KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

dokumen-dokumen yang mirip
Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ANALISIS VEGETASI Avicennia sp. DAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK, RIAU

STRUKTUR VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN MERBAU KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

VI. SIMPULAN DAN SARAN

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Community Structure of Mangrove in Sungai Alam Village Bengkalis Sub Regency, Bengkalis Regency, Riau Province

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

ANWAR SADAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

JURNAL STRUKTUR KOMUNITAS HUTAN MANGROVE DESA MENGKAPAN KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK OLEH FIA NOVIANTY SITINJAK

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI DESA PONDING-PONDING KECAMATAN TINANGKUNG UTARA KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

PERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO. (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village)

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB III METODE PENELITIAN

Nursal, Yuslim Fauziah dan Erizal Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

STRUKTUR KOMUNITAS VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DI MUARA HARMIN DESA CANGKRING KECAMATAN CANTIGI KABUPATEN INDRAMAYU

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

PENDAHULUAN Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA PANTAI CERMIN KIRI KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

1. Pengantar A. Latar Belakang

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

THE COMMUNITY STRUCTURE OF MANGROVE VEGETATION IN RINDU LAUT OF PURNAMA VILLAGE OF DUMAI CITY

RELATION OF DENSITY MANGROVE WITH ABUNDANCE OF MANGROVE SNAIL

STRUKTUR DAN KOMPOSISI HUTAN MANGROVE LIKUPANG KABUPATEN MINAHASA UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

ANALISIS SEEDLING DAN VEGETASI BAWAH DI HUTAN MANGROVE DESA PASAR GOMPONG KENAGARIAN KAMBANG BARAT KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU CORRELATION BETWEEN DENSITY OF AVICENNIA WITH SEDIMENT CHARACTERISTIC IN MANGROVE FOREST SUNGAI RAWA VILLAGE SIAK REGENCY, RIAU Khairijon 1*, Nery Sofiyanti 1, Fadli 1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau 1 Jl.Anggrek No.5 Kel.Delima,Pekanbaru khairijon@gmail.com ABSTRACT A research has been conducted to determine correlation between density of Avicennia with sediment characteristic in Mangrove forest Sungai Rawa village Siak Regency Riau, in April-June 2013. Parameters of research were characteristic of sediment as independent variable (X) that seen on sediment textures. Density of Avicennia was dependent variable (Y) which determined at growth strata of mangrove seedling, sapling and tree. The research was done in three location of forest with low, middle and high activities. Samples were collected with Nested Quadrat method in 10 quadrat 20 X 20 m 2 for trees, 10 X 10 m 2 for sapling and 2x2 m 2 for seedling. Two species of Avicennia were found on this research, Avicennia alba and Avicennia lanata. Generally Avicennia density has positive correlation with mud substrate of sediment at seedling strata (r=0.79), for sapling (r=0.36) and r=0.33 for trees strata. While sandly substrat has negative correlation with density of Avicennia in seedlings with coefficient of correlation r= - 0.65 for seedlings, (r= - 0.46) for saplings and r = - 0.42 at trees strata. Keywords: Density, Avicennia, Sediment characteristics, Mangrove ABSTRAK Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan korelasi kerapatan Avicennia dengan karakteristik sedimen di kawasan hutan mangrove desa Sungai Rawa Kabupaten Siak, Riau. Penelitian dilakukan bulan Februari-Maret 2014. Parameter penelitian adalah karakteristik sedimen sebagai variabel bebas (variabel X) yang dilihat dari tekstur sedimen. Kerapatan Avicennia sebagai variabel terikat (variabel Y) ditentukan pada tingkat pertumbuhan pohon. Penelitian dilakukan pada 3 stasiun yaitu pada lokasi hutan dengan aktifitas rendah, sedang dan tinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda plot bertingkat (Nested Quadrat), dibuat 10 plot yang berukuran 20 X 20 m 2 untuk pohon, 10 X 10 m 2 untuk pancang dan 2 X 2 m 2 untuk semai.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 2 spesies Avicennia yaitu Avicennia alba danavicennia lanata. Secara keseluruhan terdapat korelasi positif antara kerapatan Avicennia dengan sedimen substrat berlumpur pada tingkat pertumbuhan semai (r =0.79), pada tingkat pancang (r=0.36) dan r=0.33 pada tingkat pohon. Sedangkan korelasi negative antara kerapatan Avicennia dengan substrat berpasir ditemukan pada tingkat 300

