Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. masyarakatnya. Salah satu adat budaya yang ada di Indonesia adalah adat budaya

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara

I. PENDAHULUAN. mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia, setiap kebudayaan adalah hasil

I. PENDAHULUAN. Lampung Pepadun yang berdialek nyow dan Lampung Saibatin yang berdialek

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

2 Wilayah Krui sebagai kota tua yang merupakan eks kawedanaan sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Selain itu potensi pariwisata, khususnya o

I. PENDAHULUAN. Asal usul bangsa Lampung berasal dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang

I. PENDAHULUAN. salah satu faktor penyebab keinginan manusia untuk hidup. membentuk sebuah komunitas yaitu masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan

Lampiran 1 Data daerah rawan bencana dan penduduk daerah rawan bencana menurut pekon dan kecamatan di Kabupaten Lampung Barat

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kepulauan, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, yang

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dengan keanekaragaman adat istiadat yang terdiri dari berbagai macam

1. Kecamatan Balik Bukit

1. Kecamatan Balik Bukit

1. Kecamatan Balik Bukit

Propinsi LAMPUNG. Total Kabupaten/Kota

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

Coding Kota / Kabupaten Kecamatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2000 T E N T A N G

I. PENDAHULUAN. adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun. Masyarakat adat

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 30 PERIODE APRIL 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN. dengan julukan Sang Bumi Ruwa Jurai yang berarti satu bumi yang didiami

Lampiran I.18 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

LOKASI DAN ALOKASI DANA PNPM MANDIRI TAHUN ANGGARAN 2009 LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 EDISI 26 PERIODE 7-22 FEBRUARI 2017

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PESISIR BARAT DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 32 PERIODE MEI Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 35 PERIODE 1-16 JULI Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 38 PERIODE 18 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 39 PERIODE 3-18 SEPTEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 41 PERIODE 5-20 OKTOBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 42 PERIODE 21 OKTOBER -5 NOVEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 43 PERIODE 6-21 NOVEMBER Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT-8 EDISI 51 PERIODE MARET Luas Baku Sawah Kecamatan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 EDISI 29 PERIODE 27 MARET - 11 APRIL Luas Baku Sawah Kecamatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Hukum Adat. Perkataan adat adalah istilah yang dikutip dari bahasa Arab, tetapi boleh dikatakan

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 PERIODE 5-20 DESEMBER Tanam (1-3 HST) Vegetatif 1 (4-20 HST)

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 EDISI I PERIODE 6-21 JANUARI Tanam (1-3 HST) Vegetatif 1 (4-20 HST)

LUAS SAWAH PADA FASE PERTANAMAN PADI DATA SATELIT LANDSAT 8 PERIODE 21 DESEMBER - 5 JANUARI 2016 Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat Musik Tradisional Masyarakat Lampung adalah Gamolan. Gamolan

08. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan memiliki keragaman

TINJAUAN PUSTAKA. Kata tinjauan berasal dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk, memeriksa,

II. TINJAUAN PUSATAKA. Sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan. budi atau akal (Soejono Soekanto, 1996: 154 )

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

G U B E R N U R L A M P U N G

I.PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan memiliki keragaman

I. PENDAHULUAN. Sebagai bangsa yang multikultur Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti dapat menarik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Pemilihan Peratin Pekon Kuripan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu dijadikan tuhan berpasang-pasangan. Begitupun manusia dijadikan

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. 1. Sejarah Singkat Kabupaten Lampung Selatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

ABSTRACT THE ROLES OF PUNYIMBANG ADAT LAMPUNG SAIBATIN S INSTITUTION IN SUSTAINING BUBALAH TRADITION. (Netika Wuri, Hermi Yanzi, Yunisca Nurmalisa)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari hari, hal itu terbukti manusia sebagai individu ternyata

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Untuk memberikan gambaran yang memperjelas permasalahan yang akan dibahas

2012, No di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk penyelenggaraan otonomi

