau system peradilan pidana. Sehingga, keutuhan barang sitaan sangat diperlukan bukan hanya untuk keperluan pembuktian pada proses peradilan pidana tetapi para saksi dapat dengan mudah mengenali barang sitaan tersebut, tidak ada perubahan dan sama seperti pada saat dilakukannya tindak pidana oleh pelaku, serta utuhnya dan terpeliharanya barang sitaan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak (milik) tersangka atau pihak ketiga (hak milik pihak yang menjadi korban tindak pidana maupun pihak lain yang mungkin terkait dengan tindak pidana). Mengenai penyitaan, Pasal 1 butir 16 menyatakan: Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. B. Perumusan Masalah 1. Apakah pentingnya penyitaan benda/barang dalam hukum acara pidana? 2. Bagaimanakah pengelolaan benda sitaan menurut Pasal 44 KUHAP? C. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian, penulis melakukan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan teori-teori atau konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN A. Arti Pentingnya Penyitaan dan Penyimpanan Benda Sitaan Tindakan penyitaan disahkan oleh undangundang guna kepentingan acara pidana namun tidak boleh dilakukan dengan semena-mena tetapi dengan cara-cara yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang, tidak dibenarkan tindakan yang dapat melanggar hak asasi manusia. Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang pengadilan. Dapat dipastikan bahwa tanpa barang bukti perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan, oleh karena itu agar perkara lengkap dan sempuma dengan barang bukti, maka penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, penuntutan dan dalam pemeriksaan persidangan pengadilan. Jenis-jenis benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah: 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana (Pasal 39 Ayat (l) huruf a KUHAP). 2. Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atan pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos atau Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Pengangkutan sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dan padanya (Pasal 41 KUHAP). 3. Surat atau tulisan lain dan mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya sepanjang tidak menyangkut rahasia negara (Pasal 43 KUHAP). 4. Benda terlarang seperti senjata api tanpa ijin, bahan peledak, bahan kimia tertentu, narkoba buku atau majalah dan film porno dan uang palsu. 4 Benda rampasan negara adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara yang selajutnya dieksekusi dengan cara dimusnahkan, dilelang untuk negara, diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan dan disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain. 5 Sehingga memberikan kenyaman dan kemudahan untuk pelaksanaan proses penanganan perkara pidana bagi penegak hukum. Barang yang disita merupakan milik terhukum. Kepemilikan disini dapat dimaksudkan bahwa masih milik terhukum disaat peristiwa pidana dilakukan atau pada waktu perkara diputus. Benda sitaan untuk keperluan proses peradilan barang sitaan yang 4 Ratna Nuru Alfiah, Benda Sitaan dan Rampasan Negara, Rineka Cipta, Jakarta 2001, hlm.74 5 Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal- Pasal Terpenting dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalarn Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Indonesia. Gramedia. Jakarta. 2003. hlm. 12 37

dalam ketentuan acara pidana juga disebut dengan benda sitaan demikian yang diatur dalam Pasal 1 butir 4 PP Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Benda Sitaan menjadi bagian Pemasukan Non Pajak Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 Tahuh 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yakni menjelaskan poin-poin jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kejaksaan agung, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan dari penjualan barang rampasan. 2. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan. 3. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi. 4. Penerimaan biaya perkara. 5. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan dan hasil penjualan barang. 6. Bukti yang tidak diambil oleh yang berhak. 7. Penerimaan denda. 6 Proses awal penyitaan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dengan berdasarkan pada surat izin Ketua Pengadilan Negeri, hal tersebut diatur dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHAP. Dalam Ayat (2) menyebutkan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan Ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa barang bukti tidak hanya diperoleh penyelidik dari tindakan pengeledahan, melainkan dapat pula diperoleh dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) diserahkan sendiri secara langsung oleh saksi pelapor atau tersangka pelaku tindak pidana, diambil dari pihak ketiga dan dapat pula berupa temuan dan selanjutnya dilakukan terhadap benda sita yang menyangkut dalam tindak pidana itu menahannya untuk sementara waktu guna untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntut umum dan pengadilan. 6 R. Soenarto Soerodibroto, loc cit, hlm. 35. Tindakan penyidikan tersebut oleh undangundang tentang hukum acara pidana disebut Penyitaan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah inbesilagneming. 