pertumbuhan semai dengan koefisien korelasi r= -0.65, pada tingkat pancang (r= -0.46), dan tingkat pohon r= -0.42). Kata Kunci :Kerapatan, Avicennia, Karakteristik Sedimen, Mangrove 1. PENDAHULUAN Ekosistem Mangrove merupakan komunitas pantai yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang sudah beradaptasi sedemikian rupa di perairan asin. Fungsi ekologis dari hutan mangrove adalah menyediakan nutrien bagi berbagai organisme air yang berada disekitar hutan mangrove. Sedangkan fungsi ekonomi hutan mangrove adalah sebagai lahan tambak udang, rekreasi dan penghasil kayu [1]. Kondisi hutan mangrove menurut [2] dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu sedimentasi, penebangan liar, dan konservasi untuk keperluan lain. Kemampuan penyesuaian diri terhadap keadaan yang berbeda menyebabkan terjadinya komposisi mangrove berupa vegetasi dengan batasbatas yang khas atau zonasi. Kawasan mangrove yang terdapat didaerah pasang surut sepanjang pantai atau muara sungai sangat rentan terhadap kerusakan padahal keberadaan kawasan tersebut sangat penting baik untuk menjaga kelestarian lingkungan maupun untuk kepentingan masyarakat. Kegiatan atau aktifitas masyarakat maupun industry disekitar komunitas mangrove sangat mempengaruhi terhadapa struktur sedimen yangterbentuk, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan jenis-jenis mangrove Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.) dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.). Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Mangrove besar, mangrove merah atau Red mangrove (Rhizophora sp.) merupakan salah satu jenis mangrove terbaik karena dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin serta akarnya yang memiliki kemampuan untuk stabilisasi sedimen lumpur [3]. Desa sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Propinsi Riau merupakan salah satu desa yang berada di pesisir Timur pulau Sumatera yang juga merupakan salah satu desa penyangga keberadaan kawasan mangrovenya. Mangrove yang menjadi pelindung bagi kawasan tersebut juga tidak luput dari terjadinya degradasi yang pada akhirnya dapat mengancam baik keberadaan desa itu sendiri maupun keberadaan mangrove di pesisir Timur Sumatera.. 301

Informasi mengenai korelasi ekosistem hutan mangrove terhadap karakteristik sedimen sangat penting dan bermanfaat dalam upaya konservasi, namun belum ada dilakukan penelitian di daerah ini. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Penentuaan Titik Sampling Berdasarkan survei awal, maka titik pengambilan data penelitian dibagi menjadi tiga stasiun pengamatan,yakni berdasarkan aktivitas rendah, sedang dan tinggi terhadap lingkungan sekitar mangrove. Peletakan plot bertingkat (Nested Quadrat) dilakukan pada setiap stasiun pengamatan, yang berjumlah 3 buah plot bertingkat yang disesuaikan dengan panjang vegetasi mangrove yang berada sejajar dengan garis pantai. Jarak antar plot yaitu 20 meter, tiap plot di dalamnya terdapat subplot dengan ukuran plot 20 x 20 meter untuk pohon, sub plot 10 x 10 meter untuk pancang, dan ukuran sub plot 2 x 2 meter untuk semai (seedling). Selanjutnya, dihitung Kerapatan (K), Kerapatan Relatif dengan rumus sebagai berikut: Kerapatan = Jumlah individu Luas areal suatu contoh jenis Kerapatan Relatif (%) = Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis x 100% Pengamatan Parameter Fisika-Kimia Pengukuran parameter fisika-kimia meliputi ph, suhu, dan salinitas dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian. 2.2 Analisis Sedimen Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan corer, pada kedalaman 20 cm keadaan surut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel sedimen dianalisis dan ditentukan tekstur (kandungan pasir, kerikil dan lumpur) ph, salinitas dan kandungan bahan organik. Untuk analisis komposisi fraksi sedimen digunakan program Microsoft Excel. Sedangkan penghitungan dominansi dan komposisi sedimen digunakan rumus sebagai berikut : Dominansi sedimen = berat suatu jenis fraksi berat total sedimen x 100 % 302