SINERGITAS CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG 2014

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

TINJAUAN HISTORIS SEKALA BEKHAK SEBAGAI MUASAL KEBERADAAN KERATUAN ADAT LAMPUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini terdapat beberapa konsep yang diperkuat dengan pendapat para ahli,

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan negara berkembang lainnya, yaitu terdiri dari banyak. suku, adat, kebiasaan, dan budaya yang sangat beragam.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun pertama masehi, Lampung telah dihuni oleh manusia. Hal ini dibuktikan

I. PENDAHULUAN. dan hal ini menunjukkan betapa eksisnya kesadaran primordial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

1. PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa dan kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan Lampung Pepadun (jurai pepadun) yang dikenal dengan istilah sang bumi rua jurai yang berarti satu bumi terdapat dua kebudayaan. Lampung Saibatin merupakan suatu masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan Lampung Pepadun adalah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman. Istilah Lampung Saibatin di sini adalah semua buay orang Lampung yang meliputi daerah Lampung Barat, Tanggamus, Kedondong, Way Lima, Ratai, Padang Cermin, Teluk Betung, dan Kalianda. Sedangkan Lampung Pepadun adalah semua buay Pubian Telu Suku, Abung Sewo Mego, Sungkai, Tulang bawang, dan Way Kanan. Dalam usaha melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat di Lampung yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional memerlukan dukungan dan uluran tangan dari masyarakat dan pemerintahan Lampung itu sendiri. Bahkan hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008 yaitu : Bahwa kebudayaan Lampung yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai asset nasional, keberadaannya perlu dijaga, diberdayakan, dibina, dilestarikan dan dikembangkan sehingga dapat berperan dalam upaya menciptakan masyarakat Lampung yang memiliki jati diri, berakhlak mulia, berperadaban dan mempertinggi pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa secara maksimal dengan berdasarkan kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 2 Tahun 2008). Di dalam masyarakat adat Lampung terdapat pemerintahan persekutuan adat berdasarkan buwai (keturunan) yang disebut paksi (kesatuan dari beberapa buwai inti) dan marga (kesatuan dari bagian buwai dalam kesatuan suku). Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat berasal dari bekas Kerajaan Skala Brak yang banyak mendapat

pengaruh Sumatera Barat. Masyarakat Kabupaten Lampung Barat tergabung dalam 6 (enam) Kebuayan, yaitu: 1. Buay Belunguh (Kenali) 2. Buay Pernong (Batu Brak) 3. Buay Bejalan Di Way (Kembahang) 4. Buay Nyerupa (Sukau) 5. Buay Bulan/Nerima (Lenggiring) 6. Buay Menyata/Anak Mentuha (Luas) Dari enam kebuayan tersebut di atas, hanya empat yang menjadi Raja (Paksi Pak) yang secara bersama-sama memerintah kerajaan Skala Brak, dan dua Buay yang tidak memerintah yaitu Buay Menyata/Anak Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay Menyata merupakan penghuni terdahulu Kerajaan Skala Brak. Oleh karena itu, keempat Paksi mengangkatnya sebagai Anak Mentuha atau yang dihormati, sedangkan Buay Nerima merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan yang diambil orang). Karena beberapa faktor, sebagian penduduk Skala Brak berpindah mencari daerah baru yang terbagi dalam dua arah yaitu melalui danau dan melalui pantai Pesisir. Penduduk yang mengambil jalan melalui danau kebanyakan keturunan Paksi Pak, sedangkan penduduk yang melalui pesisir merupakan keturunan Buay Bulan/Nerima yang menyebar sepanjang pantai pesisir mulai dari Krui, Kota Agung, Teluk Betung, Kalianda sampai Labuhan Maringgai. Pada tahun 1996, melalui survey yang dilakukan oleh para budayawan, dapat diungkapkan bahwa di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat terdapat 16 masyarakat hukum adat yang disebut Marga. Hasil survey ini kemudian dituangkan dalam SK Gubernur Lampung