7 Penyitaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur secara terpisah dalam dua tempat, sebagai besar diatur dalam Bab V, bagian keempat Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 KUHAP dan sebagian kecil diatur dalam Bab XIV mengenai penyitaan tercantum dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP, yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaan benda bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. 8 Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan: 1. Penyitaan termasuk tahap penyidikan karena dikatakan serangkaian tindakan penyidikan untuk barang bukti dalam proses pidana; 2. Penyitaan bersifat pengambil-alihan penyimpanan di bawah peguasaan penyidik suatu benda milik orang lain; 3. Benda yang disita berupa benda begerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud; 4. Penyitaan itu untuk tujuan kepentingan pembuktian. Di sini terdapat kekurangan sesungguhnya penyitaan seharusnya dapat dilakukan bukan saja untuk kepetingan pembuktian, tetapi juga untuk benda-benda yang dapat dirampas. Hal demikian diatur dalam Pasal 94 Ned, Sv (Hukum Acara Pidana Belanda). 9 Sebagai yang dapat membahayakan dan meresahkan kelangsungan hidup dan masyarakat seperti narkotika dan obat-abat terlarang. B. Mekanisme Pengelolaan Benda Sitaan Menurut Pasal 44 KUHAP Berdasarkan Pasal 44 KUHAP benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau disingkat Rupbasan. Rupbasan adalah satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang 7 Ratna Nurul Afiah, op. cit., hlm. 69. 8 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, (Surabaya: Karya Anda, hlm.5. 9 Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Melalui Saranan Teknik dan Sarana Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 121. 38

diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. 10 Penyimpanan benda sitaan tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawabnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun. Gagasan dasar tentang amanah undang-undang untuk membentuk lembaga baru seperti Rupbasan adalah untuk tetap terpeliharanya benda yang disita dalam satu kesatuan unit. Kebijakan ini akan memudahkan dalam pemeliharaan dan ada pejabat tertentu yang bertanggung jawab secara fisik terhadap benda sitaan tersebut. Sehingga dengan pengelolaan dan pemeliharaan oleh Rupbasan kondisi atau keadaan benda sitaan tetap utuh dan sama seperti pada saat benda itu disita. Keutuhan benda sitaan sangat diperlukan bukan hanya untuk keperluan pembuktian pada saat proses peradilan, sehingga para saksi tetap dengan mudah mengenali benda sitaan tersebut sama seperti pada saat dilakukan tindak pidana atau ketika benda itu disita untuk dijadikan sebagai barang bukti, melainkan juga dimaksudkan untuk melindungi hak milik tersangka dan terutama sekali hak milik pihak yang menjadi korban tindak pidana maupun pihak lain yang mungkin terkait dengan tindak pidana. Upaya paksa termasuk menyita sesuatu benda dan seseorang harus ditentukan secara limitatif dituliskan dalam undang-undang. Selama masih dalam proses peradilan, benda sitaan harus disimpan, dipelihara dan dijaga keselamatan dan keamanannya di dalam Rupbasan. Selama berada di Rupbasan tanggung jawab secara fisik atas benda sitaan ada di tangan Kepala Rupbasan dan tanggung jawab secara yuridis berada di tangan pejabat yang berwenang sesuai tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Benda sitaan adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan (Pasal 1. butir 4 PP. No. 27 Tahun 1983). Mengingat 10 Basmanizar, Penyelamatan dan Pengamanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Rajawali Press. Jakarta. 1997.hlm 43-44 bahwa untuk mewujudkan terbentuknya Runiah Tempat Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara memerlukan waktu yang cukup lama, maka dalam penjelasan Pasal 44 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa selama belum ada Rumah Tempat Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara ditempatkan yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di Kantor Kepolisian Negara, di kantor Kejaksaan Negeri dan Kantor Pengadilan Negeri, di Bank Pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda sitaan. Maksud dan tujuan disimpannya benda sitaan ditempat Rupbasan, tercantum dan Pasal 27 Ayat (3) PP No. 27 Tahun 1983, yaitu untuk menjamin keselamatan dan keamanannya. Selanjutnya Pasal 31 PP No. 27 Tahun 1983 menyebutkan bahwa Rupbasan dipimpin oleh Kepala Rupbasan yang diangkat dan di hentikan oleh Menteri (Ayat 1). Dalam melakukan tugasnya Kepala Rupbasan di bantu oleh Wakil Kepala (Ayat 2). Menurut Pasal 26 PP No. Tahun 1983, dimana setiap ibu kota Kabupaten/ Kotamadya dibentuk Rupbasan oleh Menteri (Ayat 1). Pembentukan Rupbasan di luar tempat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) apabila dipandang perlu merupakan Cabang Rupbasan (Ayat 2) Kepala Cabang Rupbasan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Ayat 3). Dalam Pasal 44 Ayat (2) KUHAP disebutkan penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun bila ketentuan tersebut di atas dihubungkan dengan Ayat (1) dan Pasal 44 KUHAP yang menunjukkan Rupbasan sebagai tempat penyimpanan benda sitaan, kelihatan bahwa selain pejabat yang berwenang sesüai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan pidana, pejabat Rupbasan pun bertanggung jawab atas benda sitaan tersebut. Pejabat sebagaimana peraturan pelaksanaan dan Pasal 44 KUHAP, Pasal 30 PP No. 27 Tahun 1983 mengatur tentang tanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut berada pada pejabat sesuai dengan tingkat 39