Komposisi = berat total jenis fraksi berat total semua sedimen x 100 % 2.3 Analisis Korelasi Kerapatan Mangrove Terhadap Karakteristik Sedimen. Analisis korelasi digunakan untuk menganalisis hubungan antara kerapatan mangrove dengan karakteristik sedimen yaitu dengan menggunakan software IBM SPSS Statistic Version 17.0 for Windows. Besar kecilnya hubungan antara dua variabel dinyatakan dalam bilangan yamg disebut koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai koefisien korelasi -1 berarti terdapat hubungan negatif (berkebalikan), nilai koefisien 0-1 berarti terdapat hubungan positif yang sempurna. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Komposisi dan Jumlah Individu Avicennia Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat komposisi jenis-jenis vegetasi Avicennia seperti yang terlihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Komposisi Spesies Avicennia berdasarkan lokasi masing-masing lokasi penelitian. yang ditemukan pada No Nama Ilmiah Nama Lokal Famili LOKASI PENELITIAN Aktivitas Rendah Aktivitas Sedang 1 Avicennia alba Api-api Avicenniaceae 2 Avicennia lanata Nyirih Avicenniaceae Keterangan : = ada ditemukan = tidak ada ditemukan Aktivita s Tinggi Pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa hanya dua jenis Avicennia sp. saja yang ditemukan pada daerah penelitian, yaitu Avicennia alba dan Avicennia lanata. Vegetasi Avicennia sp. Menurut [4] ada sekitar 4 jenis Avicennia di Indonesia, namun jenis Avicennia marina dan Avicenia officinalis tidak pada lokasi penelitian. Dua jenis yang ditemukan (Avicennia alba dan Avicennia lanata) merupakan jenis yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh media tumbuh (substrat) yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan tumbuhan mangrove, seperti pada jenis Avicennia alba dan Avicennia lanata umumnya tumbuh dan berkembang pada substrat lumpur berpasir dan `perbungaan pada kedua jenis ini terjadi sepanjang tahun. 303

Sedangkan, pada jenis Avicennia marina dan Avicennia officinalis umumnya tumbuh dan berkembang pada substrat keras berbatu dengan kandungan pasir tinggi serta suhu rendah dan juga perbungaan pada kedua jenis tersebut hanya berlangsung pada Juli- November sehingga tingkat toleransi terhadap lingkungan semakin rendah [5]. Hasil pengamatan lapangan yang telah dilakukan pada lokasi penelitian di sepanjang pesisir hutan mangrove Desa Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit dapat diketahui jumlah tiap-tiap jenis vegetasi mangrove berdasarkan pembagian lokasi penelitian (aktivitas rendah, aktivitas sedang dan aktivitas tinggi), disajikan pada tabel 2. Tabel.2. Jumlah individu vegetasi mangrove pada lokasi penelitian berdasarkan tingkat pertumbuhan. JENIS Aktivitas Rendah Semai Pancang Pohon Avicennia alba 19 0 0 Avicennia lanata 4 2 4 Jumlah individu 23 2 4 JENIS Aktivitas Sedang Semai Pancang Pohon Avicennia alba 74 18 7 Avicennia lanata 70 6 4 Jumlah individu 144 24 11 JENIS Aktivitas Tinggi Semai Pancang Pohon Avicennia alba 172 124 66 Avicennia lanata 126 111 78 Jumlah individu 298 235 144 Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa pada ke tiga lokasi menunjukan bahwa pada tingkat semai Avicennia alba memiliki jumlah individu terbanyak yakni 172 individu pada lokasi aktivitas tinggi, sedangkan Avicennia lanata pada lokasi aktivitas rendah menunjukan jumlah terendah dengan jumlah 4 individu. Hal ini, menerangkan bahwa pada lokasi aktivitas tinggi memiliki karakteristik habitat yang baik bagi semaian untuk tumbuh dan berkembang. Pada tingkat pancang Avicennia alba memiliki jumlah individu terbanyak dengan jumlah 124 individu yang terdapat pada lokasi aktivitas tinggi namun, pada lokasi aktivitas rendah Avicennia alba tidak ditemui. Fenomena ini disebabkan oleh substrat tanah pada lokasi aktivitas rendah cenderung berpasir (miskin hara) sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh mangrove tidak tercukupi. Jenis Avicennia alba pada tingkat pohon memiliki jumlah individu terbanyak dengan jumlah 144 individu pada lokasi aktivitas tinggi dan Avicennia lanata memiliki tingkat terendah dengan jumlah 4 individu pada 304