No. G/362/B.II/HK/1996. Wilayah marga-marga di wilayah Pesisir memiliki batas yang cukup jelas antara satu marga dengan marga lainnya. Masing-masing marga tersebut di atas dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala Marga). Pada zaman pendudukan Inggris, Belanda hingga Jepang, urusan administrasi dipegang oleh seorang Pesirah yang sebagian besar adalah Saibatin. Oleh karena itu, masyarakat Lampung Barat juga dikenal dengan masyarakat adat Saibatin (khususnya bagi keturunan Buay Paksi Pak) dengan tujuh tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas. Nama-nama Marga di Wilayah Pesisir di Kabupaten Lampung Barat: 1. Belimbing Bandar Dalam Bengkunat 2. Bengkunat Sukamarga Bengkunat 3. Ngaras Negeri Ratu Ngaras Bengkunat 4. Ngambur Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan 5. Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang Pesisir Selatan 6. Way Napal Way Napal Pesisir Tengah 7. Pasar Krui Krui Pesisir Tengah 8. Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir Tengah 9. Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada Pesisir Tengah 10. Bandar (Penggawa V Tengah) Bandar Pesisir Tengah 11. Laay (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa 12. Way Sindi Karya Penggawa 13. Pulau Pisang Pesisir Utara 14. Pugung Tampak Pesisir Utara 15. Pugung Penengahan Lemong 16. Pugung Malaya Lemong

Sumber: SK Gubernur Lampung Nomor: G/362/B.II/HK/1996 Marga Pugung Tampak merupakan bagian dari marga-marga yang beradat peminggir atau Jurai Saibatin, yang meliputi wilayah eks kewedanaan Krui yang terdiri dari 11 pekon yaitu Pekon Negeri Ratu, Pekon Kotakarang, Pekon Khuripan, Pekon Kerbang Dalam, Pekon Kerbang Langgar, Pekon Waynarta, Pekon Balam, Pekon Baturaja, Pekon Sedau, Pekon Walur dan Pekon Tajung atau Padang Rindu. Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak berada di wilayah Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat mempunyai tradisi dan cara tersendiri dalam melestarikan budaya Lampung. Mereka memanfaatkan momentum lebaran sebagai ajang untuk bermaafmaafan secara massal dan memperkenalkan budaya Lampung kepada khalayak ramai. Setiap pekon secara bergantian melaksanakan tradisi tersebut dengan menggunakan sistem undian yang ditetapkan sebelum pelaksanaanya. Dalam pelaksanaannya, cara yang digunakan tidak terlalu berbeda antara satu pekon dengan pekon lainnya. Tradisi tersebut dikenal dengan nama kakiceran. Istilah kakiceran jika merujuk pada makna yang digunakan oleh orang tua dan tokoh adat setempat dapat diartikan sebagai ajang pertemuan atau silaturahmi (halal bil halal) antar warga yang dilaksanakan pada waktu lebaran idul fitri. Secara terminologi kata kakiceran berasal dari bahasa lampung yaitu kicer yang artinya suara yang berisik yang disebabkan oleh suara tetabuhan rebana dalam rangka hiburan dan ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriah hari raya idul fitri. Jika artikan secara keseluruhan, maka kakiceran adalah ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriahkan hari raya idul fitri yang berisikan perlombaan tari menari dengan diiringi oleh suara rebana.