pemeriksaan (Ayat 1). Misalnya, dalam tingkat penyidikan, yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut adalah penyidik yang menangani perkaranya. Tanggung jawab secara fisik atas benda sitaan tersebut ada pada Kepala Rupbasan (Ayat 2). Selanjutnya Pasal 32 PP No. 1983 menyebutkan pula perihal tanggung jawab Rupbasan secara fisik atas benda sitaan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 30 Ayat (3) Kepala Rupbasan bertanggung jawab atas administrasi benda sitaan. Kepala Rupbasan tiap tahun membuat laporan kepada Menteri mengenai benda sitaan. Tembusan laporan disampaikan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.PR.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Bab II Rupbasan Bagian Pertama, Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Klasifakasi Pasal 27 menyatakan bahwa Rupbasan adalah unit pelaksana teknis di bidang penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman RI. Memperhatikan dasar pelaksanaan penyimpanan benda sitaan tersebut diatas, maka Rupbasan memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: 1. Tugas Pokok yakni melaksanakan penyimpanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara 2. Fungsi: a. Melaksanakan pengadministrasian Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara; b. Melakukan pemeliharaan dan mutasi Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara; c. Melakukan pengamanan dan pengelolaan Rupbasan; Selain fungsi-fungsi yang tersebut di atas Rupbasan juga disebut sebagai fungsi kelembagaan, yaitu salah satu unsur institusi hukum pada proses peradilan pidana terpadu (Criminal Justice System) sebagai tempat penyimpanan barang sitaan di Rupbasan juga sebagai fungsi profesi penegak hukum karena memiliki tugas pokok dan fungsi tersendiri diantara jajaran penegak hukum yang ada, mengelola barang sitaan agar terjamin keutuhannya dan siap diberikan untuk alat bukti pada proses peradilan. Rupbasan berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang sitaan. Rupbasan yang berfungsi profesi adalah melakukan pengelolaan dan pemeliharaan sehingga terjamin keutuhan barang sitaan yang didasarkan pada jenis, mutu dan jumlah sesuai dengan karakteristik, serta sifat dan masingmasing benda sitaan. Proses penyimpanan barang sitaan negara seharusnya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, karena mempertimbangkan alasan mempertimbangkan keefektifan dalam hal jarak, waktu, administrasi, serta menjamin keutuhan barang sitaan, maka menurut penulis, alangkah baiknya: apabila penyimpanan barang sitaan negara sepenuhnya menjadi tanggung jawab Rupbasan. Benda-benda yang harus disimpan di Rupbasan diatur dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Tahun 1983 jo. Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05.UM.0l.06 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa di dalam Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan keputusan Hakim. 11 Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 mengatur bahwa dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud Ayat (1) tidak mungkin dapat disimpan dalam Rupbasan maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala Rupbasan. Barang atau benda yang tidak mungkin disimpan dalam Rupbasan seperti barang yang mudah rusak, kapal laut. Dan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Rupbasan bukan hanya tempat untuk menyimpan benda-benda sitaan, melainkan termasuk pula tempat penyimpanan barang-barang yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan keputusan pengadilan. 11 Noor Kolim. Pokok-Pokok Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Pusdiklat Pegawai Depertemen Hukum dan HAM RI. Jakarta 2005. hlm. 6 40

Pejabat Rupbasan dalam menempatkan benda sitaan negara harus memperhatikan halhal sebagaimana tersebut pada Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 05-UM.01.06 Tahun 1983, yakni: 1. Butir 2, Penempatan benda sitaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 harus diatur sedemikian rupa sehingga dalam waktu cepat dapat diketemukan serta harus terjamin keamanannya 2. Butir 3, Penyimpanan benda sitaan negara dilakukan berdasarkan sifat, jenis dan tingkat pemeriksaan; 3. Butir 4, Kepala Rupbasan wajib memperlihatkan penyimpanan benda sitaan negara yang bersifat khusus, misalnya benda sitaan negara yang berharga, cepat rusak dan buruk atau berbahaya dan lain-lain yang dianggap perlu; 4. Butir 5, Dalam hal benda sitaan negara yang tersebut dalam Ayat 2 tidak mungkin dapat disimpan pada Rupbasan, maka penyimpanan dapat dikuasakan kepada instansi atau benda atau organisasi yang berwewenang atau kegiatannya bersesuaian sebagai tempat penyimpanan benda sitaan tersebut; 5. Butir 6, Dalam hal pemberian kuasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat 5 tidak dapat dilakukan, maka dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 45 KUHAP. Pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara berazaskan kepada: a. Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa b. Pengayoman dan Perlindungan Hak Asasi Manusia c. Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. d. Praduga tak bersalah untuk menjamin keutuhan barang bukti. Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara adalah tugas Rupbasan selaku Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan perneriksaan dalam sidang pengadilan sehingga dapat menunjang proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, mengandung aspek pelayanan, pengamanan, pemeliharaan agar keutuhan barang bukti tetap terjamin. Pengelolaan Barang Sitaan (basan) dan barang rampasan (baran) di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara adalah suatu rangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem dimulai sejak proses penerimaan sampai pada pengeluaran Basan dan Baran. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi Penerimaan, penelitian, penilaian, pendaftaran dan penyimpanan Basan dan Baran, pemeliharaan Basan dan Baran, Pemutasian Basan dan Baran, Pengeluaran dan Penghapusan Basan dan Baran serta Penyelamatan dan Pengamanan Basan dan Baran. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pada intinya fungsi RUPBASAN dalam mengelola benda sitaan yang salah satunya ialah bentuk perlindungan terhadap benda sitaan dan barang rampasan Negara karena RUP BASAN mempunyai tujuan yaitu dilaksanakan pengendalian secara administratif penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pengamanan, pengeluaran dan pemusnahan berdasarkan prosedur dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku dan berorientasi pada standar pelayanan sehingga tercapainya pela-yanan prima. RUPBASAN juga memberikan rasa aman kepada tahanan/ pihak yang ber-perkara terhadap benda sitaanya serta mem-berikan jaminan penyelamatan asset Negara berupa basan yang diputus pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dirampas untuk Negara. Selain itu, RUPBASAN mempunyai sasaran yaitu terwujudnya keutu-han benda sitaan dan barang rampasan Negara baik kualitas maupun kuantitasnya dan terwu-judnya perlindungan hak asasi tahanan/ pihak yang berperkara serta keselamatan dan keamanan benda benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, pe-nuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Serta terwujudnya penyelamatan asset Negara terhadap benda benda yang dinyatakan di-rampas 41

untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan. 2. Pengelolaan dan Penyimpanan benda sitaan Negara di lingkungan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), agar terpenuhinya kenyamanan dan keamanan benda-benda yang dilakukan penyitaan oleh penyidik serta ada jaminan tanggungjawab secara yuridis dan fisik keberadaan bendabenda tersebut supaya tidak hilang maupun jatuh pada yang bukan pemilik yang sebenarnya. B. Saran 1. Agar Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau RUPBASAN dapat diberikan kewenangan untuk menjalankan fungsi pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara secara utuh, bukan hanya sebagai institusi tempat menyimpan basan dan baran. 2. Agar seluruh instansi Penegak Hukum mematuhi Peraturan Bersama tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara. DAFTAR PUSTAKA Buku, Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Melalui Saranan Teknik dan Sarana Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Bambang Pornomo, Hukum Acara Pidana, Pokok-pokok Tata Cara Peradilan pidana Indonesia dalam UU No.8 Tahun 1981,. Librty, Yogyakarta, 1986. Basmanizar, Penyelamatan dan Pengamanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Rajawali Press. Jakarta. 1997. Heru Setiana, Rupbasan Tuntutan Reformasi Hukum, Warta Masyarakat., 2000. Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalarn Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Gramedia. Jakarta. 2003. Moeljatno, Hukum Acara Pidana, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM, 1989. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Penerbit Sinar Grafika, Cetakan keenam, Jakarta,2005. Noor Kolim. Pokok-Pokok Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Pusdiklat Pegawai Depertemen Hukum dan HAM RI. Jakarta 2005. Ratna Nuru Alfiah, Benda Sitaan dan Rampasan Negara, Rineka Cipta, Jakarta 2001 ----------------------, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1989. Samen Purba, Pengelolaan Benda Sitaan Negara, Direktorat Tindak Piadana Umum lain, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, 2000. SM. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri., Pradnya Paramita, Jakarta, 1981. Soenarto Seorodibroto, Apakah itu Barang Bukti? Hukum dan Keadilan 1 dan 2, 1975. Soesilo Yuwono, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP Sistem dan Prosedul, Alumni, Bandung, 1982. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Ed. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003. Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Dasar 1945 KUHAP dan KUHAP, Bandan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman, Sinar Garfika., Jakarta, 2007, Artikel, Kamus, Jurnal, Internet, Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia, Jakarta, 1986. Berdasarkan judul artikel dalam situs website Departemen Hukum dan HAM yang berjudul Rupbasan, Kurang Tenar Tapi Krusial. Diakases 15 Januari 2014. 42

Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarat, 2008. www.hukumham.info: diunggah tanggal 25 Januari 2014 Yunus Husein, Mengamankan Barang Bukti, http://www.opini-media/so-hukum/ mengamankan barang bukti,. diunggah 27 Perbuari 2014. 43