lokasi aktivitas rendah. Kondisi ini di sangat berhubungan erat dengan aktivitas sekitar yang memungkinkan untuk mangrove dapat bertahan hingga pada tingkat pohon. 3.2 Kerapatan dan Kerapatan Relatif Avicennia Hasil kerapatan dan kerapatan relatif dari masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Nilai Kerapatan dan Kerapatan Relatif Vegetasi Avicennia sp Tingkat Pohon Pada Ketiga Stasiun Penelitian di Pesisir Pantai Sungai Rawa. No Jenis Stasiun Aktivitas Rendah Stasiun Aktivitas Sedang Stasiun Aktivitas Tinggi K KR K KR K KR 1 Avicennia alba 0 0 17,5 63,4 165 45,83 2 Avicennia lanata 10 100 10 36,36 195 54,17 Jumlah 10 100 27,5 100 360 Keterangan : K = Kerapatan (individu/ha) KR = Kerapatan relatif (%) Berdasarkan data dari tabel 3. didapatkan bahwa kerapatan tertinggi pada tingkat pohon 195 individu/ha diduduki oleh jenis Avicennia lanata pada lokasi aktivitas tinggi. hal ini disebabkan jenis ini dapat beradaptasi pada kondisi ekstrem hingga pada tingkat pohon dan juga didukung oleh kondisi lingkungan seperti ph air 6,2, suhu 24 c. tingkat parameter tersebut berada pada nilai normal yaitu ph dengan kisaran 6,0-8,5 dan suhu dengan kisaran 20 0 C - 30 0 C. 3.3 Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang mempengaruhi keadaan vegetasi mangrove di pesisir pantai desa Sungai Rawa., terlihat pada tabel 4, berikut ini. Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Fisik-Kimia pada Areal Mangrove di Pesisir Pantai Sungai Rawa. Parameter Aktivitas Rendah Aktivitas Sedang Suhu 25 c 24 c 24 c Ph 6,1 6,3 6,2 Salinitas 25 26 24 3.4 Analisis Substrat Sedimen Aktivitas Tinggi Data analisis substrat sedimen dari masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5. 305

Tabel 5. Hasil analisis sedimen pada setiap lokasi penelitian Lokasi Fraksi Sedimen Pasir (%) Lumpur (%) Total (%) Keterangan Aktivitas rendah 72,2 27,8 100 Pasir Berlumpur Aktivitas sedang 28,4 71,6 100 Lumpur Berpasir Aktivitas tinggi 18,2 81,8 100 Lumpur Berpasir Berdasarkan tabel 4, pada lokasi aktivitas rendah memiliki substrat pasir dengan persentase 72,2% dan kandungan lumpur 27,8% hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi aktivitas rendah merupakan habitat yang tidak baik bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang, karena substrat pasir merupakan media tumbuh miskin hara yang sedikit mengandung nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan. Selanjutnya, menunjukkan bahwa pada lokasi aktivitas sedang memiliki substrat berlumpur dengan nilai persentase 71,6% dan 28,4% kandungan pasir. Hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi aktivitas sedang merupakan habitat yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman mangrove.sedangkan pada lokasi angktivitas tinggi umumnya bersubstrat lumpur dengan persentase lumpur 81,8% dan 18,2 kandungan substrat pasir. Kondisi ini sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan karena komposisi susbtrat lumpur lebih banyak dari pada komposisi substrat pasir sehingga kebutuhan nutrisi bagi tumbuhan secara optimal tercukupi. Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak Avicennia alba dan Avicennia lanata yang tumbuh dan berkembang di subtrat yang berbeda-beda. Gambar 1. Grafik Hubungan Kerapatan Avicennia sp dengan Karakteristik Substrat Sedimen. Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui bahwa pada substrat lumpur memiliki perbandingan persentase yang berpengaruh kuat terhadap tingkat kerapatan Avicennia 306