Setiap kebudayaan tentunya memiliki makna, fungsi, tujuan dan proses pelaksanaannnya. Kita dapat mengetahui suatu kebudayaan secara jelas jika kita mengetahui proses pelaksanaannya. Begitu juga dengan makna, fungsi dan tujuaannya, kita dapat melihat seberapa bermanfaatkah tradisi tersebut untuk masyarakat sekitar maupun masyarakat umummnya. Tradisi kakiceran adalah salah satu bentuk kebudayaan, maka tradisi ini juga memiliki makna, fungsi dan proses pelaksanaannya. Melihat dari proses pelaksanaannya, tradisi ini memiliki keunikan yang berbeda dengan tradisi lainnya yang berkembang di nusantara seperti waktu pelaksanaannya, tempat pelaksanaannya, maupun pesertanya. Demikian juga dengan fungsi dan tujuannya, tradisi ini memiliki fungsi dan tujuan yang jelas yaitu sebagai ajang silaturahmi dan salah satu usaha dalam melestarikan budaya. Pada awalnya, kakiceran dilakukan hanya untuk mempererat silaturahmi saja, namun seiring dengan perkembangan zaman acara tersebut mendapatkan perhatian dari tokoh-tokoh adat setempat untuk dilestarikan karena terdapat beberapa budaya Lampung yang harus dipertahankan seperti tari adat (tari sembah, tari nyambai, tari piring, tari payung, tari lilin dan lain sebagainya) maupun tari cipta dan wayak. Dengan mengetahui proses pelaksanaannya, maknanya dan fungsinya maupun tujuannya, maka secara tidak langsung itu sudah merupakan salah satu cara untuk mempertahankan budaya ini agar tetap dilaksanakan. Untuk itu, sudah selayaknya kita sebagai bangsa yang berbudaya untuk melihat secara jelas bagaimana proses pelaksanaannya, fungsinya maupun tujuan dari tradisi ini. Pelaksanaan tradisi kakiceran termasuk dalam perlombaan seni tari gembira karena dilaksanakan tanpa harus ada prosesi adat atau upacara-upacara adat. Seni tari Lampung dapat dibedakan antara seni tari adat dan seni tari gembira. Kedua macam seni tari itu sebenarnya bersifat hiburan, hanya saja seni tari adat dilakukan pada upacara-upacara adat menurut tata tertib adat dan oleh pelaku-pelaku pria wanita menurut adat, sedangkan seni tari gembira bisa saja diadakan sewaktuwaktu dan tidak terikat pada tata tertib adat, begitu pula para pelakunya bebas dari ketentuan adat (Hilman Hadikusuma, 1989 : 111).

Oleh karena itu, dengan adanya budaya dan adat-istiadat yang unik tersebut, maka sudah sewajarnya sebagai warga negara Indonesia umumnya dan masyarakat Lampung khususnya untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat tersebut. Jika dilihat dari makna, fungsi atau tujuan dan proses pelaksanaannya, maka tradisi kakiceran wajib untuk dipertahankan karena mengandung kebudayaan. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Kebudayaan memiliki unsur-unsur yang universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut terdiri dari : 1. Sistem religi 2. Sistem kekerabatan 3. Sistem mata pencaharian 4. Sistem teknologi 5. Bahasa 6. Kesenian 7. Sistem pengetahuan Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun di dunia. (Koentjaraningrat, 1990 : 203). Dengan melihat penjelasan di atas, maka penulis akan meneliti proses pelaksanaan dari tradisi kakiceran tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu tersedia dan cukup banyak. Oleh karena itu, masalah tersebut perlu diidentifikasi terlebih dahulu. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu : a. Proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat. b. Makna tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat. c. Fungsi tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat. 1.3 Pembatasan Masalah Agar penelitian ini tidak melebar dan terlalu luas maka penulis membatasi masalah pada proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat. 1.4 Rumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat.

1.6 Kegunaan Penelitian Setiap penelitian diharapkan memberikan kegunaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah : a. Untuk memperkaya materi pengajaran sejarah pada matakuliah Sejarah Lisan dan Tradisi Lisan b. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. c. Menambah wawasan penulis tentang tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak di Kecamatan Pesisir Utara. d. Sebagai salah satu usaha peneliti untuk melestarikan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung khususnya Lampung Saibatin. e. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengetahuan tentang tradisi kakiceran pada suku Lampung Saibatin. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian a. Subyek Penelitian : Masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak b. Obyek Penelitian : Pelaksanaan tradisi kakiceran pada masyarakat Lampung Saibatin Marga Pugung Tampak

c. Tempat Penelitian : Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat d. Waktu Penelitian : Tahun 2011 e. Ilmu : Antropologi Budaya REFERENSI Depdikbud. 1981/1982. Upacara Tradisional Daerah Lampung, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar Lampung. Hal 3 Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung. Hal. 111

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. 203 Hal