sp. Hal ini, dapat dilihat pada persentase substrat lumpur terendah 27,8% dengan nilai kerapatan hingga 10 individu/ha dan pada persentase substrat lumpur tertinggi 81,8% dengan nilai kerapatan hingga 360 individu/ha. Artinya, apabila persentase substrat lumpur rendah maka jumlah kerapatan juga semakin rendah begitu juga sebaliknya, apabila persentase substrat lumpur tinggi maka jumlah kerapatan juga semakin tinggi atau disebut korelasi positif (sempurna). Kondisi ini bisa terjadi karena vegetasi mangrove yang tumbuh pada substrat yang berlumpur dengan lingkungan yang sangat mendukung seperti kadar garam yang normal sangat mempengaruhi keberadaan vegetasi mangrove. Komposisi substrat lumpur yang tinggi sangat mendukung bagi perkembangan dan pertumbuhan mangrove karena substrat lumpur sangat kaya akan hara nutrisi yang sangat diperlukan tumbuhan sesuai yang diungkapkan oleh [5] bahwa substrat lumpur sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Pada substrat pasir memiliki hubungan berkebalikan antara perbandingan jumlah persentase substrat pasir terhadap nilai kerapatan jenis Avicennia sp. Dapat dilihat pada persentase substrat pasir terendah 18,2% dengan nilai kerapatan tertinggi hingga 430 individu/ha dan pada persentase tertinggi 72,2% dengan nilai kerapatan hingga 10 individu/ha. Artinya, apabila persentase substrat pasir rendah maka jumlah kerapatan akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya, apabila persentase substrat pasir tinggi maka jumlah kerapatan akan semakin rendah atau disebut korelasi negatif (berkebalikan). Hal ini dikarenakan oleh kandungan hara nutrisi pada substrat pasir sangat sedikit atau miskin hara sehingga menyebabkan kekurangan hara nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Perbedaan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan suatu spesies tumbuhan dengan mempertimbangkan tingkat adaptasi atau kesesuaian tumbuhan untuk dapat tumbuh dan bertahan hingga pada tingkat pohon. Kondisi ini bisa terjadi karena vegetasi mangrove pada substrat yang berpasir pada lingkungan ekstrim seperti kadar garam yang tinggi sangat mempengaruhi keberadaan vegetasi mangrove, sehingga untuk dapat hidup harus melalui seleksi yang sangat ketat dan daya adaptasi yang tinggi dan juga dapat disebabkan karena aktivitas manusia. Tingginya tingkat eksploitasi habitat yang tidak cocok serta adanya interaksi antara spesies dapat menyebabkan rendahnya frekuensi kehadiran jenis mangrove di suatu lokasi [8]. 307

Tabel 5. Korelasi Antara Nilai Kerapatan Vegetasi Mangrove Terhadap Nilai Karakteristik Sedimen. Tingkat Pertumbuhan Substrat Pasir Keterangan Semai -0.65 Korelasi Negatif Pancang -0.46 Korelasi Negatif Semai -0.42 Korelasi Negatif Tingkat Pertumbuhan Substrat Lumpur Keterangan Semai 0.79 Korelasi Positif Pancang 0.36 Korelasi Positif Semai 0.33 Korelasi Positif Pada tabel 5, dapat dilihat bahwa pada substrat pasir memiliki nilai koefisien korelasi secara keseluruhan mendekati -1 yang artinya, substrat pasir memiliki hubungan negatif (berkebalikan) terhadap vegetasi Avicennia Sp. sedangkan, pada substrat lumpur memiliki nilai koefisien korelasi 1 atau mendekati 1 yang artinya, substrat lumpur memiliki hubungan positif (sempurna) terhadap vegetasi Avicennia Sp. Pada substrat pasir menunjukkan hubungan korelasi negative atau hubungan berkebalikan artinya jika jumlah persentase substrat pasir tinggi maka jumlah kerapatan akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa substrat lumpur merupakan media tumbuh yang baik bagi vegetasi mangrove karena substrat lumpur memiliki hara dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan mangrove tersebut. Menurut [9], menyatakan bahwa vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir. 4. KESIMPULAN DAN PROSPEK Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis Avicennia yang ditemukan di Kawasan Mangrove Desa Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Riau sebanyak dua jenis yaitu Avicennia alba dan Avicennia lanata. Berdasarkan tingkat pada strata pancang dan pohon yang terdapat di lokasi dengan aktivitas tinggi, serta pada nilai frekuensi, A. alba pada ketiga strata pertumbuhan yang terdapat di semua lokasi penelitian. Hasil karakteristik sedimen subtrat lumpur pada lokasi aktivitas tinggi dan lokasi aktivitas sedang memiliki jumlah persentasejumlah persentase lebih tinggi dari aktivitas rendah. Sedangkan pada substrat pasir, hanya pada lokasi aktivitas rendah yang memiliki persentase tertinggi. Hasil analisis hubungan karakteristik sedimen terhadap vegetasi mangrove menunjukkan substrat sedimen lumpur memilki hubungan positif (sempurna) 308

terhadap vegetasi mangrove. Sedangkan, pada substrat pasir menunjukkan hubungan negative (berkebalikan) terhadap vegetasi mangrove. 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Penerbit Dahara Prize. Semarang, 2007. [2] Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi Dan Manfaatnya. Kanisus. Yogyakarta. [3] Nybakken, J.W.1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. Gramedia [4] Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [5] Noor, Y.S.M. Khazali, I.N.N. Suryadiputra. 1999.Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PKA dan Wetland International. Bogor. [6] Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecology of Mangroves. Annual Review of Ecology and Systematics, [7] Bengen. D. G. dan I. M. Dutton 2004. Interaction: Mangroves, Fisheries andforestry Management in Indonesia. H.632-653. 309